• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Pada Penyimpanan Suhu Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Pada Penyimpanan Suhu Rendah"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN MUTU BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.) PADA PENYIMPANAN

SUHU RENDAH

FITRIA WIDIAWATI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Pada Penyimpanan Suhu Rendah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

FITRIA WIDIAWATI. Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Pada Penyimpanan Suhu Rendah. Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan produk hortikultura yang mudah rusak. Bawang merah yang sudah dipanen dikeringkan di lahan dan selanjutnya disimpan di gudang pada suhu dan RH ruangan. Untuk penyimpanan jangka panjang, cara penyimpanan ini menyebabkan susut bobot yang tinggi. Metode penyimpanan pada suhu rendah secara umum digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan mutu bawang merah selama penyimpanan suhu rendah. Sampel yang digunakan adalah bawang merah yang sudah dikeringkan pada waktu pengeringan yang berbeda. Proses pengeringan menghabiskan lama berturut-turut selama 2, 9, dan 14 hari, kemudian suhu penyimpanan diatur pada 5°C dan 10°C dengan RH 65-75%, serta suhu ruang (dengan RH bebas) selama delapan minggu. Pengukuran menunjukkan bahwa tingkat kerusakan bawang merah untuk sampel yang dikeringkan selama 2 dan 9 hari dan disimpan pada suhu 5°C menunjukkan kerusakan yang rendah, sehingga bawang merah dapat disimpan lebih lama.

Kata kunci: bawang merah, pengeringan, suhu rendah

ABSTRACT

FITRIA WIDIAWATI. Quality Change of Shallot (Allium ascalonicum L.) Under Low Temperature Storage. Supervised by Y ARIS PURWANTO

Shallot (Alium ascalonicum L.) is perishable horticultural products. After harvesting, shallots are placed in the field for 2-14 days to allow curing and drying process to reduce the water content. The period of drying in the field is depended on the market destination. For those shallots to be transported to long distance market, the drying period is carried out during 14 days. For those shallots to be transported to near market, only curing process for 2-3 days are carried out. After curing and drying process, usually dried shallots are stored in the warehouse at condition of room and RH temperature. For long storage period, this conventional storage method cause high loss. Low temperature storage is common method to extend post harvest life of horticultural products. The use of low temperature storage could be expected to prolong postharvest life of shallot. The objective of this study was to investigate the change in quality of shallot during low temperature storage. Three different drying periods of shallots, i.e. 2, 9 and 14 days were used as sample. The storage temperature and RH were set at 5, 10°C and 65-75%. Room and RH temperature were used as control condition. The change in quality was observed for period storage of eight weeks. It was resulted that for those shallots with drying treatment of 2 and 9 days and stored at 5°C showed the lowest weight loss and percentage of damage. It can be concluded that temperature storage of 5°C showed the best temperature storage condition for shallot.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PERUBAHAN MUTU BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.) PADA PENYIMPANAN

SUHU RENDAH

FITRIA WIDIAWATI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Pada Penyimpanan Suhu Rendah

Nama : Fitria Widiawati NIM : F14100122

Disetujui oleh

Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Pada Penyimpanan Suhu Rendah yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian serta Laboratorium Mutu dan Kemanan Pangan SEAFAST CENTRE sejak bulan Februari hingga April 2014.

Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing atas saran dan kritik bagi penulis

2. Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan Dr Ir Leopold O. Nelwan, MSi selaku dosen penguji atas saran dan kritik bagi penulis

3. Pak Hadi atas bantuannya dalam membantu penyediaan bawang merah pada penelitian ini

4. Ayah, Mama, Teh Indah, A’uun, Khusnul, dan Adzkia atas doa dan dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini

5. Kak Mutia atas bantuannya dari awal pembuatan proposal sampai akhir penelitian dan sarannya bagi penulis selama penelitian

6. Mas Abas dan Pak Taufik atas bantuannya selama penelitian berlangsung

7. Teman satu bimbingan Rosma, Aji, dan Puri atas bantuan dan semangatnya bagi penulis

8. Teman-teman Vera, Mungil, Septa, Silvia, Indi, dan teman-teman ANTARES 47 atas kebersamaannya, bantuan, dan semangatnya bagi penulis

9. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penulis selama penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

METODE 6

Bahan dan Alat 6

Prosedur Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Susut Bobot 12

Kadar Air 15

Tingkat Kekerasan 17

Kadar VRS 19

Tingkat Kerusakan 22

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI No. 01-3159-1992 3 2 Persayaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar 4

3 Hasil pengamatan mutu awal bawang merah 12

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses penelitian bawang merah 7

2 Proses pengeringan di lahan berdasarkan waktu pengeringan 8 3 Proses sortasi dan cleanning pada bawang merah 9 4 Pengemasan bawang merah menggunakan rajut plastik 9 5 Penyimpanan bawang merah yang telah dikemas dalam refrigerator 10 6 Perubahan susut bobot bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

