i
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN IPS SEJARAH DENGAN
MODEL
LEARNING CYCLE
BERBANTUAN CD INTERAKTIF
MATERI MASA KOLONIAL BANGSA EROPA DI
NUSANTARA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 2
SAWANGAN KABUPATEN MAGELANG
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Oleh:
Annisaak Sholikhatun Fauziah 3101409094
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ari Tri Soegito, SH, M.M Drs. Karyono, M.Hum NIP: 19430923 1969021 001 NIP: 19510606 1980031 003
Mengetahui: Ketua Jurusan Sejarah
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji Utama
Prof. Dr. Wasino, M.Hum NIP: 19640805 1989011 001
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ari Tri Soegito, SH, M.M Drs. Karyono, M.Hum NIP: 19430923 1969021 001 NIP: 19510606 1980031 003
Mengetahui: Dekan,
Drs. Subagyo, M.Pd.
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 31 Mei 2013
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
Bekerjalah dengan hati, karena hidup adalah pekerjaan hati (Dedy Cobuzer).
Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan dan istiqomah dalam menghadapi cobaan (penulis).
Jadi diri sendiri, cari jati diri, dan dapatkan hidup yang mandiri optimis, karena kidup terus mengalir dan kehidupan terus berputar. Sesekali lihat ke belakang untuk melanjutkan perjalanan yang tiada berujung (Maman Zakaria).
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Allah swt.
2. Ayah dan ibuku, Bambang W dan St Rochima
tersayang yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, perhatian doa, dukungan dan segalanya.
3. Keluargaku, kakak dian, adik-adikku dina,
fajri, dan keluarga besarku terima kasih atas doa, kasih sayang dan canda tawa kalian.
4. Maman Zakaria Seseorang yang selalu
memberiku doa dan dukungannya dalam segala hal.
5. Sahabat-sahabatku, nurul, muji, zulfa, ermi,
anis, yovi, alvina, florida, terima kasih atas doa dan dukungannya.
6. Teman-teman seperjuangan sejarah 09.
vi PRAKATA
Alhamdulillah segala pujian bagi Allah Yang Maha Dipuji atas limpahan
nikmat kasih sayang-Nya yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada
peneliti, sehingga skripsi dengan judul Efektivitas Pembelajaran IPS Sejarah
dengan Model Learning Cycle berbantu CD Interaktif Materi Masa Kolonial
Bangsa Eropa di Nusantara kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Sawangan dapat
terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan studi strata 1 (satu) guna meraih
gelar Sarjana Pendidikan. Berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu di UNNES.
2. Drs. Subagyo M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Sosial UNNES, yang telah memberi kemudahan administrasi dalam perijinan penelitian.
3. Arif Purnomo S.Pd, S.S, M.Pd, Ketua Jurusan Sejarah FIS UNNES, yang
telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi.
4. Prof. Dr. Ari Tri Soegito, SH, M.M, Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dengan tulus.
vii
6. Prof. Dr. Wasino, M.Hum, Dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.
7. Djarwoto, S.Pd.i, Kepala SMP Muhammadiyah 2 Sawangan Kabupaten
Magelang, yang telah memberi ijin dan membantu dalam penelitian ini. 8. Muslikhah Ardani, S.Pd, dan semua guru SMP Muhammadiyah 2 Sawangan
Kabupaten Magelang yang telah memberikan dukungan dalam pelaksanaan penelitian.
9. Siswa-siswi kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Sawangan Kabupaten
Magelang yang telah membantu dalam penelitian ini.
10. Sahabat-sahabat seperjuanganku serta mahasiswa pendidikan Sejarah angkatan 2009 yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Semarang, 23 Juni 2013
viii SARI
Fauziah, Annisaak Sholikhatun. 2013. Efektifitas Pembelajaran IPS Sejarah dengan model Learning Cycle berbantu CD Interaktif materi Masa Kolonialisme Bangsa Eropa di Nusantara Kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Sawangan Kabupaten Magelang. Skripsi. Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Prof. Dr. Ari Tri Soegito, SH, M.M, Pembimbing II: Drs. Karyono, M.Hum.,36 tabel, 5 gambar, 40 lampiran, 249 halaman.
Kata Kunci: Model Learning Cycleberbantu CD Interaktif, Keaktifan Siswa, Prestasi Belajar
Kondisi proses pembelajaran IPS sejarah di sekolah SMP M 2 Sawangan, masih jauh dari harapan dan tujuan pembelajaran yaitu dengan ketuntasan belajar siswa masih di bawah standar yang ditentukan oleh pihak sekolah yaitu 70. Salah satu alternative penyelesaian adalah dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle (LC) bantuan CD interaktif yang nantinya akan membantu siswa berperan aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah proses pembelajaran IPS sejarah, keaktifan siswa dengan model LC berbantuan CD interaktif dan perbedaan prestasi belajar siswa bila dibandingkan dengan model ekspositori padasiswakelas VII SMP M 2 Sawangan? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran IPS sejarah, keaktifan siswa dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dan perbedaan prestasi belajar siswa bila dibandingkan dengan model ekspositori pada siswa kelas VII SMP M 2 Sawangan.
Populasi penelitian siswa kelas VII SMP M 2 Sawangan. Penentuan sampel dengan teknik Purposive Sampling diperoleh kelas VII A dan VII B. Variabel penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran, keaktifan belajar siswa dan prestasi belajar dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle berbantu CD Interaktif dan model pembelajaran Ekspositori. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif persentase dan uji perbedaan dua rata-rata (ujit).
