TUGAS AKHIR
Diajukan Oleh :
NANANG SETYA PERDANA 0553010083
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas akhir ini dengan judul ” EVALUASI KINERJA PENGEMBANG
PERUMAHAN PESONA ALAM REGENCY SIDOARJO DENGAN
MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD ”.
Penyusunan proposal tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi dan
memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu ( S1 )
di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN ” Veteran ” Jawa Timur.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak mendapat bimbingan serta
bantuan yang sangat bermanfaat untuk menyelesaikannya. Pada kesempatan ini pula
penyusun mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT atas ridho dan rahmat yang telah diberikan kepada penulis.
2. Bapak Slamet Effendi, S.Pd. dan Ibu Sad Boedi Setijawati S.Pd. yang
selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
S1.
3. Adik tercinta Gita Dwi Cahyani Effendi dan seluruh keluarga yang turut
memberikan motivasi kepada penulis.
4. Estiko Wina Teguh Wati, S.Pi yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis.
5. Ibu Ir. Naniek Ratni Jar,. M.Kes , selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan UPN "Veteran" Jawa Timur.
6. Ibu Ir. Wahyu Kartini, MT, selaku Ketua Jurusan Jurusan Teknik Sipil
9. Ibu Ir. Siti Zainab, MT, atas bimbingan statistik kepada penulis.
10. Bapak Nugroho Utomo, ST., Selaku dosen wali penulis.
11. Bapak Febru Djoko H, selaku penasehat dan motivator penulis selama
menyelesaikan program studi S1.
12. Bapak Achmad Khoirul Huda, selaku Komisaris PT Angkasa Alam Raya.
13. Seluruh staf karyawan PT Angkasa Alam Raya.
14. Sdr. Indra Bayu yang telah banyak membantu penulis.
15. Sdri. Anna Dewi Saputri, ST. yang telah banyak membantu penulis.
16. Seluruh anggota Geng Ceria Eztyo, Donnie, Bowo, Irul, Firman, Fefe,
Ratih dan Winda yang telah menemani di saat suka dan duka.
17. Seluruh anggota Geng Ranger Sesar, Adi, Dymas, Novi, Mega, Dewi dan
Winda yang telah menemani di saat suka dan duka.
18. Seluruh anggota Unyu Girls Risca, Rika, Lulut, Ajeng, Dessy dan Tata.
19. Seluruh rekan-rekan mahasiswa T.Sipil angkatan 2005, 2006, 2007 dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.
Kami menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Surabaya, Mei 2011
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 2
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5. Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Kinerja ... 5
2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja ... 7
2.1.2. Manfaat Pengukuran Kinerja ... 8
2.1.3. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Konsep Tradisional ... 9
2.2. Pengembang Perumahan ... 9
2.2.1. Pengertian Pengembang Perumahan ... 9
2.2.2. Jenis-jenis Pengembang (Developer) ... 10
2.3. Balanced Scorecard ... 11
2.3.1. Definisi Balanced Scorecard ... 11
2.3.5. Empat Perspektif Dalam Balanced Scorecard ... 23
2.3.5.1. Perspektif Finansial ... 24
2.3.5.2. Perspektif Pelanggan ... 26
2.3.5.3. Perspektif Proses Bisnis Internal ... 31
2.3.5.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 33
2.3.6. Proses Penyusunan Balanced Scorecard ... 38
2.4. AHP (Analytical Hierarchy Process) ... 38
2.4.1. Langkah-langkah Dan Prosedur AHP ... 40
2.4.2. Penyusunan Prioritas ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
3.2. Identifikasi dan Operasional Variabel ... 44
3.3. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 45
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 51
3.5. Metode Analisis Data ... 53
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data ... 59
4.1.1. Data Pengukuran Perspektif Pelanggan ... 60
4.1.2. Data Pengukuran Perspektif Proses Bisnis Internal ... 61
4.1.3. Data Pengukuran Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ... 62
4.2. Pengolahan Data ... 63
4.2.4. Strategic Map ... 66
4.2.5. Identifikasi Indikator Kinerja Pengembang ... 68
4.2.6. Hasil Identifikasi Indikator Kinerja Pengembang... 76
4.2.6.1. Perspektif Pelanggan ... 76
4.2.6.2. Perspektif Proses Bisnis Internal ... 76
4.2.6.3. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ... 78
4.2.7. Penentuan Sampel ... 80
4.2.8. Uji Validitas ... 80
4.2.9. Uji Reliabilitas ... 83
4.3. Pengolahan Data Menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarcy Processes) ... 84
4.3.1. Penentuan Bobot Tiap Perspektif ... 85
4.3.1.1. Pembobotan Pada Perspektif Pelanggan ... 85
4.3.1.2. Pembobotan Pada Perspektif Proses Bisnis Internal ... 86
4.3.1.3. Pembobotan Pada Perspektif Pertumbuhan & Pembelajaran. 87 4.4. Pengukuran Kinerja Dengan Metode Balanced Scorecard ... 88
4.4.1. Perancangan Pengukuran Kinerja Dengan Metode Balanced Scorecard ... 88
4.4.1.1. Perancangan Pengukuran Perspektif Pelanggan ... 89
4.4.1.2. Perancangan Pengukuran Perspektif Proses Bisnis Internal .. 89
4.4.2.2. Perspektif Proses Bisnis Internal ... 94
4.4.2.3. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ... 91
4.4.2.4. Pengukuran Kinerja Keseluruhan Dalam 3 Perspektif BSC .. 94
4.4.3. Hasil Pengukuran Kinerja ... 95
4.5. Perbandingan Hasil Pengukuran Kinerja Antara Tahun 2008 dan
Tahun 2009 ... 96
4.5.1. Perbandingan Kinerja Keseluruhan ... 98
4.6. Pembahasan Hasil Pengukuran Kinerja ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 103
5.2. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
Tabel 2.1 Matrik Perbandingan Berpasangan ... 40
Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ... 40
Tabel 2.3 Nilai Random Indeks ... 41
Tabel 4.1 Nilai Indikator Pencapaian Transaksi Baru ... 60
Tabel 4.2 Nilai Indikator Tingkat Hunian ... 60
Tabel 4.3 Nilai Indikator Penyimpangan Waktu Penyelesaian Konstruksi ... 61
Tabel 4.4 Nilai Indikator Harga Jual Unit Rumah (rata-rata) ... 62
Tabel 4.5 Nilai Indikator Harga Jual Kavling (rata-rata) ... 62
Tabel 4.6 Nilai Indikator Turn Over Karyawan ... 62
Tabel 4.7 Nilai Indikator Rata-rata Keterlambatan Karyawan Tiap Bulan ... 62
Tabel 4.8 Nilai Indikator Rata-rata Ketidakhadiran Karyawan Tiap Bulan ... 63
Tabel 4.9 Nilai Indikator Tingkat Kepuasan Terhadap Mutu Layanan ... 76
Tabel 4.10 Nilai Indikator Tingkat Kepuasan Terhadap KualitasProduk... 76
Tabel 4.11 Nilai Indikator Pencapaian Transaksi Baru ... 76
Tabel 4.12 Nilai Indikator Tingkat Hunian ... 76
Tabel 4.13 Nilai Indikator Penyimpangan Waktu Penyelesaian Konstruksi ... 77
