• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengurangan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan Perlakuan Aloe Vera Coating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengurangan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan Perlakuan Aloe Vera Coating"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

PENGURANGAN GEJALA

CHILLING INJURY

BUAH

BELIMBING (

Averrhoa carambola

L.) DENGAN PERLAKUAN

ALOE VERA COATING

SKRIPSI

RATNA APRILYNDA MEGARIA

F14070055

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

REDUCTION OF CHILLING INJURY SYMPTOMS OF STAR FRUIT USING

ALOE VERA COATING

Ratna Aprilynda Megaria dan Y. Aris Purwanto

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 852 1043 3180, e-mail: ratna_aprilynda@yahoo.com

ABSTRACT

Temperature is one of the major factors affecting the metabolism of postharvest products physiology. Agricultural products cooled at a temperature lower than the optimum temperature will be damaged, known as chilling injury. In addition to storing at low temperatures, one way to maintain the quality of agricultural products is coating. Aloe vera gel is one material that can be used as a coating on the surface of fruits. Star fruit (Averrhoa carambola L.) has shape like a star. Star fruit marketing prospects in this country is estimated to become better and better. This is caused by population growth and the increasing number of consumers realizing the importance of nutrition from fruits. Quality of fruits can not be repaired, but can be maintained. Postharvest process of star fruit should be given appropriate handling attention, because the quality of the star fruit depending on harvest time and the postharvest process. The purpose of this research to study the application of aloe vera coating with 100% concentration on the star fruit stored at low temperatures to reduce of chilling injury symptoms. The results showed that star fruit with aloe vera coating treatment 100% stored at a temperature of 50C has a resistance to cold temperatures, showed by the chilling injury symptoms being longer better than the untreated fruit (control). Aloe vera treatment of star fruit effectively reduces the increase of ion leakage, and can also reduce weight loss, while does not give effect to the reduction of respiration.

(3)

Ratna Aprilynda Megaria. F14070055. Pengurangan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoacarambola L.) dengan Perlakuan Aloe Vera Coating. Di bawah bimbingan Y. Aris Purwanto. 2011

RINGKASAN

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi metabolisme fisiologis produk pascapanen. Penyimpanan dingin adalah proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu dapat mengalami kerusakan yang dikenal dengan kerusakan dingin (chilling injury). Selain penyimpanan pada suhu rendah, salah satu cara untuk mempertahankan kualitas buah-buahan adalah dengan melakukan pelapisan (coating). Gel aloe vera merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai pelapis pada permukaan buah-buahan.

Mutu buah-buahan tidak dapat diperbaiki, hanya dapat dipertahankan. Masalah penanganan pascapanen merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian, sebab kualitas atau mutu buah termasuk buah belimbing selain tergantung dari waktu dan cara panen yang benar, juga sangat terkait dengan proses ini. Untuk memperpanjang masa simpan buah belimbing dapat dilakukan dengan menyimpannya pada suhu rendah. Jika suhu penyimpanan di bawah suhu optimumnya, maka buah belimbing dapat terkena chilling injury. Salah satu cara untuk mengurangi gejala chilling injury ini adalah memberikan perlakuan pelapisan gel aloe vera.

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah belimbing dewa segar yang diperoleh dari perkebunan petani belimbing di kota Depok serta daun lidah buaya (aloe vera). Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu (i) pembuatan gel aloe vera (ii) perendaman buah belimbing pada gel aloe vera (iii) menyimpan buah belimbing yang telah dilapisi gel aloe vera pada suhu 50C serta menyimpan buah belimbing tanpa perlakuan coating

yang digunakan sebagai kontrol. Pembuatan gel aloe vera dilakukan dengan tanpa pengenceran (100%), sedangkan perendaman buah belimbing pada gel aloe vera dilakukan dengan menggunakan metode dipping yaitu buah belimbing dicelupkan ke dalam gel aloe vera yang merupakan bahan coating.

Hasil penelitian menunjukkan buah belimbing yang diberi perlakuan aloe vera coating

(100%) dan disimpan pada suhu 50C, gejala kerusakan dingin (chilling injury) terlihat pada hari ke-2 sedangkan buah belimbing tanpa perlakuan coating gejala kerusakan dingin (chilling injury) sudah terlihat pada hari ke-1. Buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating 100% dan disimpan pada suhu 50C memiliki daya tahan terhadap suhu dingin lebih baik dibanding buah tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan aloe vera coating pada buah belimbing dengan konsentrasi 100% yang disimpan pada suhu 50C selain efektif mengurangi peningkatan ion leakage juga dapat

(4)

PENGURANGAN GEJALA

CHILLING INJURY

BUAH BELIMBING

(

Averrhoa carambola

L.) DENGAN PERLAKUAN

ALOE VERA COATING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RATNA APRILYNDA MEGARIA

F14070055

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengurangan Gejala

Chilling Injury

Buah Belimbing (

Averrhoa

carambola

L.) dengan Perlakuan

Aloe Vera Coating

Nama

: Ratna Aprilynda Megaria

NIM

: F14070055

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M. Sc.)

NIP. 19640307 198903 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.)

NIP. 19661201 199103 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengurangan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoacarambola L.) dengan Perlakuan Aloe Vera Coating adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

(7)

 Hak cipta milik Ratna Aprilynda Megaria, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang, pada tanggal 28 April 1989 sebagai

anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bpk. Suroso dan Ibu

Sugiarti. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Banjarnegara

dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima dan belajar di Departemen

Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi

kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian menjabat sebagai Staf Riset dan

Keteknikan pada 2008-2009, Bendahara Umum pada 2009-2010, dan Badan Pengawas Bidang

Kewirausahaan pada 2010-2011. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta

dalam seminar-seminar selama menjadi mahasiswa. Penulis pernah melaksanakan Praktik

Lapangan (PL) dengan topik Mempelajari Aspek Teknik Pengolahan dan Penggunaan Energi pada

Proses Pengolahan Kelapa Sawit di PT Eramitra Agrolestari, Jambi.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Allah SWT atas segala karuniaNya

sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengurangan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa Carambola L.) dengan Perlakuan Aloe Vera Coating

dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian sejak bulan Februari

sampai dengan Maret 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan,

nasihat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dr.Ir. I Wayan Astika, M. Si. dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si. sebagai dosen penguji

atas masukan dan arahan yang telah diberikan.

3. Orang tua penulis (Bpk. Suroso dan Ibu Sugiarti), adikku Dwi Yulinanda Pratiwi atas

doa, pengorbanan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

4. Pak Sulyaden dan Pak Ahmad yang telah membimbing penulis selama penelitian.

5. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

6. Sahabat-sahabatku Siska Febriana Putri, Huda Fatmawati, Rahma Utami, Anggy Fajar

Maghfiroh, Deti Kusniati, Dewi Sartika dan Irfan Nursyifa Efendi atas dukungan,

semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Mbak Adkhil sebagai murabbi penulis dan Kaa Wahid yang telah memberikan motivasi,

semangat dan bantuan yang besar bagi penulis.

8. Rekan-rakan satu bimbingan Anggy Fajar Maghfiroh, Ita Heruwati, Adian Rindang,

Taubing Des Marlianto, dan Syahidin Nurul Ikhwan atas semangat dan bantuan yang

telah diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman satu kos di Asterina Windy Mardiqa Riani, Desi Aryanti, Dianita Indah

Prahmila dan Kak Ririn atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.

10. Rekan-rekan Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik Pertanian IPB atas dukungan dan

ilmu yang berharga bagi penulis.

11. Teman-teman seperjuangan AE 44 (Ensemble) dalam menimba ilmu di Departemen

Teknik Pertanian atas diskusi, semangat, dan kebersamaan selama studi di IPB.