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
SARI ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Penegasan Istilah ... 8
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembelajaran IPS (Sejarah) ... 11
2.2. Learning Cycle (LC) ... 13
2.3. Pembelajaran dengan CD Interaktif ... 16
2.4. Belajar dan Pembelajaran ... 19
2.5. Prestasi Belajar ... 28
2.6. Belajar Tuntas ... 31
2.7. Keaktifan Siswa ... 33
x
2.9. Masa Kolonial Bangsa Eropa di Nusantara ... 36
2.10. Kerangka Berfikir ... 47
2.11. Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel ... 50
3.1.1. Populasi ... 50
3.1.2. Sampel ... 50
3.2. Variabel Penelitian ... 51
3.3. Desain Penelitian ... 52
3.4. Data dan Metode Pengumpulan Data ... 53
3.4.1. Sumber Data ... 53
3.4.2. Metode Pengumpulan Data ... 53
3.5. Analisis Instrumen ... 54
3.5.1. Instrumen CD Interaktif ... 54
3.5.2. Instrumen Observasi Keaktifan belajar ... 54
3.5.3. Instrument Tes Hasil Belajar ... 55
3.5.3.1. Uji validitas Butir Soal ... 55
3.5.3.2. Uji Reliabilitas Soal Tes ... 57
3.5.3.3. Analisis Tingkat Kesukaran ... 58
3.5.3.4. Daya Pembeda Soal ... 60
3.6. Metode Analisis Data ... 61
3.6.1. Analisis Data Tahap Awal ... 62
3.6.1.1. Uji Normalitas ... 62
3.6.1.2. Uji Homogenitas ... 63
3.6.1.3. Uji Kesamaan Dua rata-rata ... 64
3.6.2. Analisis Data Tahap Akhir ... 65
3.6.2.1. Data Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle Berbantu CD Interaktif ... 65 3.6.2.2. Data Keaktifan Belajar Siswa dalam Pembelajaran dan Hasil
xi
Learning Cycle Berbantu CD Interaktif dan yang
Menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori... 65
3.6.2.2.1. Uji Normalitas... 67
3.6.2.2.2. Uji Homogenitas Data... 67
3.6.2.2.3. Uji Perbedaan Rata-rata... 68
3.7. Indikator Keberhasilan ... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 2 Sawangan ... 73
4.1.1. Letak Lokasi Penelitian ... 73
4.1.2. Kondisi Sekolah ... 73
4.2. Hasil Penelitian ... 75
4.2.1. Pelaksanaan Pembelajaran ... 75
4.2.1.1. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Learning Cycle Berbantu CD Interaktif ... 76
4.2.1.2. Pelaksanaan Pembelajaran yang Menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori ... 84
4.2.2. Perbedaan Keaktifan Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran LearningCycle Berbantu CD Interaktif dan yang Menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori ... 87
4.2.3. Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle Berbantu CD Interaktif Dan yang Menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori ... 93
4.3. Pembahasan ... 102
4.3.1. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle Berbantu CD Interaktif ... 102
xii
4.3.3. Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle Berbantu CD Interaktif
Dan yang Menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori ... 107
BAB V PENUTUP 7.1. Simpulan ... 109
7.2. Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 112
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Rincian Sampel Penelitian ... 46
3.2. Desain Penelitian ... 48
3.3. Analisis Validitas Soal ... 54
3.4. Klasifikasi Interval Tingkat Kesukaran Soal... 55
3.5. Analisis Tingkat Kesukaran Soal... 55
3.6. Klasifikasi Interval Daya Pembeda Soal... 57
3.7. Analisis Daya Pembeda Soal ... 57
3.8. Kriteria Keaktifan Belajar Siswa ... 62
4.1. Sarana dan Prasarana Pendukung Sekolah ... 70
4.2. Profil Guru IPS ... 71
4.3. Jadwal Jam Pelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol... 72
4.4. Rata-rata Keaktifan Belajar Siswa Kelas Eksperimen Tiap Pertemuan ... 85
4.5. Rekapitulasi Keaktifan Belajar Siswa Selama Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 85
4.6. Rata-rata Keaktifan Belajar Siswa Kelas Kontrol Tiap Pertemuan .. 86
4.7. Rekapitulasi Keaktifan Belajar Siswa Selama Pembelajaran Kelas Kontrol ... 87
4.8. Perbandingan Rata-Rata Keaktifan Belajar Siswa Selama Pembelajaran... 88
4.9. Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 89
4.10. Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 90
4.11. Gambaram Umum Hasil Pre Test Kelas Eksperimen ... 91
4.12. Hasil Uji Normalitas Data Pre Test ... 92
4.13. Data Uji Homogenitas Pre Test ... 92
4.14. Hasil Uji Homogenitas Pre Test... 93
xiv
Tabel Halaman
4.16. Gambaran Umum Hasi Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol ... 95
4.17. Hasil Uji Normalitas Data Post Test ... 95
4.18. Data Uji Homogenitas Data Post Test ... 96
4.19. Hasil Uji Homogenitas Data Post Test... 97
4.20. Hasil Perhitungan Uji Perbedaan Dua Varians Data Post Test ... 97
4.21. Perbedaan Rata-rata Keaktifan Belajar Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol ... 101
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1. Post Test Kelas Eksperimen ... 79
4.2. Post Test Kelas Kontrol ... 83
4.3. Kurva Uji Homogenitas Pre Test ... 93
4.4. Uji Persamaan Dua Rata-rata Data Pre Test ... 94
4.5. Kurva Uji Homogenitas Post Test ... 97
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 111
2. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 112
3. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 113
4. Silabus ... 114
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Uji Coba Pertama ... 116
6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Uji Coba Kedua ... 123
7. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba ... 129
8. Soal Test Uji Coba ... 131
9. Kunci Jawaban Lembaran Soal Uji Coba ... 143
10. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal ... 144
11. Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Kuesioner Penelitian Soal No 1 ... 151
12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Pertama ... 155
13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Kedua ... 162
14. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol Pertama . ... 168
15. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Uji Coba Kedua ... 175
16. Soal Pre Test... 181
17. Soal Post Test... 186
18. Kunci Jawaban Soal Pre Test... 191
19. Kunci Jawaban Soal Post Test... 192
20. Kisi-kisi Instrumen Keaktifan Belajar Siswa ... 193
21. Rubrik Penskoran Keaktifan Belajar Siswa ... 194
22. Instrumen Penelitian Observasi Keaktifan Belajar Kelas Eksperimen 197
23. Instrumen Penelitian Observasi Keaktifan Belajar Kelas Eksperimen 200 24. Instrumen Penelitian Observasi Keaktifan Belajar Kelas Kontrol ... 203
25. Instrumen Penelitian Observasi Keaktifan Belajar Kelas Kontrol ... 206
xvii
Lampiran Halaman
27. Perbandingan Hasil Pre Test dan Post Test Kelas Kontrol ... 210
28. Rekapitulasi Rata-rata Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 211
29. Uji Ketuntasan Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 212
30. Perhitungan Presentase Ketuntasan Belajar Kelas Eksperimen ... 213
31. Uji Ketuntasan Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 214
32. Perhitungan Presentase Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol ... 215
33. Rekapitulasi Hasil Nilai Keaktifan Belajar Pre Test dan Post Test Kelas Eksperimen ... 216
34. Rekapitulasi Hasil Nilai Keaktifan Belajar Pre Test dan Post Test Kelas Kontrol ... 217
35. Dokumentasi Foto ... 222
1
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Kegiatan pendidikan dapat berbentuk bimbingan, pengajaran dan latihan atau belajar mengajar (Mudyahardjo, 2002: 11).