Tabel 4.14 Nilai Indikator Harga Jual Unit Rumah (rata-rata) ... 77
Tabel 4.15 Nilai Indikator Harga Jual Kavling (rata-rata) ... 77
Tabel 4.16 Nilai Indikator Turn Over Karyawan ... 78
Tabel 4.17 Nilai Indikator Rata-rata Keterlambatan Karyawan Tiap Bulan ... 78
Tabel 4.18 Nilai Indikator Rata-rata Ketidakhadiran Karyawan Tiap Bulan ... 78
Tabel 4.22 Hasil Pembobotan Kinerja Perusahaan Secara Keseluruhan ... 85
Tabel 4.23 Hasil Pembobotan KPI Perspektif Pelanggan ... 85
Tabel 4.24 Hasil Pembobotan KPI Perspektif Proses Bisnis Internal ... 86
Tabel 4.25 Hasil Pembobotan KPI Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran .. 87
Tabel 4.26 Perancangan Pengukuran Perspektif Pelanggan ... 89
Tabel 4.27 Perancangan Pengukuran Perspektif Proses Bisnis Internal ... 90
Tabel 4.28 Perancangan Pengukuran Perspektif Pertumbuhan & Pembelajaran . 91
Tabel 4.29 Perhitungan Pengukuran Kinerja Perspektif Pelanggan Tahun 2008 . 92
Tabel 4.30 Perhitungan Pengukuran Kinerja Perspektif Pelanggan Tahun 2009 . 92
Tabel 4.31 Perhitungan Pengukuran Kinerja Perspektif PBI Tahun 2008 ... 93
Tabel 4.32 Perhitungan Pengukuran Kinerja Perspektif PBI Tahun 2009 ... 93
Tabel 4.33 Perhitungan Pengukuran Kinerja Perspektif Pembelajaran &
Pertumbuhan Tahun 2008 ... 94
Tabel 4.34 Perhitungan Pengukuran Kinerja Perspektif Pembelajaran &
Pertumbuhan Tahun 2009 ... 94
Tabel 4.35 Pengukuran Kinerja Keseluruhan Tahun 2008 ... 95
Gambar 2.1 BSC menawarkan sebuah gambaran menyeluruh kinerja bisnis ... 14
Gambar 2.2 Perspektif Pelanggan : Ukuran Utama ... 28
Gambar 2.3 Perspektif Pelanggan : Proposisi Nilai Pelanggan ... 31
Gambar 2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal - Model Rantai Nilai Generik ... 33
Gambar 2.5 Kerangka Kerja Ukuran Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 37
Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah ... 46
Gambar 4.1 Pola Alur Balanced Scorecard Pada PT. Angkasa Alam Raya ... 68
Gambar 4.2 Balanced Scorecard Framework ... 69
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Kinerja Perspektif Pelanggan ... 96
Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengukuran Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal. 98 Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Kinerja Perspektif Pertumbuhan & Pembelajaran ... 99
Oleh:
NANANG SETYA PERDANA 0553010083
ABSTRAK
Sistem pengukuran kinerja dibentuk dalam upaya mempermudah dalam mengidentifikasikan dan memonitoring ukuran-ukuran performansi sehingga dapat mencapai target yang diharapkan.Namun untuk pengukuran kinerja, seringkali perusahaan tidak menerapkannya secara terintegrasi sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan pihak perusahaan akan melakukan apa saja demi keuntungan yang akan dicapai serta menyebabkan perusahaan terjebak dalam tujuan jangka pendek tetapi mengabaikan kelangsungan hidup jangka panjang.
Balanced Scorecard merupakan salah satu metode yang mampu
menyeimbangkan antara pengukuran finansial dan nonfinansial akan berpengaruh pada perkembangan internal organisasi. Dalam tulisan ini, penulis berusaha melakukan penerapan Balanced Scorecard pada PT Angkasa Alam Raya, dimana perancangan ini dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja secara seimbang. Perancangan mengidentifikasikan KPI (Key Performance Indicator) untuk mengukur kinerja tiap perspektif. Dalam proses pengukuran kinerja,balanced
scorecard memerlukan sebuah metode lain yang berfungsi untuk menentukan bobot
dari setiap KPI (Key Performance Indicator). AHP (Analytical Hierarchy Processes) merupakan suatu metode yang berfungsi untuk menentukan tingkat kepentingan dari setiap KPI (Key Performance Indicator).
KPI yang mempengaruhi kinerja PT Angkasa Alam Raya, Sidoarjo untuk perspektif pelanggan adalah kepuasan terhadap mutu layanan, kepuasan terhadap kualitas produk, banyaknya transaksi dan tingkat hunian. Untuk perspektif proses bisnis internal meliputi penyimpangan waktu penyelesaian pembuatan rumah, harga jual rumah dan harga jual kavling. Untuk perspektif pertumbuhan dan pembelajaran meliputi turn over karyawan, keterlambatan karyawan dan ketidakhadiran karyawan. Pencapaian kinerja PT. Angkasa Alam Raya pada bulan Januari – Desember 2008 berada pada kondisi cukup. Nilai ini dapat dilihat dari score yang dihasilkan pada pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan metode Balanced Scorecard yang berada pada level 2,770. Sedangkan untuk periode Januari – Desember 2009, kinerja perusahaan berada pada kondisi cukup. Nilai ini dapat dilihat dari score yang berada pada level 2,967.
Kata Kunci : Balanced Scorecard, Key Performance Indicator, Analytical
1.1. Latar Belakang
Penilaian kinerja perusahaan terutama dalam hal sumber daya
manusianya merupakan hal yang penting bagi setiap perusahaan untuk dapat
bertahan dalam dunia usaha yang kompetitif. Secara faktual, kemampuan
perusahaan untuk memenuhi tingkat kepuasan konsumennya akan memberikan
keuntungan kompetitif yang kuat bagi perusahaan yang bersangkutan. Oleh
karenanya mulai dikembangkan suatu konsep Balanced Scorecard.
Balanced Scorecard merupakan suatu metode pengukuran metode
kinerja yang menjabarkan visi dan strategi suatu perusahaan ke dalam tujuan
operasional dan seperangkat tolak ukur kinerja untuk 4 (Empat) perspektif
yang berbeda. Konsep Balanced Scorecard menyatukan seluruh proses kerja
dalam sebuah perusahaan menjadi bagian dari suatu sistem yang terintegrasi.
Sehingga menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya.
Konsep Balanced Scorecard yang digunakan sebagai metode
pengukuran kinerja atas permasalahan yang telah ditemukan di PT Angkasa
Alam Raya selaku pengembang perumahan Pesona Alam Regency ini
diharapkan dapat memberikan hasil pengukuran kinerja secara komprehensif
dan akurat. Serta memberikan solusi secara tepat mengenai strategi yang akan
ditetapkan untuk meningkatkan kinerja guna pencapaian tujuan finansial
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan
sebagai berikut :
1. Variabel apa sajakah yang mempengaruhi kinerja perspektif
pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan pembealajaran
pada PT Angkasa Alam Raya?
2. Bagaimana tingkat pengukuran kinerja keseluruhan di dalam PT
Angkasa Alam Raya dengan metode Balanced Scorecard pada tahun
2008 sampai 2009?
