PENGARUH PELAPISAN LILIN DAN SUHU PENYIMPANAN
TERHADAP MASA SIMPAN BUAH NAGA
SUPER RED
(
Hylocereus costaricensis
)
CICELY NOVINA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pelapisan Lilin dan Suhu Penyimpanan terhadap Masa Simpan Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
CICELY NOVINA. Pengaruh Pelapisan Lilin dan Suhu Penyimpanan terhadap Masa Simpan Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis). Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI.
Hylocereus costaricensis atau buah naga super red memiliki umur simpan
yang singkat karena sisiknya yang mudah layu sehingga mempengaruhi preferensi konsumen. Pelilinan dan penyimpanan suhu rendah diharapkan dapat memperpanjang umur simpannya. Penelitian ini bertujuan mempelajari aplikasi pelilinan dan dampak interaksinya dengan suhu penyimpanan terhadap masa simpan buah naga super red. Pelilinan dengan atau tanpa stearin sebagai substitusi cera alba diaplikasikan pada buah yang kemudian disimpan pada suhu ruang, 12oC, dan 5oC. Analisis terhadap kesegaran sisik, susut bobot, kelunakan, dan kebocoran ion dilakukan setiap 2 hari untuk penyimpanan suhu ruang dan setiap 7 hari untuk penyimpanan suhu rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa buah naga super red dapat disimpan selama 4 hari di suhu ruang, 14 hari pada suhu 12oC, atau 21-28 hari pada suhu 5oC. Pelilinan tidak memberikan efek jika tidak dikombinasikan dengan suhu rendah. Penyimpanan pada suhu 5oC tanpa pelilinan sudah mampu mempertahankan kualitas buah, terutama pada susut bobotnya. Stearin dapat digunakan sebagai substitusi cera alba karena tidak memberikan efek negatif.
Kata kunci: pelilinan, buah naga, umur simpan, suhu simpan
ABSTRACT
CICELY NOVINA. Effect of Wax Coating and Storage Temperature on Super Red Dragon Fruit (Hylocereus costaricensis) Shelf Life. Supervised by PURWIYATNO HARIYADI.
Hylocereus costaricensis or super red dragon fruit has a short shelf life due to its withered scales that affects consumers‟ preference. Coating application and low temperature storage were expected to extend the shelf life. The aim of this research is to study the application of coating and the impact of its interaction with storage temperature on super red dragon fruit shelf life. Coating using cera alba wax with and without stearin as the substitution were applied in dragon fruits that then were stored at room temperature, 12oC, and 5oC. The analysis of scale freshness percentage, weight loss, firmness, and ion leakage were done every 2 days for room temperature and 7 days for low temperature. The result showed that dragon fruits could be stored for 4 days at room temperature, 14 days at 12oC, or 21-28 days at 5oC. Coating treatment gave no effect unless combined with low temperature. Storage of 5oC without coating treatment was able to maintain fruit quality, particularly on its weight loss. The stearin could be used as cera alba substitution that it gave no negative effect.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PENGARUH PELAPISAN LILIN DAN SUHU PENYIMPANAN
TERHADAP MASA SIMPAN BUAH NAGA
SUPER RED
(
Hylocereus costaricensis
)
CICELY NOVINA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Pelapisan Lilin dan Suhu Penyimpanan terhadap Masa Simpan Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis) Nama : Cicely Novina
NIM : F24090101
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan limpahan anugerah-Nya sehingga tugas akhir dengan judul “Pengaruh Pelapisan Lilin dan Suhu Penyimpanan terhadap Masa Simpan Buah Naga Super
Red (Hylocereus costaricensis)” dapat penulis selesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi untuk waktu, bimbingan, dukungan, dan perhatian yang diberikan selama pelaksanaan kuliah dan tugas akhir hingga tersusunnya skripsi ini. Terima kasih kepada para laboran, Ibu Rubiyah, Ibu Antin, Bapak Gatot, Bapak Rojak, Bapak Deni, Bapak Jun, Mbak Ari, dan Bapak Taufik yang telah membantu penulis selama proses pengerjaan tugas akhir. Penulis mengucapkan terima kasih kepada papa, mama, dan kakak untuk segala usaha dan dukungannya selama pengerjaan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan ITP 46, Jenny, Henry, Dani, Lina, Richard, Kyo, Mutiara, Satrya, Yanda dan nama-nama lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih kepada rekan-rekan sekerja dari KPS, terkhusus KPS 46, Paul, Sisca, Iin, Gres yang telah berbagi hidup bersama. Terima kasih kepada staf UPT ITP untuk segala bantuan dan pelayanannya.
Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan konstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih.