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman (Hamalik, 2010: 155). Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Usman (2010: 4) menyatakan mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab, pada prinsipnya mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
berlangsungnya proses belajar mengajar, kegiatan inti dalam belajar mengajar adalah proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar (Warsita, 2008: 85). Pembelajaran IPS sejarah adalah pembelajaran ilmu soial yang membahas kenyataan, mengkaji pengalaman dan perilaku manusia secara keseluruhan yang ruang lingkupnya diawali dari masa lampau, dan membuat masa kini sebagai tempat untuk mencapai ke masa depan (Kochhar, 2008: 13).
Kondisi proses pembelajaran IPS sejarah di sekolah SMP Muhammadiyah 2 Sawangan, masih jauh dari harapan dan tujuan pembelajaran yaitu minimnya alat bantu untuk mempermudah proses pembelajaran IPS sejarah. Keminimalan alat bantu pembelajaran IPS sejarah ini menjadikan pembelajaran IPS sejarah menjadi kurang optimal yang berdampak pada berkurangnya prestasi belajar dan keaktifan siswa di dalam kelas.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran IPS sejarah di SMP Muhammadiyah 2 Sawangan prestasi belajar siswa mata pelajaran IPS Sejarah masih tergolong rendah dari nilai KKM 70 yang telah ditentukan. Keaktifan siswa di dalam kelaspun masih kurang, hal ini terlihat dari pembelajaran IPS sejarah di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran ekspositoris, yaitu penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara pada awal plajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Guru aktif memberi informasi dan siswa pasif menerima informasi sehingga siswa tidak terlibat secara aktif dan tidak mendapat kesempatan memunculkan ide-ide kreatif dalam menemukan alternatif untuk memecahkan masalah.
ulangan harian pokok bahasan Perkembangan Masyarakat Masa Hindu-Buddha, Islam, dan Masa Kolonial Eropa dengan ketuntasan belajar siswa masih di bawah standar yang ditentukan oleh pihak sekolah yaitu 70.
Salah satu alternatif penyelesaian adalah bagaimana caranya agar siswa dan guru sama-sama tertarik dan berperan dalam proses pembelajaran. Karena pembelajaran akan sangat efektif apabila siswa berada dalam keadaan yang menyenangkan. Dan penciptaan suasana yang menyenangkan jauh lebih penting dari pada segala teknik atau metode atau medium yang mungkin dipilih untuk digunakan. Dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle bantuan CD interaktif akan membantu siswa berperan aktif dan dapat memvisualisasikan apa yang dipelajari dalam sejarah.
Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pembelajar (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Tahapan-tahapan tersebut yaitu fase engagement, fase exploration, fase explanation, fase elaboration dan fase evaluation. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut (Dasna dan Fajaroh, 2006).
aplikasi intertaktif di dalamnya. CD interaktif dapat membantu mempertajam pesan yang disampaikan dengan kelebihannya menarik indera dan menarik minat, karena merupakan gabungan antara pandangan, suara, dan gerakan. Penggunaan CD ini mampu untuk memvisualisasikan konsep-konsep yang abstrak dalam sejarah (Arsyad, 2009: 4).
Untuk membantu siswa memahami konsep Sejarah dengan mudah, peneliti menawarkan pembelajaran dengan cara siswa diberi tugas terstruktur yang dikemas dalam CD interaktif dengan maksud siswa dapat menggali informasi dipandu dengan literatur lain sehingga dapat mengaktifkan siswa dalam belajar, dan model Learning Cycle diterapkan pada saat pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis memilih judul ―EFEKTIVITAS
PEMBELAJARAN IPS SEJARAH DENGAN MODEL LEARNING CYCLE BERBANTUAN CD INTERAKTIF MATERI MASA KOLONIAL BANGSA EROPA DI NUSANTARA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 2 SAWANGAN KABUPATEN MAGELANG‖
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas dengan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
2. Bagaimanakah keaktifan siswa terhadap pengunaan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif?
3. Apakah prestasi belajar siswa yang diajar dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif lebih baik dari pada prestasi belajar siswa yang diajar dengan model ekspositori?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasar uraian pada latar belakang hingga rumusan masalah seperti tersebut di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses pembelajaran IPS sejarah materi masa kolonial bangsa Eropa di nusantara dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dapat mencapai ketuntasan belajar siswa.
2. Mengetahui keaktifan siswa pada pembelajaran IPS sejarah dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif .
3. Mengetahui prestasi belajar siswa yang diajar dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif lebih baik dari pada perstasi belajar siswa yang diajar dengan model ekspositori.
1.4Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian yang didapat sebagai berikut
1. Pembelajaran yang dilakukan dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan kondusif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa dalam mata pelajaran IPS sejarah.
2. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dapat mengembangkan rasa kebersamaan dan kerjasama siswa dengan siswa lain karena keberhasilan individu merupakan keberhasilan bersama.
3. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dengan model Learning
Cycle berbantuan CD interaktif dapat melahirkan sikap dan katerampilan untuk berbuat sesuatu berdasar materi yang diberikan lebih lanjut diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.