3. Bagaimanakah evaluasi kinerja internal dan eksternal PT Angksa
Alam Raya?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui variabel apa sajakah yang mempengaruhi kinerja
perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan
pembealajaran pada PT Angkasa Alam Raya.
2. Mengukur tingkat kinerja sumber daya manusia perusahaan pada
tahun 2008-2009 dengan menggunakan metode Balanced Scorecard.
3. Mengetahui evaluasi kinerja internal dan eksternal PT Angksa Alam
1.4. Batasan Masalah
Dalam membahas masalah ini maka akan ada faktor-faktor yang secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi dan harus
diperhitungkan. Untuk lebih mengarahkan permasalahan yang akan dibahas
sehingga tercapainya tujuan yang diharapkan, maka penelitian ini akan dibatasi
pada :
1. Perspektif Finansial, penulis tidak membahas perspektif ini.
2. Perspektif Pelanggan, data yang digunakan adalah data pelanggan
untuk periode 2008-2009 serta berasal dari kuisioner untuk pelanggan
dan yang akan diperhitungkan adalah kepuasan terhadap mutu
layanan; kepuasan terhadap kualitas produk; banyaknya transaksi dan
tingkat hunian.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal, data yang digunakan adalah
laporan-laporan / catatan untuk periode 2008-2009 dan yang akan
diperhitungkan adalah penyimpangan waktu penyelesaian konstruksi;
harga jual rumah dan harga jual kavling.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, data yang digunakan
adalah data karyawan untuk periode 2008-2009 dan yang akan
diperhitungkan adalah turn over karyawan; keterlambatan karyawan
dan ketidakhadiran karyawan.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan setelah melakukan penelitian ini adalah
1. Bagi Perusahaan
Dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dengan
menerapkan Balanced Scorecard ,maka perusahan dapat mencapai
tujuan finansial jangka panjang yang berkaitan dengan komunitas
(Stake holder) yaitu Pelanggan, Karyawan dan Pemegang Saham
(Share Holder).
2. Bagi Universitas
Dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan
khususnya tentang konsep Balanced Scorecard dan bagi mahasiswa.
Dan juga dapat dijadikan sebagai tambahan referensi perpustakaan
dan studi banding bagi mahasiswa yang berminat dengan
permasalahan ini.
3. Bagi Penulis
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
tentang penerapan konsep Balanced Scorecard dan
2.1. Pengukuran Kinerja
Perkembangan teknologi informasi pada saat ini menagharuskan sebuah
perusahaan wajib mempunyai sebuah sistem pengukuran kinerja bagi bagi
perkembangan perusahaan itu sendiri. Pengukuran kinerja merupakan
komponen yang paling penting dari system penilaian manajemen. Penilaian
kinerja suatu badan usaha akan menghasilkan sejumlah data dan informasi
untuk membantu mengkoordinasi proses pengambilan keputusan dan
memberikan dasar yang baik bagi manajemen badan usaha untuk menentukan
bagaimana unit usaha dapat memenuhi tujuan badan usaha secara keseluruhan.
Ada banyak sekali model-model pengukuran kinerja yang ada pada saat
ini, seperti : Performance Measurement Questionare, SMART System,
Cambridge Model, Integrated Performance Measurement System dan
Balanced Scorecard. Model-model tersebut diatas pada dasarnya sama yaitu
sebagai alat pengukuran kinerja suatu perusahaan, tetapi perlu kita ketahui
bahwa dari sekian banyak model pengukuran kinerja masing-masing pasti
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif memuat indikator-indikator
pengukuran kinerja yang kritis dirumuskan oleh Atkinson (1995;51) yaitu :
1. Memikirkan organisasi dan masing-masing aktifitas dari customer
2. Mengevaluasi aktifitas-aktifitas berdasarkan ukuran kinerja customer
yang disahkan.
3. Memikirkan segala segi aktifitas kinerja yang mempengaruhi
konsumen, oleh karena itu bersifat luas (meliputi banyak hal).
4. Memberikan umpan balik untuk membantu anggota organisasi
mengidentifikasi masalah serta kesempatan perbaikan.
Program pengukuran kinerja yang efektif akan bermanfaat bagi para
pemakainya apabila menyediakan umpan balik yang membantu manajemen
perusahaan dalam mengidentifikasi masalah yang timbul, mengevaluasi dan
memecahkan sehingga berguna untuk mengarahkan pada perbaikan operasi dan
kinerja badan usaha. Desain pengukuran kinerja harus mencerminkan asumsi
dasar organisasi. Jika organisasi berubah sedang sistem pengukuran kinerja
menjadi tidak efektif atau tidak produktif lagi. Pengukuran kinerja memiliki 2
kriteria informasi, yaitu :
a. Pengukuran kinerja finansial
b. Pengukuran kinerja non finansial
Pengukuran kinerja finansial menjabarkan indikasi kinerja dalam jumlah
uang yang merupakanhasil akhir dari kegiatan dan keputusan manajer, sedang
informasi dan keputusan manajer lebih menunjuk kinerja sebagai suatu proses.
Pengukuran kinerja harus mengikuti perkembangan dan perubahan
organisasi, sehingga pengukuran kinerja yang finansial saja tidak layak lagi
digunakan dalam kompetisi global. Perkembangan badan usaha menuntut
pengukuran yang jauh lebih kompleks, tidak sekedar ukuran finansial saja.
memberikan informasi menyeluruh yang bermanfaat untuk kepentingan inovasi
dan perbaikan secara terus menerus. Penggunaan atau pemilihan salah satu
sistem pengukuran kinerja dapat memberikan informasi yang menyesatkan,
karena antara pengukuran finansial dan non finansial saling terkait dan saling
melengkapi. Kedua sistem tersebut juga harus digunakan secara seimbang.
Banyak perusahaan yang telah mempunyai sistem pengukuran kinerja
yang menyertakan berbagai ukuran finansial dan nonfinansial. Hampir semua
perusahaan benar-benar memiliki bermacam-macam ukuran finansial dan
nonfinansial, tetapi banyak diantaranya menggunakan ukuran nonfinansial
hanya untuk beberapa perbaikan lokal, pada operasi lini depan dan yang
langsung berhadapan dengan pelanggan. Ukuran finansial agregat digunakan
oleh manajer senior seolah-olah semua ukuran ini mampu menjelaskan hasil
operasi yang dilaksanakan oleh para pekerja tingkat rendah dan menengah.
Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan ukuran kinerja finansial dan
nonfinansial hanya untuk umpan balik taktis dan pengendalian operasi jangka
pendek. Dalam hal ini hanya Balanced Scorecard yang menekankan bahwa
semua ukuran finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian dari sistem
informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan.
2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (1993:416) tujuan dari pengukuran kinerja adalah :
1. Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap
2. Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam
berorganisasi.
3. Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal)
menjalankan bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan
secara keseluruhan.
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross (1993:328) manfaat dari sistem
pengukuran kinerja yang baik adalah :
1. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan
membawa perusahaan menjadi lebih dekat pada pelanggannya dan
membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya
memberi kepuasan pada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan
sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong
upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi
lebih kongkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan
2.1.3 Pengukuran Kinerja Berdasarkan Konsep Tradisional
Pengukuran kinerja yang selama ini sering digunakan oleh banyak
perusahaan adalah pengukuran kinerja yang hanya menekankan pada
perspektif keuangan saja. Tolak ukur yang digunakan dalam melakukan
pengukuran dan evaluasi kinerja pada perusahaan tersebut berdasarkan
metode tradisional yaitu dengan melakukan analisa laporan keuangan.
