• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determination of Chilling Injury Symptoms in Starfruit (Averrhoa carambola L.) Using Near Infrared Spectroscopy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determination of Chilling Injury Symptoms in Starfruit (Averrhoa carambola L.) Using Near Infrared Spectroscopy"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

SPECTROSCOPY

ADIAN RINDANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan Near Infrared Spectroscopy adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

(3)

ADIAN RINDANG. Determination of Chilling Injury Symptoms in Starfruit (Averrhoa carambola L.) Using Near Infrared Spectroscopy. Under supervision of Y. ARIS PURWANTO and SUTRISNO.

Cold storage is an effective method to extend the self life and assuring quality product of horticulture such us starfruit. However, cold storage may cause chilling injury that will be lead to deterioration of product quality. Method for determination of chilling injury symptoms in starfruit has been developed using NIR absorbance spectra and two models of multivarians analysis i.e. Partial Least Squares (PLS) and Artificial Neural Network (ANN). PLS and ANN models were built from 63 pH values extracted from starfruit stored at 5oC (chilling temperature) for 30 days. PLS model resulted r, RMSEC, RMSEP and cv were 0.6115, 0.1456, 0.1632 and 4.43%, while ANN model were 0.5207, 0.1589, 0.1911, 5.24% respectively. PLS showed better results than that of ANN. PLS, then was used to predict the pH value from absorbance NIR spectra of 10 monitoring starfruit, which was stored at 5oC for 30 days. Results of pH prediction were used to determine the slope of ion leakage by equation Y = 0.0406x - 0.037 (where y is predictive of IL and x is pH value). The results showed that the highest of slope IL occured at days 6, the same result as obtained through destructive method at days 6, the result demonstrates that chilling injury may be determined using NIR absorbance spectra and PLS model.

(4)

ADIAN RINDANG. Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan Near Infrared Spectroscopy. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO dan SUTRISNO

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersil. Buah belimbing sangat sensitif dan mudah terluka, apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat akan menurunkan mutunya sehingga fleksibilitasnya di pasaran menjadi sangat terbatas. Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan mutunya adalah dengan menerapkan metode penyimpanan dingin. Namun, dengan diterapkannya metode ini masalah kerusakan buah akibat chilling injury tidak dapat dihindarkan. Kerusakan ini sering tidak tampak dari luar buah selama buah masih berada dalam ruang pendingin, tetapi jika diamati melalui parameter internal seperti ion leakage sebenarnya sudah terjadi perubahan yang signifikan pada buah dan parameter ini dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi gejala chilling injury. Pengukuran parameter ini bersifat destruktif, memerlukan banyak waktu dan sejumlah sampel. Untuk memecahkan permasalahan tersebut dilakukan suatu kajian untuk menentukan gejala chilling injury pada buah belimbing dengan menggunakan metode non destruktif yaitu Near Infrared (NIR). Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis pola spektra NIR buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC, 2) mengembangkan model kalibrasi spektra NIR untuk memprediksi pH buah belimbing selama penyimpanan 5oC dengan menggunakan metode PLS dan JST, 3) memprediksi gejala chilling injury buah belimbing berdasarkan nilai slope ion leakage selama penyimpanan 5oC menggunakan spektra NIR, 4) menentukan perubahan parameter mutu buah belimbing (pH, kekerasan, total padatan terlarut dan susut bobot) selama penyimpanan pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang.

Penelitian ini dilakukan terhadap buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC, 10oC dan suhu ruang. Penyimpanan pada suhu 5oC digunakan sebagai suhu penyebab chilling injury. Penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk membangun model kalibrasi dan validasi spektra NIR untuk memprediksi pH buah belimbing dan menentukan persamaan regresi pH terhadap slope ion leakage berdasarkan data destruktif. Sementara tahap kedua bertujuan untuk memprediksi nilai slope ion leakage buah belimbing dari data spektra NIR (secara non destruktif). Dalam membangun model kalibrasi dan validasi pada tahap pertama digunakan sebanyak 63 sampel buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC. Pengambilan data spektra NIR dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28 dan 30 penyimpanan, dan setelah itu diikuti dengan pengambilan data ion leakage, pH dan data parameter mutu seperti kekerasan, total padatan terlarut dan susut bobot. Pada tahap kedua penelitian digunakan 10 buah sampel monitoring, dimana suhu dan waktu pengambilan data spektra sama seperti pada tahap pertama. Model kalibrasi dan validasi NIR dikembangkan dengan metode PLS dan JST.

(5)

Spektra NIR buah belimbing menunjukkan adanya kandungan air, pati dan serat. Tingkat penyerapan spektra NIR pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah berbeda, begitu pula spektra NIR pada sampel buah yang disimpan pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8 dan 10 memiliki tingkat penyerapan yang berbeda. Hal ini menunjukkan radiasi NIR dapat menggambarkan perubahan kandungan pada sampel buah belimbing selama penyimpanan.

Laju perubahan ion leakage tertinggi yang diperoleh dari data destruktif terjadi pada hari ke-6 penyimpanan dengan nilai slope ion leakage sebesar 0.1289, diduga gejala chilling injury telah terjadi mulai hari ke-6 penyimpanan. Secara visual, gejala chilling injury sudah terlihat pada sampel buah belimbing sejak hari ke-7 penyimpanan yaitu dengan keluarnya bintik-bintik coklat di permukaan kulit, pitting dan sirip buah menjadi coklat.

Model kalibrasi dan validasi dikembangkan berdasarkan korelasi data spektra NIR dengan pH sampel buah belimbing. Dari hasil evaluasi kedua model kalibrasi PLS dan JST diketahui bahwa kedua model belum memiliki performa dan keakuratan yang baik. Performa yang dihasilkan model PLS memiliki nilai r sebesar 0.6116 artinya ada korelasi antara spektra NIR dan pH namun belum cukup baik, selisih nilai RMSEC dan RMSEP sebesar 0.0176 dan cv 4.4282%. Hasil evaluasi model kalibrasi JST menunjukan nilai r sebesar 0.5207 yang artinya cukup ada korelasi antara spektra NIR dan pH namun belum cukup baik. Selisih nilai RMSEC dan RMSEP sebesar 0.0321 dan cv 5.2436%. Walaupun demikian, hasil evaluasi kedua model tersebut menunjukkan bahwa model kalibrasi PLS secara keseluruhan lebih baik daripada model kalibrasi JST. Hal ini ditunjukkan dari perolehan nilai r model kalibrasi PLS lebih tinggi daripada model kalibrasi PLS, juga selisih error dan cv pada model kalibrasi PLS lebih rendah daripada model kalibrasi JST.

Hubungan antara pH dan slope ion leakage yang diperoleh dari analisis regresi dapat ditulis dengan persamaan y = 0.0406 x – 0.0371. Prediksi slope ion leakage selama penyimpanan dengan metode non destruktif dapat diperoleh dengan menggunakan model kalibrasi PLS dan JST serta persamaan regresi pH terhadap ion leakage. Dari kedua model kalibarsi tersebut hanya model kalibrasi PLS yang dapat memberikan prediksi pH yang masuk akal, oleh karena itu hasil prediksi pH ini selanjutnya digunakan untuk memprediksi slope ion leakage dengan persamaan y = 0.0406 x– 0.0371. Hasil prediksi slope ion leakage tertinggi diperoleh pada hari ke-6 penyimpanan dengan nilai slope ion leakage sebesar 0.1099, diduga pada sampel buah monitoring gejala chilling injury juga sudah mulai terjadi pada hari ke-6 penyimpanan.

Evaluasi parameter mutu (yaitu pH, kekerasan, total padatan terlarut dan susut bobot) dilakukan pada sampel buah belimbing yang disimpan pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa penyimpanan sampel buah belimbing pada suhu 5oC dapat mempertahankan mutunya, dimana laju kehilangan bobot, perubahan kekerasan serta perubahan total padatan terlarut dapat diperkecil selama penyimpanan berlangsung.

(6)

®

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

SPECTROSCOPY

ADIAN RINDANG

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Adian Rindang

NRP : F151090101

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjan IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(9)
(10)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah evaluasi mutu komoditi pertanian secara non destruktif, dengan judul Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan Near InfraredSpectroscopy.

Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan dan saran kepada penulis, serta kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan arahan untuk perbaikan tesis ini. Selain itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Sugiyono, STP, M.Si yang telah memberikan sumbangsih ide, saran dan pemikirannya kepada penulis, Bapak Sulyaden yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian di Lab. TPPHP, Ilham Fikri, STP, Henry. O, STP dan Dwi Dian Novita, STP, M.Si yang telah banyak memberikan masukan dan bantuannya, rekan-rekan di Kopersai Belimbing Depok, teman-teman setim penelitian, Ita Heruwati, STP, Anggy F. Maghfiroh, STP dan Ratna Aprilynda STP atas bantuan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian ini, serta rekan-rekan seperjuangan di TMP 2009 dan sahabat-sahabat di Last-Vamdi atas segala bantuan dan pengertiannya kepada penulis.

Secara khusus, penulis menyampaikan penghormatan dan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Rhusliy Siregar dan Ibunda Wan Siti Nurbali, adik-adikku, Istianda Sari, STP, Agus Batari, Sri Ave Sena dan M. Agung Gumelar serta sahabatku Nailul Abror Pohan, ST atas segala kasih sayang, do’a, motivasi, nasehat, bantuan dan pengertiannya kepada penulis untuk menggapai cita-cita.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 28 April 1987 dari ayah Rhusliy Siregar dan Ibu Wan Siti Nurbali. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

(12)

DAFTAR ISI

Karakteristik Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola l.) ... 6

Penyimpanan Dingin Buah Belimbing ... 8

Chilling Injury Buah Belimbing... 8

Membran Plasma dan Ion Leakage (IL)... 10

Near Infrared (NIR) Spectroscopy ... 13

Partial Least Squares (PLS) ... 15

Jaringan Saraf Tiruan (JST) ... 17

Principal Component Analysis (PCA) ... 21

METODOLOGI PENELITIAN ... 23

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Prosedur Penelitian... 23

Tahap I ... 23

Pengukuran Metode Non Destruktif (Pengambilan Spektra NIR) ... 24

Pengukuran Parameter CI ... 25

Ion Leakage ... 25

pH ... 26

Pengukuran Parameter Mutu Buah ... 26

Susut Bobot ... 26

Total Padatan Terlarut ... 26

Kekerasan ... 26

Pengembangan Model Kalibrasi NIR dengan Metode PLS ... 27

Pengembangan Model Kalibrasi dengan Metode JST ... 28

Persiapan Data Input JST ... 28

Inisialisasi Jaringan ... 28

Inisialisasi Pembobot ... 30

Pelatihan Jaringan ... 31

Simulasi Jaringan ... 31

Evaluasi Hasil Kalibrasi dan Validasi Metode PLS dan JST ... 32

Penentuan Persamaan Regresi pH Terhadap Kemiringan Ion Leakage ... 32

Tahap II ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Analisis Spektra NIR Buah Belimbing Selama Penyimpanan ... 35

(13)

Deskripsi Data ... 38

Hasil Kalibrasi dan Validasi NIR dengan Metode PLS ... 39

Kalibrasi dan Validasi NIR dengan Metode JST ... 40

Deskripsi Data ... 40

Segmentasi Data ... 40

Analisis Komponen Utama (PCA) ... 42

Pengembangan Model JST ... 43

Hasil Kalibrasi dan Validasi dengan Metode JST... 43

Evaluasi Model Kalibrasi Metode PLS dan JST ... 46

Persamaan Regresi pH Terhadap Kemiringan Ion Leakage ... 47

Prediksi pH Berdasarkan Absorban NIR Sampel Monitoring ... 47

Prediksi Kemiringan IL Berdasarkan Perubahan pH ... 49

Perubahan Parameter Chilling Injury (CI) ... 49

Ion Leakage (IL) ... 49

pH ... 51

Perubahan Mutu Buah Belimbing Selama Penyimpanan Dingin ... 53

SIMPULAN DAN SARAN... 59

Simpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi kimia buah belimbing manis per 100 gram bahan ... 7

2. Parameter fisikokimia pulp buah belimbing ... 7

3. Parameter resilent backpropogation dalam pelatihan jaringan ... 31

4. Karakteristik data untuk kalibrasi dan validasi metode PLS ... 39

5. Komponen evaluasi hasil kalibrasi dan validasi NIR terhadap pH buah belimbing dengan metode PLS ... 39

6. Karakteristik data untuk kalibrasi dan validasi metode JST ... 40

7. Hasil kalibrasi dan validasi spektra absorban NIR dengan metode JST ... 44

8. Komponen evaluasi hasil kalibrasi dan validasi NIR terhadap pH buah belimbing dengan metode JST ... 45

9. Komponen evaluasi hasil kalibrasi dan validasi NIR terhadap pH buah belimbing dengan metode PLS dan JST ... 46

10. Hasil prediksi slope IL berdasarkan data pH monitoring ... 49

11. Laju perubahan ion leakage pada suhu penyimpanan 5oC ... 50

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Buah belimbing (Averrhoa carambola L.) ... 6

2. Indeks warna kematangan buah belimbing ... 7

3. Kerusakan belimbing selama penyimpanan dingin ... 9

4. Struktuk membran plasma ... 11

5. Ilustrasi perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu membran sel mengasilkan perbedaan tegangan... 11

6. Sel tumbuhan dalam kondisi plasmolisis ... 12

7. Proses penyinaran near infrared pada sampel ... 14

8. Contoh pola spketrum NIR dari sampel tepung sereal ... 14

9. Arsitektur jaringan backpropogation ... 18

10.Fungsi aktivasi sigmoid biner ... 20

11.Fungsi aktivasi sigmoid bipolar ... 20

12.Fungsi aktivasi identitas ... 21

13.Vektor principal component analysis (PCA) ... 22

14.Diagram alir penelitian tahap pertama ... 24

15.Pengambilan spektra NIR buah belimbing ... 25

16.Sampel buah belimbing untuk pengukuran IL ... 26

17.Kalibrasi dan validasi NIR metode PLS ... 27

18.Kalibrasi dan validasi NIR metode JST ... 29

19.Arsitektur JST untuk menduga pH ... 29

20.Diagram alir penelitian tahap kedua ... 34

21.Kurva spektrun reflektan sampel buah belimbing ... 35

22.Kurva spketrum absorban sampel buah belimbing ... 36

23.Spketra absorban buah belimbing pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8 dan 10 serta karakteristik komponen yang terkandung pada buah ... 37

24.Spektra absorban buah belimbing pada bagian pangkal, tengah dan ujung ... 38

25.Sepktra absorban buah belimbing pada bagian pangkal, tengah dan ujung Setelah dinormalisasi 0-1 ... 38

26.Hasil kalibrasi dan validasi NIR dengan metode PLS ... 40

27.Kurva spektra absorban setelah segmentasi ... 41

28.Kurva variasi kumulatif 20 komponen utama (PC) pada segmen 8 ... 43

29.Hasil kalibrasi dan validasi NIR dengan metode JST ... 45

30.Kurva pH prediksi dari sampel buah monitoring ... 48

31.Perubahan IL buah belimbing pada hari ke-6 pada penyimpanan suhu 5oC ... 50

32.Gejala CI sampel buah belimbing (a) cekungan pada permukaan kulit, (b) bintik-bintik coklat, (c) browning pada sirip ... 51

33. Perubahan pH sampel buah belimbing selama penyimpanan ... 53

34. Sampel buah belimbing pada penyimpanan 5oC, 10oC dan suhu ruang ... 53

35.Tampilan sampel buah belimbing hari ke-16 dan 18 penyimpanan 5oC ... 54

36.Tampilan sampel buah belimbing hari ke-16 dan 30 penyimpanan 10oC ... 54

37.Tampilan sampel buah belimbing hari ke-16 dan 12 penyimpanan suhu ruang ... 54