1.4.2 Bagi Guru
Guru dapat memperoleh suatu variasi model pembelajaran yang lebih efektif dengan mengembangkan CD interaktif terhadap pembelajaran IPS sejarah sehingga kreatifitas mereka meningkat.
1.4.3 Bagi Sekolah
Secara tidak langsung membantu peningkatan pembelajaran di sekolah dan dapat diperoleh bahan, guna menyempurnakan kurikulum yang sampai saat ini masih dibenahi karena masih banyak kekurangan yang perlu diminimalisasi.
Diperolehnya pengalaman langsung bagaimana berkolaborasi maupun dalam memilih model pembelajaran yang tepat, sehingga dimungkinkan kelak terjun ke lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman. Peneliti akan memiliki dasar-dasar kemampuan mengajar dan kemampuan mengembangkan media pembelajaran dalam hal ini pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran CD interaktif.
1.5Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi pembiasan pembahasan dan kesalahan penafsiran yang ada dalam judul, maka berikut ini dijelaskan beberapa istilah dan batasan-batasan ruang lingkup penelitian.
1.5.1 Efektifias
Efektifitas berasal dari kata efektif yang artinya dapat membawa hasil atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Efektivitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) proses pembelajaran IPS sejarah materi masa kolonial bangsa Eropa di nusantara dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dapat mencapai ketuntasan belajar siswa,
2) keaktifan siswa pada pembelajaran IPS sejarah dengan model
3) prestasi belajar siswa yang diajar dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif lebih baik dari pada prestasi belajar siswa yang diajar dengan model ekspositori.
1.5.2 Pembelajaan
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa (Suyitno , 2004: 1).
1.5.3 Leaning Cycle
Learning Cycle atau siklus belajar adalah suatu inovasi model pembelajaran yang berdasarkan pada paham teori belajar konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar, proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered, sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. (Trianto, 2007: 106). Pembelajaran dengan model Learning Cycle merupakan serangkaian kegiatan belajar yang berpusat pada siswa (Dasna dan Fajaroh, 2006).
1.5.4 Keaktifan Siswa
apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Perubahan perilaku diri pembelajar itu menunjukkan bahwa pembelajar telah melakukan aktivitas belajar (Chatarina, 2006: 2-4).
1.5.5 Pestasi Belajar
11
2.1.Pembelajaran IPS (Sejarah)
Pembelajaran IPS sejarah adalah pembelajaran ilmu soial yang membahas kenyataan, mengkaji pengalaman dan perilaku manusia secara keseluruhan yang ruang lingkupnya diawali dari masa lampau, dan membuat masa kini sebagai tempat untuk mencapai ke masa depan (Kochhar, 2008: 13).
Pembelajaran sejarah merupakan salah satu komponen ilmu-ilmu sosial, sedangkan tujuan utama pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah memperkenalkan kepada anak-anak masa lampau dan masa sekarang mereka, serta lingkungan geografis dan lingkungan sosial mereka. Pembelajaran ini juga bertujuan menanamkan pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai nilai-nilai dasar bagi tatanan dunia yang adil, memaksimalkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
dalam menangani isu-isu kontroversial yang nantinya akan membantu mencarikan jalan keluar bagi berbagai masalah sosial dan perseorangan.
Tujuan pendidikan sejarah menurut Bourdillon (2004) idealnya adalah membantu peserta didik meraih kemampuan sebagai berikut :
(1) memahami masa lalu dalam konteks masa kini,
(2) membangkitkan minat terhadap masa lalu yang bermakna,
(3) membantu memahami identitas diri, keluarga, masyarakat dan bangsanya,
(4) membantu memahami akar budaya dan inter relasinya dengan berbagai aspek kehidupan nyata,
(5) memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang negara dan budaya bangsa lain di berbagai belahan dunia,
(6) melatih berinkuiri dan memecahkan masalah,
(7) memperkenalkan pola berfikir ilmiah dari para ilmuwan sejarah sejarah, dan
(8) mempersiapkan peserta didik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Pokok – pokok pemikiran tentang tujuan pendidikan sejarah tersebut di atas juga terkandung di dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia.
masyarakat dalam dimensi waktu, dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan ditengah – tengah perubahan dunia ( Depdiknas,2003).
2.2.Learning Cycle (LC)
Learning Cycle atau siklus belajar adalah suatu inovasi model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Fajaroh dan Dasna, 2004). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (joyce dalam trianto, 2007: 5).
1) Fase Engagement
Fase engagement bertujuan mempersiapkan diri siswa agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingin tahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
2) Fase Exploration
Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide yang mereka punya.
3) Fase Explanation
Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.
Pada fase elaboration, siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan - kegiatan demonstrasi lanjutan atau problem solving.
5) Fase Evaluation
Pada tahap evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektivitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
Adapun kekurangan penerapan model ini yang harus selalu diantisipasi sebagai berikut (Soebagio dalam Fajaroh dan Dasna, 2004)
1) efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran,
2) menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran,
2.3.Pembelajaran dengan CD Interaktif
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media merupakan perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media adalah sagala sesuatu yang dapat diindera yang berfungsi sebagai perantara atau sarana atau alat untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar).
Menurut Gerlach dan Ely (1971) media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap (Arsyad, 2009: 3). Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran (Arsyad, 2009: 4).
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama CAI (Computer Assisted Instruktion). Dilihat dari situasi belajar dimana komputer digunakan untuk tujuan menyajikan isi pelajaran, CAI bisa berbentuk tutorial, driil and practice, simulasi dan permainan (Arsyad, 2009: 157).
Faktor pendukung keberhasilan CAI yaitu : 1) belajar harus menyenangkan;
3) kesempatan berlatih harus memotivasi, cocok, dan tersedia feedback; 4) menuntun dan melatih siswa dengan lingkungan informal.
Levie dan Lentz (dalam Arsyad, 2009: 15) mengemukakan empat fungsi utama media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, (d) fungsi kompensatoris.
1) Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2) Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau lingkungan, dengan menampilkan pembuangan limbah, dan dampaknya terhadap lingkungan.