Bogor, Maret 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur Percobaan 3
Prosedur Analisis Data 4
Kesegaran sisik buah 4
Susut bobot 5
Kelunakan kulit 5
Kebocoran ion 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kesegaran sisik 6
Susut bobot 8
Kelunakan kulit 11
Kebocoran Ion 14
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABEL
1 Faktor dan taraf dalam percobaan 4
2 Skoring kesegaran sisik buah 4
DAFTAR GAMBAR
1 Proses pembuatan emulsi lilin 3
2 Kesegaran sisik pada perlakuan pelilinan (TS) tanpa stearin, (DS) dengan stearin, dan (K) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan 7 3 Kesegaran sisik buah perlakuan kontrol pada berbagai suhu
penyimpanan 7
4 Perubahan konstanta laju reaksi penurunan kesegaran sisik buah kontrol
pada suhu ruang, 12oC, dan 5oC 8
5 Susut bobot buah pada perlakuan pelilinan (TS) tanpa stearin, (DS) dengan stearin, dan (K) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan 9 6 Susut bobot buah perlakuan (A) pelilinan tanpa stearin, (B) pelilinan
dengan stearin, dan (C) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan 10 7 Perubahan konstanta laju reaksi susut bobot buah kontrol pada suhu
ruang, 12oC, dan 5oC 11
8 Kelunakan kulit pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah perlakuan
dengan stearin pada suhu 12oC 12
9 Penyebaran hasil pengambilan sampel kelunakan kulit buah pada (A)
suhu 12oC dan (B) suhu 5oC 12
10 Kelunakan kulit buah pada penyimpanan A) suhu ruang, (B) suhu 12oC,
dan (C) suhu 5oC 13
11 Kelunakan kulit buah perlakuan (A) pelilinan tanpa stearin, (B) pelilinan dengan stearin, dan (C) kontrol pada berbagai suhu
penyimpanan 14
12 Kebocoran ion pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah perlakuan
dengan stearin pada suhu 12oC 15
13 Kebocoran ion kulit buah pada penyimpanan (A) suhu ruang, (B) suhu
12 oC, dan (C) suhu 5oC 15
14 Kebocoran ion kulit buah perlakuan (A) pelilinan tanpa stearin, (B) pelilinan dengan stearin, dan (C) kontrol pada berbagai suhu
penyimpanan 16
15 Penyebaran hasil pengambilan sampel kebocoran ion kulit buah pada (A) suhu ruang, (B) suhu 12oC, dan (C) suhu 5oC 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Skor kesegaran sisik buah pada suhu ruang 22
2 Skor kesegaran sisik buah pada suhu 12oC 22
3 Skor kesegaran sisik buah pada suhu 5oC 23
4 Nilai R2 pada ordo nol reaksi kesegaran sisik buah kontrol 23
6 Susut bobot buah pada suhu ruang 24
7 Susut bobot buah pada suhu 12oC 25
8 Susut bobot buah pada suhu 5oC 26
9 Nilai R2 dan ordo reaksi susut bobot buah kontrol 27
10 Nilai ln k dan 1/T susut bobot buah kontrol 27
11 Kelunakan kulit buah pada suhu ruang 27
12 Kelunakan kulit buah pada suhu 12oC 28
13 Kelunakan kulit buah pada suhu 5oC 28
14 Kebocoran ion kulit buah pada suhu ruang 28
15 Kebocoran ion kulit buah pada suhu 12oC 29
16 Kebocoran ion kulit buah pada suhu 5oC 29
17 Skor sisik buah 30
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hylocereus sp. atau yang lebih dikenal dengan buah naga merupakan
tanaman buah yang berasal dari benua Amerika. Di daerah asalnya, buah ini biasa disebut pitahaya atau pitaya. Terdapat empat spesies yang umum dibudidayakan, yaitu H. undatus yang berdaging putih, H. polyrhizus yang berdaging merah, H.
costaricensis yang berdaging super merah atau super red, dan H. megalanthus
yang berdaging putih dan berkulit kuning (Hunt 2006). Saat ini, buah naga telah dibudidayakan di berbagai belahan dunia, seperti Australia, Thailand, India, Cina, Taiwan, Filipina, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Kamboja, Israel dan sebagainya (Nerd et al. 2002, Lim 2012). Masyarakat Indonesia mengenal buah naga melalui impor dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Penerimaan masyarakat yang baik mendorong pekebun lokal untuk membudidayakan buah naga dan mencoba bersaing dengan produk impor. Varietas yang mulai banyak dibudidayakan pekebun di Pulau Jawa adalah super red.
Varietas super red dinilai memiliki nilai jual yang tinggi karena warnanya yang menarik. Kulit buah naga super red berwarna merah rosecarmine dengan sisik berwarna semburat kehijauan. Dagingnya sendiri berwarna merah keunguan menyala. Di balik warna tersebut terdapat pigmen betacyanin yang dapat berperan sebagai antioksidan (Stintzing 2011). Warnanya yang tidak umum di antara buah tropis lainnya menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Harga buah naga super red yang relatif tinggi seharusnya didukung dengan kualitas buah yang baik. Salah satu faktor yang berkaitan dengan kualitas buah adalah penampilannya. Penurunan kualitas buah sangat mempengaruhi penampilan buah dan ketertarikan konsumen walaupun belum mempengaruhi bagian dalam daging buah secara signifikan (Puspita 2010).
Kulit buah naga yang sudah berkerut menandakan buah sudah kehilangan kelembabannya akibat proses transpirasi dan respirasi. Beberapa kondisi yang mungkin berkorelasi dengan hilangnya kelembaban adalah kebocoran ion atau ion leakage pada jaringan buah serta susutnya bobot buah. Kebocoran ion terjadi karena hilangnya integritas jaringan sel buah yang diikuti dengan lepasnya cairan dalam jaringan dan pelunakan kulit buah (Goodwin 2006). Penurunan kualitas buah juga dipercepat oleh temperatur yang hangat pada daerah tropis yang meningkatkan respirasi dan pematangan buah (Ali et al. 2013a).
2
setelah berbunga akan lebih sensitif dari buah yang dipanen pada umur 30-35 hari. Umur simpan H. undatus yang dipanen pada usia 30-35 hari setelah berbunga dan disimpan pada suhu 5oC dapat mencapai 17 hari (Le et al. 2000). Penelitian oleh Solihati (2008) melengkapi data bahwa H. undatus yang disimpan pada `suhu 5oC dan suhu ruang dapat bertahan hingga 18 hari dan 4 hari. Buah naga H. polyrhizus yang dipanen pada saat warnanya hampir merah sempurna, akan dapat mempertahankan kualitasnya selama 14 hari pada suhu 14oC, atau 7 hari pada 20oC (Nerd et al. 1999). Buah naga super red H. costaricensis yang disimpan pada suhu 15oC dan suhu ruang dapat bertahan hingga sekitar 14 hari dan 7 hari (Istianingsih 2010). Hal ini terjadi karena adanya peningkatan laju respirasi buah naga seiring peningkatan suhu penyimpanan. Hasil penelitian Purwanto (2011) menunjukkan bahwa laju respirasi buah naga pada suhu penyimpanan 10oC, 15oC, dan suhu ruang adalah 4.15 ml/kg.jam CO₂ dan 3.95 ml/kg.jam O₂, 9.94 ml/kg.jam CO₂ dan 8.75 ml/kg.jam O₂, 16.72 ml/kg.jam CO₂ dan 16.72 ml/kg.jam O₂.
Pelilinan memiliki beberapa fungsi seperti memperlambat kehilangan kelembaban, meningkatkan penampilan dan kilap pada permukaan, memfasilitasi pemberian fungisida atau zat pengatur pertumbuhan, dan menciptakan penghalang pertukaran gas antara komoditi dan atmosfer (Baldwin 2012). Aplikasi pelilinan dilakukan dengan menggunakan lilin cera alba ataupun lilin stearin yang memiliki harga yang lebih terjangkau. Morillon et al.(2002) menyebutkan bahwa cera alba sebagai bahan baku emulsi lilin berbasis lipid memiliki kapasitas penghalang transfer uap yang baik karena titik lelehnya yang tinggi dan sifat hidrofobiknya. Rashid (2009) menggunakan hard palm stearin sebagai pelilinan berbasis air dan berbasis lipid untuk memperpanjang umur simpan buah. Pelilinan berbasis air dilakukan dengan menggunakan metode mikroemulsi. Penurunan kualitas buah naga lokal diharapkan dapat dihambat dengan aplikasi pelilinan serta penyimpanan pada suhu rendah sehingga kesegaran kulit buah dapat dipertahankan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh pelilinan serta interaksinya dengan suhu penyimpanan terhadap masa simpan buah naga super red (Hylocereus costaricensis).
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
3
pengaduk, penetrometer, gelas kimia 500 mL, pencetak sampel kulit buah,
refrigerator 12oC dan 5oC, conductivity meter, serta termometer udara.
Prosedur Percobaan
Kegiatan penelitian meliputi pelilinan dengan emulsi lilin stearin dan emulsi lilin cera alba pada berbagai konsentrasi lilin, penyimpanan pada berbagai suhu, serta analisis fisik. Terdapat dua jenis emulsi lilin, yaitu emulsi lilin cera alba (TS) dan emulsi lilin cera alba dengan substitusi 30% stearin (DS). Kedua emulsi lilin dibuat sebanyak 5 L dengan konsentrasi bahan baku lilin 6%.
Prosedur pembuatan 5 L emulsi lilin cera alba konsentrasi 6 % diadaptasi dari penelitian terdahulu oleh Hasibuan (2012) dengan perbandingan lilin : trietanolamina : oleat : akuades = 12 : 1 : 2 : 185 (Gambar 1). Sebanyak 300 g lilin dipanaskan dalam panci hingga suhu 90-95oC kemudian ditambahkan 50 mL oleat sedikit demi sedikit sambil tetap dilakukan pengadukan. Tambahkan 25 mL trietanolamin sambil tetap dilakukan pengadukan. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan air panas (90-95oC) sedikit demi sedikit sambil terus dilakukan pengadukan. Lakukan homogenisasi larutan selama 10 menit menggunakan Armfield multi-purpose processing vessel. Dinginkan larutan dan tambahkan air hingga mencapai total larutan 5 L. Pembuatan 5 L emulsi lilin cera alba dengan substitusi 30% stearin dilakukan dengan mengganti 90 g bahan baku lilin cera alba dengan stearin.
Gambar 1 Proses pembuatan emulsi lilin
4
Buah yang telah dipanen dengan keseragaman kematangan didistribusikan ke lokasi penelitian. Satu hari setelahnya, buah dicuci untuk menghilangkan kotoran dan hama yang menempel, setelah itu buah dikeringanginkan. Buah kemudian dilapisi dengan lilin dengan cara dicelupkan dalam larutan emulsi lilin selama 1 menit sesuai dengan perlakuan konsentrasi lilin. Buah kemudian dikeringanginkan dan disimpan pada suhu sesuai perlakuan.
Penelitian dilakukan dengan dua kali pengulangan dan dua faktor, yaitu faktor pelilinan dan faktor suhu penyimpanan seperti tertera dalam Tabel 1. Pengamatan untuk sampel dengan perlakuan suhu 5oC dan 12oC dilakukan pada hari ke-7, 14, 21, dan hari ke-x. Hari ke-x merupakan hari di saat tingkat kerusakan sampel tidak memungkinkan sampel untuk diperdagangkan. Pengamatan untuk sampel dengan perlakuan suhu ruang dilakukan pada hari ke-2, 4, 6, dan hari ke-x karena masa simpannya diduga lebih singkat. Analisis yang dilakukan adalah analisis fisik terhadap susut bobot, kesegaran sisik buah, kekerasan kulit, dan kebocoran ion.
Tabel 1 Faktor dan taraf dalam percobaan
Faktor Taraf
Kulit buah naga super red yang segar berwarna merah rosecarmine dengan sisik segar berwarna merah rosecarmine semburat kekuningan. Kesegaran sisik buah dinilai menggunakan metode skoring yang diadaptasi dari Lau (2007) seperti tertera dalam Tabel 2.
Tabel 2 Skoring kesegaran sisik buah
5
Susut bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu dengan membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Pengukuran dilakukan dengan neraca digital dengan ketelitian 0.1 g. Rumus untuk menghitung susut bobot ialah
% � = � − � ℎ�
� 100%
Kelunakan kulit
Kelunakan kulit diukur menggunakan penetrometer Precision dengan probe jarum tanpa beban dengan penusukan selama 5 detik pada sembilan titik permukaan buah, yaitu masing-masing tiga titik pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Kulit buah yang semakin lunak membuat probe menembus kulit buah semakin dalam.
Kebocoran ion
Kerusakan fisik atau luka pada kulit buah dapat meningkatkan kebocoran ion. Kebocoran ion menunjukkan ketidakmampuan jaringan buah menahan ion di dalamnya. Kebocoran ion atau ion leakage (IL) ditentukan dengan menggunakan
conductivity meter dengan perhitungan yang digunakan oleh Promyou et al.
(2012) sebagai berikut:
%�� = � �
� � � 100%
Metode pengukuran diadaptasi dari metode yang digunakan oleh Kasim dan Kasim (2011). Kulit buah naga dikupas dan dicetak sehingga didapatkan ukuran yang sama, yaitu diameter 9 mm. Pencetakan dilakukan pada sembilan titik kulit buah, masing-masing tiga titik pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Potongan kulit buah kemudian direndam dalam 100 mL akuades selama 1 jam kemudian diaduk dan diukur menggunakan LaMotte CDS 5000 conductivity
meter. Nilai yang terbaca merupakan konduktivitas terukur. Konduktivitas total
didapatkan dengan mengukur konduktivitas sampel yang telah dibekukan dan dilakukan thawing sehingga jaringannya rusak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kesegaran sisik
Buah naga memiliki sisik yang selain menjadi daya tarik juga dapat menjadi indikator kerusakan buah. Sisik buah naga rentan terhadap dehidrasi karena perpindahan air dari dalam buah ke udara terbuka (Chutichudet dan Chutichudet 2011). Dehidrasi tersebut membuat sisik menjadi layu dan kering. Kerusakan sisik dapat digunakan sebagai parameter subjektif utama yang paling mudah diamati konsumen dan mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih buah. Karena itu, kerusakan sisik dapat dijadikan sebagai parameter utama batas umur simpan buah. Pengamatan pada ketiga suhu penyimpanan menunjukkan bahwa penurunan skor sisik buah dengan pelilinan TS dan DS cenderung lebih lambat dibandingkan kontrol (Gambar 2). Hal ini dapat terjadi karena bahan baku pelilinan dan stearin sebagai substitusinya merupakan penghalang gas dan air yang baik (Rashid et al. 2009).
Penyimpanan buah selama 6 hari pada suhu ruang menyebabkan kesegaran sisik buah turun menjadi menjadi 20%. Artinya untuk mendapatkan kondisi buah dengan sisik yang baik, penyimpanan buah pada suhu ruang sebaiknya hanya sehingga laju penurunan kesegarannya tidak sama. Untuk mendapatkan kondisi buah dengan sisik yang baik, penyimpanan buah pada suhu 12oC sebaiknya dilakukan hingga 14 hari. Penyimpanan buah selama 21 hari pada suhu 5oC masih dapat menjaga 50% kesegaran sisik buah perlakuan TS dan DS. Kesegaran sisik turun menjadi 20% pada hari ke-38. Untuk mendapatkan kondisi buah dengan sisik yang baik, buah dengan pelilinan dapat disimpan selama 21-28 hari pada suhu 5oC.
7
Gambar 2 Kesegaran sisik pada perlakuan pelilinan (TS) tanpa stearin, (DS) dengan stearin, dan (K) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan
Gambar 3 Kesegaran sisik buah perlakuan kontrol pada berbagai suhu penyimpanan
Hasil penghitungan kesegaran sisik buah perlakuan kontrol digunakan dalam penghitungan laju reaksi penurunan kesegaran sisik buah kontrol terhadap tiga perlakuan suhu menggunakan metode Arrhenius (Lampiran 4 dan 5). Laju reaksi didasarkan pada laju reaksi ordo nol hingga didapatkan persamaan garis y = -5908x + 21,64. Pada Gambar 4 diperoleh gambaran grafik yang curam dan kemudian menjadi landai pada suhu rendah. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan perubahan yang lebih drastis pada kesegaran sisik jika disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Dari persamaan Arrhenius ini diperoleh nilai energi aktivasi (Ea) dengan mengalikan slope persamaan dengan konstanta gas R sebesar 8,314 J/mol K. Nilai energi aktivasi kesegaran sisik buah sebesar 49.119,11 J/mol. Nilai ini akan dibahas pada subbab selanjutnya.
8
Gambar 4 Perubahan konstanta laju reaksi penurunan kesegaran sisik buah kontrol pada suhu ruang, 12oC, dan 5oC
Susut bobot
Susut bobot pada buah merupakan salah satu indikator tingkat kesegaran buah. Penyusutan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap di dalam jaringan dan di atmosfer sehingga air dalam buah bertranspirasi keluar hingga tercapainya kondisi setimbang (Ali et al. 2013b). Penyusutan bobot juga terjadi karena kehilangan karbon selama proses respirasi yang berujung pada kerusakan buah (Purwanto 2011). Keberadaan sisik yang memberikan luas permukaan yang besar pada buah naga dapat mempercepat penyusutan bobot tersebut (Ariffin et al. 2009). Pelilinan diharapkan dapat mempertahankan kualitas buah dengan cara mengurangi kehilangan air sehingga turgiditas dalam jaringan tetap stabil (Ali et al. 2013b).
Aplikasi pelilinan yang dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan susut bobot (Gambar 5). Perlakuan pelilinan saja tanpa penyimpanan suhu rendah tidak memberikan dampak pada susut bobot. Kombinasi keduanya terlihat pada penyimpanan suhu 12oC. Walaupun begitu, pengaruh pelilinan tidak tampak pada penyimpanan suhu 5oC. Hal ini dapat terjadi karena laju respirasi tidak cukup dihambat pada suhu 12oC sehingga diperlukan bantuan pelilinan, sedangkan pada suhu 5oC laju respirasi sudah cukup dihambat sehingga perlakuan pelilinan tidak memberikan dampak.
Berdasarkan pengamatan terhadap kerusakan sisik, buah pada penyimpanan suhu ruang hanya dapat bertahan kurang dari 6 hari. Selama waktu tersebut, susut bobot pada ketiga perlakuan cenderung tidak berbeda, yaitu mencapai 5%. Kerusakan buah pada suhu ruang terjadi dengan cepat dan perbedaan waktu kerusakan antar perlakuan tidak dapat ditentukan. Penyimpanan pada suhu ruang akan mempercepat perubahan pada buah sehingga mendorong terbentuknya tren yang serupa antar perlakuan pelilinan (Chutichudet dan Chutichudet 2011).
y = -5908,x + 21,64
0,0032 0,0033 0,0034 0,0035 0,0036 0,0037
ln
k
1/T
9
Gambar 5 Susut bobot buah pada perlakuan pelilinan (TS) tanpa stearin, (DS) dengan stearin, dan (K) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan Perbedaan susut bobot lebih dapat teramati pada suhu penyimpanan 12oC karena penyimpanannya mencapai 24 hari. Pada suhu tersebut, kedua pelilinan TS dan DS dapat meminimalkan susut bobot buah; yaitu jika penyimpanan dilakukan kurang dari 21 hari, penyusutan bobot yang terjadi tidak mencapai 6%. Susut bobot K lebih tinggi 2-4% dibandingkan buah dengan TS dan DS, yaitu mencapai 8% pada hari ke-21. Pelilinan mengurangi penyusutan bobot buah dengan cara mempersempit ukuran celah stomata sehingga menghambat jalan bagi difusi air ke udara bebas (Chutichudet dan Chutichudet 2011).
Kualitas sisik yang disimpan pada suhu 5oC dapat tetap terjaga hingga 21 hari. Susut bobot ketiga perlakuan pada suhu penyimpanan 5oC sampai pada hari penyimpanan tersebut tidak menunjukkan banyak perbedaan, yaitu mencapai 5%. Hal ini dapat disebabkan karena pada suhu 5oC, laju respirasi buah sudah dapat dihambat tanpa bantuan perlakuan pelilinan.
10
0 7 14 21 28 35 42
Gambar 6 Susut bobot buah perlakuan (A) pelilinan tanpa stearin, (B) pelilinan dengan stearin, dan (C) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan Hasil penghitungan susut bobot buah perlakuan kontrol digunakan dalam penghitungan laju reaksi susut bobot buah kontrol terhadap perubahan suhu menggunakan metode Arrhenius (Lampiran 9 dan 10). Laju reaksi didasarkan pada laju reaksi ordo nol hingga didapatkan persamaan garis y = -3192x + 10,28 (Gambar 7). Dari persamaan Arrhenius ini diperoleh nilai energi aktivasi (Ea) dengan mengalikan slope persamaan sebesar 3192 dengan konstanta gas R sebesar 8,314 J/mol K. Nilai Ea susut bobot buah didapatkan sebesar 26.538 J/mol. Nilai Ea pada susut bobot ini lebih kecil daripada Ea kesegaran sisik, yaitu sebesar 49.119,11 J/mol. Hal ini menunjukkan bahwa susut bobot buah lebih sensitif terhadap perubahan suhu dibandingkan kesegaran sisik buah terhadap perubahan suhu (Arpah 2001). Perubahan suhu akan menyebabkan perubahan susut bobot buah yang lebih besar daripada perubahan pada kesegaran sisik buah.
11
Gambar 7 Perubahan konstanta laju reaksi susut bobot buah kontrol pada suhu ruang, 12oC, dan 5oC
Kelunakan kulit
Daya tahan buah selama penyimpanan terutama ditentukan oleh kondisi kulit buah. Buah yang mengalami pelunakan kulit pada suatu bagian buah dapat menjadi awal kerusakan keseluruhan buah. Pelunakan kulit ini dapat terjadi karena hilangnya integritas jaringan sel buah (Goodwin 2006). Selama penyimpanan, buah mengalami degradasi komposisi struktur dinding sel dan materi intraseluler. Proses biokimia yang melibatkan enzim ini menyebabkan depolimerisasi pektin dan peningkatan aktivitas enzim pektinesterase dan poligalakturonase. Pelilinan diharapkan dapat mengubah atmosfer di dalam buah dengan menghambat permeabilitas kulit terhadap O2 dan CO2 sehingga proses biokimia serta kelunakan kulit dapat dihambat (Ali et al.2013b).
Kelunakan kulit buah diukur menggunakan penetrometer pada sembilan titik, yaitu masing-masing tiga titik di bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Gambar 8 menunjukkan bahwa buah bagian tengah dan ujung mengalami pelunakan yang lebih tinggi dan bagian tersebut selanjutnya akan menunjukkan tanda awal kebusukan. Perubahan tingkat kelunakan terlihat fluktuatif sepanjang penyimpanan yang menunjukkan adanya perbedaan kelunakan antar sampel buah.
y = -3192,x + 10,28 R² = 0,996 -1,6
-1,2 -0,8 -0,4 0
0,0032 0,0033 0,0034 0,0035 0,0036 0,0037
ln
k
1/T
12
perlakuan dengan stearin pada suhu 12oC
Penyebaran hasil pengambilan sampel pada Gambar 9a menunjukkan bahwa pada penyimpanan suhu 12oC, kesembilan titik yang dipilih memberikan nilai kelunakan kulit yang bervariasi, mulai 0.1 hingga 28 mm. Artinya terdapat ketidakseragaman kekerasan pada seluruh permukaan buah. Kelunakan kulit yang tinggi umumnya terjadi pada bagian kulit buah yang berwarna kecoklatan. Kulit buah sangat lunak sehingga probe jarum menembus kulit buah dan mengukur hingga ke bagian daging buah. Tidak terlihat adanya kecenderungan peningkatan kelunakan kulit buah pada kesembilan titik mulai dari dari ke-0 hingga hari ke 21. Pada suhu 5oC (Gambar 9b), selama penyimpanan terlihat kecenderungan peningkatan kelunakan kulit pada seluruh sampel. Kecenderungan peningkatan pada suhu 5oC mungkin dapat teramati karena pelunakan kulit yang lebih lambat.
13
Pengamatan pengaruh perlakuan pelilinan terhadap rata-rata nilai kelunakan buah (Gambar 10) memberikan gambaran yang fluktuatif. Namun, pada penyimpanan pada suhu 5oC terlihat kelunakan buah perlakuan TS dan DS cenderung lebih tinggi dari K (Gambar 10c).
Gambar 10 Kelunakan kulit buah pada penyimpanan A) suhu ruang, (B) suhu 12oC, dan (C) suhu 5oC
14
Gambar 11 Kelunakan kulit buah perlakuan (A) pelilinan tanpa stearin, (B) pelilinan dengan stearin, dan (C) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan
Kebocoran Ion
Pematangan buah biasanya diikuti dengan peningkatan permeabilitas membran sel yang terlihat dengan adanya peningkatan ion leakage atau kebocoran ion (Marangoni et al. 1996). Kebocoran ion diduga berkaitan dengan hilangnya susut bobot buah dan berujung pada kelunakan kulit buah. Kebocoran ion terjadi karena hilangnya integritas jaringan sel buah yang diikuti dengan perpindahan cairan antar kompartemen sel dan pelunakan kulit serta penyusutan bobot yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas buah (Goodwin 2006). Kebocoran ion juga dapat dijadikan parameter kerusakan fisik karena suhu rendah atau chilling injury (Antunes dan Sfakiotakis 2008).
Tidak seperti kelunakan buah, nilai kebocoran ion pada bagian tengah dan ujung buah tidak lebih tinggi dari bagian pangkal buah melainkan relatif sama (Gambar 12). Pengamatan pengaruh pelilinan terhadap rata-rata nilai kebocoran ion pada Gambar 13 memberikan gambaran yang fluktuatif dengan sedikit peningkatan pada ketiga perlakuan sepanjang penyimpanan. Hal serupa juga teramati pada pengaruh suhu penyimpanan terhadap rata-rata nilai kebocoran ion pada Gambar 14. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan lilin dan suhu penyimpanan tidak mempengaruhi kebocoran ion buah.
15
Gambar 12 Kebocoran ion pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah perlakuan dengan stearin pada suhu 12oC
16
Gambar 14 Kebocoran ion kulit buah perlakuan (A) pelilinan tanpa stearin, (B) pelilinan dengan stearin, dan (C) kontrol pada berbagai suhu penyimpanan
Penyebaran hasil pengambilan sampel pada Gambar 15 menunjukkan adanya variasi nilai pada kesembilan titik yang dipilih dari awal hingga akhir penyimpanan, yaitu dalam kisaran 40-100%. Ketidakseragaman ini menunjukkan kebocoran ion kurang cocok dijadikan parameter penurunan kualitas buah selama penyimpanan.
40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
0 7 14 21 28 35 42
%
IL
40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
0 7 14 21 28 35 42
%
IL
Hari
Suhu Ruang Suhu 12°C Suhu 5°C
0 7 14 21 28 35 42
A B
17
Gambar 15 Penyebaran hasil pengambilan sampel kebocoran ion kulit buah pada (A) suhu ruang, (B) suhu 12oC, dan (C) suhu 5oC
30 40 50 60 70 80 90 100
0 7 14 21 28 35 42
%
I
L
40 50 60 70 80 90 100
0 7 14 21 28 35 42
%
IL
Hari
Dengan Stearin Tanpa Stearin Kontrol
0 7 14 21 28 35 42
A B
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penyimpanan buah naga Hylocereus costaricensis dapat dilakukan selama 4 hari pada suhu ruang, atau 14 hari pada suhu 12oC, atau dapat mencapai 21-28 hari jika disimpan pada suhu 5oC. Umur simpan tersebut tidak termasuk 1 hari penyimpanan setelah panen. Pada kondisi penyimpanan tersebut, 30-50% sisik kulit buah naga masih dapat dipertahankan kesegarannya. Suhu rendah berperan penting dalam menjaga kesegaran buah; pelilinan buah tidak memberikan dampak jika buah disimpan pada suhu ruang. Pengaruh pelilinan terhadap kesegaran sisik kulit buah mulai terlihat jika buah disimpan pada suhu rendah.
Selama masa penyimpanan yang direkomendasikan tersebut, buah mengalami penyusutan bobot sekitar 5%. Kombinasi pelilinan dan suhu rendah diperlukan untuk mengendalikan susut bobot buah. Susut bobot pada suhu 12oC dapat ditekan dengan memberikan perlakuan pelilinan pada buah. Suhu 5oC tanpa perlakuan pelilinan sudah dapat menurunkan susut bobot. Stearin memberikan efek yang serupa dengan cera alba sehingga dapat digunakan sebagai substitusi. Untuk menghemat energi pada proses pendinginan, buah naga dapat dilapisi lilin dan disimpan pada suhu 12oC sehingga penurunan kesegaran sisik dan penyusutan bobot dapat dihambat.
Pelilinan dan suhu penyimpanan memberikan pengaruh terhadap kelunakan kulit, suhu 5oC beserta pelilinan cenderung membuat buah lebih lunak. Pelilinan dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh pada kebocoran ion sehingga kebocoran ion kurang cocok dijadikan sebagai parameter penentu masa simpan buah naga.
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
Ali A, Maqbool M, Alderson PG, Zahid N. 2013a. Effect of gum arabic as an edible coating on antioxidant capacity of tomato (Solanum lycopersicum L.) fruit during storage. Postharv Biol and Tech. 76:119–124. Di dalam: Ali A, Zahid N, Manickam S, Siddiqui Y, Alderson PG. 2013. Double layer coatings: a new technique for maintaining physico-chemical characteristics and antioxidant properties of dragon fruit during storage. Food Bioprocess Technology. DOI 10.1007/s11947-013-1224-3.
Ali A, Zahid N, Manickam S, Siddiqui Y, Alderson PG, Maqbool M. 2013b. Effectiveness of submicron chitosan dispersions in controlling anthracnose and maintaining quality of dragon fruit. Postharv Biol and Tech. 86:147–153. Antunes MDC, Sfakiotakis EM. 2008. Changes in fatty acid composition and
electrolyte leakage of „Hayward‟ kiwifruit during storage at different
temperatures. Food Chem. 110: 891–896.
Ariffin AA, Bakar J, Tan CP, Rahman RA, Karim R, Loi CC. 2009. Essential fatty acids of pitaya (dragon fruit) seed oil. J Food Chem. 114:561-564. Di dalam: Chutichudet B, Chutichudet P. 2011. Effects of chitosan coating to some postharvest characteristics of Hylocereus undantus (Haw) Brit. and Rose fruit. Int J Agric Research. 6(1):82-92.
Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Di dalam: Wijaya CH. 2007. Pendugaan umur simpan produk kopi instan formula merk-Z dengan metode Arrhenius [skripsi]. Bogor (ID): Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Baldwin EA, Hagenmaier R. 2012. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Boca Raton (US): CRC Press.
Chutichudet B, Chutichudet P. 2011. Effects of chitosan coating to some postharvest characteristics of Hylocereus undantus (Haw) Brit. and Rose fruit. Int J Agric Research. 6(1):82-92.
Falguera V, Quintero JP, Jimenez A, Munoz JA, Ibarz A. 2011. Edible films and coatings: Structures, active functions and trends in their use. Trends in Food Scien and Tech. 22:292-303.
Goodwin SM. 2006. Chemistry and genetics of plant cuticle function as a permeability barrier [skripsi]. Lafayette (US): Purdue University.
Hasibuan SH. 2012. Penggunaan lilin untuk memperpanjang umur simpan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) [skripsi]. Riau (ID): Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Hunt DR. 2006. The New Cactus Lexicon. Vols I & II. Milborne Port (UK): DH Books. hlm 925. Di dalam: Ortiz-Hernandez YD, Carrillo-Salazar JA. 2012. Pitahaya (Hylocereus spp.): a short review. Comunicata Scientiae. 3(4):220-237.
20
Kasim MU, Kasim R. 2011. Vapor heat treatment increase quality and prevent chilling injury of cucumbers (Cucumis melo L. cv. Silor) American-Eurasian J. Agric and Environ Scien. 11(2):269-274.
Kluge RA, Nachtigal JC, Fachinello JC, Bilhalva AB. 2002. Fisiologia e manejo pós-colheita de frutas de clima temperado. Livraria e Editora Rural. 214. Di dalam: Alvaro ML, Cerqueira MA, Souza BWS, Santos ECM, Teixeira JA, Moreira RA, Vicente AA. 2010. New edible coatings composed of galactomannans and collagen blends to improve the postharvest quality of fruits – Influence on fruits gas transfer rate. J Food Eng. 97:101–109.
Lau CY, Othman F, Eng L. 2007. The effect of heat treatment, different packaging methods and storage temperatures on shelf life of dragon fruit (Hylocereus spp.). Di dalam: Puspita P. 2010. Pengaruh pengemasan dan suhu terhadap daya simpan buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Le VT, Nguyen N, Nguyen DD, Dang KTT, Nguyen CT, Dang VHM., Chau NH, Trinh NL. 2000. Quality assurance system for dragon fruit. ACIAR Proceedings. 100:101-114.
Lim HK, Tan CP, Bakar J, Ng SP. 2012. Effects of different wall materials on the physicochemical properties and oxidative stability of spray-dried microencapsulated red-fleshed pitaya (Hylocereus polyrhizus) seed oil. Food
and Bioprocess Technology 5:1220-1227. Di dalam: Ortiz-Hernandez YD,
Carrillo-Salazar JA. 2012. Pitahaya (Hylocereus spp.): a short review. Comunicata Scientiae 3(4):220-237.
Marangoni AG, Palma T, Stanley DW. 1996. Membrane effects in postharvest physiology. Postharv Biol and Tech. 7:193–217. Di dalam: Antunes MDC, Sfakiotakis EM. 2008. Changes in fatty acid composition and electrolyte
leakage of „Hayward‟ kiwifruit during storage at different temperatures. Food
Chem. 110: 891–896.
Mizrahi Y, Nerd A. 1999. Climbing and columnar cacti: New arid land fruit crops. hlm 358-366. Di dalam: Puspita P. 2010. Pengaruh pengemasan dan suhu terhadap daya simpan buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Morillon V, Debeaufort F, Bond G, Capelle M, Volley A. 2002. Factors affecting the moisture permeability of lipid e based edible films: a Review. Critical Reviews in Food Scien and Nutr. 42(1):67-89. Di dalam: Falguera V, Quintero JP, Jimenez A, Munoz JA, Ibarz A. 2011. Edible films and coatings: Structures, active functions and trends in their use. Trends in Food Scien & Tech. 22:292-303.
Nerd A, Tel-Zur N, Mizrahi Y. 2002. Fruits of vine and columnar cacti. Di dalam: Ortiz-Hernandez YD, Carrillo-Salazar JA. 2012. Pitahaya (Hylocereus spp.): a short review. Comunicata Scient. 3(4):220-237.
Nerd A, Gutman F, Mizrahi Y. 1999a. Ripening and postharvest behavior of fruit of two Hylocereus species (cactaceae). Hort Science. 34(3):511-512.
21
Quintero JP, Jimenez A, Munoz JA, Ibarz A. 2011. Edible films and coatings: Structures, active functions and trends in their use. Trends in Food Scien & Tech. 22:292-303.
Promyou S, Supapvanich S, Boodkord B, Thangapiradeekjora M. 2012. Alleviation of chilling injury in jujube fruit (Ziziphus jujube Mill) by dipping in 35 oC water. Kasetsart J Nat Scien. 46:107-119.
Purwanto EGM. 2011. Kajian penyimpanan buah naga (Hylcocereus costaricensis) dalam kemasan atmosfer termodifikasi. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB.
Puspita P. 2010. Pengaruh pengemasan dan suhu terhadap daya simpan buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Rashid NA, Zaki ENA, Som HZM. 2009. Application of water-based and lipid-based stearin wax coatings to improve the quality and shelf-life of seedless guava (Psidium Guajava L) [power point]. Selangor (MY): Faculty of Applied Sciences, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam.
Solihati AA. 2008. Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Buah Naga (Hylocereus undatus) Terolah Minimal [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian. Di dalam: Puspita P. 2010. Pengaruh pengemasan dan suhu terhadap daya simpan buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Skor kesegaran sisik buah pada suhu ruang
Hari Ulangan
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol
Skor
Lampiran 2 Skor kesegaran sisik buah pada suhu 12oC
Hari Ulangan
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol
23
Lampiran 3 Skor kesegaran sisik buah pada suhu 5oC
Hari Ulangan
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol
Skor
Lampiran 4 Nilai R2 pada ordo nol reaksi kesegaran sisik buah kontrol
Lampiran 5 Nilai ln k dan 1/T sisik buah kontrol
Perlakuan Slope (k) ln k 1/T
Suhu Ruang 9,000 2,1972 0,0033
12oC 2,103 0,7434 0,0035
5oC 1,670 0,5128 0,0036
24
Lampiran 6 Susut bobot buah pada suhu ruang
25
26
27
Lampiran 9 Nilai R2 dan ordo reaksi susut bobot buah kontrol
Lampiran 10 Nilai ln k dan 1/T susut bobot buah kontrol
Perlakuan Slope (k) ln k 1/T
Suhu Ruang 0,782 -0,2459 0,0033
12oC 0,386 -0,9519 0,0035
5oC 0,307 -1,1809 0,0036
Lampiran 11 Kelunakan kulit buah pada suhu ruang
Hari Rata-rata % IL
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol 0 3,69 ± 2,05 2,69 ± 1,86 2,81 ± 1,83
28
Lampiran 12 Kelunakan kulit buah pada suhu 12oC
Hari Rata-rata % IL
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol
0 3,69 ± 2,05 2,69 ± 1,86 2,81 ± 1,83
7 2,99 ± 1,66 3,27 ± 1,38 2,96 ± 1,47
14 3,10 ± 1,60 1,83 ± 1,61 1,95 ± 3,65
21 1,52 ± 1,41 2,46 ± 2,32 2,03 ± 2,04
24 5,11 ± 6,55 3,39 ± 2,53 5,23 ± 5,85
Minimum 0,1 0,1 0,1
Maksimum 28 7,5 24,4
Modus 0,7 0,3 0,3
Rata-rata 3,28 2,73 3
Lampiran 13 Kelunakan kulit buah pada suhu 5oC
Hari Rata-rata % IL
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol 0 3,69 ± 2,05 2,69 ± 1,86 2,81 ± 1,83 7 3,79 ± 1,56 3,13 ± 1,87 2,33 ± 1,50 14 4,72 ± 6,06 4,66 ± 2,12 2,52 ± 2,51 21 3,52 ± 2,76 4,25 ± 2,44 3,37 ± 2,16 38 2,33 ± 3,43 4,84 ± 3,58 2,82 ± 2,74
Minimum 0 0,1 0
Maksimum 22,5 10,2 9,4
Modus 0,7 4,6 0,3
Rata-rata 3,61 3,91 2,77
Lampiran 14 Kebocoran ion kulit buah pada suhu ruang
Hari Rata-rata % IL
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol 0 57,07 ± 6,29 61,38 ± 8,54 52,99 ± 8,85 2 68,09 ± 9,11 60,62 ± 6,54 70,07 ± 10,44 4 61,46 ± 9,44 65,43 ± 7,37 69,11 ± 13,43 6 72,31 ± 10,60 67 ± 13,75 79,22 ± 9,30 8 64,05 ± 12,91 67,3 ± 11,92 71,34 ± 12,14
Minimum 39,34 45,49 39,34
Maksimum 99,29 90,86 99,16
29
Lampiran 15 Kebocoran ion kulit buah pada suhu 12oC
Hari Rata-rata % IL
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol 0 57,07 ± 6,29 61,38 ± 8,54 52,99 ± 8,85 7 70,69 ± 13,44 65,57 ± 7,98 79,84 ± 11,26 14 67,18 ± 8,70 66,25 ± 8,70 60,23 ± 8,72 21 63,48 ± 8,82 76,08 ± 10,81 70,93 ± 9,85 24 65,80 ± 12,28 79,81 ± 15,69 69,95 ± 12,60
Minimum 41,19 48,12 39,34
Maksimum 96,91 100,00 99,58
Rata-rata 64,85 69,82 66,79
Lampiran 16 Kebocoran ion kulit buah pada suhu 5oC
Hari Rata-rata % IL
Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol 0 57,07 ± 6,29 61,38 ± 8,54 52,99 ± 8,85 7 75,00 ± 12,15 77,17 ± 12,82 58,26 ± 8,65 14 63,86 ± 11,72 68,75 ± 12,19 74,60 ± 8,99 21 71,09 ± 9,03 66,65 ± 9,66 66,76 ± 10,02 38 80,50 ± 9,27 75,90 ± 12,18 67,99 ± 8,93
Minimum 41,58 47,89 39,34
Maksimum 97,50 99,21 93,04
30
Lampiran 17 Skor sisik buah
Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
Lampiran 18 Kondisi buah selama penyimpanan
Suhu Ruang
Hari Tanpa Stearin Dengan Stearin Kontrol
0
8
Suhu 12oC
0
21
24
Suhu 5oC
0
21
31