38.Perubahan kekerasan sampel buah belimbing selama penyimpanan ... 56

39.Perubahan TPT sampel buah belimbing selama penyimpanan ... 56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pengukuran destruktif parameter chilling injury: ion leakage (a),

pH (b) dan parameter mutu: kekerasan (c) total padatan terlarut (d) ... 65

2. Kondisi sampel buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 66

3. Bagian-bagian NIRFlex N-500 fiber optic solid ... 67

4. Spesifikasi NIRFlex N-500 fiber optic solid ... 68

5. Hasil pengukuran ion leakage sampel buah belimbing pada suhu 5oC ... 69

6. Hasil pengukuran pH sampel buah belimbing pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang ... 70

7. Hasil pengukuran kekerasan sampel buah belimbing pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang ... 71

8. Hasil pengukuran total padatan terlarut (TPT) sampel buah belimbing pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang ... 71

9. Hasil pengukuran susut bobot sampel buah belimbing pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang ... 73

10. Hasil analisis regresi data pH dan slope IL buah belimbing pada penyimpanan 5oC ... 74

11. Diagram alir pengembangan model kalibrasi metode PLS ... 75

12. Diagram alir tahapan persiapan data untuk jaringan syaraf tiruan ... 76

13. Diagram alir tahapan pengembangan model kalibrasi JST ... 77

14. Hasil analisis komponen utama (PCA) data spektra absorban ... 78

15. Set data input JST untuk kalibrasi dan validasi ... 83

16. Hasil kalibrasi dan validasi model PLS ... 87

17. Hasil kalibrasi dan validasi model JST arsitektur 10-2-1 dan iterasi 100.000 . 90 18. Hasil prediksi pH buah belimbing sampel monitoring berdasarkan spektra absorban NIR dengan metode PLS ... 93

19. Hasil prediksi pH buah belimbing sampel monitoring berdasarkan spektra absorban NIR dengan metode JST ... 93

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersil. Belimbing manis banyak digemari oleh masyarakat karena mempunyai bentuk buah yang menarik, rasa yang lezat dan komposisi yang cukup lengkap terutama kandungan vitamin A dan vitamin C yang relatif tinggi. Kelebihan lain dari buah belimbing manis adalah dapat dibudidayakan di kebun, pekarangan atau pot, cepat berbuah, serta produktivitas yang tinggi yaitu sekitar 150 kg buah per pohon atau 28-49 ton/ha/tahun (Deptan, 2008).

Data statistik menunjukkan bahwa perkembangan produksi buah belimbing di Indonesia meningkat dari 47.493 ton pada tahun 1999 menjadi 57.268 ton pada tahun 2000. Perkembangan luas panen buah belimbing juga terus meningkat dari 732.604 pohon pada tahun 1999 menjadi 905.315 pohon pada tahun 2000 (Deptan, 2002). Dari data tersebut terlihat bahwa potensi buah belimbing sebagai salah satu produk hortikultura cukup baik. Sampai saat ini sentra penanaman belimbing sebagai usaha tani secara intensif dan komersial adalah Malaysia. Pada tahun 1993 Malaysia mampu mengekspor buah belimbing segar sebanyak 10.220 metrik ton senilai Rp 2 M yang dipasok ke Hongkong, Singapura, Taiwan, Timur Tengah dan Eropa Barat. Melihat peluang pasar yang masih terbuka ini, Indonesia saat ini pun mulai mengembangkan buah belimbing secara komersil dan mulai diintensifkan penanamannya khususnya di daerah DKI Jakarta.

Mutu produk pertanian sangat dipengaruhi oleh teknik pascapanennya, mutu produk dapat dipertahankan sebaik mungkin dengan menerapkan teknik pascapanen yang tepat. Dengan melihat karakteristik fisik buahnya, belimbing manis termasuk kedalam komoditas pangan yang mudah rusak (perishable). Oslund dan Davenport (1983) mengungkapkan bahwa penanganan pascapanen buah belimbing sangat rumit karena buah ini memiliki kulit yang tipis serta bentuk sirip buah yang rapuh dan mudah terluka, ketidaktepatan perlakuan pascapanen menyebabkan fleksibilitasnya di pasaran menjadi sangat terbatas karena penurunan mutu buah sangat cepat terjadi.

(18)

Penyimpanan dingin dapat memperlambat beberapa metabolisme yang berkaitan dengan respirasi, pematangan, perubahan tekstur dan warna, pertumbuhan mikroba dan jamur, laju kehilangan air pada produk, sehingga dengan terhambatnya beberapa reaksi ini umur simpan produk dapat diperpanjang. Namun, kendala yang sering dihadapi adalah terjadinya chilling injury (CI) yaitu kerusakan fisiologis produk akibat terlalu lama berada pada suhu rendah sehingga mengakibatkan penurunan kualitas serta kehilangan manfaat dari produk tersebut (Parkin et al., 1989).

Hasil penelitian Rohaeti (2010) menunjukkan bahwa pada penyimpanan 5oC terjadi CI pada buah belimbing, gejala CI diamati secara visual dengan menunjukkan tanda-tanda seperti terdapat bintik-bintik coklat pada permukaan buah serta pencoklatan pada sirip buah, kerusakan ini akan semakin parah seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Namun, gejala CI ini sulit diamati ketika buah masih berada di dalam ruang pendingin karena tampilan buah yang rusak biasanya hampir terlihat sama seperti buah normal. Namun, apabila diukur dari parameter kerusakan internal buah seperti ion leakage dan kandungan asam ataupun gula, buah sudah menunjukkan kerusakan yang signifikan.

Pada kenyataannya di lapangan, sangat sulit untuk mengukur langsung kerusakan parameter internal tersebut karena membutuhkan waktu yang lama dan sejumlah sampel. Seleksi mutu sebelum buah sampai ke tangan pembeli sangat penting dilakukan karena hal ini akan mempengaruhi kualitas perdagangan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu mesin sortasi yang mampu menyeleksi mutu buah berdasarkan perubahan baik mutu internal maupun mutu eksternalnya (kerusakan fisik buah). Teknik evaluasi mutu secara nondestruktif dapat dimanfaatkan untuk merancang mesin sortasi mutu buah, teknologi image processing dapat digunakan untuk menentukan perubahan mutu eksternal buah, sedangkan teknologi gelombang elektromagnetik seperti Near Infrared Spectroscopy (NIRS) dapat digunakan untuk menentukan mutu internal buah. Fokus penelitian ini yaitu untuk mengembangkan suatu metode pengukuran mutu internal buah dengan memanfaatkan NIRS.

(19)

teknik ini adalah untuk membuat model kalibrasi yang mampu menduga kandungan sampel. Dewasa ini penggunaan NIRS dalam penelitian khususnya di bidang pemutuan produk pertanian telah banyak diaplikasikan. Beberapa aplikasi NIRS dalam pendugaan kandungan bahan yaitu: McGlone dan Kawano (1998) menentukan tingkat kekerasan, bahan kering dan total padatan terlarut buah kiwi setelah dipanen, Clark (2003) menentukan kandungan bahan kering pada hass alpukat, Slaughter et al., (2003) menentukan total padatan terlarut pada fresh prune serta Bobelyn et al., (2010) memprediksi kualitas beberapa varietas buah apel. Metode ini mempunyai keunggulan yaitu pengukuran dapat dilakukan dengan cepat (5-25 detik/sampel), tingkat presisi yang tinggi, tidak memerlukan penyimpanan sampel secara khusus, bebas bahan kimia dan limbah (Osborne et al., 1993).

Perubahan pada permeabilitas membran sel merupakan reaksi dari suhu chilling yang telah diteliti sebagai penyebab terjadinya CI (Lyons, 1973). Rusaknya membran sel pada dinding sel tumbuhan dapat menyebabkan ion-ion dan isi dalam sel keluar dan bercampur dengan air di luar sel sehingga menyebabkan buah menjadi rusak. Marangoni et al., (1996) mendefinisikan kejadian tersebut sebagai kebocoran ion pada sel buah (ion leakage) dan menjadikannya sebagai parameter objektif untuk mengukur chilling injury (CI)pada buah.

Winarno (2002) menyatakan bahwa rusaknya membran sel memberi pengaruh terhadap perubahan asam pada buah, ditunjukkan dengan perubahan asam askorbat yang menurun drastis selama penyimpanan pada suhu chilling. Naruke et al., (2003) menyatakan bahwa pH dapat dijadikan petunjuk terjadinya kerusakan dingin dan hasil penelitian Schirra (1992) dalam Purwanto (2005) menyebutkan bahwa gejala kerusakan dingin pada buah anggur dapat diketahui dari akumilasi etanol yang berkaitan erat salah satunya dengan dengan pH.

Hipotesa

(20)

240 menit pengukuran kebocoran ion. Laju ion leakage ini tidak dapat diukur secara langsung menggunakan NIR, karena gelombang NIR hanya dapat berinteraksi dengan komponen penyusun bahan seperti air, gula, asam, protein, lemak, pati, selulosa, dll. Untuk itu pendugaan laju ion leakage didekati dengan mencari parameter kimia buah yang ada hubungannya dengan chilling injury dan spektra NIR. Beberapa penelitian sebelumnya menduga bahwa pH berhubungan dengan chilling injury. Dalam penelitian ini digunakan pH sebagai salah satu sifat kimia bahan yang dijadikan parameter penghubung antara NIR dan chilling injury buah.

Tujuan

Tujuan secara umum dari penelitian ini yaitu mengembangkan metode penentuan gejala CI buah belimbing dengan spektra NIR.

Secara khusus:

1. Menganalisis pola spektra NIR buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC 2. Mengembangkan model kalibrasi spektra NIR untuk memprediksi pH buah

belimbing selama penyimpanan 5oC dengan menggunakan metode PLS dan JST

3. Memprediksi gejala chilling injury buah belimbing berdasarkan nilai slope ion leakage selama penyimpanan 5oC menggunakan spektra NIR

4. Menentukan perubahan parameter mutu buah belimbing (pH, kekerasan, total padatan terlarut dan susut bobot) selama penyimpanan pada suhu 5, 10oC dan suhu ruang.

Manfaat

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Belimbing

Tanaman belimbing merupakan tanaman asli Indonesia dan Malaysia yang kemudian menyebar rata di Asia Tenggara seperti Philipina, Thailand dan negara-negara lainnya. Tanaman ini terbagi kedalam dua jenis yaitu, belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Bentuk pohon belimbing kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Pada umumnya belimbing ditanam dalam bentuk kultivar pekarangan (home yard gardening), yaitu diusahakan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Buah belimbing manis adalah buah yang cukup unik dan menarik. Belimbing manis memiliki bentuk seperti bintang sehingga sering disebut star fruit, permukaan yang licin seperti lilin, berlekuk-lekuk, rasa manisnya bervariasi tergantung kepada varietasnya. Belimbing bukan termasuk kepada buah musiman, panen biasanya dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Bentuk morfologi dari buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 1.

Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Oxalidales

Famili : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa carambola L. (belimbing manis)

Di Indonesia dikenal cukup banyak varietas belimbing, diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak Kapur, Demak Kunir, Demak Jingga, Pasar Minggu, Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok dan varietas Malaysia. Tahun 1987 telah dilepas dua varietas belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir dan Kapur.

(22)

Melihat peluang pasar yang masih terbuka, Indonesia saat inipun mulai mengembangkan buah belimbing secara komersil dan mulai diintensifkan penanamannya khususnya di daerah DKI Jakarta.

Gambar 1 Buah belimbing (Averrhoa carambola L.)

Karakteristik Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.)

Berdasarkan pola respirasinya, buah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimaterik dan buah non klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang proses pematangannya terjadi setelah laju respirasi mencapai puncaknya atau buah yang mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak, kemudian mengalami penurunan yang cepat. Buah non klimaterik adalah buah yang laju respirasinya terus menurun dan tidak mencapai puncaknya. Menurut Oslund dan Davenport (1981) belimbing termasuk kedalam golongan buah non klimaterik, pola respirasi buah tersebut berbeda dengan buah klimaterik, karena setelah dipanen CO2 yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi terus menurun perlahan-lahan.

Setelah mengetahui bahwa buah belimbing tergolong buah non klimaterik maka pemanenan biasanya dilakukan pada saat buah matang dipohon yaitu dengan melihat perubahan warna kulit buahnya dari hijau atau hijau-kekuningan menjadi warna kuning atau kuning-orange. Kandungan gula optimum terdapat pada buah belimbing yang berwarna kuning sempurna, indeks warna kematangan belimbing seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

(23)

Indek 6 warna kuning, buah matang dan sesuai untuk pasar lokal. Indek 7 berwarna oranye, buah terlalu matang dan tidak sesuai untuk dipasarkan (FAMA, 2005).

Gambar 2 Indeks warna kematangan buah belimbing (FAMA, 2005)

Buah belimbing memiliki komposisi cukup lengkap terutama kandungan vitamin A dan vitamin C yang relatif tinggi yang digunakan sebagai anti oksidan dan dapat mencegah kanker. Komposisi kimia buah belimbing dan parameter fisikokimia pulp buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Kompisisi kimia buah belimbing manis per 100 gram bahan

Kandungan buah Tingkat Kematangan

Muda Setengah Matang Matang

Air (g)

Tabel 2 Parameter fisikokimia pulp buah belimbing

Kandungan buah Tingkat Kematangan

Muda Setengah Matang Matang

(24)

Penyimpanan Dingin Buah Belimbing

Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Prinsip penyimpanan dingin adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup. Panas yang diperlukan untuk merubah refrigerant menjadi uap diambil dari ruangan tempat penyimpanan produk (Broto, 2003). Penyimpanan dingin akan memperlambat laju respirasi, menghambat perubahan tekstur, mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologis, dan mencegah perkecambahan spora dari beberapa jenis jamur, dengan demikian penyimpanan dingin buah belimbing segar dapat memperpanjang masa simpan buah, mempertahankan mutu, menghindari banyaknya produk ke pasar sehingga dapat meningkatkan keuntungan produsen.

Dalam penyimpanan dingin ini terdapat beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan yaitu suhu, kelembaban dan komposisi udara. Ryall dan Lipton (1982) menyebutkan bahwa suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu optimal produk akan menyebabkan chilling injury, sebaliknya di atas suhu optimal akan mengurangi umur simpan produk. Secara umum penyimpanan dingin dilakukan pada suhu 2.2 – 15.5oC tergantung pada masing-masing bahan yang akan disimpan.

Thompson (1967) menyebutkan bahwa buah belimbing dapat bertahan selama 3-4 minggu bila disimpan pada suhu 5-10oC dan tahan selama 4-5 hari bila disimpan pada suhu 20oC, sedangkan ASHRAE (2002) menyebutkan bahwa belimbing dapat bertahan selama 3-4 minggu apabila disimpan pada suhu 9-10oC dengan RH berkisar antara 85-90%, sedangkan suhu pembekuannya adalah -1.2oC. Osman dan Mustaffa (1996) menyebutkan bahwa temperatur optimum untuk penyimpanan dingin buah belimbing adalah 10oC. Walaupun demikian ada beberapa sumber diantaranya Campbell (1989) menyebutkan bahwa beberapa varietas belimbing lebih efektif disimpan pada suhu 5oC.

Chilling Injury Buah Belimbing

(25)

(0-10oC) buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal.

Menurut Wam dan Lan (1984) dan Rohaeti (2010) CI terjadi pada buah belimbing manis muda yang disimpan pada suhu 5oC, sedangkan gejala CI yang ditunjukkan adalah layu pada permukaan buah, bintik-bintik coklat pada permukaan buah, sirip buah menjadi coklat (browning) dan gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Gejala-gejala kerusakan dingin ini akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Begitu pula dengan Ali et al., (2004) menyebutkan gejala CI terlihat pada penyimpanan buah belimbing indeks 1 dan 2 (matang hijau) pada suhu 5oC dan 10oC setelah 10 dan 20 hari penyimpanan. Gejala CI tersebut selain pencoklatan pada kulit buah yang terjadi setelah buah dikembalikan pada suhu ruang adalah terjadinya peningkatan laju kehilangan air dan perubahan warna kulit, begitu juga dengan kehilangan tekstur buah terjadi sangat cepat karena aktivitas enzim memodifikasi dinding sel buah.

Gambar 3 Kerusakan belimbing selama penyimpanan dingin (Campbell, 1989)

Mekanisme terjadinya CI antara lain adalah terjadinya respirasi abnormal, perubahan lipid dan asam dalam dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel, perubahan dalam reaksi kinetika dan termodinamika, ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan dan terjadinya penimbunan metabolit beracun (Pantastico, 1984). Kays (1991) menyebutkan bahwa pada beberapa buah-buahan yang mengalami CI akan memberikan beberapa respon, pertama yaitu perubahan fisik di dalam membran plasma, kedua yaitu adanya stimulasi dari sintesa etilen, bertambahnya laju respirasi, aktivasi energi, pengurangan proses fotosintesis, gangguan di dalam produksi energi dan adanya perubahan struktur sel.

(26)

et al., 2005). Tetapi sebaliknya, suhu rendah dapat menyebabkan dinding sel rusak sehingga pada saat produk dikeluarkan dari suhu rendah, air di dalam sel akan keluar melalui dinding sel yang telah rusak dan mengakibatkan rusaknya buah tersebut. Kerusakan ini sering tidak terlihat dari luar selama buah masih berada di dalam ruang pendingin, akan tetapi jika diamati melalui parameter internal seperti laju kebocoran ion (ion lakage) pada buah tersebut, sebenarnya sudah terjadi perubahan yang sangat signifikan (Purwanto et al., 2005). Kebocoran ion atau ion leakage (IL) telah digunakan sebagai indikator kerusakan pada membran plasma dan CI (Marangoni, 1996). Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan presentasi IL yang menunjukkan besarnya membran sel yang pecah.

Membran Plasma dan Ion Leakage (IL)

Dugaan kuat yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa membran yang terkena CI mengalami perubahan dalam sifat-sifat biofisik yang berkaitan dengan komposisinya dan kemudian dapat mengubah fungsinya. Teori modern berfokus pada membran plasma sebagai tempat terjadinya kerusakan akibat CI. Pantastico (1984) mengungkapkan bahwa perubahan-perubahan dalam permeabilitas membran kemungkinan menjadi penyebab kerusakan dingin.

(27)

Gambar 4 Struktur Membran plasma (Cummings, 2007)

Pada tumbuhan dan sel tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti KCl, NaCl, MgSO4 yang terdisosiasi menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni, 1989

dalam Hutabarat 2008). Potensial membran adalah beda potensial elektrik antara dinding sebelah luar dan dinding sebelah dalam dari suatu membran sel yang berkisar antara -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa di dalam sel bersifat negatif dibandingkan dengan di luarnya). Semua sel memiliki tegangan melintasi membran plasmanya, dimana tegangan ialah energi potensial listrik-pemisahan muatan yang berlawanan. Sitoplasma sel bermuatan negatif dibandingkan dengan fluida ekstraseluler disebabkan oleh distribusi anion dan kation pada sisi membran yang berlawanan yang tidak sama (Gambar 5). Potensial membran ini bertindak sebagai baterai, yaitu suatu sumber energi yang mempengaruhi lalulintas semua substansi bermuatan yang melintasi membran. Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi potensial membran dan sel itu sendiri, meningkatnya kerusakan membran plasma pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin menyebabkan cairan sel akan keluar sehingga terjadi kebocoran ion yang tinggi.

Gambar 5 Ilustrasi perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu membran sel menghasilkan perbedaan tegangan (Wikipedia, 2011)

Kolosterol Protein

Molekul kolosterol di dalam lapisan lipis membran

Ekor lipid yang menjadi struktur dalam membran sel Kepala fosfolipid merupakan bagian yang berair pada membran plasma

Permukaan intraselular membran

Membran terbagi menjadi lapisan yang beku dan patah dilihat dari mikroskop elektron

Rantai glikoprotein Glikolipid Permukaan

extraselular membran

Bagian hidrofilik

(28)

Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul, dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Konsentarasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan tetapi bukan selalu berbanding lurus dengan besarnya konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter yang khas (Athis, 1995). Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity) adalah suatu ukuran dari suatu kemampuan material untuk menghasilkan arus listrik dengan satuan siemens/meter (S/m) dalam SI. Siemens sendiri merupakan kebalikan dari hambtan listrik, jadi 1/Ω = siemens.

Tekstur buah bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif di dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi kinetik rendah karena zat-zat yang terlarut di dalamnya, sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam sel. Difusi terus menerus meningkatkan jenjang energi sel yang mengakibatkan peningkatan tekanan sehingga mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Bila jenjang di luar sel lebih rendah akan terjadi difusi zat-zat keluar sel yang menyebabkan plasmolisis atau kematian sel (Nobel, 1991). Plasmolisis dapat terjadi apabila tekanan di dalam sel terus berkurang sampai di suatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran dan pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya cytorrhysis atau runtuhnya seluruh dinding sel. Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya IL dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu rendah.

Gambar 6 Sel tumbuhan dalam kondisi plasmolisis (Comcast, 2011)

(29)

Near Infrared (NIR) Spectroscopy

Spectroscopy adalah ilmu yang mempelajari antaraksi antara bahan dan energi radiasi. Energi radiasi dapat dibayangkan sebagai medan-medan listrik dan magnet yang terus berosilasi secara tegak lurus pada arah rambatannya. Spectroscopy pada awalnya dipelajari melalui sebuah cahaya tampak yang didispersikan kedalam panjang gelombangnya masing-masing melalui sebuah prisma. Data spektroskopik bisanya disajikan dalam bentuk spektrum, yaitu berupa plot data yang menggambarkan fungsi dari frekuensi dan panjang gelombang. Spektrometer adalah instrumen yang digunakan untuk mengaktifkan energi gelombang elektromagnetik tertentu. Spektrometer memiliki detektor yang sesuai dengan daerah gelombang elektromagnetik yang berfungsi untuk menangkap kembali tingkat absorbsi energi oleh sampel.

Near infrared (NIR) merupakan gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Friedrich Wilhem Herschel pada tahun 1800, memiliki panjang gelombang antara 750-2600 nm yang terletak diantara gelombang cahaya tampak (visible light) dan cahaya inframerah (infrared). NIR banyak digunakan untuk menentukan kandungan kimia suatu bahan organik karena ikatan molekul bahan organik sangat peka pada kisaran panjang gelombang NIR. Semua bahan organik terdiri dari atom-atom, terutama atom karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, pospor dan sulfur. Atom-atom tersebut terikat secara kovalen dan elektrovalen untuk membentuk molekul. Ketika molekul tersebut disinari dengan energi dari luar, maka molekul-molekul tersebut mengalami perubahan energi potensial (Murray dan Williams, 1990).

Radiasi elektromagnetik dapat dinyatakan dalam bentuk frekuensi (v), panjang gelombang (λ), atau bilangan gelombang (v1) yaitu ciri gelombang yang berbanding lurus dengan energi. Bentuk umum yang paling sering digunakan adalah bentuk panjang gelombang dalam satuan nanometer (nm) dan jumlah gelombang dalam satuan sepercentimeter (cm-1). Kedua satuan tersebut dapat dikonversi dengan menggunakan persamaan:

Intensitas penyerapan dapat dinyatakan sebagai transmitan dengan persamaan:

O

I I

(30)

Nilai I adalah intensitas energi yang keluar dari sampel, dan Io adalah energi yang mengenai sampel. Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa penyerapan dapat dinyatakan dengan persamaan: penyerapan molekul dan l adalah jarak antara sumber energi ke sampel.

Saat radiasi mengenai partikel-partikel sampel maka radiasi dapat dipantulkan, diserap atau diteruskan. Nilai yang terukur berupa nilai radiasi pantulan (reflectance) yang dapat ditransformasikan kedalam radiasi yang diserap (absorbance) dengan persamaan:

Gambar 7 Proses penyinaran nearinfrared pada sampel

Setelah dipancarkan maka radiasi NIR akan diserap oleh semua bahan organik dan informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan bending ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), C-H dan N-H (seperti protein dan asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik. Informasi tersebut dapat dilihat dari pantulan NIR yang dihasilkan dalam bentuk spektra pantulan (reflektan). Parameter ini dijelaskan oleh panjang gelombang dalam nanometer, amplitude dengan tinggi pucuk gelombang menjelaskan intensitasnya. Dengan dua parameter ini seluruh informasi penyerapan dari suatu bahan dapat dijelaskan (Gambar 8).

Gambar 8 Contoh pola spektrum NIR dari sampel tepung sereal (Patil, 2007)

Absorbtion

Infrared

Reflection

(31)

Informasi yang terkandung dalam spektra NIR dapat diambil dengan menggunakan berbagai teknik analisis multivariabel yang disebut juga dengan kemometrik. Tujuan dari teknik ini adalah untuk membuat model kalibrasi yang mampu memprediksi karakteristik sampel yang tidak diketahui. Teknik analisis multivariabel tersebut dibagi kedalam dua jenis yaitu berdasarkan hubungan linieritas parameter dan non-linieritas parameter. Multiple Linier Regresion (MLR), Principle Componen Regression (PCR), dan Partial Least Squares (PLSR) adalah metode kalibrasi yang mengandalkan sifat liner antara parameter dugaan dengan parameter referensi. Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah metode kalibrasi yang dibangun tidak berdasarkan hubungan nonlinier parameter.

Partial Least Squares (PLS)

Teknik analisis multivariabel yang sering digunakan dalam proses kalibrasi data spektra NIR adalah model Partial Least Squares (PLS). Louw dan Theron (2010) menggunakan PLS untuk membangun model prediksi kualitas buah plum Jepang. Mireei et al., (2010) menggunakan PLS dalam membangun model kalibrasi untuk memprediksi kadar air dan Total Padatan Terlarut (TPT) buah kurma Mazafati, model yang diperoleh sangat baik dengan nilai R2 = 0.980 dan 0.966 masing-masing untuk kadar air dan TPT.McGlone dan Kawano (1998) memprediksi kekerasan, dry-matter dan TPT buah kiwi dengan menggunakan model PLS dan dapat memprediksi kandungan bahan tersebut dengan ketepatan hasil untuk kekerasan adalah R2 = 0.66 dan RMSEP = 7.8 N, untuk dry-matter R2 = 0.90 dan RMSEP = 0.42% dan untuk TPT R2 = 0.90 dan RMSEP = 0.39oBrix.

(32)

bersamaan. Pada setiap iterasi dalam PLS keragaman peubah-peubah x dan keragaman peubah-peubah y saling mempengaruhi, dimana struktur ragam kelompok peubah y mempengaruhi kombinasi linier kelompok peubah x dan begitu pula sebaliknya. Metode PLS diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mencari ragam koefisien regresinya.

Algoritma PLS adalah sebagai berikut (Williams dan Norris, 1990):

Langkah pertama adalah pemusatan data matriks X dan vektor c dengan persamaan:

x Untuk masing-masing faktor baru yaitu a = 1, 2,….., A, dilakukan melalui langkah 1 sampai 4 yaitu:

1. Residual data destruktif (v) digunakan untuk menghitung loading vektor NIR (pa) menggunakan kuadrat terkecil dengan persamaan:

E atau hasil kuadrat terkecil dapat ditulis menjadi:

̂ ̂

3. Menghitung loading vektor data destruktif dengan persamaan: f

Tq c

c1 ) 

( ... 10

dimana T adalah faktor regresi laten, q adalah loading vektor data destruktif dan f adalah error.

(33)

Pada tahap prediksi oleh metode PLS, untuk menentukan model regresi dari sebuah data spektra NIR xi, ditentukan residual data spektranya dengan persamaan: ̂ ̅ ̂ ̂ ... 13 lalu konsentrasi data destruktif ditentukan dari ̅ dan ̂:

̂ ̅ ̂ ̂ ... 14 atau juga dapat ditulis dengan persamaan:

̂ ̂ ̂ ... 15 dimana:

̂ ̅ ̅ ̂ dan ̂ ̂ ̂ ... 16

Jaringan Saraf Tiruan (JST)

JST adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. JST dibentuk dengan generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi, dengan asumsi: (1) pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron), (2) sinyal dikirim diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung, (3) penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal, (4) untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya akan dibandingkan dengan suatu ambang batas.

JST ditentukan oleh tiga hal: pertama, pola hubungan antar neuron (disebut dengan arsitektur jaringan). Kedua, metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut dengan metode training/learning/algoritma). Ketiga, fungsi aktivasi (Siang, 2009).

(34)

terletak diantara lapisan input dan lapisan output seperti yang terlihat pada Gambar 9. Umunya terdapat lapisan bobot-bobot yang terletak antra dua lapisan yang bersebelahan. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada lapisan tunggal, dengan pembelajaran yang lebih rumit. Jaringan dengan lapisan kompetitif terdiri dari dua atau lebih jaringan saraf tiruan dan bisa menghubungkan satu neuron dengan neuron lainnya.

Pada penelitian ini digunakan metode penjalaran balik atau disebut dengan backpropogation (BP) sebagai metode atau algoritma pelatihan. Metode ini sangat baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks. Istilah penjalaran balik diambil dari cara kerja jaringan ini, yaitu bahwa gradien error unit-unit tersembunyi diturunkan dari penjalaran kembali error-error yang diasosiasikan dengan unit-unit output. Hal ini karena nilai target untuk unit-unit tersembunyi tidak diberikan. Arsitektur jaringan BP ini biasanya terdiri dari tiga layer dimana terdapat layer tersembunyi yang akan menghubungkan unit input ke unit output (Gambar 9).

Gambar 9 Arsitektur Jaringan backpropogation

Algoritma pelatihan BP adalah sebagai berikut (Siang, 2009) : Langkah 1 : inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil Fase I : Penjalaran maju

Langkah 2 : tiap layer masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke layer tersembunyi diatasnya

Langkah 3 : semua keluaran layer tersembunyi zj (j=1, 2, …..,p) dihitung dengan persamaan:

Xi

Y Zj

Layer Input

Layer Tersembunyi

Layer Output Error

Pembobot layer

tersembunyi-output Vji

Wkj

Pembobot layer

(35)

Langkah 5 : faktor δ layer output dihitung berdasarkan kesalahan setiap unit layer output yk(k=1, 2, ….,p) dengan persamaan:

k k

 

k

 

k k

 

k k

wkj) dengan laju percepatan α dihitung dengan persamaan:

j layer tersembunyi zj(j=1, 2, …..,p) dengan persamaan:

menunju layer output dihitung dengan persamaan:

kj kj

kj baru w lama w

(36)

dimana (k = 1, 2, …,m dan j = 0, 1, …,p), sedangkan perubahan bobot garis yang menuju ke layer tersembunyi dihitung dengan persamaan:

ji ji

ji baru v lama v

v ( ) ( ) ... 27

Tiap titik hubungan dari satu node ke node lainnya mempunyai harga yang diasosiasikan dengan bobot, sedangkan nilai pada satu node diasosiasikan sebagai nilai aktivasi node. Dalam BP, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu: kontinyu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi yang memenuhi syarat tersebut diantaranya adalah fungsi sigmoid biner, fungsi sigmoid bipolar dan fungsi identitas (Hermawan, 2006). Fungsi sigmoid biner sering dipakai dalam pelatihan, memiliki range antara 0 dan 1 dan secara matematis fungsi sigmoid biner dapat ditulis:

... 28

dengan turunannya dapat ditulis sebagai berikut:

... 29 grafik fungsinya seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Fungsi aktivasi sigmoid biner

Fungsi sigmoid bipolar mempunyai bentuk yang sama dengan sigmoid biner tetapi dengan range -1 sampai 1, fungsi ini dapat ditulis sebagai berikut:

... 30 dengan turunannya dapat ditulis sebagai berikut:

... 31 grafik fungsinya seperti terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar

(37)

polanya memiliki range yang sama seperti fungsi sigmoid yang dipakai. Alternatif lain adalah menggunakan fungsi aktivasi sigmoid hanya pada layer yang bukan layer keluaran. Pada lapisan keluaran, fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi identitas yang ditulis sebagai berikut:

... 32 grafik fungsinya seperti terlihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Fungsi aktivasi identitas

Paterson (1995), mengklasifikasikan JST berdasarkan strategi pelatihannya menjadi tiga kelas yaitu: (1) pelatihan terawasi, yaitu setiap contoh diberi nilai input dan target, nilai output hasil perhitungan selama proses pelatihan dibandingkan dengan nilai target untuk menentukan besarnya galat. (2) pelatihan reinforcement yaitu, nilai target tidak diberikan, hanya diberikan indikasi apakah nilai output JST sudah benar atau salah dan tugas JST adalah memperbaiki kinerja jaringan. (3) pelatihan tidak terawasi yaitu, sampel hanya diberi nilai input tanpa nilai target, sistem harus menemukan dan beradaptasi terhadap perbedaan dan persamaan dalam nilai input yang diberikan.

Dalam aplikasi JST jumlah iterasi pelatihan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kekuatan model (model robustness). Overtraining dan undertraining dapat terjadi apabila iterasi training terlalu sedikit dan terlalu banyak. Laju pelatihan (learning rate) dan momentum diperlukan dalam JST untuk mencapai kondisi optimal. Kondisi yang diinginkan dari suatu JST adalah galat yang kecil hingga mencapai minimum global bukan minimum lokal. Apabila pemilihan laju pelatihan terlalu besar maka untuk mencapai konvergensi akan lebih lambat daripada penurunan error langsung, sebaliknya laju pelatihan yang terlalu kecil penurunan error akan melaju sangat kecil sehingga butuh waktu yang lama untuk mencapai konvergensi.

Principal Component Analysis (PCA)

(38)

sejumlah besar data menjadi beberapa komponen utama saja sehingga lebih mudah untuk menginterpretasikan data-data tersebut. Osborne et al (1993) mengungkapkan, PCA merupakan suatu teknik reduksi data yang digunakan untuk mengekstrak beberapa peubah (komponen utama) dari sejumlah besar peubah yang berguna untuk menghindari masalah overfitting dan merupakan kombinasi linier pengukuran asli oleh karena itu dapat memuat informasi dari seluruh spektrum. Pada umumnya PCA bukan merupakan suatu analisis yang langsung berakhir, misalnya komponen utama dapat menjadi masukan untuk regresi berganda atau analisis faktor.

Komponen-komponen utama yang dihasilkan dari PCA diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen utama yang pertama saja sudah berisi sebanyak mungkin variasi data asli dan oleh karena itu, beberapa komponen utama yang pertama ini sudah dapat digunakan untuk mempresentasikan data asli tanpa kehilangan informasi yang sangat berguna (gambar vektor dari PCA dapat dilihat pada Gambar 13) (Andrianyta, 2006).

Misalkan sebuah ruang vektor data berdimensi n ditulis dengan matriks Xp,xn:

 medapatkannya, ruang vektor berdimensi n diproyeksikan ke ruang vektor berdimensi m dengan memilih setiap arah variasi data maksimum tetapi setiap variasi tersebut saling tegak lurus (ortogonal). Variasi-variasi inilah yang disebut dengan komponen utama (Paterson, 1995).

(39)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai pada bulan Februari-Juli 2011. Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah buah belimbing manis jenis Dewi, sebanyak 229 buah yang berasal dari Depok dengan berat 200-250 gram dan tingkat kematangan indeks 4, teobendazol, air, aquadest dan aquabidest. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: spektrometer NIRFlex N-500 (fiber optic solids) dengan panjang gelombang 800-2500 nm, rheometer model CR-300, refraktometer, electric conductivity meter (Horiba D-24), pHmeter, kamera digital, refrigirator dan chamber, perangkat lunak pengolah data.

Prosedur Tahap I

(40)

Gambar 14 Diagram alir tahapan penelitian pertama

Pengukuran Metode Non destruktif (Pengambilan Spektra NIR)

Pengukuran reflektan NIR pada satu sampel buah belimbing dilakukan pada 3 titik yang berbeda yaitu pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah (Gambar 15), menggunakan NIRFlex N-500 (fiber optic solids) pada panjang gelombang 1000-2500 nm dengan interval 0.4 nm. Setiap buah memiliki 3 set data reflektan. Dengan demikian, diperoleh total data reflektan sebanyak 189 pada penyimpanan 5oC selama masa simpan.

Data reflektan tersimpan dalam database NirCal 5.2 yang merupakan program olah data yang terintegrasi dengan spektrometer NIRFlex N-500. Spektrometer ini menggunakan detektor extended range lnGaAS dengan kontrol

Buah belimbing (63 buah) Mulai

Sortasi

Perendaman dengan TBZ

Penyimpanan pada suhu 5, 10 oC, suhu ruang

Pengukuran parameter

Reflektan NIR pH Ion leakage

Membangun Model kalibrasi

Metode PLS

Analisis regresi

Model kalibrasi terbaik

(A)

Persamaan regresi pH terhadap kemiringan (slope) ion lekage

(B)

Selesai Metode JST

Validasi

TPT, Kekerasan, dan Susut bobot

Perubahan mutu buah

(41)

temperatur. Prinsip pengukuran spektra adalah menembakkan cahaya dari lampu halogen ke sampel. Sebagian energi akan diserap dan sebagiannya lagi akan dipantulkan. Energi yang dipantulkan akan diterima oleh detektor sebagai data frekuensi getaran dan akan ditransformasi dengan menggunakan metode Fourier menjadi grafik data reflektan (Anonim, 2008).

Gambar 15 Pengambilan spektra NIR buah belimbing

Pengukuran Parameter CI

Ion Leakage

Pengukuran ion leakage (IL) dilakukan pada sampel buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC. IL diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas listrik larutan dengan menggunakan electric conductivity meter (satuan mS). Pengukuran dilakukan pada daging buah belimbing yang telah dipotong berbentuk kubus dengan ukuran 1cm3 dan direndam di dalam aquabides (40 ml) yang nilai konduktivitas awalnya telah diketahui (Gambar 16). Pengukuran dilakukan pada suhu ruang selama 240 menit, dengan selang waktu pengambilan data setiap 20 menit sekali. Setelah 240 menit pengukuran, sampel dihancurkan kemudian dimasukkan kembali kedalam aquabides selama 2 menit untuk diukur nilai total konduktivitas listriknya. Data yang diperoleh dinyatakan dalam satuan persen dari total konduktivitas listrik dalam larutan. Seperti pada penelitian Purwanto (2005) persamaan yang digunakan untuk mengukur perubahan IL adalah sebagai berikut:

... 33

dimana:

x = nilai konduktivitas listrik menit ke 20, 40, 60….240 y = nilai konduktivitas listrik akhir setelah dihomogenisasi.

Pangkal

Tengah

(42)

Gambar 16 Sampel buah belimbing untuk pengukuran IL

pH

Pengukuran pH dilakukan tepat pada bagian yang diambil spektra NIR. Bagian sampel buah tersebut diekstrak, kemudian diukur nilai pH dari ekstrak sampel tersebut dengan menggunakan pHmeter.

Pengukuran Parameter Mutu Buah Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan sebelum buah belimbing disimpan (bo) dan setiap kali akhir pengamatan (bt). Selanjutnya susut bobot didapatkan dengan membandingkan pengurangan bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam persen (%). Rumus perhitungan susut bobot yaitu:

... 34 dimana:

bo = bobot awal pengamatan (g) bt = bobot akhir pengamatan (g)

Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut daging buah belimbing diukur dengan menggunakan refraktomoter. Daging buah dilumatkan sehingga sari buahnya keluar, kemudian ditempatkan pada prisma yang sudah distabilkan pada suhu 25oC lalu dilakukan pembacaan nilai TPT sampel buah belimbing. Pengukuran terbaca dalam satuan %brix.

Kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer model CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 2 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/m dan diameter pluger jarum 5 mm. Nilai hasil pengukuran terbaca dalam satuan kg-force.

(43)

Pengembangan Model Kalibrasi NIR dengan Metode PLS

Olah data metode PLS ini dilakukan menggunakan program NIRCal 5.2 yang terintregasi dengan alat spektrometer. Data hasil pengukuran adalah berupa data reflektan selanjutnya ditransformasikan menjadi nilai absorban dengan persamaan 4 dan kemudian dilakukan pretreatment data berupa normalisasi 0-1. Data absorban dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kalibrasi dan kelompok validasi dengan sampel yang berbeda. Jumlah data kalibrasi adalah 2/3 dari total data dan validasi 1/3 dari total data (Gambar 17).

Gambar 17 Kalibrasi dan validasi NIR metode PLS

Model kalibrasi merupakan model yang menunjukkan tingkat korelasi pH dengan absorban NIR, sedangkan validasi merupakan uji terhadap model kalibrasi. Validasi bertujuan untuk menguji ketepatan prediksi persamaan kalibrasi yang telah dibangun. Validasi dilakukan dengan memasukkan sampel data yang berbeda kedalam persamaan kalibrasi sehingga diperoleh data pH dugaan NIR. Pengolahan

Mulai

Absorban NIR pH Absorban NIR pH

Normalisasi 0-1

Proses kalibrasi

Model kalibrasi PLS

Normalisasi 0-1

Model kalibrasi PLS

pH

Validasi

Selesai

2/3 Data Kalibrasi 1/3 Data Validasi

(44)

awal (pretreatmen) dilakukan untuk mengurangi error akibat perbedaan partikel. Pretreatment yang dilakukan berupa normalisasi 0-1. Diagram alir pengembangan model PLS dapat dilihat pada Lampiran 11.

Pengembangan Model Kalibrasi dengan Metode JST Persiapan Data Input JST

Data yang digunakan sebagai input dalam program JST ini harus terlebih dahulu dipersiapkan. Tahapan pertama yang dilakukan dalam proses persiapan data ini adalah memperlebar interval data absorban hasil pengukuran. Data absorban awal memiliki jumlah sebanyak 1051 kolom data panjang gelombang dengan interval 0.4 nm. Data sebanyak ini tidak memungkinkan untuk dijadikan input pada pelatihan JST, sehingga dilakukan pereduksian data dengan proses segmentasi menggunakan persamaan (Ventura et al, 1998) :

Segmen N log(1/R)xi = [log(1/R)xi + log(1/R)xi+1 ….. + log(1/R)xi+n] / N ... 35 dimana:

N = jumlah segmen

xi = nilai reflektan pada panjang gelombang x urutan ke-i

Nilai absorban kemudian dinormalisasi 0-1 dan dianalisis komponen utamanya dengan menggunakan metode PCA. Diagram alir persiapan data dapat dilihat pada Lampiran 12.

Data absorban lalu dibagi dalam kelompak data kalibrasi dan validasi secara acak dengan menempatkan seluruh nilai maksimum dan minimum parameter input (PC) dan output (pH sampel pengukuran destruktif) dalam kelompok data kalibrasi. Sebanyak 2/3 data dan 1/3 bagian dari total data digunakan masing-masing untuk kalibrasi dan validasi. Data untuk kalibrasi dan validasi berasal dari buah yang berbeda (Gambar 18).

Inisialisasi Jaringan

(45)

Gambar 18 Kalibrasi dan validasi NIR metode JST

Gambar 19 Arsitektur JST untuk menduga pH

Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah resilent backprobogation yang merupakan modifikasi dari backpropogation. Dalam melakukan pelatihan, JST diberikan data masukan dan data target (supervised learning). Langkah pertama

Mulai

Absorban NIR pH Absorban NIR pH

Normalisasi 0-1

Proses kalibrasi

Model kalibrasi JST

Normalisasi 0-1

Model kalibrasi PLS

pH

Validasi

Selesai

2/3 Data Kalibrasi 1/3 Data Validasi

Analisis PCA Analisis PCA

r > dan RMSE cv <

Ya Tidak

Segmentasi Segmentasi

PC1

PC2

PC3

PCn

pH

Lapisan input (Absorban NIR)

(46)

pembangunan sebuah jaringan syaraf tiruan backpropogation adalah dengan membuat inisiasi jaringan. Perintah yang digunakan untuk membentuk jaringan backpropogationadalah “newff” dengan kode sebagai berikut:

net = newff(PR,[S1 S2...Si],{TF1 TF2...TFNi}, BTF,BLF,PFI);

dimana:

net = jaringan backpropogation terdiri dari n lapisan

PR = matriks ordo ke Rx2 yang berisi nilai maksimum dan minimum R buah elemen masukan

Si (1,2,…n) = jumlah unit lapisan ke-I (I = 1,2,..n)

Tfi (I = 1,2,..n) = fungsi aktivasi yang dipakai pada lapisan ke-1. Default = tansig BTF = fungsi pelatihan jaringan. Default = traingdx

BLF = fungsi perubahan bobot atau bias. Default = lerngdm PF = fungsi perhitungan error. Default = mse.

Dengan menggunakan perintah tersebut maka terbentuk jaringan dengan nama “net”. Fungsi aktivasi yang dipakai pada pelatihan jaringan adalah sigmoid biner (dalam MATLAB ditulis dengan logsig) dan fungsi identitas (dalam MATLAB ditulis dengan purelin). Pelatihan jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai fungsi. Fungsi default yang dipakai dalam MATLAB adalah fungsi traingdx. Dalam pelatihan ini digunakan fungsi pelatihan resilent backpropogatin atau dalam MATLAB ditulis dengan trainrp. Fungsi trainrp berguna untuk mempercepat proses pelatihan jaringan. Perhitungan performa jaringan latih diukur dengan parameter kuadrat rata-rata kesalahan (mse).

Inisialisasi Pembobot

Dalam algoritma backpropogation diperlukan inisiasi pembobot awal yang akan mempengaruhi pencapaian titik minimum lokal ataupun global dan kecepatan konvergensinya. Pembobot awal ditentukan secara acak dengan menggunakan bilangan acak kecil setiap kali jaringan backpropogation baru dibuat. Dalam pelatihan jaringan ini digunakan pembobot awal Nguyen-Widrow, dengan cara ini inisiasi bobot dan bias ke unit hidden layer akan menghasilkan iterasi yang lebih cepat. Perintah yang digunakan untuk menuliskan pembobot Nguyen-Widrow adalah:

net = initnw(net,i)

(47)

“i” menunjukkan indeks layer, untuk bobot yang menuju hidden layer yang akan

diinisialisasi dengan bobot hasil algoritma Nguyen-Widrow dikodekan dengan indeks “1”, sedangkan untuk hidden layer ke lapisan output harus ditambahkan lagi perintah tersebut namun indeks yang digunakan diubah menjadi indeks “2”.

Pelatihan Jaringan

Setelah menginisialisasi jaringan dan bias awalnya, tahapan selanjutnya adalah melatih jaringan. Dalam MATLAB perintah yang digunakan untuk melatih jaringan dituliskan dengan perintah:

Ada beberapa parameter pelatihan yang dapat diatur sebelum jaringan mulai dilatih, pemilihan beberapa parameter ini dilakukan untuk mengoptimalkan hasil pelatihan (Tabel 3).

Tabel 3 Parameter resilent backpropogation dalam pelatihan jaringan

Parameter Nilai

Gambar

Gambar 7 Proses penyinaran near infrared pada sampel
Gambar 9 Arsitektur Jaringan backpropogation
Gambar 14 Diagram alir tahapan penelitian pertama
Gambar 17 Kalibrasi dan validasi NIR metode PLS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yulistiani (1977), telah melakukan pengujian pengaruh dari masing- masing senyawa antimikrobia dalam asap cair tempurung kelapa terhadap kultur bakteri patogen dan perusak

Penelitian ini hanya menguji pengaruh opini audit, pergantian manajemen, ukuran KAP, ukuran perusahaan, dan financial distress , sedangkan masih banyak variabel lain yang

Salah satu model yang dianggap mewakili proses konstruksi di kelas adalah model pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa

1. Mengetahui proses pembelajaran IPS sejarah materi masa kolonial bangsa Eropa di nusantara dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dapat mencapai ketuntasan

The Potential Impacts of Test &amp; Treat Imlementation in Human Resources for Health Constraint Setting. Less optimum Test &amp; Treat implementation could lead

memperoleh data tentang diri pribadi dan pemikiran interview meliputi identitas diri, perjalanan hidupnya, dan pandangan- pandangannya mengenai berbagai masalah yang

Banyak objek BCB di Cirebon (56 situs) Melakukan penerapan skala prioritas sesuai dengan tingkat urgensinya Mengumpul-kan data kese- jarahan, skala prioritas dan tingkat

Pengukuran kinerja pada perspektif proses bisnis internal yakni penyimpangan waktu penyelesaian rumah merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan tingkat