[image:34.595.90.514.216.626.2]3) Fungsi kognitif media visual memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4) Fungsi kompensatoris, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara visual.
baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kagiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan prose pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Compact disk (CD) merupakan salah sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran sejarah. CD merupakan alat peraga audio visual yang mempunyai kelebihan antara lain mampu membuat efek gerak, dapat diberi suara maupun warna, dan tidak memerlukan keahlian khusus dalam penyajiannya. Disamping itu, alat peraga ini mempunyai kekurangan antara lain, memerlukan peralatan khusus dalam penyajiannya, memerlukan listrik, dan memerlukan keterampilan khusus dalam pembuatannya. CD interaktif melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
[image:35.595.91.515.189.626.2]berbasis komputer. Hal ini selaras dengan pandangan yang mengatakan bahwa program komputer untuk pembelajaran adalah berbagai jenis bahan ajar non cetak yang membutuhkan komputer guna menayangkan sesuatu untuk belajar. Struktur bahan ajar yang berbentuk CD interaktif meliputi enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, latihan, dan penilaian. (Prastowo, Andi, 2011: 327).
2.4.Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah sesuatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapatterjadi kapan saja dan dimana saja, salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku diri orang itu yang mungkin di sebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya (Arsyad, 2009: 1).
Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar : 1. Faktor Internal ( faktor dari dalam siswa ),
Dalam interaksi belajar mengajar di tentukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Dimana di dalam proses pembelajaran terdapat masalah-masalah pembelajaran yang meliputi :
1) Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut. Sikap menerima, menolak atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut merupakan unsur pribadi siwa. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 236).
2) Motivasi Belajar
menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu di perkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan susana belajar yang mengembirakan (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 239).
3) Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memutuskan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa akan meningkat kembali (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 239). 4) Mengolah Bahan Ajar
5) Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu bertahun-tahun, bahkan sepanjang hayat (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 241).
6) Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud (i) transfer belajar, (ii) unjuk prestasi belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 242).
7) Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pra-pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 243).
8) Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian ―perwujudan diri‖ yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.
Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semaik memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
kepercayaan bila siswa telah berhasil (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 245).
9) Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler(Monks & Knoers, Siti Rahayu Haditono) Intelegensi adalah kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 245).
10) Kebiasaan Belajar
11) Cita – cita Siswa
Pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi interistik. Tetapi adakalanya ―gambaran yang jelas‖ tentang tokoh teladan bagi siswa sebelum ada. Akibatnya,
siswa hanya berprilaku ikut-ikutan. Sebagai ilistrasi, siswa ikut-ikutan berkelahi, merokok sebagai tanda jantan, atau berbuat ―jagoan‖ dengan
melawan atauran. Dengan prilaku tersebut, siswa berangapan bahwa ia telah ― menempuh ― perjalanan mencapai cita-cita untuk terkenal di lingkungan siswa sekota.
Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dinilai dari hal yang sederhana kehal yang lebih kompleks (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 248) .
2. Faktor eksternal ( faktor dari luar siswa )
1) Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 248).
2) Prasarana dan Sarana Pembelajaran
Prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboraturium sekolah, dan berbagai media pembelajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terslengaranya proses belajar yang baik (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 249).
3) Kebijakan Penilaian
sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 250).
4) Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peran tertentu. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tangung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja berkoperasi, berkompetisi, bersaing, konflik, atau perkelahian. Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peran yang diakui oleh semua. Jika seorang siswa terima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan (Dimyati dan Mudjiono, 2009:251)
5) Kurikulum Sekolah
disahkan oleh suatu yayasan pendidikan (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 252).
3. Faktor pendekatan belajar ( approach to learning )
Faktor Pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran (Muhibbin, 2007: 64).
2.5.Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar ataupun perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa ( Muhibbin, 2007: 213).
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu.
Faktor internal yang dimaksud meliputi: 1). Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
2). Intelegensi dan bakat
3). Minat dan motivasi
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Bahan pelajaran yang menarik minat belajar siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.
Motivasi adalah penggerak atau dorongan untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Menurut Nasution (2000) motivasi dapat berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) maupun dari luar (motivasi ekstrinsik). Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar. Oleh karena itu, guru diharapkan mengetahui kapan siswa perlu dimotivasi dan bentuk motivasi yang harus diberikan agar proses pembelajaran berjalan lancar dan berhasil optimal.
Ada sebelas bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu memberi angka, hadiah, saingan atau kompetisi, ego-involvement, membari ulangan, mengetahui hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat dan tujuan yang diakui. 4). Kematangan dan kesiapan
bereaksi. Kematangan dan kesiapan siswa untuk mempelajari sesuatu yang baru akan mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut.
Faktor-faktor yang termasuk faktor eksternal adalah sebagai berikut: 1). Keluarga
Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya bagi keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Keadaan ekonomi keluarga, cara orang tua mendidik, hubungan anak dengan orang tua, suasana rumah, dan latar belakang budaya (pendidikan orang tua) akan ikut menentukan keberhasilan belajar siswa.
2). Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut berpengaruh pada tingkat keberhasilan belajar. Kondisi sekolah, metode mengajar guru, kurikulum, tata tertib sekolah, serta hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa akan mempengaruhi motivasi belajar siswa sehingga belajar pun terpengaruh.
3).Masyarakat
2.6.Belajar Tuntas
Belajar tuntas adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai dengan tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa (Sugandi, dkk, 2006: 79). Ketuntasan belajar adalah tingkat ketercapain kompetensi setelah siswa mengikuti pembelajaran. Pembelajaran tuntas diartikan sebagai pendekatan dalam pembelajaarn yang mensyaratkan siswa dalam menguasai secara tuntas seluruh Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar mata pelajaran. Ciri-ciri belajar tuntas:
1) pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditentukan terlebih
dahulu;
2) memperhatikan perbedaan individu, terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya;
3) evaluasi dilakukan secara kontinyu, agar guru maupun siswa dapat segera memperoleh balikan.
Menurut Sugandi (2006: 80), variabel-variabel belajar tuntas dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Bakat siswa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil belajar.