Sistem pengendalian manajemen dan operasional perusahaan yang hanya
memandang berdasarkan pada ukuran dan target keuangan, sedikit
berhubungan dengan kemajuan perusahaan dalam mencapai tujuan
strategis jangka panjang, karena hal tersebut akan mengaburkan atau
menyembunyikan kemampuan perusahaan dalam mencapai suatu nilai
ekonomis dimasa yang akan datang (Sony Yuwono, dkk, 2002 : 23).
2.2. Pengembang Perumahan
2.2.1. Pengertian Pengembang Perumahan
Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan
pemukiman, perumahan diartikan sebagai kelompok rumah yang
berfumgsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunianyang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana.
Secara fisik perumahan merupakan sebuah lingkungan yang terdiri
dari kumpulan unit-unit rumah tinggal dimana dimungkinkan terjadinya
interaksi sosial diantara penghuninya, serta dilengkapi prasarana sosial,
secara keseluruhan. Lingkungan ini biasanya mempunyai aturan-aturan,
kebiasaan-kebiasaan serta sistem nilai yang berlaku bagi warganya.
Pengertian rumah sering dikaitkan dengan pembangunan sejumlah
rumah oleh berbagai instansi baik pemerintah atau swasta dengan desain
unit-unit rumah yang sama atau hampir sama. Jumlah rumah dan
kelompok perumahan ini tidak tentu, dapa terdiri dari dua atau tiga rumah
atau juga sampai ratusan rumah. Bentuknyapun tidak terbatas hanya pada
bangunan satu lantai saja, yang berderet secara horizontal, melainkan
dapat juga merupakan bangunan bertingkat yaitu merupakan rumah susun.
Menurut Wikipedia (2007) pengembang perumahan (real estate
developer) adalah orang atau perusahaan yang bekerja membangun atau
merubah daratan atau tanah dan meningkatkan kegunaan dari suatu
bangunan yang sudah ada untuk beberapa tujuan baru untuk menghasilkan
efek yang lebih baik.
2.2.2. Jenis-jenis Pengembang
Pengembang perumahan (developer) dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu :
1. Pengembang Elementary (dasar).
Developer tingkat ini adalah developer tingkat dasar, sebagian besar
masih atas nama pribadi (tanpa badan hukum). Pengembang biasanya
mendirikan bangunannya diatas lahan 100 – 200 m2 di kawasan
strategis, kemudian menawarkannya dengan konsep “jual gambar”
(siap bangun). Tidak perlu menyumbang lahan untuk fasum, cukup
Kecamatan. Namun, satu hal perlu dicatat, sesuai dengan peraturan
tidak boleh menjual bangunan kecuali sudah terbangun 20%.
2. Pengembang Intermediate.
Developer ini adalah developer tingkat menengah, karena lahan yang
dikembangkan sudah ribuan meter persegi. Diwajibkan menguasai
konsep pengembangan lahan, memikirkan fasum, mengurus IPPT dan
lainnya. Harus jeli melihat pasar dan menentukan harga jual, memiliki
kemampuan manajemen proyek dan ilmu kepemimpinan serta juga
harus memiliki badan hukum dan perjanjian kerjasama dengan pihak
bank.
3. Pengembang Advanced.
Developer ini adalah developer tingkat atas dalam dunia developer,
lahan yang mereka kembangkan pun sampai ratusan hektar. Developer
tingkat ini mengarah pada pengembangan kota mandiri, dimana disitu
tersedia area residensial, komersial, publik, permainan, pusat
perbelanjaan, pendidikan, perkantoran lainnya.
2.3. Balance Scorecard (BSC)
2.3.1. Definisi Balanced Scorecard (BSC)
Kata benda “score” (Olve, Roy dan Wetter, 1999:16) merujuk pada makna “penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan”. Dalam konteks
sebagai kata kerja “score” berarti “memberi angka”. Pada makna yang
lebih bebas, scorecard juga berarti suatu kesadaran (bersama) dimana
dimana terdapat tambahan kata “balanced” di depan kata “score” ,
maksudnya adalah bahwa angka (grade) atau “score” yang mencerminkan
keseimbangan antara sekian banyak elemen penting dalam kinerja.
Menurut Kaplan dan Norton (1996:22) bahwa Balanced Scorecard
merupakan
“a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of the bussines...includes financial measures that tell the results of actions already taken...complements the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal processes, and improvements activities operational measures that are the drivers of future financial performance.”
“serangkaian langkah-langkah yang memberikan para manajer teratas pandangan dari perusahaan yang cepat namun komprehensif... termasuk tindakan keuangan yang menunjukkan hasil dari tindakan yang telah diambil... melengkapi langkah keuangan dengan langkah-langkah operasional pada kepuasan pelanggan, proses internal, dan kegiatan perbaikan operasional langkah-langkah yang merupakan pendorong kinerja keuangan masa depan.”
Sementara, Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997:27)
mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai
“a measurement and management system that views a bussiness units performance from our perspective : financial,customer,internal business process and learning and growth.”
“sebuah sistem pengukuran dan manajemen yang menunjukkan kinerja unit bisnis dari empat sudut pandang : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan.”
Amin Wijaya Tunggal (2001:4) berpendapat bahwa Balanced
Scorecard adalah suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat
dinamakan “strategic based responsibility accounting system” yang
menjabarkan misi dan strategisuatu organisasi ke dalam tujuan operasional
Perspektif Keuangan (financial perspective).
Perspektif Pelanggan (customer perspective).
Perspektif Proses Bisnis Internal (internal business process
perspective).
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (learning and growth
perspective).
Balanced Scorecard merupakan suatu alat akuntansi manajemen
yang terdiri dari serangkaian pengukuran yang dapat memberikan
gambaran secara cepat tetapi menyeluruh mengenai kinerja badan usaha
baik dari segi finansial maupun segi nonfinansial. Balanced Scorecard
juga didefinisikan sebagai sekumpulan target kinerja dengan pendekatan
pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada pemenuhan seluruh tujuan
organisasi sehubungan dengan faktor sukses kritis, antara lain konsumen,
karyawan, rekan bisnis, pemegang saham dan masyarakat.
Menurut Atkinson, Banker, Kaplan dan Young (1995:445)
“Balanced Scorecard is a set of performance target and an approach to performance measurement that stresses meeting all of the organization’s objectives relating to use critical sucsess factors.”
“Balanced Scorecard adalah seperangkat target kinerja dan pendekatan untuk pengukuran kinerja yang menekankan pertemuan semua tujuan organisasi terkait dengan penggunaan faktor-faktor sukses kritis ”
Balanced Scorecard merupakan suatu sistim manajemen,
pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif
dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance
BALANCED SCORECARD
Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan
Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pertumbuhan &
Pembelajaran
Mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada pemegang saham
Fokus terhadap kebutuhan kepuasan pelanggan, termasuk pangsa pasarnya.