2 hari selama penyimpanan 13

7 Perubahan susut bobot bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

9 hari selama penyimpanan 14

8 Perubahan susut bobot bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

14 hari selama penyimpanan 14

9 Penampakan keriput pada umbi bawang merah 14

10 Perubahan kadar air bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

2 hari selama penyimpanan 16

11 Perubahan kadar air bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

9 hari selama penyimpanan 16

12 Perubahan kadar air bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

14 hari selama penyimpanan 17

13 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah dengan perlakuan waktu

pengeringan 2 hari selama penyimpanan 18

14 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah dengan perlakuan waktu

pengeringan 9 hari selama penyimpanan 18

15 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah dengan perlakuan waktu

pengeringan 14 hari selama penyimpanan 19

16 Perubahan kadar VRS bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

2 hari selama penyimpanan 20

17 Perubahan kadar VRS bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

9 hari selama penyimpanan 20

18 Perubahan kadar VRS bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan

14 hari selama penyimpanan 21

19 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah dengan perlakuan waktu

pengeringan 2 hari selama penyimpanan 22

20 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah dengan perlakuan waktu

pengeringan 9 hari selama penyimpanan 22

21 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah dengan perlakuan waktu

pengeringan 14 hari selama penyimpanan 23

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel dan grafik suhu serta RH selama penyimpanan pada bawang merah 28 2 Data pengukuran dan perhitungan susut bobot (%) bawang merah selama

penyimpanan pada perlakuan waktu pengeringan serta suhu penyimpanan 29 3 Data pengukuran dan perhitungan kadar air (%) bawang merah selama

penyimpanan pada perlakuan waktu pengeringan serta suhu penyimpanan 30 4 Data pengukuran dan perhitungan kekerasan (N) bawang merah selama

penyimpanan pada perlakuan waktu pengeringan serta suhu penyimpanan 32 5 Data pengukuran dan perhitungan kadar VRS (µ Eq/g) bawang merah selama

penyimpanan pada perlakuan waktu pengeringan serta suhu penyimpanan 34 6 Data pengukuran dan perhitungan kerusakan (%) bawang merah selama

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan jenis produk hortikultura yang sudah sangat dikenal di Indonesia, selain sebagai bahan atau bagian dari bumbu masakan, acar atau dimakan segar, dan obat. Kebutuhan bawang merah menjadi tinggi karena selalu ada dalam bumbu masakan. Bawang merah termasuk tanaman semusim dan umumnya ditanam serentak pada saat musim tanam tiba, sehingga ketersediaannya melimpah pada musim panen namun kurang bila musim panen telah lewat. Tidak ketersediaannya bawang merah sepanjang tahun dapat mengakibatkan perubahan harga dengan fluktuasi yang besar.

Selama ini petani di daerah Brebes melakukan penanganan pascapanen bawang merah dengan cara melakukan proses curing atau pelayuan, pengeringan, dan penyimpanan. Penanganan pascapanen bawang merah harus dilakukan segera setelah pemanenan karena bawang merah termasuk komoditi hortikultura yang bersifat mudah rusak. Kerusakan-kerusakan pascapanen yang sering terjadi adalah penurunan kadar air yang berlebihan, pertumbuhan tunas, pelunakan umbi, dan pertumbuhan akar.

Tahap awal penanganan pascapanen bawang merah adalah proses curing. Sejauh ini proses curing bawang merah dilakukan petani dengan cara menjemur bawang merah basah (setelah panen) selama dua sampai tiga hari dengan tujuan memperbaiki lapisan yang rusak pada bawang merah. Penjemuran dilakukan dengan cara menghamparkan bawang merah di lahan yang disusun 5-7 baris untuk setiap bedengan dan umbi bawang merah disusun sedemikian rupa sehingga umbi tertutupi oleh daun dengan tujuan umbi dapat terhindar dari sinar matahari secara langsung karena sinar matahari secara langsung pada proses curing dapat mengakibatkan umbi yang keriput dan rusaknya jaringan pelindung.

(14)

Penyimpanan yang umum dilakukan di Indonesia adalah penyimpanan di gudang pada suhu 25-30°C dengan RH 70-80%. Cara penyimpanan ini akan menghasilkan susut bobot atau kehilangan bobot sekitar 40% setelah tiga bulan penyimpanan. Perubahan mutu pada bawang merah berupa kerusakan, kekerasan, dan susut bobot yang terjadi selama penyimpanan. Perubahan mutu lain yang dapat terjadi yaitu perubahan kadar volatile reducing substance (VRS). VRS adalah bahan kimia atau zat-zat kimia yang mudah menguap dan memberikan aroma atau bau khas pada bawang merah. Untuk mempertahankan mutu bawang merah diperlukan penanganan pascapanen yang tepat. Salah satu cara yang diharapkan dapat mempertahankan mutu bawang merah adalah dengan cara menyimpan bawang merah pada suhu rendah.

Perumusan Masalah

Penurunan mutu bawang merah diindikasikan dengan timbulnya kerusakan secara fisik pada bawang merah seperti tumbuhnya tunas. Kehilangan air juga dapat mengakibatkan peningkatan susut bobot pada bawang merah. Untuk mempertahankan mutu bawang merah diperlukan penanganan pascapanen yang tepat. Penyimpanan bawang merah pada suhu rendah diharapkan mampu mempertahankan mutu bawang merah selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perubahan mutu bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada penyimpanan suhu rendah.