2) Ketekunan belajar
pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional.
3) Kualitas pembelajaran
Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan siap menerima pelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar. 4) Kesempatan yang tersedia untuk belajar
Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atau pokok bahasan berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.
Harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta pemberian waktu khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai Standar Kompetensi atau Kompetensi Dasar.
2.7.Keaktifan Siswa
sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Perubahan perilaku diri pembelajar itu menunjukkan bahwa pembelajar telah melakukan aktivitas belajar (Chatarina, 2006: 2-4).
Keaktifan siswa adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar (Atmadi dan Setyaningsih, 2000). Mc Keachie berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:45). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa merupakan respon positif terhadap suatu aksi. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing – masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin.
2.8.Model Pembelajaran Ekspositori
membuat catatan, tetapi juga membuat soal dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual atau klasikal. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru dari pada pembelajaran ekspositori. Pada pembelajaran ekspositori siswa belajar lebih aktif dari pada metode ceramah. siswa mengerjakan latihan soal sendiri, saling bertanya dan mengerjakan bersama dengan teman atau pun mengerjakan di papan tulis.
Strategi pembelajaran ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan informasi (Miarso, 2007:530). Pada garis besarnya teori pemrosesan informasi menjelaskan proses belajar sebagai berikut:
1) pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan memberikan contoh,
2) terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan,
3) pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus, dan
4) terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil
pengolahan prinsip atau dalil dalam situasi yang sebenarnya.
Menurut Miarso (2007:530) penerapan strategi pembelajaran ekspositori berlangsung sebagai berikut:
1) informasi disajikan kepada pembelajar,
3) diberikan kesempatan penerapan dalam bentuk contoh dan soal, dengan jumlah dan tingkat kesulitan yang bertambah, dan
4) diberikan kesempatan penerapan informasi baru dalam situasi dan masalah yang sebenarnya.
2.9.Kolonialisme Bangsa Eropa di Nusantara
Nusantara telah terlibat dalam jaringan perdagangan internasional sejak
lama. Jaringan perdagangan yang mengenal Jalur Sutra dan Jalur Emas itu
melibatkan berbagai bangsa dari beberapa benua, termasuk Eropa.
1) Bangsa Eropa di Nusantara
Cengkih, pala, dan fuli bersama-sama rempah-rempah yang lain
seperti lada dan kayu manis merupakan komoditi dari kepulauan Indonesia
yang paling dicari oleh para pedagang Eropa itu. Bangsa Eropa yang
mencapai Nusantara dan mendirikan koloninya ialah Portugis, Spanyol,
Belanda, dan Inggris. Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang
menduduki Kepulauan Indonesia. Portugis mendarat di Kepulauan Maluku
sejak tahun 1512, ketika rombongan yang dipimpin oleh Francisco Serrao
tiba di Hitu. Mereka melakukan perdagangan damai dengan masyarakat
setempat. Portugis juga membuka hubungan dagang dengan Pasai, Barus,
Pedir, Aceh, Siak dan Minangkabau.
Di Jawa, Portugis berhasil membangun hubungan yang baik dengan
kerajaan Sunda dan Panarukan di samping hubungan dagang dengan
berubah ketika pada tahun 1524, Spanyol tiba di Maluku melalui Tidore.
Portugis mulai terlibat konflik akibat kehadiran bangsa Eropa lainnya,
Belanda dan Inggris. Belanda mulai mendarat di Kepulauan Indonesia
melalui Banten pada tahun 1596 dan tiba di Kepulauan Maluku pada bulan
Maret 1599. Adapun Inggris tiba di Banten pada bulan Juni 1602 (Didang,
2008: 87).
Kehadiran berbagai bangsa di Kepulauan Indonesia pada awalnya
merupakan bagian dari kegiatan perdagangan. Hubungan yang terjadi
adalah hubungan setara, antara pedagang dan pembeli. Namun, keadaan
perlahan-lahan mulai berubah. Tingginya persaingan pedagangan antar
negara menyebabkan mereka berusaha menguasai sumber-sumber
rempah-rempah. VOC pada tahun 1610 membentuk jabatan Gubernur Jenderal
yang berkedudukan di Maluku. Kedudukan Gubernur Jenderal di Maluku
dan pos utama lainnya di Banten kemudian dipindahkan ke Batavia pada
tahun 1619. VOC di Batavia dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen yang
bersemboyan "tidak ada perdagangan tanpa perang dan juga tidak ada
perang tanpa perdagangan".
Untuk mempertahankan monopoli di Kepulauan Maluku, VOC
melakukan intervensi militer ke berbagai daerah yang menimbulkan
banyak korban, baik penduduk setempat maupun para pedagang lain.
Sumatera, dan Jawa, seperti Sukadana, Makassar, Aceh, Jayakarta, dan Jepara antara tahun 1611 dan 1617. Akibatnya, kompetisi dan konflik menjadi makin jelas yang selalu menempatkan kerajaan dan masyarakat setempat sebagai korban (Gede, 2008: 79).
Di antara para pedang, VOC paling lancar melakukan perluasan kekuasaannya. Mereka memanfaatkan kompetisi dan konflik antar kerajaan-kerajaan lokal serta konflik internal di dalam kerajaan-kerajaan lokal. Misalnya, Kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Agung ingin memperluas daerah kekuasaannya di Pulau Jawa dengan cara menyerang daerah-daerah sekitarnya. Kerajaan atau masyarakat yang menjadi korban tindakan Sultan Agung ini meminta bantuan VOC dengan berbagai imbalan yang tentu saja menguntungkan VOC.
Karena korupsi, nepotisme, pemborosan, dan kekacauan manajemen menggerogoti VOC, pada tanggal 1 Januari 1800, VOC dibubarkan. Belanda kemudian membentuk suatu pemerintahan seberang lautan yang dinamakan Hindia Belanda. Pemerintah Belanda menganggap Indonesia merupakan koloninya (daerah jajahannya). Pada tahun 1803, terjadi perubahan di Eropa akibat perang. Prancis menduduki Belanda. Akibatnya, terjadi perubahan di Hindia Belanda. Louis Napoleon yang menjadi raja Belanda, pada tahun 1806 mengirim Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal, yang tiba di Jawa pada bulan Januari 1808.