Bogor, Juli 2011

(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Pasca Panen Buah Belimbing ... 4

2.2. Penyimpanan Dingin ... 7

2.3. Kerusakan Dingin (Chilling Injury) ... 7

2.4. Ion Leakage ... 8

2.5. Aloe Vera ... 9

2.6. Edible Coating ... 10

2.7. Kekerasan Buah ... 11

2.8. Total Padatan Terlarut (TPT) ... 12

2.9. Laju Respirasi ... 12

III. METODE PENELITIAN ... 14

3.1. Waktu dan Tempat ... 14

3.2. Alat dan Bahan ... 14

3.3. Prosedur Penelitian ... 14

3.4. Pengamatan ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Perubahan Ion Leakage ... 20

4.2. Perubahan Warna ... 22

4.3. Kekerasan ... 27

4.4. Total Padatan Terlarut (TPT) ... 29

4.5. Susut Bobot ... 30

4.6. Laju Respirasi ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1. Kesimpulan ... 38

5.2. Saran ... 38

DAFTAR PUATAKA ... 39

(11)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Indeks kematangan buah belimbing ... 6

(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Belimbing manis ... 4

Gambar 2. Penampang melintang buah belimbing ... 4

Gambar 3. Ilustrasi perpindahan molekul melalui membran sel ... 8

Gambar 4. Daun lidah buaya ... 9

Gambar 5. Diagram alir pembuatan gel aloe vera ... 15

Gambar 6. Diagram alir pengaplikasian aloe vera coating pada buah belimbing ... 16

Gambar 7. Grafik warna Munsell ... 18

Gambar 8. Grafik perubahan total persentase ion leakage buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating 100% dan kontrolnya selama penyimpanan pada hari ke-1 ... 20

Gambar 9. Grafik perubahan total persentase ion leakage buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating 100% dan kontrolnya selama penyimpanan pada hari ke-2 ... 21

Gambar 10. Grafik perubahan total persentase ion leakage buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating 100% dan kontrolnya selama penyimpanan pada hari ke-3 ... 21

Gambar 11. Grafik perubahan nilai L buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C ... 23

Gambar 12. Grafik perubahan nilai L buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu ... 23

Gambar 13. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating selama penyimpanan pada suhu 50C ... 24

Gambar 14. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating selama penyimpanan pada suhu 50C ... 25

Gambar 15. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating selama penyimpanan pada suhu 100C ... 25

Gambar 16. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating selama penyimpanan pada suhu ruang ... 26

Gambar 17. Grafik perubahan nilai kekerasan buah belimbing dengan perlakukan aloe vera coating dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C ... 27

Gambar 18. Grafik perubahan nilai kekerasan buah belimbing tanpa perlakukan aloe vera coating selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu ... 28

(13)

vii Gambar 20. Grafik perubahan nilai total padatan terlarut (TPT) buah belimbing tanpa

perlakukan aloe vera coating selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu .... 30 Gambar 21. Grafik perubahan persentase susut bobot buah belimbing dengan perlakukan

aloe vera coating (100%) selama penyimpanan pada suhu 50C ... 30 Gambar 22. Grafik perubahan persentase susut bobot buah belimbing tanpa perlakukan

aloe veracoating selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu ... 31 Gambar 23. Grafik perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah belimbing tanpa perlakuan

aloevera coating pada suhu 50C ... 32 Gambar 24. Grafik perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah belimbing tanpa perlakuan

aloevera coating pada suhu 100C ... 33 Gambar 25. Grafik perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah belimbing tanpa perlakuan

aloevera coating pada suhu ruang ... 33 Gambar 26. Grafik perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah belimbing dengan

perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada suhu 50C ... 34 Gambar 27. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing tanpa perlakuan aloe

vera coating pada suhu 50C ... 35 Gambar 28. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing tanpa perlakuan aloe

vera coating suhu 100C ... 35 Gambar 29. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing tanpa perlakuan aloe

vera coating pada suhu ruang ... 36 Gambar 30. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing dengan perlakuan

aloe vera coating selama penyimpanan pada suhu 50C ... 36

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data hasil perubahan total persentase ion leakage dengan perlakuan

aloe vera coating suhu 50C ... 42 Lampiran 2. Data hasil perubahan total persentase ion leakage tanpa perlakuan

aloe vera coating (kontrol) suhu 50C ... 45 Lampiran 3. Perubahan nilai L, a* dan b* buah belimbing selama penyimpanan

pada suhu 50C ... 48

Lampiran 4. Dataperubahan nilai L, a* dan b* buah belimbing tanpa perlakuan

aloe vera coating ... 50 Lampiran 5. Data hasil pengamatan perubahan nilai kekerasan buah belimbing yang

disimpan pada suhu 50C ... 52

Lampiran 6. Data hasil pengamatan perubahan nilai kekerasan buah tanpa perlakuan

aloe vera coating pada 3 kondisi suhu selama penyimpanan ... 53 Lampiran 7. Data perubahan nilai total padatan terlarut (TPT) buah belimbing selama

penyimpanan pada suhu 50C ... 54

Lampiran 8. Data perubahan nilai total padatan terlarut (TPT) buah belimbing tanpa

perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada 3 kondisi suhu ... 55 Lampiran 9. Data hasil perubahan persentase susut bobot buah belimbing selama

penyimpanan pada suhu 50C ... 56

Lampiran 10. Data hasil perubahan persentase susut bobot buah belimbing tanpa

perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada 3 kondisi suhu ... 57 Lampiran 11. Data laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing dengan perlakuan

aloe vera coating yang disimpan pada suhu 50C ... 58 Lampiran 12. Data laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing tanpa perlakuan

aloe vera coating yang disimpan pada suhu 50C ... 59 Lampiran 13. Data laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing tanpa perlakuan

aloe vera coating yang disimpan pada suhu 100C ... 60 Lampiran 14. Data laju respirasi O2 dan CO2 buah belimbing tanpa perlakuan

aloe vera coating yang disimpan pada suhu ruang ... 61 Lampiran 15. Foto perubahan warna belimbing dengan perlakuan aloe vera coating

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Belimbing manis berasal dari marga Averrhoa dan dikenal dengan nama Averrhoa carambola L. Buah belimbing manis memiliki bentuk yang cukup unik dan menarik. Bentuknya seperti bintang jika dilihat dari penampang melintangnya. Prospek pemasaran belimbing di dalam negeri diperkirakan makin baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Pada tahun 1993 Indonesia ikut andil 0.4 % dari total nilai impor dunia buah tropis. Apabila pada tahun 1989 tingkat konsumsi buah-buahan per kapita penduduk Indonesia hanya mencapai 22.92 kg/ tahun, maka untuk mencapai kecukupan gizi yang sesuai dengan anjuran FAO menargetkan tingkat konsumsi rata-rata 60 kg per kapita per tahun. Salah satu jenis buah potensial yang mudah dibudidayakan untuk mendukung pencapaian target tersebut adalah belimbing. Perkiraan permintaan setiap tahun semakin meningkat, peningkatan permintaan tersebut adalah sebesar 6.1 %/ tahun (1995–2000), 6.5 %/ tahun (2000–2005), 6.8 %/ tahun (2005–2010), dan mencapai 8.9 %/ pada tahun (2010–2015). Terlihat jelas bahwa prospek usahatani (agribisnis) belimbing sangat baik apabila dikelola secara intensif dan komersial baik dalam bentuk kultur perkebunan maupun pekarangan (BAPPENAS 2000).

Mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat dipertahankan. Masalah penanganan pasca panen merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian, sebab kualitas atau mutu buah termasuk buah belimbing selain tergantung dari waktu dan cara panen yang benar, juga sangat terkait dengan proses ini. Seringkali konsumen dikecewakan dengan kondisi buah belimbing yang ada di pasaran, kualitasnya jauh dari baik dan kadang sebagian sudah membusuk. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan pedagangnya. Tetapi masih sering didapati petani maupun pedagang yang belum begitu memperhatikan masalah penanganan buah selepas panen (Satyawibawa dan Widyastuti 1992). Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah panen, baik kerusakan fisik, fisiologis maupun mikrobiologis.

Komoditi hortikultura segar ialah organisme hidup, masih melakukan proses biologi respirasi. Usaha yang harus dilakukan ialah menurunkan laju respirasi tanpa risiko kerusakan atau kematian. Penurunan suhu 100C dapat mengurangi respirasi 2 - 4 kali lebih kecil. Suhu diturunkan dari 250C menjadi 50C, reaksi respirasi dapat menjadi ¼ sampai dengan 1/16 kalinya (Anonim a 2010). Pada prinsipnya suhu tinggi dapat merusak mutu simpan dari sayur-sayuran maupun buah-buahan, akan tetapi kenaikan suhu ini tidak dapat dihindarkan terutama jika panen dilakukan pada siang hari dimana laju respirasi dan kegiatan lainnya akan meningkat dengan semakin tinggi suhu akibatnya mutu produk pascapanen akan menurun dengan lebih cepat.

(16)

2 semakin cepat terjadi penurunan mutu produk. Pendinginan merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk menghambat penurunan mutu produk (Pantastico 1986).

Penyimpanan dingin dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk sehingga akan memperlambat laju respirasi sebelum dilakukan penanganan pascapanen lanjutan. Penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga mutu produk dapat menurun (Hutabarat 2008). Menurut Herdiana (2010), bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan mengalami kerusakan yang dikenal dengan kerusakan dingin (chilling injury). Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas. Muchtadi dan Sugiono (1989) mengemukakan bahwa pada suhu rendah (0-100C) buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal.

Memodifikasi kemasan produk hortikultura dan penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat kerusakan produk serta memperpanjang masa simpan produk hortikultura. Menurut Krochta, et al (1994), aplikasi

edible film kini digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, berperan sebagai barrier yang baik (bersifat selective permeable) untuk pertukaran gas dari produk ke lingkungan atau sebaliknya, serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan antimikroba.

Gel aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi edible coating, karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar, seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan anti mikroba serta dapat mencegah chilling injury. Selain itu, gel aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck dan Reynold 1999).

(17)

3

1.2.

TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian pelapisan aloe vera dengan konsentrasi 100% pada buah belimbing yang disimpan pada suhu rendah untuk mengurangi gejala chilling injury. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengamati perubahan parameter mutu buah belimbing yang disimpan pada suhu 50C, 100C, dan suhu ruang

2. Menganalisis perubahan mutu buah belimbing yang dilapisi aloe vera dan disimpan pada suhu 50C

3. Mengukur parameter respirasi, ion leakage, total padatan terlarut (TPT), kekerasan, susut bobot, dan warna buah belimbing selama penyimpanan

1.3.

HIPOTESIS

(18)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PASCA PANEN BUAH BELIMBING

Belimbing merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya belimbing ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu diusahakan sebagai usaha sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah (bppt 2011).

Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), belimbing manis dikenal dengan nama

Averrhoa carambola L. Bersama belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.), belimbing manis berasal dari keluarga Oxalidaceae, marga Averrhoa. Belimbing manis memiliki kelebihan antara lain:

- Dapat dibudidayakan di kebun/ pekarangan atau pot, serta mampu berbuah lebat - Cepat berbuah, dan setelah berbuah pertama kali cenderung berbuah secara

terus-menerus sehingga dikatakan belimbing berbuah dengan tidak mengenal musim - Rasa manisnya bervariasi sesuai dengan jenis atau varietasnya

- Belimbing manis memiliki bentuk buah yang khas

- Buahnya mengandung kalori, vitamin A, dan vitamin C yang cukup tinggi yaitu berturut-turut yaitu 36 kal, 170 SI (Satuan Internasional), dan 35 mg tiap 100 gram bagian buah yang dapat dimakan

Bentuk buah belimbing manis cukup unik dan menarik. Bentuknya seperti bintang jika dilihat dari penampang melintangnya. Di negara barat, buah ini dijuluki sebagai star fruit (buah bintang) (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).

Buah belimbing berwarna kuning kehijauan. Saat baru tumbuh, buahnya berwarna hijau. Jika dipotong, buah ini mempunyai penampang yang berbentuk bintang. Berbiji kecil dan berwarna coklat. Buah ini renyah saat dimakan, rasanya manis dan sedikit asam. Buah ini mengandung banyak vitamin C (Wikipedia 2011).

Gambar 1. Belimbing manis Gambar 2. Penampang melintang buah belimbing (Wikipedia 2011) (Wikipedia 2011)

(19)

5 per pohon. Perbedaan bentuk daun juga dapat digunakan sebagai salah satu ciri, tetapi dalam praktiknya cukup sulit dilakukan (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).

Diantara sekian banyak jenis belimbing manis yang sudah dikenal, ada satu jenis belimbing yang telah dilepas oleh Departemen Pertanian sebagai belimbing unggul, yaitu belimbing Demak varietas kunir dan kapur. Walaupun demikian, masih banyak jenis lain yang keunggulannya telah diakui (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).

Jenis belimbing unggul biasanya dicirikan dengan produksi buah per pohon tinggi, ukuran buahnya besar dengan warna yang menarik, mengandung banyak air, berserat halus, rasa buahnya manis dan menyegarkan serta tahan terhadap hama dan penyakit (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).

Para petani belimbing biasanya melakukan pemanenan sebanyak 3-4 kali setahun. Pada masa panen tersebut dikenal bulan-bulan saat belimbing berbuah lebat, yang biasanya jatuh pada bulan Juli-Agustus, sedangkan bulan Januari-Februari merupakan panen kecil bagi petani belimbing. Tanda-tanda buah belimbing yang sudah siap petik, tidak hanya ditandai dengan ukurannya yang sudah besar dan warnanya yang tampak menguning, tetapi dapat dilihat juga dari kulitnya yang mengkilap dan daging pada belimbingnya sudah tampak penuh (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).

Yani (2009) menyebutkan bahwa pascapanen buah belimbing meliputi beberapa tahap yaitu pembersihan, sortasi dan grading. Rincian tahapan di atas adalah sebagai berikut.

a. Pembersihan

- Melakukan pembersihan buah dengan hati-hati

- Memisahkan buah yang telah dibersihkan pada keranjang pengumpul b. Sortasi dan grading

- Mempersiapkan, memeriksa kebersihan tempat, alat dan bahan yang akan digunakan - Menyiapkan wadah untuk sortasi buah

- Memisahkan buah berdasarkan (1) keseragaman warna buah, (2) ada tidaknya cacat buah, (3) normal tidaknya bentuk dan ukuran buah, dan (4) ada tidaknya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada buah

- Mengelompokkan buah sesuai dengan kelasnya, yaitu (1) kelas A (dalam 1 kg berisi 3 buah belimbing), (2) kelas B (dalam 1 kg berisi 4 buah belimbing), (3) kelas C (dalam 1 kg berisi 5 buah belimbing)

BAPPENAS (2000) menambahkan tahap penanganan pascapanen buah belimbing setelah dilakukan proses pembersihan, sortasi dan grading adalah sebagai berikut.

a. Penyimpanan

- Buah belimbing disimpan dalam wadah (kotak karton) kemudian ditempatkan pada ruangan pendingin bersuhu 5-20 0C

b. Pengemasan dan Pengangkutan

- Tiap buah atau beberapa buah dibungkus dengan plastik regang atau kertas tissue atau polysterene net

(20)

6 Tabel 1. Indeks Kematangan Buah Belimbing

Indeks kematangan Keterangan

Indeks 1

Keseluruhan buah berwarna hijau tua. Buah belum matang dan tidak sesuai untuk ekspor.