Ruang Lingkup Penelitian

Sampel bawang merah diperoleh dari Brebes, dikirim melalui darat dengan waktu perjalanan 18 jam. Bawang merah yang diterima terdiri dari tiga kategori waktu pengeringan yaitu 2, 9, dan 14 hari. Pengeringan dilakukan secara alami menggunakan sinar matahari di lahan bekas tanam bawang merah tersebut.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Bawang merah termasuk divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class Monocotyledonae, ordo Asparagales (Lilliiflorae), famili Alliacea (Amaryllidaceae), genus Allium, dan species Allium ascalonicum L. (Brewster 1994). Menurut Wibowo (2004), bawang merah memiliki sifat yang hampir sama dengan bawang putih yang tidak tahan dengan kekeringan karena memiliki sistem perakaran yang pendek, selain itu bawang merah tidak tahan dengan air hujan dan tempat yang selalu basah dan becek. Tempat yang paling baik untuk membudidayakan bawang merah adalah daerah yang bercuaca cerah dengan suhu udara yang tinggi, sebaiknya bawang merah baik disimpan pada tempat yang terbuka serta memperoleh sinar matahari yang cukup. Bawang merah dapat ditanam di sawah, tegalan, kebun, dan pekarangan. Tanah yang gembur dan subur banyak mengandung bahan organis atau humus sangat baik untuk bawang merah.

Bawang merah adalah produk pertanian yang berbentuk umbi lapis dengan memiliki sifat yang mudah mengalami kerusakan. Jenis kerusakan yang terjadi berupa pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, mengalami pertunasan, pertumbuhan akar, dan tumbuhnya jamur. Kerusakan-kerusakan tersebut pada proses penyimpanan akan menyebabkan turunnya kualitas umbi bawang merah. Selain kehilangan bobot yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga bawang merah di pasaran (Komar et al. 2001).

Berdasarkan SNI bawang merah SNI 01-3159-1992, persyaratan mutu bawang merah digolongkan dalam 2 jenis mutu yaitu Mutu I dan Mutu II yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 01-3159-1992

Karakteristik Syarat

(16)

Tabel 2 Persayaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar

Kriteria Kelas Mutu

Mutu I Mutu II

Ukuran Diameter

Umbi Besar, diameter >2,5 cm Kecil, diameter 1,5-2,5 cm Warna Umbi Merah ungu sampai putih Merah ungu sampai putih

Kesegaran Segar Segar

Kadar Air (%) 80-85% 75-80%

Kotoran Bebas, tidak berakar Maks.0,1%, tidak berakar

Kekeringan/layu 3% 3-5%

Hama/penyakit Bebas serangga Bebas serangga

Sumber : Departemen Pertanian (1999)

Pengeringan

Pengeringan dengan cara penjemuran digunakan untuk mendapatkan hasil tertentu, sedangkan pengeringan dengan alat pengering buatan akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan asalkan kondisi pengeringan dipilih dengan benar dan sewaktu pengeringan dikontrol dengan baik (Sutijahartini 1985).

Prinsip proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air dari bahan ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzimatis yang dapat menyebabkan kebusukan terhambat atau terhenti (Wijandi 1987).

Prinsip pengeringan adalah terjadinya penguapan air dari bahan atau material ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzimatis dapat menyebabkan terhambat atau terhentinya kebusukan (Histifarina dan Musaddad 1998).

Menurut Karno (2011), kegagalan dalam pengeringan pada umbi dapat menyebabkan turunnya daya simpan, umbi ascalonicum membusuk, dan tumbuhnya akar. Selama ini pengeringan yang dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan sinar matahari. Hal ini dapat dilakukan selama 7-9 hari hingga menghasilkan kadar air hingga 86,7%.

Curing atau Pelayuan

(17)

Curing atau pelayuan dilakukan sebelum pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan warna kulit umbi bawang yang lebih merah dan mengkilap, mempersingkat waktu pengeringan, dan membatasi pengeluaran air umbi yang berlebihan pada proses pengeringan dengan terjadinya penyempitan leher umbi selama proses pelayuan. Pengaruh yang ditimbulkan dari pelayuan ini adalah adanya perubahan bentuk atau ukuran pada umbi dimana apabila diamati bentuk bagian pangkal umbi terlihat agak lonjong, tetapi setelah dilakukan pelayuan akan terlihat membesar dan agak rata. Hal ini dapat terjadi karena selama itu masih terjadi proses metabolisme yang diduga mengakibatkan terjadinya pembesaran sel umbi bawang merah (Badan Litbang Pertanian 2012).

Pada umumnya pelayuan dilaksanakan dengan cara penjemuran selama 2-3 hari pertama setelah dipanen dibawah terik matahari langsung. Penjemuran dilaksanakan dalam barisan yang berjumlah 5-7 baris dan disusun sedemikian rupa sehingga umbi tertutupi oleh daun, dengan demikian umbi dapat terhindar dari sengatan matahari secara langsung. Sengatan matahari secara langsung pada proses pelayuan dapat mengakibatkan terjadinya keriput dan rusaknya jaringan pelindung pada umbi sehingga menyebabkan pemudaran warna kulit umbi (Badan Litbang Pertanian 2012).

Proses curing adalah sebagai cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi kehilangan air dan perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi. Curing pada bawang merah dan bawang putih adalah berupa pengeringan di bagian kulit luar untuk membentuk barier perlindungan terhadap kehilangan air dan infeksi (Made 2001).

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), Curing pada bawang merah adalah proses pengeringan batang semu dan bagian luar daun yang nantinya membentuk semacam sisik kering. Curing pada bawang merah setelah panen bertujuan untuk menyembuhkan luka akibat pemanenan, mencegah invasi mikroorganisme ke dalam batang semu melalui jaringan yang luka, mengeringkan akar dan kulit bawang, mengurangi kehilangan air serta untuk pembentukan lapisan gabus epidermis baru disebut juga peridemis luka.

Penyimpanan Suhu Rendah

Sanny (2008), menyatakan penyimpanan suhu rendah adalah proses pengawetan bahan pangan yang dilakukan di atas suhu bekunya. Secara umum, pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5°C yang akan tergantung pada sifat bahan-bahan yang disimpannya. Penyimpanan ini memerlukan adanya pengontrolan suhu meliputi penggunaan suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan.

(18)

Miedema (1994) melaporkan bahwa suhu penyimpanan 5°C dan 30°C dapat menghambat pertumbuhan tunas umbi bawang merah.

VRS (Volatile Reducing Substance)

Menurut Wati (2007), komponen flavor bawang putih adalah kadar VRS karena sebagian besar komponen flavor pada bawang putih bersifat volatil dan bersifat mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh ikatan kovalen sulfida dan gugus allyl didalamnya. Ikatan kovalen dan gugus allyl ini akan bereaksi dengan oksidator kuat seperti KMnO4. Tanam-tanaman dari genus Allium memiliki karakteristik rasa dan aroma yang sangat kuat, disebabkan karena adanya senyawa-senyawa sulfur didalamnya (Fennema 1996).

METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga April 2014 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB serta Laboratorium Mutu dan Kemanan Pangan SEAFAST CENTRE.

Bahan dan Alat

(19)

Prosedur Penelitian

Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir proses penelitian bawang merah Pengeringan

selama 9 hari

Pengeringan selama 14 hari

Sortasi dan Cleanning

Penyimpanan pada suhu 5°C dan RH 65-70%

Penyimpanan pada suhu 10°C dan RH 65-70%

Penyimpanan pada Suhu Ruang dan RH Bebas

Penyimpanan Selama 2 bulan atau 8 minggu (Pengamatan setiap 2 minggu sekali)

Analisis data Selesai Bawang Merah

Analisis mutu awal bawang merah (bobot awal, kadar air, tingkat kekerasan, dan

kadar VRS

Bawang merah disimpan pada kemasan rajut plastik sebanyak 2 kg untuk tiap kemasan

Analisis mutu bawang merah (susut bobot, kadar air, tingkat kekerasan, kadar VRS, dan tingkat kerusakan

(20)

Persiapan bahan

Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas Bima Brebes dengan umur panen 60 HST. Bawang merah ini telah diberikan perlakuan curing atau pelayuan kurang lebih selama tiga hari,kemudian dilakukan proses pengeringan dengan waktu pengeringan yang berbeda yaitu selama 2, 9 dan 14 hari (Gambar 2). Latar belakang digunakannya perbedaan waktu pengeringan yaitu melihat kebiasaan petani dalam melakukan pengeringan di lahan pada umbi bawang merah sebelum penyimpanan pada gudang atau penjualan.

Pengeringan dilakukan di lahan dengan suhu 37-40°C. Pengeringan bawang merah di lahan terlebih dahulu dilakukan curing yang dilanjutkan dengan cara tradisional yaitu dijemur di bawah sinar matahari.

(a) (b)

(c)

(21)

Sortasi dan cleanning

Bawang merah disortasi dan dibersihkan dari kotoran dan lembar-lembar daun kering serta umbi bawang merah yang terserang hama ataupun yang mengalami kerusakan seperti pada Gambar 3. Hal ini dilakukan agar mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba pada bawang merah selama penyimpanan.

Gambar 3 Proses sortasi dan cleanning pada bawang merah

Penimbangan dan pengemasan bahan

Bawang merah ditimbang sebanyak 2 kg untuk setiap kemasan kemudian dikemas dengan pengemas rajut plastik seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengemasan bawang merah menggunakan rajut plastik Penyimpanan bahan yang telah dikemas

(22)

Gambar 5 Penyimpanan bawang merah yang telah dikemas dalam refrigerator

Parameter Pengamatan

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan mengukur bobot awal sebelum penyimpanan, setelah itu bawang merah disimpan selama delapan minggu atau dua bulan. Setiap dua minggu sekali bobot bawang merah diukur. Pengukurannya menggunakan timbangan digital. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Dimana: W = bobot bahan sebelum penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan setelah penyimpanan (gram) Kadar Air

(23)

Kadar VRS (Farber dan Ferro 1956)

Sebanyak 5 g sampel bawang merah ditambah 20 ml air destilata, kemudian ditambahkan 10 ml KMnO4 0.02 N menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam gelas reaksi pada alat VRS. Larutan tersebut diaerasi dengan pompa vakum selama kurang lebih 40 menit, setelah aerasi dilakukan semua KMnO4 dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dibilas dengan air destilata, kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan 3 ml KI 20%, selanjutnya dititrasi sampai warna menjadi kuning, setelah itu ditambah indikator amilum, dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0.02 N sampai warna biru hilang. Rumus yang digunakan yaitu :

bl = jumlah larutan Na2S2O3 titrasi blanko (ml) c = jumlah larutan Na2S2O3 titrasi contoh (ml) b = berat contoh

N = normalitas larutan Na2S2O3 Kekerasan Bahan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap jarum penusuk dari rheometer. Bawang merah ditekan oleh probe dengan beban maksimum 10 kg. Probe akan bergerak dengan kecepatan tertentu hingga bawang merah rusak. Diameter probe sebesar 5 mm, R/H Hold sebesar 10 mm, P/T Press sebesar 30 mm/m. Pengujian dilakukan pada bagian tengah bawang merah. Nilai kekerasan bawang merah dibaca pada skala penunjuk dalam satuan kgf. Nilai ini menunjukkan gaya tekan yang dibutuhkan jarum penusuk untuk menusuk bahan yang digunakan.

Persentase Kerusakan

Persentase kerusakan pada penelitian ini dinyatakan dalam persen yang diperoleh dengan menghitung banyaknya bawang merah yang mengalami kerusakan seperti tumbuhnya tunas, tumbuhnya akar, umbi bawang merah yang busuk, dan hampa terhadap banyaknya bawang yang disimpan.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mutu awal pada bawang merah sangat menentukan terhadap hasil dari penyimpanan pada suhu rendah yang akan diperoleh dan diharapkan memiliki hasil akhir yang baik setelah dilakukan penyimpanan pada suhu rendah. Parameter pengamatan pada mutu awal bawang merah ini meliputi kadar air, tingkat kekerasan, dan kadar VRS yang dapat dilihat pada Tabel 3. Perubahan mutu bawang merah diamati setiap dua minggu sekali selama dua bulan atau delapan minggu.

Tabel 3 Hasil pengamatan mutu awal bawang merah Parameter

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu bawang merah. Selama proses penyimpanan bawang merah mengalami penyusutan bobot akibat dari penguapan kandungan air, kerusakan pada bawang merah, dan tingkat kesegaran yang menurun. Semakin tinggi susut bobot maka akan semakin berkurang tingkat kesegaran produk tersebut.

(25)

Hal ini sesuai pernyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) respirasi akan berjalan lebih cepat dengan meningkatnya suhu, sehingga lapisan sekulen terluar dari bawang merah akan mengering dan akan mengurangi kandungan air dari lapisan sekulen bagian, yang mengakibatkan menurunnya lapisan sekulen. Timbulnya kerusakan secara fisiologis pada bawang merah seperti tumbuhnya tunas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan susut bobot meningkat. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perombakan kandungan enzim pada bawang merah. Kerusakan fisiologis lain yang menyebabkan tingginya susut bobot adalah adanya pertumbuhan mikroba yang menyebabkan bawang merah yang busuk. Penurunan susut bobot terendah pada suhu ruang dalam penelitian ini serupa dengan penelitian Andreas (2013) yaitu susut bobot pada suhu ruang dengan rata-rata RH 87% mengalami kenaikan susut bobot yang paling rendah jika dibandingkan dengan suhu 15°C dan suhu 10°C .

Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari dan penyimpanan pada suhu 5°C dan suhu ruang mengalami penurunan susut bobot sebesar 20.67% dan 20.13% hingga akhir penyimpanan (Gambar 6). Perlakuan waktu pengeringan 9 hari dan penyimpanan pada suhu 5°C dan suhu ruang mengalami penurunan susut bobot sebesar 22.64% dan 14.84% hingga akhir penyimpanan (Gambar 7). Perlakuan waktu pengeringan 14 hari dan penyimpanan pada suhu 5°C dan suhu ruang mengalami penurunan susut bobot sebesar 24.47% dan 14.57% hingga akhir penyimpanan (Gambar 8). Hal ini menunjukan penurunan susut bobot terendah hingga akhir penyimpanan terdapat pada perlakuan suhu ruang. Peningkatan susut bobot terendah pada suhu ruang ini terjadi karena RH pada ruang penyimpanan ini mengalami kenaikan mencapai 80-85% (Lampiran 1). Hal ini sesuai pernyataan Broto (1998) faktor yang mempengaruhi susut bobot salah satunya adalah RH pada ruang simpan, apabila ruang simpan memiliki RH yang tinggi maka susut bobot yang dialami akan lebih rendah jika dibandingkan dengan ruang simpan yang memiliki RH yang rendah.

(26)

Gambar 7 Perubahan susut bobot bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 9 hari selama penyimpanan

Gambar 8 Perubahan susut bobot bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari selama penyimpanan

(27)

Kadar Air

Kadar air dalam bahan pangan sangat menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno dan Koswara 1997).

Pada Tabel 3 menunjukan kadar air bawang merah pada waktu pengeringan 14 hari sebesar 84.07% dan perlakuan waktu pengeringan 2 hari sebesar 84%, Hal tersebut disebabkan oleh tidak meratanya proses pengeringan pada bawang merah selama di lahan. Menurut Wijandi (1987) prinsip proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Kadar air bahan mengalami penurunan, besarnya penurunan kadar air bahan tersebut berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang diuapkan. Faktor lain yang menyebabkan nilai kadar air yang lebih besar pada waktu pengeringan 14 hari yaitu saat proses pengeringan terjadi hujan pada hari tertentu yang menyebabkan kandungan air pada bawang merah bertambah.

Terjadi fluktuasi kadar air pada bawang merah hingga akhir penyimpanan, hal ini terjadi karena pengambilan sampel yang berbeda-beda setiap pengamatan yang menyebabkan perubahan yang tidak tetap. Terdapat peningkatan kadar air di minggu ke-4 pada perlakuan waktu pengeringan 9 hari dengan suhu penyimpanan 5°C menjadi 82.78% yang sebelumnya sebesar 81.01% (Gambar 11). Hal ini dapat disebabkan oleh RH yang rendah pada ruang penyimpanan. RH yang rendah dapat menyebabkan kandungan air pada ruang simpan lebih besar karena penguapan air dari bahan tinggi, setelah air pada ruang simpan mencapai titik jenuh akan terjadi pengembunan pada ruang simpan, sehingga uap air yang mengembun diserap kembali oleh umbi bawang merah tersebut yang mengakibatkan peningkatan kadar air.

Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami penurunan kadar air tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 3.87% (Gambar 10). Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 9 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami penurunan kadar air tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 2.81% (Gambar 11). Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami penurunan kadar air tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 2.77% (Gambar 12). Hal ini membuktikan bahwa pada suhu 10°C bawang merah tidak mampu menekan penurunan kadar air, karena terdapat penurunan RH menjadi 55% yang menyebabkan proses kehilangan kandungan air pada bahan yang berlebihan.

(28)

penyimpanan, karena terdapat peningkatan RH menjadi 85% yang menyebabkan transpirasi pada bawang merah menjadi rendah.

Gambar 10 Perubahan kadar air bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari selama penyimpanan

(29)

Gambar 12 Perubahan kadar air bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari selama penyimpanan

Tingkat Kekerasan

Kekerasan umbi merupakan karakteristik fisik umbi bawang merah yang menentukan penerimaan konsumen (Ameriana et al. 1995). Tingkat kekerasan bawang merah menunjukkan perubahan fisik bawang merah selama penyimpanan. Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu untuk menentukan tingkat kesegaran dari bawang merah. Tingkat kekerasan bawang merah mengalami fluktuasi setiap minggunya karena pengambilan sampel yang berbeda pada setiap pengukuran. Penurunan kekerasan akan terlihat ketika membandingkan kekerasan bawang merah saat awal penyimpanan dengan akhir penyimpanan, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu penyimpanan makan tingkat kekerasan bawang merah semakin menurun.

(30)

turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran sayuran selama penyimpanan.

Gambar 13 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari selama penyimpanan

(31)

Gambar 15 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari selama penyimpanan

Gambar 14 menunjukan pada minggu ke-8 tingkat kekerasan pada bawang merah mengalami peningkatan dari minggu ke-6 pada waktu pengeringan 9 hari dengan suhu 10°C sebesar 1.32% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya penguapan air yang mengakibatkan zat pektin menjadi berikatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sihombing (2010), adanya peningkatan kekerasan karena terjadinya penguapan air yang terjadi di ruang-ruang antar sel sehingga sel menjadi mengkerut dan menyatu dan zat pektin menjadi berikatan.

Kadar VRS

(32)

Gambar 16 Perubahan kadar VRS bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari selama penyimpanan

(33)

Gambar 18 Perubahan kadar VRS bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari selama penyimpanan

Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami penurunan kadar VRS tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 8.20% (Gambar 16). Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 9 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami penurunan kadar VRS tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 8.20% (Gambar 17). Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami penurunan kadar VRS tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 3.98% (Gambar 18). Hal ini disebabkan oleh pada suhu 10°C terdapat pertumbuhan tunas yang tinggi, sehingga kandungan sulfur yang merupakan prekursor aroma pada umbi bawang merah digunakan untuk aktifitas metabolisme pembentukan tunas. Hal ini yang menyebabkan kadar VRS pada suhu 10°C mengalami penurunan yang lebih tinggi. Hal tersebut sesuai pernyataan Catur (1991) prekursor flavor dapat digunakan untuk aktifitas metabolisme dan pertumbuhan tunas sehingga jumlahnya menurun dan menyebabkan penurunan produksi flavor.

(34)

Tingkat Kerusakan

Seperti komoditi hortikultura lainnya, umbi bawang merah bersifat mudah rusak. Kerusakan-kerusakan pascapanen yang sering terjadi yaitu penurunan kadar air yang berlebihan, pertumbuhan tunas, pelunakan umbi, pertumbuhan akar, dan busuk serta timbulnya massa yang berwarna gelap akibat kapang (Catur 1991). Kerusakan pada penelitian ini adalah tumbuhnya tunas dan akar pada umbi bawang merah serta timbulnya bawang merah yang busuk dan hampa.

Gambar 19 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari selama penyimpanan

(35)

Gambar 21 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari selama penyimpanan

Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 2 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami peningkatan kerusakan tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 19.54% (Gambar 19). Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 9 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami peningkatan kerusakan tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 55.67% (Gambar 20). Bawang merah dengan perlakuan waktu pengeringan 14 hari dan penyimpanan pada suhu 10°C mengalami peningkatan kerusakan tertinggi hingga akhir penyimpanan sebesar 46.54% (Gambar 21). Kerusakan pada suhu 10°C ini yaitu tumbuhnya tunas dan akar (Gambar 22) pada bawang merah. Adanya pertumbuhan tunas merupakan gejala fisiologis yang normal. Tumbuhnya tunas dapat menjadi awal kerusakan karena adanya proses metabolisme untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhannya. Adanya pertumbuhan akar pada bawang merah dapat dipacu oleh kondisi yang berupa kenaikan kelembaban yang dapat mengakibatkan pembusukan yang cepat, pengeriputan, dan kehabisan simpanan makanan terutama pada akar-akar serta umbi-umbian (Pantastico 1986). Kerusakan lain yang terdapat pada suhu 10°C adalah terdapat umbi yang busuk walaupun jumlahnya lebih sedikit daripada suhu ruang. Meningkatnya kerusakan pada suhu 10°C ini sebanding dengan meningkatnya susut bobot.

Kerusakan yang terdapat pada suhu ruang yaitu timbulnya bawang merah yang busuk dan hampa (Gambar 23) untuk semua perlakuan waktu pengeringan. Tingginya kerusakan umbi busuk disebabkan karena meningkatnya pertumbuhan mikroba. Peningkatan umbi yang hampa pada suhu ruang selama penyimpanan disebabkan karena penggunaan suhu yang tinggi dengan kisaran 25-28°C yang menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebih pada bawang merah.

(36)

pada suhu tersebut bawang merah dapat mempertahankan mutunya, hal tersebut disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tersebut dapat menyebabkan perkembangan mikroorganisme atau mikroba pada bawang merah terhambat, sehingga bawang merah memiliki waktu simpan yang lama.

(a) (b)

Gambar 22 Penampakan kerusakan pada umbi bawang merah (a) akar dan (b) tunas

(a) (b)

(37)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bawang merah mengalami perubahan mutu selama penyimpanan delapan minggu. Parameter perubahan mutu pada bawang merah yaitu susut bobot, kadar air, kekerasan, kerusakan, dan kadar VRS. Perlakuan yang diberikan adalah waktu pengeringan yang berbeda dan suhu penyimpanan yang berbeda. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa pengaruh perlakuan suhu dan waktu pengeringan terhadap mutu bawang merah adalah sebagai berikut:

1. Bawang merah mengalami penurunan susut bobot terendah yarng terdapat pada perlakuan waktu pengeringan 2, 9, dan 14 hari pada penyimpanan suhu ruang. 2. Kadar air bawang merah pada setiap perlakuan waktu pengeringan dengan

suhu penyimpanan mengalami penurunan hingga akhir penyimpanan yang terdapat pada waktu pengeringan 2, 9, dan 14 hari pada penyimpanan suhu ruang.

3. Tingkat kekerasan bawang merah hingga akhir penyimpanan mengalami penurunan, hal ini sebanding dengan penurunan pada kadar air bawang merah. 4. Kerusakan pada umbi bawang merah meliputi pertumbuhan tunas dan akar

serta adanya umbi yang busuk dan hampa. Pertumbuhan tunas yang meningkat terdapat pada suhu 10°C untuk semua perlakuan waktu pengeringan. Dan banyaknya umbi yang busuk dan hampa terdapat pada suhu ruang. Pada perlakuan waktu pengeringan 2 dan 9 hari serta suhu penyimpanan 5°C memiliki tingkat kerusakan yang rendah.

5. Kadar VRS bawang merah hingga akhir penyimpanan mengalami penurunan. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kadar air pada waktu pengeringan yang berbeda.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Ameriana M, Thomas A, Sutiarso. 1995. Persebaran Produksi dan Konsumsi dalam Teknologi Produksi Bawang Merah. Bandung (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Bawang Merah. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Badan Litbang Pertanian. 2012. Teknologi Budidaya Bawang. Agroinovasi, Sinar Tani Edisi 11-17 Januari 2012 No.3439 Tahun XLI

Brewster JL. 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. Inggris (GB): CAB International. 228 pages.

Broto W. 1998. Kajian Sifat Mutu Buah Rambutan Binjai pada Berbagai Umur Petik. Bul. Pascapanen Hort (1) 40-47.

Catur D. 1991. Studi pengeringan bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan menggunakan ruang berpembangkit vorteks [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Downes K, Gemma AC, Leon AT. 2009. Effect of curing at different temperatures on biochemical composition of onion (Allium cepa L.) skin from three freshly cured and cold stored UK-grown onion cultivars. Postharvest Biology and Technology 54. p 80–86.

Farber L, Ferro M. 1956. Volatile reducing substance and volatile nitrogen compounds in relation to spoilage in canned fish. Food Technol. 10:303-304.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York (ID): Marcel Dekker, inc.

Histifarina D, Musaddad. 1998. Pengaruh cara pelayuan, pengeringan, dan pemangkasan daun terhadap mutu dan daya simpan bawang merah. Jurnal Hortikultura.8(1);1036-1047.

Hutabarat SO. 2008. Kajian pengurangan chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Karno. 2011. Budidaya Bawang Merah. Plemahan (ID): Balai Penelitian Pertanian.

Komar N, Rakhmadiono S, Kurnia L. 2001. Teknik penyimpanan bawang merah pascapanen di Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.2. No.2 Agustus 2001.

Made. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran. Bali (ID): Forum Konsultasi Teknologi, Departemen Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali.

(39)

Nugraheni D. 2004. Penanganan umbi bawang merah (Allium ascalonicum L.) sebagai bahan baku bawang merah goreng. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugraha S, Resa SA, Yulianingsih. 2012. Inovasi Teknologi Instore Drying Untuk Mempertahan Mutu Dan Nilai Tambah Bawang Merah. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-Tropika. Kamariyani, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physicology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Ed ke-3.

Rubatzky VL, Yamaguchi M. 1998. Prinsip, Produksi, dan Gizi Sayuran Dunia 2. Bandung: ITB.

Sanny. 2008. Kajian Pengurangan gejala chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soedomo RP. 2006. Pengaruh jenis kemasan dan daya simpan umbi bibit bawang merah terhadap pertumbuhan dan hasil di lapangan. Jurnal Hortikultura. 16 (3): 188-196.

Sihombing Y. 2010. Kajian pengaruh konsentrasi pelilinan dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah manggis (Garcinia mangosiana) [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sutijahartini S. 1985. Pengeringan. Bogor (ID): Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB.

(40)

Lampiran 1 Tabel dan grafik suhu serta RH selama penyimpanan pada bawang merah

a. Tabel suhu dan RH selama penyimpanan pada bawang merah

Minggu Ke- Suhu RH

5°C 10°C Ruang 5°C 10°C Ruang

0 6 10 27 66 67 80

1 5 10 28 65 68 79

2 6 11 25 65 68 82

3 6 9 26 65 55 83

4 7 11 28 66 66 79

5 6 10 26 65 68 79

6 5 10 28 65 68 80

7 5 10 27 65 65 82

8 5 10 27 68 70 85

b. Grafik fluktuasi suhu selama penyimpanan

(41)

Lampiran 2 Data pengukuran dan perhitungan susut bobot (%) bawang merah selama penyimpanan pada perlakuan waktu pengeringan serta suhu penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu ke-)

0 2 4 6 8

P 2 hari, T 5°C 0 5.59 10.32 15.88 20.67

P 2 hari, T 10°C 0 9.35 17.37 24.04 30.43 P 2 hari, T Ruang 0 8.20 13.66 17.17 20.13

P 9 hari, T 5°C 0 3.41 7.68 13.16 22.64

P 9 hari, T 10°C 0 6.17 15.22 23.07 30.42 P 9 hari, T Ruang 0 5.40 9.22 12.53 14.84

P 14 hari, T 5°C 0 3.05 6.51 14.26 24.47

(42)
(43)

Lanjutan Lampiran 3

8

(44)
(45)

Lanjutan Lampiran 4

8

P 2 hari, T 5°C 5.15 4.15 4.40 4.57

P 2 hari, T 10°C 3.80 3.55 5.00 4.12

P 2 hari, T Ruang 4.30 3.80 3.05 3.72

P 9 hari, T 5°C 4.05 7.00 5.80 5.62

P 9 hari, T 10°C 6.05 4.95 4.20 5.07

P 9 hari, T Ruang 3.25 4.00 4.80 4.02

P 14 hari, T 5°C 4.80 4.30 3.20 4.10

P 14 hari, T 10°C 5.15 4.35 4.50 4.67

(46)
(47)

Lanjutan Lampiran 5

8

(48)

Lampiran 6 Data pengukuran dan perhitungan kerusakan (%) bawang merah selama penyimpanan pada perlakuan waktu pengeringan serta suhu penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu ke-)

0 2 4 6 8

P 2 hari, T 5°C 0 0.00 0.29 0.53 0.98

P 2 hari, T 10°C 0 0.89 2.52 5.53 19.54

P 2 hari, T Ruang 0 0.81 2.13 2.52 3.59

P 9 hari, T 5°C 0 0.25 1.05 1.64 2.50

P 9 hari, T 10°C 0 1.29 12.17 24.27 55.67

P 9 hari, T Ruang 0 1.70 3.81 5.05 6.45

P 14 hari, T 5°C 0 0.96 2.17 3.34 12.43

(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 14 Maret 1992. Dilahirkan dari pasangan Sulyaden dan Sri Kartikawati. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Gunung Batu 01, SMPN 4 Bogor, SMAN 4 Bogor, dan diterima di IPB melalui jalur UTMI (Ujian Talenta Mandiri IPB) pada tahun 2010 di program Studi Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Tabel 2 Persayaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar
Gambar 1 Diagram alir proses penelitian bawang merah
Gambar 2 Proses pengeringan di lahan dengan waktu pengeringan (a) 2 hari, (b) 9
Gambar 3 Proses sortasi dan  cleanning pada bawang merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rataan bobot basah umbi per plot (g) tanaman bawang merah terhadap perlakuan vermikompos dan urin domba. Hubungan antara bobot umbi basah per plot bawang merah

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi terkait kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai bagi penyimpanan benih untuk menekan

Dari grafik dapat dilihat bahwa penurunan kadar air suhu 15 ° C berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu 10 ° C dengan rata-rata RH yang hampir sama yaitu

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perawatan umbi bawang merah setelah pengeringan dan selama penyimpanan antara lain : (1) penurunan suhu bawang merah menjelang

Pengeringan bawang merah dengan tekanan vakum dan suhu rendah akan memberikan manfaat kepada petani ataupun pengusaha, karena dapat menghasilkan bawang merah kering bermutu

penyimpanan berpengaruh tidak signifikan terhadap vigor umbi bibit bawang merah, sedangkan kadar air dan interaksi antara kadar air dan suhu penyimpanan juga

penyimpanan berpengaruh tidak signifikan terhadap vigor umbi bibit bawang merah, sedangkan kadar air dan interaksi antara kadar air dan suhu penyimpanan juga

Tanaman yang memiliki luas daun tinggi akan memperoleh cahaya matahari lebih besar sehingga akan berpengaruh pada bobot basah dan bobot kering umbi bawang merah