Selama kurang lebih tiga tahun berkuasa, Daendels hanya memfokuskan kegiatannya di Pulau Jawa. Dialah yang membangun jalan sepanjang 1.000 km mulai dari Anyer sampai Panarukan di Jawa Timur. Perang terus berlangsung di Eropa. Pada bulan Agustus 1811, kekuasaan di Hindia Belanda diambil alih oleh Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stanford Raffles. Setelah perang di Eropa berakhir, pada tahun 1816, Hindia Belanda kembali memerintah di indonesia. Pemerintah Hindia Belanda selama kurang lebih 125 tahun berikutnya menguasai Kepulauan Indonesia sampai masuk Jepang pada masa Perang Dunia II (Didang, 2008: 89).
2) Perkembangan Ekonomi Rakyat
Kondisi ekonomi di Kepulauan Indonesia sangat dipengaruhi oleh
Hindia Belanda. Kehadiran bangsa Barat pada awalnya sangat berarti bagi
wilayah yang didatanginya. Kehadiran bangsa Barat bahkan membawa
wilayah itu ke masa modern. Di daerah-daerah itu masyarakat setempat
maju di bidang ekonomi, terlibat dalam jaringan perdagangan yang
melibatkan berbagai bangsa, mengenal berbagai bentuk mata uang, dan
telah mampu menerapkan berbagai peraturan ekonomi modern. Namun, di
lain pihak, pada saat yang sama, di pusat penghasil cengkeh, pala dan fuli
di Maluku, kondisi ekonomi mengalami perubahan besar yang mengarah
pada kemunduran.
Melalui berbagai perjanjian dan tekanan militer, VOC berusaha
menghentikan peran Tidore, Ternate di utara sebagai penghasil cengkeh,
pala dan fuli dan memindahkan pusat penghasil cengkeh dari Maluku
Utara ke kepulauan Ambon pada tahun 1620-an. VOC memberlakukan
berbagai peraturan, misalnya Preanger Stelsel yang dimulai pada tahun
1723 mewajibkan penduduk menanam kopi dan menyerahkan hasilnya
kepada kompeni. Pada tahun 1830, Pemerintah Hindia Belanda
memperkenalkan Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa. Sistem ini
diperkenalkan untuk menutup deficit anggaran baik pemerintah Belanda
akibat perang kemerdekaan Belgia dan Perang Diponegoro. Sistem ini
mewajibkan setiap desa menyerahkan 1/5 dari luas tanahnya kepada
pemerintah untuk ditanami komoditi tertentu seperti gula, nila, kopi, dan
Sebagai ganti, penduduk akan menerima tanah ditempat lain untuk
ditanami. Selain itu penduduk juga diwajibkan untuk bekerja dalam jumlah
hari tertentu dalam setahun dengan upah yang telah ditetapkan. Hasil dari
penanaman itu akan dihitung dengan pajak per desa yang harus
dibayarkan. Jika jumlah hasil lebih besar, pemerintah akan membayar
kelebihan cultuurprocenten. Jika sebaliknya yang terjadi, desa harus
membayar kekurangannya. Dalam kenyataannya, dampak ekonomis yang
dialami penduduk berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain dan
dari satu komoditi dengan komoditi yang lain. Di daerah yang ditanami
nila, penduduknya lebih menderita, misalnya di Cirebon. Sebaliknya,
penduduk di Pasuruan mendapat keuntungan dari pelaksanaan Cultuurstelsel. Produksi pangan dan ekonomi di wilayah ini berkembang pesat seiring dengan pelaksanaan kebijakan itu. Keuntungan dan kesengsaraan yang ditimbulkan oleh Cultuurstelsel telah menimbulkan dukungan dan perlawanan. Cultuurstelsel dihapuskan dan diberlakukan undang-undang agraria pada tahun 1870.
3) Perlawanan terhadap Kolonial Eropa
Perlawanan terhadap bangsa Barat di Kepulauan Indonesia dapat dibedakan berdasarkan waktu dan pelakunya. Berdasarkan waktu, perlawanan itu dapat dikelompokkan dalam dua periode besar. Pertama, perlawanan terhadap pedagang serakah yang berpolitik yang terjadi sepanjang abad ke-16 sampai akhir abad ke-18. Kedua, perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke-19. Berdasarkan pelakunya, perlawanan dapat dibedakan antara perlawanan oleh pemerintah atau elite lokal dan perlawanan oleh masyarakat atau rakyat. 1) Perlawanan antara Abad ke-16-18
Setelah Portugis menguasai Malaka, Pati Unus dari Jepara menyerbu Malaka pada malam tahun baru akhir tahun 1512. Setelah Pati Unus secara berturut-turut pasukan dari Aceh, Jawa dan Melayu silih berganti menyerang kedudukan Portugis di Malaka sejak tahun 1535. Bahkan, Sultan Iskandar Muda berkali-kali melakukan serangan sampai akhirnya Portugis dikalahkan Belanda pada abad ke-17.
Di pihak VOC, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen meninggal di dalam benteng pada bulan September 1629 pada saat markas VOC sedang dikepung oleh tentara Mataram. Mataram masih berusaha melawan VOC sampai tahun 1636 memutuskan untuk berhenti menghadang kapal-kapal VOC setelah menyadari bahwa Portugis tidak mampu membantu mereka melawan VOC. Di Sulawesi, VOC harus berhadapan dengan Sultan Hasanuddin dan para pengikutnya walaupun Perjanjian Bungaya ditandatangani pada tahun 1667. Perlawanan kerajaan atau penguasa lokal di Sulawesi Selatan terhadap Belanda terus dilakukan sampai abad-abad berikutnya.