Indeks 2

Buah berwarna hijau dengan sedikit kuning. Buah matang dan sesuai untuk ekspor melalui laut.

Indeks 3

Buah berwarna lebih hijau daripada kuning. Buah matang dan sesuai untuk ekspor melalui udara.

Indeks 4

50% bagian buah berwarna hijau dan 50% berwarna kuning. Buah matang dan sesuai untuk ekspor melalui udara.

Indeks 5

Buah berwarna kuning dengan sedikit hijau. Tidak digalakan untuk ekspor dan sesuai untuk pasaran lokal.

Indeks 6

Keseluruhan buah berwarna kuning. Sesuai untuk pasaran lokal.

Indeks 7

Keseluruhan buah berwarna kuning oren. Buah terlalu masak dan tidak sesuai untuk dipasarkan.

(21)

7

2.2. PENYIMPANAN DINGIN

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi metabolisme fisiologis produk pascapanen. Semakin tinggi suhu penyimpanan reaksi metabolisme seperti respirasi akan semakin meningkat. Pengaruh utama dalam produk adalah kemunduran mutu dan umur simpan (Herdiana 2010).

Dalam Herdiana (2010), penyimpanan dingin adalah proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5 0C tergantung kepada masing-masing bahan yang disimpan. Menurut Winarno (1986) setiap kenaikan suhu sebesar 100C pada kisaran suhu 10-380C, akan mempercepat reaksi enzimatik maupun non enzimatik dan proses terjadinya pembusukan sebesar dua kali lebih cepat. Hal ini lebih jelas terlihat pada bahan yang sudah terluka.

Suhu penyimpanan merupakan dasar dari penyebab kebusukan. Untuk mempertahankan mutu, tidak akan berhasil dengan memuaskan tanpa disertai pendinginan (Pantastico 1986). Suhu mempengaruhi laju produksi etilen, sensitivitas jaringan terhadap etilen, dan bekerjanya etilen. Sebagian besar jaringan memproduksi etilen. Etilen adalah hormon tanaman yang aktif dalam mengendalikan proses pemasakan dan senesen. Manajemen suhu merupakan faktor terpenting dalam menunda kemunduran mutu produk. Pendinginan segera dan pengelolaan suhu yang tepat sangat penting bagi produk tertentu. Strawberry memerlukan pendinginan segera yaitu kurang dari 1 jam sedangkan cherry memerlukan pendinginan segera yaitu kurang dari 4 jam (Anonim 2010 a).

Pendinginan menuntut adanya pengontrolan terhadap kondisi lingkungan antara lain suhu yang rendah, komposisi udara, kelembaban dan sirkulasi udara. Sumber kerusakan seperti aktivitas fisiologis, aktivitas mikroba, transpirasi dan evaporasi, semuanya mempunyai faktor pembatas yakni suhu dan kelembaban. Penggunaan suhu rendah dan kelembaban relatif tinggi dapat menghambat semua reaksi di atas sampai waktu tertentu (Pantastico 1986).

Budiastra dan Purwadaria (1993) dalam Herdiana (2010), mengemukakan tujuan penyimpanan dengan suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu.

2.3. KERUSAKAN DINGIN (

CHILLING INJURY

)

Kerusakan akibat pendinginan merupakan persoalan besar dalam penanganan pascapanen produk hortikultura karena menyebabkan banyak komoditi tidak mungkin disimpan pada suhu yang sebenarnya dapat memperpanjang umur simpan. Secara umum umur simpan diartikan sebagai rentan waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi hingga saat mulai digunakan dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan. Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga mempengaruhi mutu produk. Umur pascapanen maksimal hanya dapat dicapai dengan menggunakan komoditas bermutu tinggi (Pantastico 1986).

(22)

8 mengemukakan pada suhu rendah (0-100C) buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal. Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercak kecoklatan pada permukaan buah, penyimpanan warna di bagian dalam atau gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Dikatakan juga mekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain adalah terjadinya respirasi abnormal, perubahan lemak dan asam dalam dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel, perubahan dalam reaksi kinetika dan termodinamika, ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan serta terjadinya penimbunan metabolit beracun.

2.4. ION LEAKAGE

Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan tetapi bukan berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter yang khas (Athis 1995). Dalam Herdiana (2010), gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta dikeluarkan kenaikan jumlah ion yang dari membran sel (ion leakage).

Kenaikan persentase ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Sitoplasma meliputi sebagian dari protoplasma, secara fisik merupakan zat kental yang tembus cahaya. Sitoplasma merupakan struktur yang sangat kompleks dengan komponen utamanya adalah air (85-95%), mengisi ruangan antara membran sel dan inti sel. Sitoplasma dipisahkan dari dinding sel oleh membran yang disebut plasmalema, dan dari vakuola oleh membran yang disebut tonoplas. Vakuola menempati lebih dari 90% sel-sel dewasa. Vakuola adalah ruangan dalam sel berisi cairan, dibatasi oleh membran (tonoplas). Cairan tersebut berisi berbagai bahan organik dan anorganik, misalnya gula, protein, asam organik, fosfatida, tannin pigmen flavonoid dan kalsium oksalat. Beberapa zat dalam vakuola dapat berbentuk padatan (tinin butir protein), bahkan berbentuk kristal. Vakuola berfungsi dalam mengatur air dan kandungan solute dalam sel, misalnya pada pengaturan osmosis (Nobel 1991).

Gambar 3. Ilustrasi perpindahan molekul melalui membran sel (Anonim c 2011)

(23)

9 dinding sel. Proses osmosis menyebabkan zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi lebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zat yang terlarut didalamnya, sebagai akibat air berdifusi ke dalam sel. Difusi terus menerus meningkatkan jenjang energi sel, dan berakibat naiknya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Bila jenjang energi di luar sel lebih rendah akan terjadi difusi zat-zat ke luar sel yang mengakibatkan plasmolisis atau kematian sel. Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel 1991).

2.5. LIDAH BUAYA (

Aloe Vera

)

Lidah buaya merupakan tanaman tropis ataupun subtropis yang sudah digunakan selama berabad-abad lalu karena fungsi pengobatannya. Taksonomi tanaman lidah buaya seperti berikut ini:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Liliales

Famili : Liliaccae

Genus : Aloe L.

Spesies : Aloe vera L.

Lidah buaya dapat tumbuh di daerah beriklim kering maupun basah dengan suhu optimum untuk pertumbuhan berkisar 160C-330C, curah hujan 1000-3000 mm dengan musim kering agak panjang. Ketinggian tempat tumbuh yang baik sekitar 0-1500 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah latosol, podsolik, anosol, dan regorsol serta mempunyai saluran yang cukup baik (Yohanes 2005).

Gambar 4. Daun lidah buaya (google picture 2011)

(24)

10 ada bercak putih di daun, dan ujung pelepah tidak berwarna kuning atau kecoklatan karena mengering (Yuliana 2008).

Pelepah tanaman aloe vera L. terdiri dari dua bagian utama, yakni mucilage gel dan

exudate (lendir). Bagian utama mucilage gel terdiri atas polisakarida (glucomannan, acetylated glucomannan, acemannan, galactogalacturan, dan galactoglucoarabinomannan), mineral (calcium, magnesium, potassium, sodium, iron, zinc, dan chromium), protein (enzim pectolytic, aloctin, dan lectin (glikoprotein), serta jenis protein lain), β-sitosterol, hidrokarbon rantai panjang, dan ester. Bagian utama exudate (lendir) terdiri atas yellow sap (lendir berwarna kuning) dan lendir tidak berwarna. Yellow sap mengandung berbagai komponen seperti

anthraquinone beserta turunannya, aloin (barbaloin), dan aloe-emodin, sedangkan lendir tidak berwarna mengandung berbagai jenis komponen fenolik (Yuliana 2008).

Menurut Reynolds dan Dweck (1999), gel aloe vera memiliki aktivitas-aktivitas fungsional antara lain sebagai mikroba, penurun kolesterol darah, diabetes, anti-kanker, anti-virus, mencegah chilling injury, serta dapat menyembuhkan luka dan mencegah peradangan (anti-inflammatory). Aktivitas anti-inflammatory pada gel aloe vera disebabkan adanya senyawa mannosa-6-phosphat yang terkandung dalam acemannan aloe vera tersebut. Bagian gel berasal dari sel parenkim yang biasa digunakan dalam pengobatan luka pada kulit.

Gel aloe vera telah banyak diaplikasikan pada industri pangan sebagai bahan edible coating alami. Menurut Valverde et al,. dalam Yuliana (2008), gel aloe vera sebagai edible coating berperan baik dalam menahan laju respirasi dan beberapa perubahan fisiologis akibat proses pematangan pada buah anggur selama proses pematangan. Edible coating bersifat higroskopis sehingga mampu menjaga kelembaban dinding sel buah. Coating dari gel ini juga bersifat permeabel terhadap transfer gas dan air, serta dapat mencegah chilling injury. Gel aloe vera ini juga terbukti dapat mereduksi aktivitas enzim pada dinding sel buah anggur sehingga mengurangi reaksi browning dan pelunakan tekstur. Selain itu, senyawa antimikroba yang terkandung dalam gel aloe vera ternyata mampu mencegah proliferasi mikroba pada buah anggur tersebut.

2.6.

EDIBLE COATING

Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas produk pertanian termasuk buah-buahan yaitu dengan melakukan pelapisan (coating). Pelapisan buah telah lama diaplikasikan oleh industri fresh produce untuk mempertahankan kualitas buah-buahan segar. Pelapisan buah telah terbukti dapat meningkatkan daya tarik produk seperti menjadikan kulit buah mengkilap. Selain itu, pelapisan juga dapat menghambat proses metabolisme buah pada saat penyimpanan diantaranya proses transpirasi dan respirasi buah. Pelapisan terbukti dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses pematangan, serta mengurangi kerusakan produk. Hasil yang diperoleh bergantung pada bahan pelapis produk (Baldwin 2005).

Pelapis edibel merupakan salah satu aplikasi dari edible packaging. Pengaplikasiannya diduga diawali di Cina pada abad 12-13 Masehi, dimana pada masa tersebut jeruk dan orange setelah dipanen dicelupkan ke dalam lilin lebah cair, sehingga permukaan kulit jeruk tidak cepat mengalami keriput karena kekeringan (penguapan). Penelitian pertama kali mengenai pelapis edibel dilakukan oleh Harvard dan Harmony pada tahun 1869 yang melakukan pencelupan makanan ke dalam gelatin. Sejak itu perhatian terhadap penelitian dan pengembangan pelapis edibel berkembang (Kismaryanti 2007).

(25)

11 terhadap transfer massa (kelembaban, O2, cahaya, lipida, dan zat terlarut) atau sebagai bahan

makanan aditif, serta meningkatkan penanganan suatu makanan. Dengan demikian produk segar termasuk buah dan sayur yang dilapisi dengan pelapis edibel yang sesuai dapat terlindungi dari kerusakan sehingga masa simpannya dapat diperpanjang (Lestari 2008).

Menurut Krochta, et al. (1994), secara umum ada tiga kelompok materi yang biasa digunakan untuk pembuatan film atau coating, yakni protein, polisakarida, dan lipid (termasuk lilin, emulsifier serta turunannya).

Menurut Herdiana (2010), perlakuan aloe vera coating 100% kandungan yang ada di gel aloe vera diduga sebagian besar terdiri dari polisakarida. Polisakarida pada gel aloe vera

mengandung banyak komponen bioaktif khususnya acemannan yang mampu menghambat kerusakan produk salah satunya menghambat chilling injury. Coating gel lidah buaya bersifat higroskopis sehingga mampu menjaga kelembaban dinding sel buah. Selain itu, coating dari gel aloe vera bersifat permeabel terhadap transfer gas dan air.

Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode

dipping merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan dimana melalui metode ini produk akan dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating.

2.7. KEKERASAN BUAH

Winarno dan Aman (1981) mengemukakan bahwa selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, dinding sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik.

Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada tekanan turgor, ukuran dan bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, serta susunan jaringan. Tekanan turgor disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan dipengaruhi oleh konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel (Pantastico 1986).

Perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan. Kekerasan sayuran dan buah dipengaruhi oleh turgor dari sel yang masih hidup yang selalu berubah dalam proses perkembangan dan pematangan. Hal ini disebabkan adanya komponen dinding sel yang berubah, dimana perubahan ini berpengaruh terhadap kekerasan yang biasanya buah menjadi lunak setelah masak (Winarno dan Aman 1981). Pada umumnya secara kimiawi, dinding sel pada buah tersusun dari senyawa-senyawa seperti selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin yang akan mengalami perubahan selama proses pematangan. Dinding sel dan lapisan lamella tengah dengan bobot ± 1-3 % dari berat, membentuk suatu struktur padat dengan campuran yang kebanyakan air (Bourne 1981).

(26)

12

2.8. TOTAL PADATAN TERLARUT (TPT)

Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Total padatan terlarut merupakan jumlah total padatan yang terlarut dalam produk dari seluruh unsur penyusunnya misalnya gula, garam, dan lain-lain. Total padatan terlarut merepresentasikan kadar gula atau kadar padatan terlarut dalam bahan tersebut. Jumlah zat padat terlarut berbeda dengan konduktivitas listrik larutannya. Pada jumlah zat padat terlarut yang diukur adalah jumlah ion dalam air sedangkan dalam konduktivitas listrik yang diukur adalah kemampuan ion-ion tersebut dalam menghantarkan listrik (Winarno 1997).

Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat untuk persediaan bahan dan energi yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas sisa hidupnya, sehingga dalam proses pematangan kandungan gula dan karbohidrat selalu berubah (Winarno dan Aman 1981).

Perubahan kandungan gula yang sesungguhnya dalam buah dan sayuran hanya meliputi 3 macam gula utama yakni glukosa, fruktosa dan sukrosa (Breemer 1996). Winarno dan Aman (1981) mengemukakan bahwa rasa manis pada buah disebabkan karena selama penyimpanan terjadi peningkatan kandungan sukrosa.

Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan dan karenanya zat padat terlarut dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis. Kandungan gula pada buah belimbing adalah fruktosa (1.15%), α glukosa (0.69%), β glukosa (0.94%), sukrosa (0.42%) atau kandungan gula total 3.19% (Siwi 2010). Wan dan Lam (1984) menyatakan tidak terdapat kandungan pati pada buah belimbing, baik yang belum matang maupun yang sudah matang.

2.9. LAJU RESPIRASI

Aktivitas fisiologis yang terjadi dalam beberapa hal dapat menyebabkan kemunduran mutu dan juga mempengaruhi derajat kematangan (Apandi 1984). Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah respirasi yang meliputi perombakan substrat organis. Namun tidak selalu aktivitas metabolik ini bersifat katabolik yang merugikan, ada juga yang menguntungkan seperti sintesa pigmen, enzim dan lain-lain material khususnya perubahan-perubahan yang terjadi pada pemasakan buah (Breemer 1996).

Setiap produk hortikultura masih mengalami proses metabolisme meskipun sudah dipanen dari tanaman induknya. Salah satu proses metabolisme tersebut adalah respirasi. Respirasi merupakan proses penguraian karbohidrat sehingga dihasilkan energi, CO2, dan uap

air (Anonim a 2010).

Selama penyimpanan, produk hortikultura mengalami bentuk kehidupan heterotropik dengan memanfaatkan cadangan makanan yang masih tersisa. Hubungan yang masih berjalan antara produk hortikultura dengan lingkungannya adalah pertukaran gas yaitu menggunakan O2

dalam atmosfer untuk menghasilkan CO2, air dan zat-zat organik lainnya seperti ethylene dan

zat pembentuk aroma (Hutabarat 2008).

Respirasi dapat dipahami sebagai perombakan secara oksidatif senyawa kompleks seperti pati, gula-gula, asam-asam organik dan asam-asam lemak menjadi molekul-molekul sederhana seperti CO2 dan air serta secara serempak menghasilkan energi panas dan molekul

lain yang dapat dipakai untuk reaksi sintetik. Tingkat respirasi dari produk yang biasa dinyatakan dalam laju respirasi produk, diukur dengan mole atau volume CO2 yang diproduksi

(27)

13 metabolik dari jaringan dan berguna sebagai petunjuk umur simpan dari produk hortikultura segar. Produk hortikultura mempunyai laju respirasi yang berbeda menurut jenis dan umur panennya. Laju respirasi tertinggi terjadi pada buah dan sayuran muda dan secara teratur menurun dengan pertambahan umur dari produk non-klimakterik, tetapi meningkat pada saat pemasakan buah klimakterik. Respirasi dapat terjadi secara normal dengan kehadiran oksigen (respirasi aerobik) atau secara tidak normal tanpa kehadiran oksigen (respirasi anaerobik) (Anonim b 2010). Menurut Winarno dan Aman (1981), respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa yang lebih komplek yaitu pati, gula dan asam organik, menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa.

Respirasi merupakan sarana penyedia energi yang sangat vital dibutuhkan untuk mempertahankan struktur sel dan jalannya proses-proses kimia. Selama produk melakukan respirasi, maka produk akan mengalami pematangan dan kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Reaksi proses respirasi yang terjadi dalam sel buah dan sayuran adalah sebagai berikut:

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 674 kcal (energi)

Buah dan sayuran apabila dibiarkan pada suhu lingkungan yang tinggi setelah dipanen akan memperpendek umur simpan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya semakin tinggi suhu maka laju respirasi produk akan semakin tinggi (Pantastico 1986).

(28)

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. WAKTU DAN TEMPAT

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Februari sampai dengan 10 Maret 2011.

3.2. ALAT DAN BAHAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah belimbing dewa segar dengan indeks panen 3 yang diperoleh dari perkebunan petani belimbing di kota Depok dan daun lidah buaya (aloe vera). Bahan lain yang digunakan antara lain air matang, alkohol 70%, klorin 200 ppm, asam sitrat 4%, thiabendazol dan aquabidest. Peralatan yang digunakan pada saat penelitian antara lain electricity conductivity meter untuk mengukur ion leakage, Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan CO2, stoples kaca dengan volume

3300 ml, refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut, rheometer untuk mengukur kekerasan buah, chromameter untuk mengukur perubahan warna buah, lemari pendingin untuk penyimpanan, talenan kayu, timbangan digital, baskom, sendok pengaduk/ spatula, sarung tangan, pisau dan gelas ukur.

3.3. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) pembuatan gel aloe vera (ii) perendaman buah belimbing pada gel aloe vera (iii) menyimpan buah belimbing yang telah dilapisi gel aloe vera pada suhu 50C. Pada tahap pembuatan gel aloe vera mengacu pada pembuatan gel yang dilakukan pada penelitian Herdiana (2008) dan memodifikasinya dengan

memberikan perlakuan tambahan seperti dilakukannya perendaman daun aloe vera dalam larutan klorin 200 ppm selama 30 menit. Perendaman ini berfungsi mengurangi cemaran

mikroba dan kotoran pada permukaan daun sehingga diharapkan tidak ada kontaminasi silang

(29)

15 Gambar 5. Diagram alir pembuatan gel aloe vera

Pencucian dengan air matang dilakukan untuk menghilangkan lendir berwarna kuning yang dapat menurunkan mutu gel, seperti terjadinya perubahan warna gel menjadi lebih kuning dan timbulnya bau tidak sedap. Selain itu, untuk menghilangkan sisa-sisa larutan klorin yang menempel sehingga tidak ada lagi bau klorin yang menyengat. Proses trimming dan filleting

dilakukan pada daun aloe vera bagian pangkal, ujung, sisi-sisi yang berduri, serta semua kulit daun dibuang dengan menggunakan pisau. Pembuangan bagian-bagian tersebut dilakukan untuk menghilangkan yellow sap (senyawa anthraquinone beserta turunannya) dan dari proses ini diharapkan diperoleh gel aloe vera yang bersih. Perlakuan pemanasan dilakukan dengan suhu 800C selama 5 menit dan penambahan asam sitrat sebanyak 4% yang juga disertai pemanasan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam gel aloe vera.

Daun aloe vera

Sortasi dan pencucian dengan air mengalir

Perendaman dalam larutan klorin 200 ppm selama 30 menit

Pembilasan dengan air matang

Trimming dan Filleting

Pembilasan dengan air matang untuk menghilangkan yellow sap (lendir berwarna

kuning)

Penghancuran dengan crusher

Gel aloe vera

(30)

16

Gambar 6. Diagram alir pengaplikasian aloe vera coating pada buah belimbing

(31)

17

3.4. PENGAMATAN

3.4.1. Pengukuran Ion Leakage

Pengukuran ion leakage pada buah belimbing dewa dengan perlakuan aloe vera coating

maupun tanpa perlakuan aloe vera coating dilakukan setiap hari sampai pada hari ke-6. Setelah itu, pengukuran dilakukan setiap 2 hari sekali sampai pada hari ke-14. Sampel yang diukur berada pada kondisi suhu penyimpanan 50C. Ion leakage diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas listrik larutan dengan menggunakan electricity conductivity meter dengan satuan Siemens/ meter. Pertama-tama daging buah belimbing dikuliti kemudian dipotong kecil dengan ukuran 1 cm x 1cm x 1cm. Sampel direndam ke dalam aquabidest (40 ml) yang nilai konduktivitas listrik awalnya diketahui. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang selama 240 menit dengan selang waktu 20 menit. Setelah 240 menit, sampel buah yang telah diukur kemudian dihancurkan selama 2 menit agar semua ion terlarut ke dalam aquabidest dan nilai konduktivitas listrik totalnya dapat diukur. Data dari ion leakage dinyatakan dalam persen dari total konduktivitas listrik dalam larutan. Sesuai penelitian Purwanto (2005) persamaan yang digunakan untuk mengukur perubahan ion leakage adalah sebagai berikut:

Keterangan:

x nilai konduktivitas listrik menit ke-n; n= 20, 40, 60...240 y nilai konduktivitas listrik akhir setelah dihancurkan x1 nilai konduktivitas listrik awal

Kenaikan persentase ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Kenaikan jumlah ion (ion leakage) yang dikeluarkan dari membran sel merupakan salah satu tanda adanya gejala chilling injury. Melalui pengukuran ion leakage, gejala chilling injury

dapat diketahui dengan menentukan slope dari grafik total persentase ion leakage. Slope menunjukkan laju ion leakage buah belimbing.

3.4.2. Perubahan Warna

(32)

18 Gambar 7. Grafik warna Munsell

3.4.3. Kekerasan

Kekerasan buah belimbing diukur menggunakan rheometer. Alat ini diatur dengan beban maksimum 2 kg, kedalaman penusukan 10 mm dan dengan diameter jarum 5 mm. Pengukuran kekerasan buah belimbing dewa ini dilakukan pada 3 tempat yaitu bagian pangkal, tengah, dan ujung. Kecepatan penurunan alat penekan yaitu 60 mm/ 60 detik.

3.4.4. Total Padatan Terlarut

Penentuan total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Buah belimbing dihancurkan kemudian cairan buah yang telah disaring diteteskan pada prisma refraktometer. Indeks refraksi sebagai total padatan terlarut ditemukan dengan melihat angka yang tertera pada skala refraktometer dalam 0Brix.

3.4.5. Susut Bobot

(33)

19

3.4.6. Laju Respirasi

Pengukuran laju respirasi dilakukan dengan menggunakan sistem tertutup (close system). Bahan disiapkan, ditimbang, dan ditempatkan ke dalam stoples respirasi dengan volume 3.3 liter (permeabilitas udara nol). Sebelumnya tutup stoples respirasi dilubangi dengan diameter 10 mm sebanyak dua lubang dan pada masing-masing lubang dimasukkan pipa plastik sepanjang 30 cm. Pada pertemuan pipa plastik dengan tutup stoples diberi malam untuk menghindari kebocoran. Selanjutnya ujung pipa plastik ditutup dan segera disimpan pada suhu yang telah ditetapkan yaitu suhu 50C, 100C, dan suhu ruang. Perubahan konsentrasi gas CO2

dalam chamber diukur dengan menggunakan infra red gas analyzer pada waktu yang telah ditentukan, sedangkan untuk O2 menggunakan oksigen tester yang dapat dibaca pada monitor

alat tersebut. Setelah pengukuran udara dilakukan, selanjutnya stoples disimpan kembali. Konsentrasi gas O2 dan CO2 yang didapat dimasukkan ke dalam persamaan laju respirasi yang

mengacu pada penelitian Hutabarat (2008) yaitu sebagai berikut:

dimana:

R : Laju respirasi, ml/ kg. jam X1 : Konsentrasi gas O2, %

X2 : Konsentrasi gas CO2, %

t : Waktu, jam

(34)

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perubahan

Ion Leakage

Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Perubahan persentase ion leakage dengan perlakuan aloe vera coating (100%) dan tanpa perlakuan aloe vera coating

(kontrol) yang disimpan pada suhu 50C dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage).

Kenaikan persentase ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage

dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel 1991).

[image:34.612.153.473.370.564.2]

Perubahan persentase ion leakage buah belimbing dewa cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Kenaikan persentase ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Pengukuran ion leakage dilakukan setiap hari dari hari ke-1 sampai hari ke-6 kemudian dilanjutkan pengukuran setiap dua hari sekali sampai pada hari ke-14.

(35)

21 Gambar 9. Grafik perubahan total persentase ion leakage buah belimbing dengan perlakuan

aloe vera coating 100% dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C

Gambar 10. Grafik perubahan total persentase ion leakage buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating 100% dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi metabolisme fisiologis produk pascapanen. Dalam Herdiana (2010), penyimpanan dingin adalah proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5 0C tergantung kepada masing-masing bahan yang disimpan. Muchtadi dan Sugiono (1989) mengemukakan bahwa suhu rendah (0-100C) pada buah-buahan dapat menyebabkan kerusakan karena buah tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal. Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercak kecoklatan pada permukaan buah, penyimpanan warna di bagian dalam atau gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin.

Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10 menunjukkan bahwa perlakuan aloe vera coating

(36)

22 Gambar 10 dapat dilihat bahwa selama penyimpanan buah belimbing dewa tanpa perlakuan

aloe vera coating cenderung mengalami peningkatan persentase ion leakage lebih besar apabila dibandingkan dengan buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating (100%). Hal ini menunjukkan bahwa buah dengan perlakuan aloe vera coating memiliki daya tahan terhadap suhu dingin lebih baik apabila dibandingkan dengan buah tanpa perlakuan. Oleh karenanya dihasilkan perubahan persentase ion leakage yang lebih kecil. Herdiana (2010) menduga bahwa dalam gel aloe vera 100% sebagian besar terdiri dari polisakarida. Polisakarida pada gel

aloe vera mengandung banyak komponen bioaktif khususnya acemannan yang mampu menghambat kerusakan produk salah satunya menghambat chilling injury.

Tabel 2. Laju Perubahan (slope) Ion Leakage

Hari ke- Aloe Vera Coating Kontrol

1 2.956 3.737

2 3.259 3.292

3 2.763 2.865

4 2.918 2.762

5 3.131 2.544

6 2.245 2.543

8 3.228 2.777

10 2.397 2.322

12 2.749 2.743

14 2.541 2.605

Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa puncak kerusakan (chilling injury) pada buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating terjadi pada hari ke-2 dengan nilai laju ion leakage (slope) yaitu 3.259 sedangkan pada buah belimbing tanpa perlakuan coating puncak kerusakan sudah terlihat pada hari ke-1 penyimpanan dengan nilai laju ion leakage 3.737. Dari hasil penelitian ini, melalui parameter ion leakage dapat terlihat bahwa perlakuan aloe vera coating (100%) pada buah belimbing dewa dapat mengurangi gejala chilling injury yang ditandai dengan rendahnya ion leakage yang terbentuk serta puncak kerusakan buah terjadi pada waktu yang lebih lama. Melalui parameter ini, perlakuan coating pada buah belimbing yang disimpan pada suhu 50C dapat memperpanjang masa simpan.

4.2. Perubahan Warna

(37)

23

Gambar 11. Grafik perubahan nilai L buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C

Warna adalah sifat sensori pertama yang diamati pada saat konsumen menemui produk pangan termasuk warna produk hortikultura segar misalnya buah-buahan. Pada Gambar 11 disajikan grafik perubahan nilai L buah beliming dengan perlakuan aloe vera coating (100%) serta perubahan nilai L pada buah belimbing tanpa perlakuan coating (kontrol). Nilai lightness

(kecerahan) buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating (100%) selama penyimpanan pada suhu 50C mengalami kenaikan maupun penurunan tetapi nilai L pada buah belimbing tersebut cenderung stabil selama 14 hari penyimpanan. Nilai kecerahan pada buah tanpa perlakuan coating juga mengalami perubahan yaitu adanya kenaikan maupun penurunan nilai L tetapi semakin lama penyimpanan cenderung mengalami penurunan yang berarti kecerahan buah semakin gelap. Pelapisan dengan menggunakan aloe vera coating dapat meningkatkan daya tarik produk yaitu menjadikan kulit buah mengkilat atau cerah.

(38)

24 Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan pada suhu ruang nilai

[image:38.612.167.451.157.410.2]

lightness pada buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating mengalami penurunan yang berarti bahwa kecerahan buah semakin gelap. Pada grafik di atas juga dapat dilihat bahwa buah belimbing tanpa perlakuan coating yang disimpan pada suhu 50C dan 100C nilai kecerahannya cenderung mengalami penurunan.

(39)
[image:39.612.175.451.78.331.2]

25 Gambar 14. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera

coating selama penyimpanan pada suhu 50C

[image:39.612.172.450.371.622.2]
(40)
[image:40.612.174.449.78.333.2]

26 Gambar 16. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera

coating selama penyimpanan pada suhu ruang

Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan –a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Soekarto, 1985).

Gambar 13 di atas menunjukkan grafik perubahan warna pada buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating (100%) yang disimpan pada suhu 50C sedangkan Gambar 14, 15, dan 16 menunjukkan grafik perubahan warna pada buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada suhu 50C, 100C dan suhu ruang. Pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa pada buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating (100%) nilai a terendah yaitu -2.92 dan nilai a tertinggi yaitu -0.43 sedangkan nilai b terendah yaitu 15.45 dan nilai b tertinggi yaitu 19.78. Perubahan nilai a dan b pada buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating dapat dilihat pada Lampiran 4. Penyimpanan pada suhu 50C nilai a terendah yaitu -2.97

dan nilai a tertinggi yaitu -0.77 sedangkan nilai b terendah yaitu 15.98 dan nilai b tertinggi yaitu 20.17. Buah belimbing yang disimpan pada suhu 100C menunjukkan nilai a terendah yaitu -1.62 dan nilai a tertinggi yaitu -0.45 sedangkan nilai b terendah yaitu 15.49 dan nilai b tertinggi menunjukkan angka 20. Buah belimbing yang disimpan pada suhu ruang nilai a terendah menunjukkan angka -1.5 dan nilai a tertinggi yaitu 5.84 sedangkan nilai b terendah yaitu 17.94 dan nilai b tertinggi menunjukkan angka 31.16.

Dari data-data penelitian di atas dapat diketahui bahwa nilai a tertinggi ditunjukkan pada buah tanpa perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada suhu ruang yaitu 5.84 dan nilai a terendah ditunjukkan pada buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada suhu 50C yaitu -0.77 sedangkan untuk nilai b, nilai b tertinggi ditunjukkan pada buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera coating yang disimpan pada suhu ruang yaitu 31.16 dan nilai b terendah ditunjukkan pada buah belimbing dengan perlakuan aloe vera coating

(41)

27 pada suhu 50C diduga dapat menghambat proses degradasi klorofil sehingga warna hijau buah masih dapat dipertahankan.

4.3. Kekerasan

Kekerasan merupakan perubahan fisik pada buah-buahan. Nilai kekerasan besar menunjukkan buah belimbing keras dan nilai kekerasan kecil menunjukkan buah belimbing lunak. Nilai perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Apabila semakin lama penyimpanan nilai kekerasan buah belimbing semakin menurun artinya buah semakin lunak. Hal ini disebabkan selama penyimpanan buah belimbing mengalami perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah.

Gambar 17. Grafik perubahan nilai kekerasan buah belimbing dengan perlakukan aloe vera coating dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C

Gambar 17 di atas merupakan hasil pengukuran kekerasan dari buah belimbing dewa yang disimpan pada suhu 50C dengan perlakuan aloe vera coating dan tanpa perlakuan aloe vera coating (kontrol). Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa kekerasan pada buah belimbing dewa dengan perlakuan aloe vera coating terjadi adanya peningkatan dan penurunan. Sedangkan pada kontrol terjadi perubahan nilai kekerasan yang lebih stabil. Pada kontrol terjadi adanya penurunan kekerasan pada hari ke-14. Adapun nilainya yaitu 0.871 kgf lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai kekerasan pada hari ke-1 yaitu 0.957 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa buah belimbing dewa pada hari ke-14 lebih lunak apabila dibandingkan dengan buah belimbing dewa yang disimpan pada hari ke-1. Menurut Winarno dan Aman (1981), semakin lama buah disimpan maka akan semakin lunak.

Pada Lampiran 5 menunjukkan nilai-nilai kekerasan buah belimbing dengan perlakuan

(42)

28 Menurut Winarno (1997), protopektin merupakan istilah untuk senyawa pektin yang tidak larut, yang banyak terdapat pada jaringan tanaman muda dan apabila dipanaskan di dalam air yang mengandung protopektin dapat diubah menjadi pektin yang terdepresi dalam air sehingga buah menjadi lunak. Pada penelitian Hutabarat (2008) menyatakan bahwa perlakuan pelapisan dengan aloe vera dapat menurunkan laju kekerasan pada buah tomat.

Gambar 18. Grafik perubahan nilai kekerasan buah belimbing tanpa perlakukan aloe vera coating selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu

Pada grafik di atas, dapat dilihat adanya perubahan nilai kekerasan buah belimbing dewa tanpa perlakuan aloe vera coating selama penyimpanan. Buah belimbing dewa yang disimpan pada suhu ruang, nilai kekerasan tertinggi ditunjukkan pada hari ke-0 yaitu 1.117 kgf sedangkan nilai kekerasan terendah ditunjukkan pada hari ke-14 yaitu 0.287 kgf. Dari grafik di atas, perubahan nilai kekerasan pada buah belimbing dewa yang disimpan pada suhu ruang cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan pada suhu ruang, buah belimbing semakin lunak. Hal ini diduga karena pada suhu ruang proses metabolisme dari buah tersebut mengalami peningkatan dan buah belimbing mengalami perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah yaitu buah belimbing semakin lunak. Pada suhu 50C maupun 100C tidak terlihat adanya perubahan nilai kekerasan yang signifikan. Pada suhu 50C maupun 100C nilai kekerasan buah belimbing selama penyimpanan terlihat cenderung stabil.

Menurut Kismaryanti (2007) menyatakan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap nilai kekerasan dimana penyimpanan pada suhu dingin dapat mempertahankan keutuhan dinding sel dan turgor sel lebih baik jika dibandingkan pada suhu ruang. Selain itu, suhu dingin dapat menghambat proses metabolisme, pemasakan, pelunakan dan penuaan.

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa buah belimbing dewa dengan perlakuan

(43)

29

4.4. Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Total padatan terlarut merupakan jumlah total padatan yang terlarut dalam produk dari seluruh unsur penyusunnya m

Gambar

Gambar 8. Grafik perubahan total persentase ion leakage buah belimbing dengan perlakuan     aloe vera coating 100% dan kontrolnya selama penyimpanan pada suhu 50C
Gambar 13. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing dengan perlakuan aloe vera      coating selama penyimpanan pada suhu 50C
Gambar 15. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera      coating selama penyimpanan pada suhu 100C
Gambar 16. Grafik perubahan nilai a dan b buah belimbing tanpa perlakuan aloe vera      coating selama penyimpanan pada suhu ruang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5 Susut bobot buah pada perlakuan pelilinan (TS) tanpa stearin, (DS) dengan stearin, dan (K) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan Perbedaan susut bobot lebih

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian aplikasi edible coating menggunakan aloe vera kombinasi ekstrak jahe berpengaruh nyata terhadap susut

Belimbing dengan kemasan HDPE tidak cocok digunakan sebagai bahan pengemas pada berbagai suhu yang telah ditentukan, dikarenakan laju respirasi belimbing yang

Untuk memecahkan permasalahan tersebut dilakukan suatu kajian untuk menentukan gejala chilling injury pada buah belimbing dengan menggunakan metode non destruktif yaitu

Dari hasil penelitian didapatkan volume rata-rata urin pada kelompok perlakuan yang diberi sari buah belimbing manis tidak berbeda dengan kelompok perlakuan yang diberi

Penggunaan lidah buaya sebagai edible coating pada buah tomat yang dikemas vakum memiliki pengaruh dalam mempertahankan susut bobot, derajat keasaman (pH), total padatan

Setelah melakukan tahapan sterilisasi alat dan media yang akan digunakan, selanjutnya adalah mengisolasi bakteri pada buah belimbing dengan menggunakan media PDA. Langkah awal

Hasil uji anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kombinasi perlakuan sari buah belimbing manis dan karagenan terhadap kadar serat kasar