Memfokuskan perhatiannya pada kinerja kunci proses internal yang mendorong bisnis
perusahaan
Memperhatikan langsung bisnis seluruh sukses mendatang orang-orang dalam organisasi dan
infrastruktur
Sumber : Sony dkk “BSC-Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi” (2002 : 9)
Gambar 2.1 BSC menawarkan sebuah gambaran menyeluruh kinerja bisnis
2.3.2. Konsep Balanced Scorecard (BSC)
Menurut Mulyadi (2001:1-2), konsep Balanced Scorecard
berkembang sangat baik yang sejalan dengan perkembangan implementasi
dari konsep itu sendiri. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu
kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu
yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor
juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan
oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak
diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan
evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata berimbang disini
berimbang dari dua aspek, yaitu keuangan dan non keuangan, jangka
pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu jika kartu
skor personel digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan, sehingga personel tersebut harus
memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kerja keuangan dan
non keuangan, antara kinerja jangka panjang dan pendek, serta kinerja
yang bersifat intern maupun ekstern.
Menurut Tjahjono (2003:36) konsep Balanced Scorecard
menekankan pada keseimbangan faktor keuangan dan non keuangan.
Faktor tersebut meliputi faktor internal (karyawan dan organisasi) dan
faktor eksternal (pemegang saham dan pelanggan) serta faktor jangka
panjang (operasional) dan jangka panjang (visi dan misi). Dalam
perkembangannya Balanced Scorecard tidak hanya sebagai alat pengukur
kinerja organisasi tetapi juga berfungsi sbagai suatu sistem manajemen
strategik.
Menurut Kaplan dan Norton (2000:7-9) Balanced Scorecard
melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran
pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran scorecard
diturunkan dari visi, misi dan strategi perusahaan dengan memandang
kinerja perusahaan dari empat perspektif, yaitu finansial, pelanggan,
proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard mengembangkan seperangkat tujuan unit bisnis
melampaui rangkuman ukuran finansial. Balanced Scorecard juga
partisipan perusahaan yang memiliki kemampuan dan motivasi tinggi.
Sementara tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, yaitu perspektif
finansial. Balanced Scorecard dengan jelas mengungkapkan berbagai
faktor yang menjadi pendorong tercapainya kinerja finansial dan
kompetitif jangka panjang yang superior. Balanced Scorecard juga
menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non finansial harus
menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat
perusahaan. Balanced Scorecard seharusnya mampu menerjemahkan misi
dan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan dan ukuran.
Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan antara
berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan
berbagai ukuran internal proses bisnis penting, inovasi serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran
hasil apa yang telah dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu dengan
semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Balanced
Scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil yang
objektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja
berbagai ukuran hasil yang subjektif dan dengan sedikit berdasarkan pada
pertimbangan sendiri.
Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau
operasional. Perusahaan yang inovatif akan menggunakan Balanced
Scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola
strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
Mengomuikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran
strategis.
Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai
inisiatif strategis.
Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
2.3.3. Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2001:18) menyatakan bahwa keunggulan
pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik
adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain : customers,
proses bisnis intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan
perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut
menghasilkan manfaat berikut ini :
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka
panjang.
b. Memampukan perusahan untuk memasuki lingkungan bisnis yang
Balanced Scorecard memotivasi personel untuk mengarahkan
usahanya ke sasaran-sasaran strategik yang menjadi penyebab utama
dihasilkannya kinerja keuangan. Untuk menghasilkan kinerja
keuangan, personel harus mewujudkan sasaran dari perspektif
customer, yaitu perusahaan harus mampu menghasilkan produk dan
jasa yang menghasilkan value terbaik bagi customer. Customer akan
memperoleh value terbaik jika dilakukan proses yang produktif dan
cost effective. Dari proses yang produktif dan berkomitmen tersebut
akan menghasilkan kinerja keuangan yang sesungguhnya dari
keempat perspektif.
Sasaran strategik yang komprehensif merupakan respon yang
pas untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. Dengan
mengarahkan sasaran-sasaran strategik keempat perspektif, rencana
strategik perusahan mencakup lingkup yang luas, yang memadai
untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks. Sasaran
strategik yang hanya diarahkan ke perspektif keuangan akan
menghasilkan lingkup rencana strategis yang terlalu sempit, sehingga
tidak memadai untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks
(Mulyadi, 2001:18-20).
2. Koheren
Sasaran strategik yang koheren dalam sistem perencanaan
strategik akan memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam
mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan
Koheren juga berarti dibangunnya hubungan sebab akibat antara
keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran
yang dihasilkan sistem perencanaan strategik. Sasaran strategik yang
dirumuskan dalam sistem perencanaan strategik merupakan
penerjemahan visi, tujuan dan strategi yang dihasilkan sistem
perumusan strategi.
Kekoherenan juga dituntut pada waktu menjabarkan inisiatif
strategik ke dalam program, dan penjabaran program ke dalam
rencana laba jangka pendek (budget). Kekoherenan diantara keluaran
yang dihasilkan oleh setiap tahapan perencanaan dalam sistem
manajemem strategik menjanjikan kecepatan respon perusahaan
terhadap setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis yang
dimasuki perusahaan (Mulyadi, 2001:20-21).
3. Seimbang
Sasaran strategik yang dirumuskan dalam perencanaan strategik
perlu diarahkan keempat perspektif secara seimbang; keuangan,
customer, proses bisnis intern, pembelajaran dan pertumbuhan.
Customer dan pembelajaran dan pertumbuhan merupakan perspektif
yang berfokus pada manusia. Perspektif customer diwujudkan untuk
menghasilkan value terbaik bagi pelanggan. Perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan diwujudkan melalui pembangunan kualitas sumber
daya manusia. Keuangan dan proses merupakan perspektif yang
customer dan proses untuk menghasilkan financial returns bagi
investor.
Perspektif proses dan pembelajaran dan pertumbuhan
berorientasi ke dalam perusahaan, sedangkan perspektif keuangan dan
customer berorientasi keluar perusahaan. Sasaran strategik harus
diarahkan ke empat perspektif secara seimbang : (1) seimbang antara
fokus ke proses dan pembelajaran dan pertumbuhan, serta (2)
seimbang antara fokus ke intern perusahaan dan keluar perusahaan.
Keseimbangan sasaran strategik yang dirumuskan akan menjanjikan
dihasilkannya shareholder value yang berlipat ganda dan berjangka
panjang (Mulyadi, 2001:68).
4. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang terukur dalam sistem
perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran
strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Semangat untuk
menentukan ukuran dan untuk mengukur berbagai sasaran strategik di
keempat perspektif tersebut dilandasi oleh keyakinan berikut ini
“If we can measure it, we can manage it.” “If we can manage it, we can achieve it.”
Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang
sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif customers,
proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan
sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan Balanced
ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan.
Dengan demikian, keterukuran sasaran-sasaran strategik di ketiga
perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran-sasaran
non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan
berjangka panjang.