2) Perlawanan antara Abad ke-19
Berikut kita akan melihat perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap pemerintah kolonial yang sewenang-wenang. Perlawanan senjata terjadi di beberapa tempat seperti berikut. Di Maluku, perlawanan dipimpin oleh Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura. Di antara para pengikutnya, terdapat seorang perempuan, Christina Marta Tiahahu. Perlawanan yang meletus di Saparua itu terjadi akibat tekanan ekonomi yang makin berat. Pattimura, seorang yang pernah berdinas sebagai tentara pada masa Inggris, ditangkap pada bulan November 1817, dan digantung hanya sembilan hari sebelum perayaan Natal pada tahun 1817.
Di Sumatra Barat, perlawanan dilakukan oleh kaum Padri sejak tahun 1821—1837 yang dipimpin oleh Imam Bonjol. Ekspedisi militer Belanda melawan kaum Paderi sempat dihentikan karena kebutuhan militer dan keuangan yang besar dialihkan untuk menghadapi perang di Jawa yang dipimpin oleh Diponegoro. Di Jawa, perlawanan dilakukan Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta pada tahun 182-1830. Perlawanan yang mendapat dukungan sebagian elite dan rakyat mampu membuat Belanda kelabakan sehingga harus menarik pasukannya dari Perang Padri (Gede, 2008: 84).
dihapus pada tahun 1860, penangkapan terhadap Pangeran Hidayat dan kematian Pangeran Antasari tidak menghentikan perlawanan elite lokal dan rakyat terhadap Belanda sampai perang berakhir pada tahun 1905. Di Aceh, perlawanan kerajaan, elite, dan rakyat Aceh berlangsung antara tahun 1873-1912. Perang Aceh merupakan salah satu perang yang melelahkan dan menguras keuangan pemerintah Hindia Belanda. Biarpun secara resmi pemerintah Hindia Belanda menyatakan perang Aceh berakhir pada tahun 1912, perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda terus berlangsung sampai Perang Dunia II (Didang, 2008: 102).
4) Perkembangan Masyarakat, Kebudayaan dan Pemerintahan
Perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan sistem pemerintahan di Indonesia pada masa kolonial Eropa sangat dipengaruhi oleh keberadaan bangsa asing tersebut. Pada awalnya, bangsa Eropa datang untuk membeli rempah-rempah yang tidak dihasilkan di negaranya. Namun, karena mendatangkan keuntungan luar biasa, mereka menerapkan semangat kolonialis dan imperialis. Semangat kolonialis ialah semangat penguasaan oleh suatu negara atas bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu. Imperialis ialah memperluas daerah jajahannya untuk kepentingan industri dan modal.
penyerahan wajib, dan lain-lain yang diterapkan oleh kolonial. Di bidang kebudayaan, terjadi perkembangan dari masa ke masa. Kedatangan bangsa Eropa membawa agama baru di Kepulauan Indonesia, Kristen Protestan dan Katholik. Adat istiadat bangsa Eropa juga berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari dalam keraton sampai rakyat jelata. Pengaruh itu dapat dilihat dari tata cara bergaul (lebih bebas dan demokratis), gaya perkawinan, model berpakaian, disiplin, menghargai waktu, rasionalis, individualistis (sifat mementingkan diri), materialistis (sifat mementingkan materi), dan pendidikan.
Di bidang pendidikan, pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah, baik sekolah umum maupun kejuruan. Walaupun membedakan para peserta didik dengan membedakan sekolah untuk anak-anak khusus Belanda, bangsawan, dan rakyat jelata, namun pendidikan membawa dampak positif bagi cara berpikir anak bangsa. Bahkan, ada mahasiswa Indonesia yang bersekolah sampai ke Belanda. Kaum terdidik inilah yang bahu-membahu dengan para pemuda mulai memikirkan untuk melepaskan diri dari penjajahan. Di bidang pemerintahan, para pemimpin kita tidak berdaya menghadapi para pedagang yang licik. Para pemimpin kita dengan mudah termakan oleh politik adu domba yang dijalankan oleh para penjajah.
dipimpinnya. Raja atau sultan yang memerintah hanyalah merupakan simbol yang telah kehilangan kekuasaannya. Dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah Hindia Belanda menerapkan hukum seperti yang berlaku di Belanda. Sistem pemerintahan yang diterapkan mengikuti ajaran Trias Politica. Sistem ini mengenal pemisahan antara lembaga legislatif (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang), dan yudikatif (pengawas pelaksanaan undang-undang) (Didang, 2008: 107).
2.10. Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini, pembelajaran IPS sejarah dibuat semenarik mungkin dengan memanfaatkan dan memaksimalkan media yang ada, sehingga siswa dapat termotivasi dalam mengikuti proses belajar IPS sejarah. Dalam hal ini, peneliti menggunakan model Learning Cycle yang ditopang dengan tugas terstruktur berupa CD interaktif untuk membentuk pola pikir kerja mandiri. Learning Cycle diterapkan saat pembelajaran berlangsung. CD interaktif tersebut berisi materi dan soal-soal latihan. Dengan memanfaatkan media CD interaktif diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran.
pembelajaran sehingga dapat mencapai tuntas belajar atau hasil belajar yang baik. Bila minat siswa ada maka akibatnya berpengaruh pada prestasi belajar.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat dari bagan di bawah.
Hipotesis Masalah :
Pembelajaran IPS sejarah monoton.
Siswa jenuh atau bosan mengikuti pembelajaran. Siswa kurang termotivasi dalam belajar.
Aktifitas siswa dalam pembelajaran rendah.
Ketuntasan belajar siswa belum memenuhi standar KKM yang ditentukan oleh sekolah
Prestasi belajar siswa rendah
Pembelajaran IPS sejarah menggunakan model Learning Cycle
Pembelajaran sejarah bermakna.
Siswa senang mengikuti pembelajaran sejarah. Siswa termotivasi dalam belajar.
Aktifitas siswa dalam pembelajaran meningkat.
Ketuntasan belajar siswa memenuhi standar KKM yang ditentukan oleh sekolah.
Prestasi belajar siswa meningkat.
2.11. Hipotesis
Mengacu pada landasan teori maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Proses pembelajaran sejarah materi masa kolonial bangsa Eropa di nusantara dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif mencapai ketuntasan belajar siswa sesuai KKM yang ditentukan.