2.3.4. Hubungan Balanced Scorecard Dengan Visi, Misi dan Strategi
Perusahaan yang dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem
pengukuran akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menjalankan strategi tersebut. Sebab mereka telah mengkomunikasikan
tujuan dan targetnya kepada para pegawai. Komunikasi ini akan
memfokuskan mereka pada pemicu-pemicu kritis, memungkinkan mereka
untuk mengarahkan investasi, inisiatif dan tindakan-tindakan dengan
menyempurnakan tujuan-tujuan strategis. Kaplan dan Norton (1996:147)
menyatakan pentingnya penciptaan suatu scorecard yang
mengkomunikasikan suatu strategi unit bisnis sebagai berikut :
a. The scorecard discribes the organization’s visions of the future to the entire organization. It creates shared understanding.
b. The scorecard creates a holistic model of strategy that allows all employees to see how they contribute to organizational success. Without such linkage, individuals and departements can optimize their local performance but not contribute to achieving strategic objectives.
c. The scorecard focuses change efforts. If the right objectives and measures identified, successful implementation will likely occur. If not, invesments and initiatives will be wasted.
a. Scorecard menjelaskan visi organisasi masa depan ke seluruh organisasi. Ini menciptakan pemahaman bersama
individu dan département bisa mengoptimalkan kinerja mereka lokal tapi tidak berkontribusi untuk mencapai tujuan strategis.
c. Scorecard berfokus pada upaya perubahan. Jika tujuan yang tepat dan ukuran diidentifikasi, keberhasilan pelaksanaan mungkin akan terjadi. Jika tidak, investasi dan inisiatif akan sia-sia.
Menurut Kaplan dan Norton (2000:27-29) terdapat tiga prinsip yang
memungkinkan BSC organisasi terhubung dengan strategi, yaitu:
a. Cause-and-effect relationships (Hubungan Sebab-Akibat)
Strategi adalah seperangkat hipotesis mengenai hubungan
sebab-akibat. Sistem pengukuran harus membuat hubungan (hipotesa) yang ada
diantara berbagai tujuan perusahaan (dan ukuran) dalam berbagai
perspektif eksplisit, sehingga dapat dikelola dan divalidasi. Rantai
sebab-akibat harus meliputi keempat perspektif BSC.
BSC yang baik harus dapat menjelaskan strategi unit bisnis dengan
baik pula. BSC harus mengidentifikasi dan menyatakan dengan eksplisit
tahapan hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat diantara berbagai
ukuran hasil dan faktor pendorongnya. Setiap ukuran yang dipilih untuk
disertakan dalam BSC harus merupakan unsur dalam sebuah rantai
hubungan sebab-akibat yang mengkomunikasikan arti strategi unit bisnis
kepada seluruh perusahaan.
b. Performance Driver (Faktor Pendorong Kinerja)
Sebuah BSC yang baik seharusnya juga merupakan gabungan antara
berbagai ukuran hasil dengan faktor-faktor pendorong (drivers) kinerja.
Ukuran hasil tanpa faktor pendorong kinerja tidak dapat
Ukuran itu juga tidak akan memberi indikasi dini tentang apakah strategi
telah dilaksanakan dengan berhasil atau tidak. Sebuah BSC yang baik,
seharusnya memiliki bauran yang seimbang dari hasil (lagging indicators)
dan faktor pendorong kinerja (leading indicators) strategi unit bisnis.
c. Linkage to fianancials (Keterkaitan Dengan Masalah Keuangan)
Semua pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
perusahaan harus dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai tujuan akhir.
Sehingga tolak ukur keuangan dapat digunakan untuk menguji hasil dari
performance drivers dalam hal sejauh mana efektivitasnya dalam
memberikan hasil.
2.3.5. Empat Perspektif Dalam Balanced Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton (2000:23) empat perspektif Balanced
Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan jangka panjang dan
jangka pendek, anatara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong
tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran objective yang keras dengan
ukuran subjektif yang lebih lunak. Sementara keberagaman ukuran pada
Balanced Scorecard mungkin tampak membingungkan, scorecard yang
dibuat dengan benar mengandung kesatuan tujuan karena semua ukuran
diarahkan kepada pencapaian strategi yang terpadu. Untuk itu Balanced
Scorecard membatasi pengukuran - pengukuran yang akan digunakan pada
2.3.5.1. Perspektif Finansial
Pengukuran kinerja keuangan akan menunajukkan apakah
perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang
mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini
tercermin dalam sasaran yang secara khusus berhubungan dengan
keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha dan nilai pemegang
saham.
Dalam Balanced Scorecard tujuan finansial menjadi fokus tujuan
dan ukuran di semua perspektif scorecard lainnya. Setiap ukuran yang
terpilih harus sudah merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang
akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan.
Tujuan dan ukuran finansial harus dapat memainkan peran ganda,
menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi, dan menjadi
sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya. Tujuan
finansial mungkin sangat berbeda untuk setiap tahap siklus hidup
bisnis.
Daur hidup bisnis dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
1. Bertumbuh (growth)
Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus
hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang
memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini,
maka mereka harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak
a. Mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa
yang baru.
b. Membangun dan memperluas fasilitas produksi.
c. Membangun kemampuan operasi, menanamkan investasi dalam
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan
mendukung terciptanya hubungan global.
d. Memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat dengan
pelanggan.
Tujuan finansial keseluruhan perusahaan dalam tahap
bertumbuh adalah presentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan
tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran,
kelompok pelanggan dan wilayah.
2. Bertahan (sustain)
Sebagian unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin
berada pada tahap bertahan, situasi dimana unit bisnis masih
memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang,
tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang
cukup tinggi. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada
besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
Tolak ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misal : ROI,
ROCE dan EVA.
3. Menuai (harvest)
Sebagian unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam
yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Bisnis tidak lagi
membutuhkan investasi yang besar, tetapi cukup untuk
pemeliharaan peralatan dan kapabilitas baru. Tujuan utamanya
adalah untuk memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi.
Tujuan finansial keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai
adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan
berbagai kebutuhan modal kerja (Kaplan dan Norton, 2000:43).
2.3.5.2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, perusahaan
melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan
dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi
komponen penghasilan tujuan finansial perusahaan. Perspektif
pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran
pelanggan penting, kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan
profitabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran.
Dimasa lalu, perusahaan dapat memusatkan diri pada kapabilitas
internal, dengan mengandalkan kinerja produk dan inovasi teknologi.
Tetapi perusahaan yang tidak memahami kebutuhan pelanggan akan
memudahkan para pesaing untuk menyerang melalui penawaran produk
barang dan jasa yang lebih baik yang sesuai dengan preferensi
pelanggan. Jika ingin mencapai kinerja finansial jangka panjang yang
hebat, setiap unit bisnis harus mampu menciptakan dan memberikan
Selain keinginan untuk memuaskan dan menyenangkan
pelanggan maka para manajer unit bisnis juga harus menerjemahkan
pernyataan misi dan strategi kedalam tujuan yang disesuaikan dengan
pasar dan pelanggan yang spesifik. Dengan demikian, perspektif
pelanggan scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke
dalam tujuan yang spesifik yang berkenaan dengan pelanggan dan
segmen untuk dikomunikasikan ke seluruh perusahaan.
Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan
Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 2000:59-64) :
1. Kelompok Pengukuran Pelanggan Utama
Kelompok pengukuran ini terdiri dari ukuran :
Pangsa Pasar
Menggambarkan proposisi bisnis yang dijual oleh sebuah unit
bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang
yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual).
Akusisi Pelanggan
Mengukur dalam bentuk absolut dan relatif, keberhasilan unit
bisnis menarik dan memenagkan pelanggan atau bisnis baru.
Kepuasan Pelanggan
Menilai tingkat kepuasan atas kriteria kinerja tertentu di dalam
proposisi nilai.
Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan
atau segmen tertentu setelah menghitung kebutuhan pelanggan
tersebut.
PANGSA PASAR
AKUISISI PELANGGAN
PROFITABILITAS PELANGGAN
KEPUASAN PELANGGAN
RETENSI PELANGGAN
Sumber : Kaplan & Norton “Balanced Scorecard-Menerapkan Strategi Menjadi Aksi” (2000:60)
Gambar 2.2 Perspektif Pelanggan : Ukuran Utama
2. Kelompok Pengukuran Proposisi Nilai Pelanggan
Proposisi nilai pelanggan menyatakan atribut yang diberikan
perusa-haan kepada produk dan jasanya untuk menciptakan
loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam segmen pasar sasaran.
Atribut ini dibagi dalam tiga kategori :
Atribut Produk dan Jasa
Atribut produk dan jasa mencakup fungsionalitas produk dan
jasa, harga dan mutu. Pelanggan memiliki preferensi yang
berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Perusahaan harus
mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas
produk yang ditawarkan.
Dimensi hubungan konsumen mencakup penyampaian produk
atau jasa kepada pelanggan, yang meliputi dimensi waktu
tanggap dan penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan
setelah membeli produk atau jasa dari perusahaan yang
bersangkutan.
Citra dan Reputasi
Dimensi citra dan reputasi menggambarkan faktor-faktor tak
berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu
perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan
melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
Menurut Kaplan dan Norton (2000:74) bahwa terdapat
ukuran (measures) yang dapat digunakan perusahaan untuk
melakukan pengukuran (metrics) dalam perspektif pelanggan
Balanced Scorecard, yaitu:
1. Waktu (time)
Pentingnya tenggang watu (lead time) bukan hanya untuk produk
dan jasa. Untuk segmen pasar seperti ini, tenggang waktu yang
pendek dalam memperkenalkan produk dan jasa baru dapat
menjadi faktor penting pendorong kinerja yang memuaskan
pelanggan. Tujuan ini dapat diukur sebagai waktu yang diperlukan
dari ketika permintaan baru diidentifikasi sampai saat produk atau
jasa baru diserahkan kepada pelanggan.
Ukuran mutu untuk barang manufaktur dapat diukur dengan jumlah
barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh
pelanggan. Ketika seluruh produk dari perusahaan manufaktur
gagal berfungsi atau tidak memuaskan pelanggan, pelanggan
tersebut biasanya akan mengembalikan produk tersebut atau akan
meminta perusahaan untuk memperbaikinya. Sebaliknya jika
kegagalan mutu terjadi pada sebuah perusahaan jasa, tidak ada
yang dapat dikembalikan oleh pelanggan dan biasanya tidak
seorangpun cukup responsif untuk mengajukan keluhan. Reaksi
pelanggan adalah berhenti menggunakan jasa perusahaan tersebut.
3. Harga (cost)
Apapun strategi yang diterapkan sebuah unit bisnis, biaya rendah
atau diferensiasi, pelanggan akan selalu menaruh perhatian
terhadap harga yang dibayar untuk produk atau jasa yang diterima.
Dalam segmen pasar dimana harga merupakan faktor utama yang
mempengaruhi keputusan pembelian, unit bisnis dapat menyingi
(track) harga jual netto (sesudah dikurangi beberapa potongan)
dibandingkan dengan harga jual para pesaing. Pelanggan yang
sensitif terhadap harga, bagaimanapun juga akan menyukai para
pemasok yang memberikan bukan harga yang rendah tetapi biaya
Nilai Attribut
Produk / Jasa Citra Hubungan
Waktu Harga
Mutu Fungsionalitas
Sumber : Kaplan & Norton “Balanced Scorecard-Menerapkan Strategi Menjadi Aksi” (2000:65)
Gambar 2.3 Perspektif Pelanggan : Proposisi Nilai Pelanggan
2.3.5.3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk
mengetahui seberapa baik bisnis merek aberjalan dan apakah produk
dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Untuk itu
manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting
untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan
biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran perspektif ini
setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif finansial dan
pelanggan.
Urutan-urutan ini memungkinkan perusahaan memfokuskan
pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang akan mendorong
tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan para pemegang
saham.
Dalam setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk
menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang
baik. Terdapat model rantai nilai generik, dimana dapat memberikan
memper-siapkan perspektif setiap bisnis internal. Model ini terdiri atas tiga
proses bisnis utama (Kaplan dan Norton, 2000:83) yaitu :
1. Inovasi
Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan
yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian
menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut.
Proses inovasi disebut sebagai gelombang panjang penciptaan nilai
dimana perusahaan pertama kali menemukan dan mengembangkan
pasar baru, pelanaggan baru, serta kebutuhan yang sedang berkembang
dan yang tersembunyi dari pelanggan yang ada saat ini. Setelah itu
dilanjutkan dengan penciptaan dan pertumbuhan nilai, perusahaan
merancang dan mengembangkan produk dan jasa baru yang
memungkinkannya menjangkau pasar dan pelanggan baru dan
memuaskan kebutuhan pelanggan yang baru teridentifikasi. Proses ini
biasanya dilakukan oleh bagian R&D sehingga setiap keputusan
pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat
pemasaran.
2. Operasi
Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di
dalam perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesana pelanggan dan
diakhiri dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan.
Proses operasi ini menitikberatkan kepada penyampaian produk dan
jasa kepada pelanggan yang ada secara efisian, konsisten dan tepat
3. Layanan Purna Jual
Tahap terakhir nilai rantai internal adalah layanan purna jual.
Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan,
penggantian produk yang rusak dan dikembalikan, serta proses
pembayaran.
Sumber : Kaplan & Norton “Balanced Scorecard-Menerapkan Strategi Menjadi Aksi” (2000:84)
Gambar 2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal - Model Rantai Nilai Generik
2.3.5.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dan terakhir pada Balanced Scorecard ini
mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan
tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Dan
merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa
dalam tiga perspektif scorecard yang pertama.
Hasil dari pengukuran kinerja perspektif sebelumnya akan
menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem
dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai
Balanced Scorecard menekankan pentingnya menanamkan
investasi bagi masa datang dan bukan dalam bidang investasi
tradisional saja, seperti peralatan baru, riset dan pengembangan produk,
melainkan juga harus melakukan investasi daalam infrastruktur.
Terdapat tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, yaitu:
A. Kapabilitas Pekerja
Berdasarkan fakta, tidak ada yang lebih baik bagi
transformasi revolusioner dari pemikiran era industrial ke era
informasi ketimbang filosofi manajemen baru, yaitu tentang
bagaimana cara pekerja memberi kontribusi kepada perusahaan.
Para pekerja dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan fisik, tetapi
juga dituntut untuk berpikir. Pergeseran ini memerlukan pelatihan
kembali sehingga kepandaian dan kreativitas para pekerja dapat
dimobilisasi untuk mencapai tujuan perusahaan.
Disini terdapat tiga kelompok pengukuran utama pekerja,
yaitu:
1. Kepuasan Pekerja
Tujuan kepuasan pekerja menyatakan bahwa moral
pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini
dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan.
Pekerja yang merasa puas merupakan pra-kondisi bagi
meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu dan layanan
Moral pekerja terutama penting bagi banyak perusahaan
jasa dimana seringkali pekerja dengan bayaran dan
kemampuan paling rendah berinteraksi langsung dengan
pelanggan. Perusahaan biasanya mengukur kepuasan pekerja
dengan survei tahunan atau survei rutin.
Unsur-unsur dalam survei kepuasan pekerja meliputi :
Keterlibatan dalam mengambil keputusan.
Penghargaan karena telah melakukan pekerjaan dengan
baik
Akses yang memadai kepada informasi untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Dorongan aktif untuk bekerja kreatif dan menggunakan
inisiatif.
Kepuasan keseluruhan dengan perusahaan.
2. Retensi Pekerja
Tujuan retensi pekerja adalah untuk mempertahankan
selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan. Para
pekerja yang bekerja dalam jangka yang lama dan loyal
membawa nilai perusahaan, pengetahuan tentang berbagai
proses organisasional dan diharapkan sensitivitasnya terhadap
kebutuhan para pelanggan. Hal ini diukur dengan presentase
keluarnya pekerja yang memegang jabatan kunci.
Produktivitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak
keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja,
inovasi, proses internal dan kepuasan pelanggan. Tujuannya
adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para
pekerja dengan jumlah para pekerja yang dikerahkan untuk
menghasilkan keluaran tersebut. Hal ini diukur dengan cara
pendapatan per pekerja.
B. Kapabilitas Sistem Informasi
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pekerja
diperlukan untuk mencapai sasaran yang luas dalam tujuan
pelanggan dan proses bisnis internal, hal tersebut belumlah cukup.
Masih diperlukan banyak informasi-informasi mengenai pelanggan,
proses initernal dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan.
Dengan adanya kemampuan sistem informasi yang memadai,
maka kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas
informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan
sebaik-baiknya.
C. Motivasi,Pemberdayaan dan Keselarasan
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang
berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif
yang sebesar-besarnya bagi pekerja. Meskipun pekerja yang
terampil dilengkapi dengan akses kepada informasi yang luas ,
tidak akan memberi kontribusi bagi keberhasilan perusahaan jka
perusahaan, atau jika mereka tidak diberikan kebebasan membuat
keputusan dan mengambil tindakan.
Adanya para pekerja yang termotivasi dan terberdayakan
dapat diukur dengan beberapa cara. Sebuah ukuran yang sederhana
dan banyak digunakan adalah banyaknya saran yang diberikan per
pekerja. Ukuran ini mengukur partisipasi pekerja dalam
meningkatkan kinerja perusahaan. Berbagai ukuran peningkatan
lain juga dapat dihasilkan, misalnya dalam mutu, waktu atau
kinerja, untuk proses internal dan pelanggan yang spesifik (Kaplan
dan Norton, 2002:18).
Hasil
Retensi Pekerja Produktifitas Pekerja
Kepuasan Pekerja
Kompetensi Staff Infrasruktur Teknologi
Iklim Untuk Bertindak
Sumber : Kaplan & Norton “Balanced Scorecard-Menerapkan Strategi Menjadi Aksi” (2000:112)
2.3.6. Proses Penyusunan Balanced Scorecard
Pada dasarnya terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan
untuk menyusun perancangan Balanced Scorecard, yaitu:
1. Mengumpulkan data-data primer dan sekunder.
2. Menghubungkan visi, misi dan strategi perusahaan dengan empat
perspektif Balanced Scorecard.
3. Menghubungkan strategi dengan pengukuran Balanced Scorecard.
4. Merancang pengukuran kinerja Balanced Scorecard.
5. Melakukan perhitungan pada faktor kesuksesan kritis.
6. Melakukan pembobotan pada tiap perspektif dan tolak ukur.
7. Melakukan pengukuran kinerja secara keseluruhan.
8. Menganalisis pengukuran kinerja Balanced Scorecard.
9. Membandingkan pengukuran kinerja Balanced Scorecard.
2.4. AHP (Analytical Hierarchy Process)
Meotode AHP dikembangkan pada awal tahun 1970-an oleh Thomas T.
Saaty, seorang ahli mateamatika yang bekerja pada University of Pitsburg di
Amerika Serikat. Metode ini merupakan perangkat pengambil keputusan untuk
multi variable yang mungkin terdiri dari faktor-faktor subjektif dan objektif.
Metode ini mencoba mengoptimalkan faktor-faktor intuisi, pemikiran,
pengalaman, pengetahuan (data), emosi dan rasa kedalam suatu proses yang
sistematis.
Pada dasarnya AHP dikembangkan dengan memperhatikan proses
permasalahan. Selain itu AHP juga menghubungkan (Saaty : 1993). Selain itu
AHP juga menghubungkan dengan pengujian validitas dan konsistensi
pendapat manusia secara sistematis.
AHP juga mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan hasil
penerapannya.
Kelebihan AHP adalah :
1. Mampu membahas permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur
secara detail.
2. Memadukan intuisi, berpikir, perasaan dan pengindraan dalam
menganalisa pengambilan keputusan.
3. Memiliki kemampuan melakukan sintesa pemikiran berbagai sudut
pandang responden.
4. Memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan
dalam memperbandingkan faktor-faktor untuk memvalidasi
keputusan.
5. Kemudahan dalam mengukur elemennya.
6. Memungkinkan untuk melakukan perencanaan kedepan (forward)
atau sebaliknya, menjbarkan masa depan yang ingin dicapai ke masa
kini (backward).
Kelemahan AHP adalah :
1. Dalam penerapannya harus melibatkan orang-orang yang memiliki
pengetahuan yang cukup tentan permasalahan dan tentang metode AHP
2. Untuk melakukan perbaikan keputusan, walaupun kecil maka harus
dimulai lagi dari tahap awal dan memakan waktu yang relatif lama.
3. AHP tidak dapat diterapkan pada sudut pandang yang sangat ekstrim
dikalangan responden.
2.4.1. Langkah-langkah Dan Prosedur AHP (Analytical Hierarchy Process)
Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
penggunaan AHP untuk pemecaahan suatu masalah adalah sebagai berikut
:
1. Denfinisikan persoalan dan rinci pemecahan yang diinginkan.
2. Struktur hierarchy dari sudut pandang manajerial menyeluruh (dari
tingkat puncaak sampai ke tingkat dimana dimungkinkan campur
tangan untuk memecahkan persoalan tersebut).
3. Buat sebuarah matriks perbandigan berpasangan untuk kontribusi atau
pengaruh setiap elemen yang relevan atau setiap kriteria yang
berpengaruh yang berada setingkat di atasnya.
4. Dapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk
mengembangkan perangkat matriks di langkah 3.
5. Setelah mengumpulkan semua data perbandingan berpasangan itu dan
memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta entri bilangan 1
sepanjang diagonal utama, prioritas dicari dan konsistensi diuji.
6. Laksanakanlah langkah 3,4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan