• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

EKI ARYANTO PRAWIRO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

AWAL UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Eki Aryanto Prawiro

(4)

ABSTRAK

EKI ARYANTO PRAWIRO. Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu. Dibimbing oleh LILIK PUJANTORO.

Penanganan pascapanen yang buruk menyebabkan kerusakan dan pertumbuhan tunas sebelum waktunya. Untuk itu kajian interaksi perlakuan kadar air awal dan perlakuan suhu rendah diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji pengaruh kadar air dan suhu rendah terhadap kerusakan dan pertumbuhan tunas, serta mengetahui kadar air dan suhu optimal untuk mengurangi kerusakan dan pertumbuhan tunas. Metode penelitian ini menggunakan beberapa tingkat kadar air, yaitu: kadar air ±85%, ±83%, dan ±81%, lalu bibit bawang merah disimpan pada suhu 5°C dan suhu ruang selama 8 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, interaksi kadar air dan suhu tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tunas, namun berpengaruh signifikan terhadap kerusakan. Kadar air optimal dengan kisaran 80-85% mampu menahan persentase pertumbuhan tunas, tetapi tidak mampu menahan persentase kerusakan. Persentase kerusakan mencapai 19.8%. Suhu 5°C paling optimal untuk mengurangi persentase kerusakan, namun persentase pertumbuhan tunas tertinggi terjadi pada penyimpanan suhu 5°C mencapai 4.8%.

Kata kunci: bibit bawang merah, kadar air, kerusakan.

ABSTRACT

EKI ARYANTO PRAWIRO. The Storage of Shallot Seed (Allium ascalonicum

L.) on Low Temperature and Treatment of Initial Moisture Content for Maintain The Quality. Supervised by LILIK PUJANTORO.

Bad post-harvest handling cause shallot damage and sprouting before the right time. Therefore the study of interaction initial moisture content and low temperature treatment is needed. The purpose of this research are to testing the effect of moisture content and low temperature of the damage and sprouting, and to knowing optimum moisture content and temperature to reduce the damage and sprouting. Methods of this research using some levels moisture content, there are ±85%, ±83%, dan ±81%, and then shallot seed stored at temperature 5°C and room temperature during 8 weeks. The result showed that interaction of moisture content and temperature had not significant effect on the sprouting, but significant effect on the damage. Optimum moisture content in the range of 80-85% can hold percentage of sprouting, but it cannot hold damage percentage. Percentage of damage is 19.8%. Temperature 5°C is the most optimal to reduce damage percentage, but the highest percentage of sprouting occurred at temperature 5°C. Percentage of sprouting is 4.8%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

EKI ARYANTO PRAWIRO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

AWAL UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu

Nama : Eki Aryanto Prawiro NIM : F14100065

Disetujui oleh

Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu.

Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr selaku pembimbing terima kasih atas bimbingannya serta saran dan kritik bagi penulis.

2. Dr Muhammad Yulianto dan Dr Emmy Darmawati selaku dosen penguji, terimakasih atas saran dan kritik bagi penulis.

3. Mamah, Papah, dan Mas Adit terima kasih atas doa, dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini.

4. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Pak Harto dan Mas Abas terima kasih atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

5. Teman-teman satu bimbingan Muhammad Salman Mujahid, Silvia Sinaga, Candra Heri S, dan Bagus terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

6. Teman-teman TMB, Imam Febrian, Fachri Ayik, Rosma Zumantini, Erlin Cahya, Vina Rondang, Rifqi Haris, Dian Andriani, Aulya Abrar, Fitri, dan kak Mutia. Terimakasih atas bantuan tenaga dan dukungan semangatnya.

7. Teman-teman seperjuangan TMB 47 terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan semangatnya bagi penulis.

8. Teman-teman spesial, Dwigita Ananda, Christy Ivana, Arnoldy Syahputra, Judanto P, Niken P, Akmal Akbar, Astri E, dan Yogi. Termakasih atas dukungan semangatnya.

9. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penulis selama penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

METODE 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 7

Prosedur Pengukuran Parameter Penelitian 10

Rancangan Percobaan 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kadar Air 12

Susut Bobot 15

Kekerasan 17

Kerusakan 20

Pertumbuhan Tunas 22

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 29

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Bibit bawang merah 7

2 Prosedur penelitian dan parameter uji penyimpanan bibit bawang merah dengan perlakuan kadar air dan suhu simpan 8

3 Pengemasan bibit bawang merah 9

4 Perubahan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan

perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 13

5 Analisis regresi linear perubahan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 14 6 Perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah selama

penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 16 7 Analisis regresi linear susut bobot per umbi bibit bawang merah

selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 16 8 Perubahan kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan

dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan

perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 18

9 Analisis regresi linear kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 19 10 Persentase kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan

8 minggu dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%)

dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 21

11 Analisis regresi linear kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 21 12 Persentase pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama

penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 23 13 Analisis regresi linear pertumbuhan tunas bibit bawang merah

selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang) 24 14 Uji kemampuan tumbuh tunas bibit bawang merah setelah

penyimpanan selama 8 minggu setelah ditanam selama 14 hari 25 15 Rheometer dan Tabung Desikator 30

16 RH meter, Termometer, dan Cold Storage 30

17 Timbangan Digital 30

18 Oven 30

19 Pengeringan bibit bawang merah 31

20 Penyakit 39

21 Keropos 39

22 Berakar 39

(11)

24 Grafik suhu udara selama penyimpanan di dalam cold storage

dan laboraturium TPPHP 44

25 Grafik RH udara selama penyimpanan di dalam cold storage

dan laboraturium TPPHP 44

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia 1 2 Syarat Mutu Bibit Bawang Merah Sesuai dengan SNI 01–

3159-1992 4

3 Pengaruh interaksi kadar air awal dan suhu terhadap kadar air

bibit bawang merah selama penyimpanan 14

4 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap susut bobot per umbi bibit bawang merah selama penyimpanan 17 5 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kekerasan bibit

bawang merah selama penyimpanan 19

6 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kerusakan bibit

bawang merah selama penyimpanan 22

7 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 SNI 01-6997-2004 Benih bawang merah bentuk umbi kelas

benih dasar (BD) 29

2 Gambar alat yang digunakan dalam penelitian 30 3 Data pengukuran dan perhitungan kadar air awal bibit bawang

merah sebelum penyimpanan serta gambar pengeringan bibit

bawang merah 31

4 Data pengukuran dan perhitungan rata-rata populasi 1 dan

populasi 2 kadar air bibit bawang merah 32

5 Data pengukuran dan perhitungan rata-rata kadar air bibit

bawang merah 32

6 Hasil analisis sidik ragam kadar air bibit bawang merah 33 7 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata populasi 1 dan

populasi 2 susut bobot bibit bawang merah 34 8 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata susut bobot bibit

bawang merah 34

9 Hasil analisis sidik ragam susut bobot 35

10 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata kekerasan populasi

1 dan populasi 2 bibit bawang merah 36

11 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata kekerasan bibit

bawang merah 36

(12)

13 Data pengukuran, perhitungan, dan gambar kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan suhu (5°C dan suhu

ruang) untuk tiap populasi 38

14 Hasil analisis sidik ragam kerusakan bibit bawang merah 40 15 Data pengukuran dan perhitungan pertumbuhan tunas bibit

bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan suhu (5°C dan suhu

ruang) untuk tiap populasi 41

16 Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tunas bibit bawang

merah 43

17 Grafik suhu dan RH bibit bawang merah selama penyimpanan 8

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah ataupun di dataran tinggi dan dapat diusahakan pada lahan bekas sawah (tanaman padi) maupun pada lahan kering seperti tegalan, kebun dan pekarangan. Walaupun demikian bawang merah pada umumnya dibudidayakan di dataran rendah pada akhir rnusim hujan (Maret - April) atau mush kemarau (Mei - Juni) untuk lahan beririgasi teknis.

Penanaman bibit bawang merah di luar rnusim (musim hujan) banyak mendapat hambatan seperti melimpahnya air hujan yang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman, kelembaban udara, dan tanah yang cukup tinggi memberikan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme penyebab penyakit (Suhardi 1993), dan budidaya bawang merah di luar musim memerlukan biaya produksi yang relatif tinggi. Kenyataan ini dapat menimbulkan permasalahan pada persediaan bawang merah sepanjang musim.

Bibit bawang merah merupakan masukan utama dalam agribisnis dan proses pengadaannya juga merupakan kegiatan agribisnis karena sebagai bahan baku industri pertanian. Bibit bawang merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil bawang merah. Bibit dipilih dari umbi hasil pertanaman untuk konsumsi yaitu umbi-umbi yang berukuran kecil (4-5 g/umbi). Penggunaan bibit yang bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi. Keterbatasan bibit sumber yang dibutuhkan oleh petani menyebabkan petani menanam bibit apa adanya (bermutu rendah), akibatnya produksi yang dihasilkan sangat rendah dan berumbi kecil.

Tabel 1 Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia

Tahun 2008 2009 2010 2011

Kebutuhan (ton) 118655 120020 121400 147611 Ketersediaan (ton) 18522 27410 27483 33950

Ketersediaan (%) 16 23 23 23

Sumber: Mudatsir 2013

Dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa ketersediaan bibit bawang merah tidak dapat mengimbangi kebutuhan bibit bawang merah (Tabel 1). Permasalahan di atas dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan penanganan pascapanen yang baik dan didukung sistem penyimpanan yang memadai.

(14)

2

Penyimpanan produk pertanian segar pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk. Pada penyimpanan bibit bawang merah dengan suhu rendah dapat mengurangi kehilangan air dari umbi, menjaga agar laju respirasi tidak tinggi, dan memperlambat terjadinya metabolisme sehingga dapat menghambat pertumbuhan tunas. Untuk itu kajian pengaruh perlakuan kadar air dengan cara pengeringan dan penyimpanan suhu rendah diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan bibit bawang merah dengan cara mengurangi jumlah kerusakan dan pertumbuhan tunas selama penyimpanan.

Perumusan Masalah

Penyimpanan bibit bawang merah yang masih kurang tepat dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah kerusakan bibit bawang merah dan pertumbuhan tunas sebelum waktunya. Hal ini yang menyebabkan berkurangnya kualitas bibit dan ketersedian bibit bawang merah yang masih belum mencukupi. Penyimpanan bibit bawang yang tepat tentunya dapat mengurangi kerusakan dan pertumbuhan tunas pada bibit bawang merah. Untuk itu perlu dikaji perlakuan pengeringan yang berpengaruh terhadap kadar air selama penyimpanan dan penyimpanan suhu rendah yang dapat memperpanjang masa simpan bibit bawang merah sehingga kebutuhan bibit bawang dapat terpenuhi.

Tujuan Penelitian

1. Menguji pengaruh kadar air terhadap kerusakan dan pertumbuhan tunas bibit bawang merah.

2. Menguji pengaruh suhu penyimpanan bibit bawang merah terhadap kerusakan dan pertumbuhan tunas bibit bawang merah.

3. Menentukan kadar air dan suhu penyimpanan optimal untuk mengurangi kerusakan dan pertumbuhan tunas bibit bawang merah.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kadar air dan suhu yang terbaik untuk penyimpanan bibit bawang merah sebelum proses penanaman sehingga dapat menjaga kebutuhan akan bibit serta mengurangi kerusakan dan pertumbuhan tunas pada bibit bawang merah sebelum waktu tanam tiba.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3 pada kisaran 60-70%, sedangkan suhu ruang ada pada kisaran 80-92%. Kemudian disimpan selama 8 minggu pada cold storage dan suhu ruang, kemudian dilakukan pengamatan dan perhitungan berdasarkan susut bobot, kadar air, kekerasan, persentase kerusakan dan persentase pertumbuhan tunas selama penyimpanan. Penelitian dilakukan dengan dua kali pengulangan agar hasil lebih akurat dan dapat dibandingkan antara pengulangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Bawang merah termasuk divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class Monocotyledonae, ordo Asparagales (Lilliiflorae), famili Alliacea

(Amaryllidaceae), genus Allium, dan species Allium ascalonicum L. (Brewster 1994).

Bibit bawang merah dapat tumbuh dengan baik dengan memerlukan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tanaman bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yakni 1000 m di atas permukaan laut (m dpl) dan baik diusahakan pada lahan bekas sawah maupun di tanah darat atau lahan kering seperti tegalan, kebun dan pekarangan. Tanaman bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl. Namun tanaman akan berumur lebih panjang dan hasil umbinya lebih rendah dibandingkan di dataran rendah (Suwandi dan Hilman 1996).

Bawang merah adalah produk pertanian yang berbentuk umbi lapis dengan memiliki sifat yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan yang sering terjadi pada bawang merah yaitu pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, mengalami pertunasan, pertumbuhan akar dan tumbuh jamur. Kerusakan inilah yang sering terjadi pada saat penyimpanan dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dari umbi yang terjadi selain terjadinya susut bobot yang pada akhirnya tentu akan berpengaruh terhadap harga bawang merah dipasaran (Nurkomar 2001).

(16)

4

Tabel 2 Syarat Mutu Bibit Bawang Merah Sesuai dengan SNI 01–3159-1992

Karakteristik Syarat

Mutu I Mutu II

Varietas Seragam Seragam

Ketuaan Tua Cukup tua

Kekerasan Keras Cukup keras

Diameter Min. 1,7 cm Min. 1,3 cm

Kerusakan (b/b) Maks. 5% Maks. 8%

Busuk (b/b) Maks. 1% Maks. 2%

Kotoran (b/b) Tidak Ada Tidak ada

Sumber : Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1999)

Selain syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI bawang merah segmen pasar juga menetapkan persyaratan bibit bawang merah bentuk umbi kelas benih dasar SNI 01-6997-2004 yang disajikan pada Lampiran 1.

Bawang merah pada dasarnya dapat dibudidayakan dengan dua cara yaitu vegetatif (bibit) dan generatif (TSS). Cara vegetatif dengan menggunakan umbi mempunyai beberapa kelemahan antara lain: kebutuhan umbi bibit tinggi yaitu 1-1.5 ton/ha, rentan tertular penyakit terutama virus, biaya transportasi tinggi, membutuhkan gudang/tempat penyimpanan khusus karena jumlahnya yang besar dan produktivitas rendah (Sumanaratne et al. 2002). Cara generatif yaitu menggunakan biji yang memiliki beberapa keuntungan antara lain: kebutuhan biji sedikit 3-7.5 kg, biaya penyediaan lebih murah, penyimpanan benih lebih mudah tidak diperlukan bangunan/ruang yang besar untuk penyimpanan bibit karena ukuran biji jauh lebih kecil dibandingkan umbi, umur simpan bibit lama, dapat ditanam saat dibutuhkan, mudah, dan murah untuk didistribusikan, variasi mutu bibit rendah dan produktivitas tinggi (Permadi 1995). Penggunaan biji sebagai bahan tanam mempunyai kelemahan yaitu harus melewati masa pembibitan sehingga memerlukan biaya pembibitan dan waktu panen yang lebih lama yaitu 121 hari setelah pindah tanam (Jasmi et al. 2013).

Penyimpanan Suhu Rendah Bibit Bawang Merah

(17)

5

Sifat Kadar Air Bawang Merah

Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan sangat menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno 1997).

Bawang merah mampu menyerap dan melepaskan uap air dengan mudah (higroskopis) namun untuk menurunkan kadar air yang signifikan diperlukan penanganan khusus, seperti perlakuan pengeringan (Permadi 1995).

Kadar air bibit merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran bibit, kemunduran bibit sejalan dengan meningkatnya jumlah kadar air bibit tersebut. Kemunduran yang terjadi pada bibit simpan kering disebabkan oleh kurangnya sistem yang dapat bekerja untuk memperbaiki dan mengganti bagian-bagian yang telah rusak. Namun pada bibit simpan lembab, sistem perbaikannya dapat bekerja dengan baik (Justice dan Bass 2002).

Tempat penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap kadar air bibit, hal ini terjadi disebabkan oleh tempat penyimpanan yang tidak kedap udara, bibit tersebut mengadakan keseimbangan kadar air dengan udara sekitarnya sehingga kadar air menjadi tinggi. Sedangkan tempat penyimpanan yang kedap udara dapat mempertahankan kadar air tetap rendah. Jika kadar air bibit tetap rendah dalam batas maksimal selama periode penyimpanan, maka bibit akan dapat mempertahankan mutu dan kualitasnya, sehingga viabilitas dan vigor benih tetap baik (Priyantono et al. 2013).

Bibit vegetatif (umbi semu) memiliki kadar air tinggi sehingga membutuhkan proses dan cara penyimpanan yang sesuai agar dapat mempertahankan viabilitas selama penyimpanan. Daya berkecambah, pemunculan kecambah dan kandungan cadangan makanan akan menurun sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Untuk mempertahankan viabilitas bibit selama proses penyimpanan maka bibit harus dikeringkan terlebih dahulu sesuai sifat bibit tersebut. Kadar air dan nilai susut bibit bawang merah yang disimpan tergantung pada varietas dan lama penyimpanan. Seperti pada varietas Lembah Palu dan Palasa yang disimpan selama 60 hari kadar airnya menurun sekitar 74-76%, namun nilai susut varietas Lembah Palu mencapai 50% sedangkan varietas Palasa mencapai 35% (Maemunah 2010).

Pengeringan

(18)

6

Pertunasan Bawang Merah

Suhu merupakan faktor alami yang mengatur pertumbuhan dan morfogenesis. Perlakuan suhu rendah (vernalisasi) pada organ tanaman dapat meningkatkan aktivitas pembelahan sel dan giberelin endogen serta peningkatan aktivitas auksin. Giberelin bekerja pada gen dengan menyebabkan aktivitas gen-gen tertentu. Gen-gen-gen yang diaktifkan membentuk enzim-enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morfogenesis (penampilan/kenampakan tanaman), selain itu giberelin juga dapat mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses pembelahan sel (Dinarti et al. 2011).

Bawang melewati masa dormansi pada suhu dan kelembaban yang sesuai akan diikuti munculnya pertunasan, akar, dan tajuk daun (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Kerusakan

Bawang merah dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yang terlihat pada permukaan. Menurut Sinaga dan Hartuti (1991) mengatakan bahwa tingkat kerusakan, susut bobot, kadar air, kadar VRS dan kadar total padatan terlarut umbi bawang merah selama penyimpanan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu varietas dan cara penyimpanan.

Mikroba yang telah teridentifikasi menyebabkan kerusakan pada bawang merah selama penyimpanan adalah Penicillium spp. Aspergillus spp. Botrytis spp.

Fusarium spp. Pseudomonas spp. dan Erwinia spp. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroba-mikroba ini adalah kondisi pelayuan yang kurang baik, penanganan selama pemanenan, dan telalu tingginya temperatur dan kelembaban selama penyimpanan (Nugraha et al. 2009).

Susut Bobot

Susut bobot adalah pengurangan bobot atau berat bawang merah selama proses penyimpanan. Dari persentase susut bobot selama penyimpanan petani akan dapat menghitung bobot akhir setelah penyimpanan, sekaligus bisa memprediksi nilai tambah yang akan diperoleh dalam melakukan penyimpanan.

(19)

7

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan selama tiga bulan dari bulan Maret sampai Juni 2014.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini secara lengkap disajikan pada foto Lampiran 2 halaman 30, yang terdiri dari:

1 Oven

2 Timbangan Digital 3 Rheometer CR-500 DX 4 Tabung Desikator

5 RH meter & Termometer 6 Timbangan Digital

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit bawang merah varietas Bima Brebes yang didapat dari petani bawang merah di Brebes, kemudian dibersihkan dan dikemas menggunakan rajut dan dibawa ke Bogor menggunakan kerata api. Bahan kemasan yang digunakan untuk mengangkut adalah kemasan rajut 57cm x 32 cm.

Prosedur Penelitian

Persiapan Bibit Bawang Merah

Bibit bawang merah diangkut dari lahan pertanian. Kemudian bibit bawang merah yang diperoleh diikat dan dibersihkan dari kotoran yang tidak memiliki kerusakan atau cacat dengan ukuran seragam seperti pada Gambar 1. Penelitian ini menggunakan cara vegetatif yang dinilai lebih mudah dan lebih cepat untuk penanganannya. Prosedur penelitian dan parameter yang diukur disajikan secara lengkap pada Gambar 2.

(20)

8

Gambar 2 Prosedur penelitian dan parameter uji penyimpanan bibit bawang merah dengan perlakuan kadar air dan suhu simpan

Pengolahan dan analisis data

Selesai Pengamatan dan pengukuran parameter

mutu bibit bawang merah tiap 7 hari selama

penyimpanan

(21)

9

Persiapan Kondisi Awal Kadar Air Bibit Bawang Merah

Bibit bawang merah dipersiapkan untuk perlakuan kadar air. Perlakuan kadar air dilakukan dengan cara bibit bawang merah dikeringkan dan dijemur di bawah sinar matahari. Pengeringan bibit bawang merah dilakukan guna menurunkan dan menyeragamkan kadar air sesuai yang diinginkan. Pengeringan dilakukan di Brebes. Petani di Brebes biasanya melakukan pengeringan bibit bawang merah selama 2-14 hari tergantung permintaan bibit bawang merah. Lama pengeringan 2 hari sering disebut bibit bawang merah basah. Lama pengeringan 7 hari disebut kering lokal, biasanya hasil dari bibit bawang merah ini dijual ke luar kota Brebes dan luar pulau. Lama pengeringan 14 hari disebut kering askip (kondisi kering), biasanya bibit bawang merah ini digunakan sebagai stok persediaan.

Bibit bawang merah dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu masing-masing: kadar air ±85% (pengeringan 2 hari), ±83% (pengeringan 7 hari), dan ±81% (pengeringan 14 hari), selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air awal di laboraturium TPPHP.

Pengemasan Bibit Bawang merah

Setelah perlakuan kadar air, dilakukan pengemasan bibit bawang merah di laboraturium TPPHP. Bibit bawang merah terlebih dahulu ditimbang sebanyak 1.5 kg tiap kemasan, kemudian dimasukan ke dalam kemasan rajut dengan kapasitas masing-masing sebesar 1.5 kg, seperti pada Gambar 3. Jumlah bibit bawang merah tiap kemasan mencapai 250-350 umbi bibit bawang merah.

Gambar 3 Pengemasan bibit bawang merah

Penyimpanan Bibit Bawang Merah

(22)

10

Prosedur Pengukuran Parameter Penelitian

Kadar Air

Sampel sebanyak 2 umbi bibit bawang merah (10-15 gram) ditimbang dan diletakan di dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-105°C sampai berat konstan (24 jam). Sebelum ditimbang cawan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat sampel selama pengeringan terhadap berat awal sampel (AOAC 1984).

(1)

Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan bibit terhadap jarum (probe) dari rheometer. Bibit bawang merah ditekan oleh jarum, beban maksimum 2 kg. Diameter jarum sebesar 5 mm, R/H Hold sebesar 6.0 mm, P/T

Press sebesar 30 mm/m. Nilai kekerasan dengan satuan kgf/mm2. Uji kekerasan dilakukan pada titik dibagian tengah bibit. Sampel sebanyak 5 umbi bibit bawang merah yang berbeda setiap minggunya digunakan untuk uji kekerasan.

Susut Bobot

Susut bobot merupakan berkurangnya berat komoditas setelah aktivitas penyimpanan. Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Sampel sebanyak 20 umbi bibit bawang merah, diberi tanda untuk diukur bobot setiap minggunya (Andreas 2013). Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

(2)

Keterangan :

W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

Persentase Kerusakan Bibit

Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan terhadap kerusakan selama penyimpanan yang disebabkan oleh umbi busuk, keropos (hampa), dan berakar. Nilai persentase kerusakan bibit adalah perbandingan banyaknya bibit yang rusak akibat berakar, keropos ataupun terkena penyakit selama penyimpanan dengan jumlah awal seluruh bibit.

(23)

11

Persentase Pertumbuhan Tunas Selama Penyimpanan

Persentase pertunasan selama penyimpanan diukur dengan membandingkan jumlah bibit-bibit yang telah bertunas dalam periode tertentu dengan jumlah awal bibit.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dua faktor dengan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah:

K = perlakuan kadar air bibit bawang merah K1 = kadar air bibit bawang merah ±85% K2 = kadar air bibit bawang merah ±83% K3 = kadar air bibit bawang merah ±81% P = perlakuan suhu penyimpanan

P1 = penyimpanan dengan temperatur 5 °C P2 = penyimpanan dengan temperatur ruang

Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah :

Yijk = μ + Pi + Kj+ (PK)ij + Cijk (5) Keterangan:

Yijk = Pengamatan perlakuan P ke i dan K ke j

μ = Nilai rata-rata harapan

Pi = Perlakuan suhu penyimpanan pada taraf ke i.

Kj = Perlakuan kadar air bibit bawang merah pada taraf ke j.

(PK)ij = Interaksi perlakuan suhu penyimpanan dan perlakuan kadar air bibit bawang merah pada taraf i dan j.

Cijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan P ke i dan K ke j pada ulangan ke k

Dengan:

i = 1,2 (Suhu penyimpanan) j = 1,2,3 (kadar air)

k= 1,2 (Ulangan)

Analisis data didasarkan pada analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf f = 0.05. Analisis data menggunakan Software

(24)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Gambar 4 menunjukan perubahan kadar air bibit bawang merah dengan beberapa perlakuan kadar air, yaitu kadar air ±85% (K1), ±83% (K2), dan ±81% (K3) dengan perlakuan penyimpanan suhu rendah 5°C (P1) di dalam cold storage

dan suhu ruang (P2) disimpan selama 8 minggu. Perlakuan kadar air bibit bawang merah dengan cara pengeringan pada awal penelitian memberikan nilai kadar air yang berbeda-beda. Semakin lama pengeringan, maka kadar air bibit bawang merah akan semakin kecil. Untuk kadar air pengeringan 2 hari (K1) rata-rata sebesar 85%, untuk pengeringan 7 hari (K2) rata-rata kadar air sebesar 83.6% dan untuk pengeringan selama 14 hari (K3) kadar air rata-rata sebesar 81.8% (Lampiran 3). Beda penurunan kadar air mencapai ±1.5%.

Grafik perubahan kadar air bibit bawang merah pada Gambar 4 menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi kadar air selama penyimpanan. Menurut Andreas (2013) fluktuasi kadar air selama penyimpanan karena pengambilan sampel yang berbeda tiap minggunya. Kadar air yang diharapkan selama penyimpanan adalah bibit bawang merah dengan kadar air yang tidak tinggi. Hal ini sesuai pernyataan Sutopo (2002) yang menyatakan bahwa pada umumnya bibit tidak dianjurkan disimpan pada kadar air tinggi, karena akan cepat kehilangan viabilitasnya, dengan banyak air dalam bibit maka pernapasan akan dipercepat sehingga bibit akan kehilangan banyak energi.

Suhu dan RH udara dalam penyimpanan juga mempengaruhi fluktuasi kadar air bibit bawang. Menurut penyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) hubungan suhu penyimpanan terhadap perubahan kadar air adalah semakin tinggi suhu maka laju respirasi akan meningkat hal ini yang menyebabkan kadar air bibit bawang merah turun begitu pula sebaliknya jika suhu turun maka respirasi akan menurun dan kadar air bibit bawang merah meningkat. Hubungan RH udara penyimpanan dengan perubahan kadar air adalah semakin tinggi RH udara maka udara mengandung banyak air yang cenderung akan diserap oleh bibit bawang merah sehingga kadar air akan meningkat dan sebaliknya jika RH udara rendah maka udara mengandung lebih sedikit air sehingga kadar air bibit bawang merah akan turun.

(25)

13 Menurut pernyataan Nurkomar (2001) molekul-molekul pada permukaan air yang berinteraksi dengan udara mengalami pergerakan untuk membebaskan diri menuju udara yang molekulnya lebih sedikit dan lebih bebas. Gerakan pelepasan molekul yang disebut evaporasi atau penguapan ini menyebabkan permukaan air mempengaruhi tekanan atmosfer menjadi Water Vapour Pressure (WVP). Air pada suhu tertentu memiliki WVP konstan, sedangkan uap air sesuai dalam udara memiliki tekanan parsial yang dikenal sebagai WVP udara. Jika molekul-molekul air terus melepaskan diri menuju udara dalam suatu sistem tertutup, konsentrasinya akan meningkat. Gerakan acak yang dilakukan mengakibatkan molekul-molekul ini makin terpusat, dan terjadi gaya tarik-menarik yang semakin kuat hingga akhirnya kembali membentuk fase cair, baik dalam bentuk kabut atau embun. Pada konsentrasi maksimum, udara dikatakan jenuh dengan uap air dan tekanan parsial dari uap air di udara sama dengan WVP permukaan air. Pada keadaan jenuh dan temperatur merata, air dan uap air atmosferik berada dalam keadaan kesetimbangan dinamik dan terjadi pertukaran molekul antara fase cair dan fase uap. Jika udara dan air jenuh berada pada temperatur sama, air akan mengalami evaporasi sampai kesetimbangan dinamik tercapai pada WVP jenuh. Pengaruh dari Water Vapour Pressure (WVP) ini yang menyebabkan pada kemasan K2P1 mengalami kenaikan kadar air pada minggu ke-7 sedangkan pada kemasan K1P1, K1P2, K2P2, K3P1, dan K3P2 mengalami penurunan kadar air.

Penurunan kadar air dari awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan tertinggi terjadi pada kemasan K1P1 sebesar 1.75%. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan K1P1 yang disimpan di cold storage mampu mempertahankan viabilitasnya karena mampu mempertahankan kadar airnya untuk tetap rendah.

Gambar 4 Perubahan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu

(26)

14

Berdasarkan grafik analisis regresi linear perubahan kadar air (Gambar 5), kemasan K1P1 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar -0.170, hal ini menunjukkan bahwa laju penurunan kadar air paling cepat terjadi pada kemasan K1P1 dibandingkan dengan kemasan yang lainnya.

Gambar 5 Analisis regresi linear perubahan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Tabel 3 Pengaruh interaksi kadar air awal dan suhu terhadap kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan

Perlakuan Kadar air bawang merah pada minggu ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Kadar air bibit bawang merah (%) a

K1 P1 85.3a 84.3a 84.4a 84.1a 84.3a 83.9a 84.0a 83.2a 83.8a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Linear (k1p1) Linear (k1p2) Linear (k2p1)

(27)

15 Namun hasil uji statistik pada Tabel 3, menunjukkan bahwa interaksi antara kadar air awal dengan suhu tidak berbeda nyata terhadap kadar air bibit bawang merah. Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara interaksi kadar air awal dengan suhu terhadap kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan. Sehingga seluruh perlakuan tidak berpotensi menahan penurunan kadar air bibit bawang merah yang akan berpengaruh terhadap susut bobot.

Susut Bobot

Hubungan kadar air dengan susut bobot adalah semakin tinggi kadar air maka bobot bibit bawang merah akan meningkat, susut bobot akan berkurang dan sebaliknya jika semakin kecil kadar air, bobot akan menurun yang menyebabkan susut bobot akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998), respirasi akan berjalan cepat dengan meningkatnya suhu, sehingga lapisan sekulen terluar dari bawang merah akan lambat laun mengering dan akan mengurangi kandungan air dari lapisan sekulen bagian dalam. Proses ini akan berlanjut, yang berakibat menurunnya lapisan sekulan, bersamaan dengan berkurangnya diameter bibit bawang merah. Faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil produksi bawang merah diantaranya adalah umbi bibit yang digunakan. Faktor yang menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah diameter umbi. Diameter umbi bibit yang besar cenderung dapat menyediakan cadangan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan (Suwandi dan Hilman 1996).

Grafik perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah pada Gambar 6 menunjukkan bahwa susut bobot bibit bawang merah per umbi jika dikaitkan dengan grafik perubahan kadar air (Gambar 4), seharusnya jika kadar air meningkat maka susut bobot akan berkurang dan sebaliknya jika kadar air turun maka susut bobot akan meningkat. Namun yang terjadi adalah ketika kadar air meningkat susut bobot ikut meningkat, begitu pula saat kadar air turun maka susut bobot juga turun. Seperti pada kemasan K1P2 dan K3P2 pada minggu ke-8, berdasarkan grafik perubahan susut bobot per umbi mengalami peningkatan susut bobot dan pada grafik perubahan kadar air minggu ke-8 (Gambar 4) juga mengalami peningkatan kadar air. Hal ini dikarenakan penggunaan sampel untuk kadar air dan susut bobot yang berbeda dan pengaruh Water Vapour Pressure

(WVP).

(28)

16

Gambar 6 Perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Berdasarkan grafik analisis regresi linear perubahan susut bobot per umbi (Gambar 7), kemasan K2P2 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar 0.722, hal ini menunjukkan bahwa laju kenaikan susut bobot paling cepat terjadi pada kemasan K2P2 selama penyimpanan 8 minggu.

Gambar 7 Analisis regresi linear susut bobot per umbi bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

0

k1p1 k1p2 k2p1 k2p2 k3p1 k3p2

y = 0.271x

Linear (k1p1) Linear (k1p2) Linear (k2p1)

(29)

17 Hasil uji statistik pada Tabel 4, menunjukkan bahwa interaksi kadar air dan suhu tidak berbeda nyata terhadap susut bobot per umbi bibit bawang merah. Artinya interaksi antara kadar air dengan suhu tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan susut bobot bibit bawang merah selama penyimpanan. Interaksi kadar air dan suhu menunjukkan hasil berbeda nyata hanya pada minggu ke-6. Seperti pada kemasan K1P1 dengan K2P2 pada minggu ke-6 yang menunjukkan hasil interaksi kadar air dan suhu berbeda nyata terhadap susut bobot per umbi bibit bawang merah.

Tabel 4 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap susut bobot per umbi bibit bawang merah selama penyimpanan

Perlakuan Susut bobot bawang merah pada minggu ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Susut bobot bibit bawang merah (%) a

K1 P1 0 0.54a 1.17a 1.55a 0.85a 1.48a 1.96bc 2.35a 1.09a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Kekerasan

(30)

18

Hal ini dikarenakan kemasan K3 dengan kadar air kisaran 80-83% dan disimpan pada suhu ruang cenderung untuk menyerap air lebih banyak sehingga kekerasan meningkat. Hal ini dipengaruhi juga oleh suhu dan RH udara penyimpanan (Andreas 2013).

Gambar 8 Perubahan kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Berdasarkan grafik analisis regresi linear kekerasan bibit bawang merah pada Gambar 9, kemasan K1P1 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar -0.119, hal ini menunjukan bahwa laju penurunan kekerasan selama penyimpanan tertinggi terjadi pada kemasan K1P1. Penurunan kekerasan dipengaruhi oleh penyimpanan suhu rendah 5°C selama penyimpanan yang dapat meningkatkan kekerasan.

3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

1 2 3 4 5 6 7 8

K

e

ke

rasan

(

kgf

/m

m

2)

Lama penyimpanan (minggu)

(31)

19

Gambar 9 Analisis regresi linear kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Tabel 5 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan

Perlakuan Kekerasan bibit bawang merah pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

Kekerasan bibit bawang merah (kgf/mm2) a

K1 P1 5.35a 5.26a 4.9a 4.28a 4.62a 4a 4.77a 4.6a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Hasil uji statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi kadar air dan suhu tidak berbeda nyata terhadap kekerasan bibit bawang merah. Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara interaksi kadar air dan suhu terhadap kekerasan bibit bawang merah. Sehingga seluruh perlakuan tidak berpotensi menahan perubahan kekerasan bibit bawang merah.

y = -0.1194x + 5.26

Linear (k1p1) Linear (k1p2) Linear (k2p1)

(32)

20

Kerusakan

Kerusakan bibit bawang merah disebabkan oleh bibit bawang yang keropos, bibit bawang yang terserang penyakit, dan bibit bawang yang berakar. Bibit bawang merah yang keropos dikarenakan pengeringan bibit bawang merah terkena sinar matahari langsung secara berlebihan terhadap bibit, sehingga terjadi kerusakan keropos pada bibit bawang merah. Kerusakan bibit bawang merah karena penyakit disebabkan oleh hama dan jamur yang merusak stuktur bibit bawang merah. Kerusakan bibit bawang merah yang berakar disebabkan oleh penyimpanan bibit bawang yang tidak tepat dan bibit bawang merah telah melewati masa dormansinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) bahwa bawang melewati masa dormansi pada suhu dan kelembaban yang sesuai akan diikuti munculnya akar dan tajuk daun.

Grafik kerusakan bibit bawang merah pada Gambar 10 menunjukkan bahwa kerusakan tertinggi bibit bawang merah selama disimpan diakibatkan bibit bawang merah keropos. Kerusakan karena keropos terendah terjadi pada kemasan K2P1 mencapai 1.68% selama penyimpanan 8 minggu. Kerusakan karena keropos tertinggi terjadi pada kemasan K2P2 mencapai 11% selama penyimpanan 8 minggu. Hal ini disebabkan oleh penggunaan suhu ruang yang tinggi dengan kisaran 25-30°C yang menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebih pada bibit bawang merah saat penyimpanan (Widiawati 2014). Bibit bawang merah yang mengalami kerusakan karena keropos memiliki kadar air yang kecil yaitu kurang dari 80% karena kehilangan banyak air.

Kerusakan karena penyakit tertinggi mencapai 7.91% terjadi pada terjadi pada kemasan K2P2 yang disebabkan oleh serangan Aspergillus sp. yang menyebabkan bibit bawang menjadi busuk dan hitam yang disimpan dengan suhu ruang.Hal ini menunjukkan bahwa pada kemasan K2P2 dengan kadar air kisaran 82-83% dan disimpan pada suhu ruang selama penyimpnan 8 minggu tidak mampu menahan laju pertumbuhan mikroba.

Kerusakan karena bibit bawang berakar tidak terjadi pada semua kemasan baik pada penyimpanan suhu ruang dan suhu 5°C. Pertumbuhan akar bibit bawang disebabkan oleh pengaruh penyimpanan yang kurang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan bibit bawang merah sudah tepat tidak mengalami kerusakan akibat bibit bawang merah berakar dengan kadar air kisaran 80-85% dapat menahan kerusakan bibit bawang merah akibat berakar.

(33)

21

Gambar 10 Persentase kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Berdasarkan grafik analisis regresi linear kerusakan bibit bawang merah pada Gambar 11, kemasan K2P2 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar 2.492, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka laju kenaikan kerusakan paling cepat bertambah pada kemasan K2P2 dibandingkan dengan kemasan yang lainnya.

Gambar 11 Analisis regresi linear kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

0

k1p1 k1p2 k2p1 k2p2 k3p1 k3p2

K

Linear (k1p1) Linear (k1p2) Linear (k2p1)

(34)

22

Hasil uji statistik pada Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi antara kadar air dengan suhu tidak berbeda nyata terhadap kerusakan bibit bawang merah dari minggu ke-1 sampai minggu ke-3. Namun interaksi kadar air dengan suhu menunjukkan hasil berbeda nyata antara minggu ke-4 sampai ke-8. Sehingga perlakuan berpengaruh signifikan terhadap perubahan kerusakan bibit bawang merah.

Tabel 6 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan

Perlakuan Keruskan bibit bawang merah pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

Kerusakan bibit bawang merah (%)a

K1 P1 1.34a 1.53a 1.92a 1.92c 2.11c 2.11c 2.31c 2.31c

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Pertumbuhan Tunas

Pertumbuhan tunas sebelum ditanam pada bibit bawang merah terjadi karena bibit bawang yang disimpan telah melewati batas waktu dormansi mengakibatkan bibit bawang merah yang awalnya dalam keadaan dormansi mengalami pertumbuhan tunas (Andreas 2013). Pengaruh perlakuan kadar air bibit bawang dan penyimpanan dengan suhu rendah terhadap pertumbuhan tunas adalah dapat memperpanjang masa dormasi selama penyimpanan sehingga bibit bawang yang disimpan tidak tumbuh tunas selama penyimpanan. Bibit bawang yang telah tumbuh tunas saat disimpan, dikatakan bibit bawang yang memiliki mutu yang buruk, karena apabila bibit bawang tersebut ditanam tidak akan tumbuh sebaik bibit bawang yang normal (Nugraha et al. 2009).

(35)

23 Jika dilihat dari pengaruh suhu, penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah akan memungkinkan persentase pertumbuhan tunas rendah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Andreas (2013), bahwa Suhu sendiri memberi pengaruh yang sangat unik terhadap pertumbuhan tunas. Penyimpanan pada suhu 15°C memiliki persentase pertumbuhan tunas yang lebih besar dibandingkan dengan suhu 10°C dan juga suhu ruang. Sehingga kemungkinan penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah akan memungkinkan pertunasan yang lebih rendah, begitu juga dengan penyimpanan dengan suhu yang lebih tinggi. Namun berdasarkan grafik persentase pertumbuhan tunas (Gambar 12), kemasan K3P1 memiliki persentase pertunasan yang paling tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kemasan K3P1 yang disimpan suhu 5°C tidak mampu menahan kenaikan persentase pertumbuhan tunas selama penyimpanan.

`

Gambar 12 Persentase pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Berdasarkan grafik analisis regresi linear pertumbuhan tunas (Gambar 13), kemasan K3P1 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi yaitu 0.328, hal ini menunjukkan bahwa laju kenaikan persentase pertumbuhan tunas paling cepat terjadi pada kemasan K3P1.

0

(36)

24

Gambar 13 Analisis regresi linear pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Tabel 7 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan

Perlakuan Pertumbuhan tunas bibit bawang merah pada minggu ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Pertumbuhan bibit bawang merah (%) a

K1 P1 0 0a 0.19a 0.19a 0.19a 0.19a 0.19a 0.96a 1.16a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Hasil uji statistik pada Tabel 7 menunjukkan bahwa interaksi kadar air dengan suhu tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu. Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara interaksi kadar air dan suhu terhadap pertumbuhan tunas bibit bawang merah. Sehingga seluruh perlakuan tidak berpotensi menahan kenaikan jumlah pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan.

y = 0.0976x

Linear (k1p1) Linear (k1p2) Linear (k2p1)

(37)

25

Hari Kemasan

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14

K1P1

K1P2

K2P1

K2P2

K3P1

K3P2

Gambar 14 Uji kemampuan tumbuh tunas bibit bawang merah setelah penyimpanan selama 8 minggu setelah ditanam selama 14 hari

(38)

26

dilakukan pada suhu ruang. Berdasarkan Gambar 14 menunjukkan bahwa pertumbuhan tunas setelah ditanam lebih cepat tumbuh pada kadar air awal bibit bawang merah ±81% (K3) dibandingkan dengan kadar air awal ±83% (K2) dan ±85% (K1). Terlihat pada hari ke-3 pada kemasan K3P1 dan K3P2 setelah ditanam tunas sudah muncul di permukaan tanah. Pada hari ke-7 dan hari ke-14 tunas sudah tumbuh dengan baik. Hal ini disebabkan oleh pengeringan yang paling lama yaitu selama 14 hari dengan kadar air ±81% (K3) yang dapat mengurangi masa dormansi dan merangsang pertumbuhan tunas bibit bawang merah setelah ditanam.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan kadar air tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tunas namun berpengaruh signifikan terhadap kerusakan. Perlakuan lama pengeringan awal mempengaruhi kadar air awal sebelum penyimpanan. Semakin lama pengeringan, kadar air akan semakin kecil. Kadar air selama penyimpanan mengalami fluktuasi. Kadar air optimal dengan kisaran80-85% mampu menahan kenaikan persentase pertumbuhan tunas. Persentase pertumbuhan tunas tertinggi hanya mencapai 4.8% pada kemasan K3P1. Namun kadar air dengan kisaran 82-83% tidak mampu mempertahankan kenaikan persentase kerusakan (penyakit, keropos, dan berakar). Total persentase kerusakan (penyakit, keropos, dan berakar) tertinggi mencapai 19.8% pada kemasan K2P2.

Perlakuan suhu juga tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tunas namun berpengaruh signifikan terhadap kerusakan. Penyimpanan suhu rendah 5°C paling optimal untuk menahan kenaikan persentase kerusakan. Total persentase kerusakan yang disimpan pada suhu rendah 5°C tidak lebih dari 3%. Suhu rendah 5°C tidak mampu menahan kenaikan persentase pertumbuhan tunas pada kemasan K3P1 mencapai 4.8%. Namun untuk penyimpanan suhu rendah 5°C dan suhu ruang pada kemasan K1P1, K1P2, K2P1, K2P2, dan K3P2 persentase pertumbuhan tunas tidak lebih dari 2%.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan durasi waktu pengeringan lebih lama dan memiliki perbedaan kadar air bibit bawang merah cukup jauh.

2. Perlu dilakukan penelitian analisis biaya untuk membandingkan biaya penyimpanan secara konvensional dengan penyimpanan cold storage.

(39)

27

DAFTAR PUSTAKA

Andreas V. 2013. Pengaruh suhu dan kemasan terhadap mutu bibit bawang merah (Allium ascalonicum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methodes of

Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. New York (US): AOAC.

Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Bawang Merah. Jakarta (ID): Badan Agribisnis Departemen Pertanian.

Brewster JL. 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. Wallingford (UK): CAB International. p 228.

Dinarti D, Purwoko BS, Purwito A, Susila AD. 2011. Perbanyakan tunas mikro pada beberapa umur simpan umbi dan pembentukan umbi mikro bawang merah pada dua suhu ruang kultur. Jurnal AgronIndonesia. 39(1):97–102. Efriany D. 2007. Pengaruh perlakuan temperatur pengeringan terhadap kualitas

umbi bibit, pertumbuhan dan produksi dua kultivar bawang merah (Allium ascalonicum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Prevention of Post Harvest Food Losses Fruits, Vegetables and Root Crops. Rome (IT): FAO. p 92. Histifarina D, Mussaddad D. 1998. Pengaruh cara pelayuan daun, pengeringan,

dan pemangkasan daun terhadap mutu dan daya simpan bawang merah.

Jurnal Hortikultura. 8(1):1036-1047.

Jasmi, Endang S, Didik I. 2013. Pengaruh vernalisasi umbi terhadap pertumbuhan, hasil, dan pembungaan bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) di dataran rendah. Jurnal Ilmu Pertanian. 16(1):42–57.

Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

Maemunah. 2010. Viabilitas dan vigor benih bawang merah pada beberapa varietas setelah penyimpanan. Jurnal Agroland. 17(1):18-22.

Miedema. 1994. Bulb dormancy in onion, the effect of temperature and cultivar sprouting and horting. Jurnal Horticultural Science. 69(1):29-39.

Mudatsir. 2013. Pengaruh suhu penyimpanan bibit bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap pertumbuhan dan hasil pada varietas Bima dan varietas Manjung [skripsi]. Cirebon (ID): Universitas Swadaya Gunung Jati. Nugraha S, Resa SA, Yulianingsih. 2009. Inovasi teknologi instore drying untuk mempertahankan mutu dan nilai tambah bawang merah. Prosiding Simposium Teknologi Inovatif Pascapanen; 2011 april 20-21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Nurkomar. 2001. Teknik penyimpanan bawang merah pasca panen di Jawa Timur.

Jurnal Teknologi Pertanian. 2(2):79-95.

Permadi AH. 1995. Pemuliaan Bawang Merah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.

(40)

28

Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Prinsip, Produksi, dan Gizi Sayuran Dunia. Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung.

Sinaga RM, Hartuti N. 1991. Pengaruh cara penyimpanan terhadap mutu bawang merah (Allium ascolanicum L.) Bul.Penel.Hort. 20(1):143-150.

Suhardi. 1993. Pengaruh waktu tanam dan interval penyemprotan fungisida terhadap intensitas serangan Alternaria porri dan Colletrotechum gloesporioides pada bawang merah. Bul.Penei.Hort. 36(1):138-147.

Sumanaratne JP, Palipane WMU, Sujeewa LGK. 2002. Feasibility of small onion (Alliun cepa L. Aggregatum Group) cultivation from true seeds. Annals of the Sri Lanka 4(1):39-46.

Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

Suwandi, Hilman Y. 1996. Budidaya Tanaman Bawang Merah. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. hlm 51-56.

Widiawati F. 2014. Perubahan mutu bawang merah (Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada suhu rendah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(41)

29

LAMPIRAN

Lampiran 1 SNI 01-6997-2004Benih bawang merah bentuk umbi kelas benih dasar (BD)

Tabel spesifikasi persyaratan di lapang

No Parameter Satuan Persyaratan

1 Campuran varietas lain dan tipe simpang % 0

2 Isolasi jarak, min meter 10

3 Penyakit, maks

virus: % 0.1

Onion Yellow Dwarf Virus (OYDV) Shallot Laten Virus (SLV)

Leak Yellow Stripe Virus (LYSV) Jamur:

Bercak ungu (Alternaria porri) % 0.5 Embun buluk (Peronospor

destructor) % 1

Tabel spesifikasi persyaratan mutu umbi

No Parameter Satuan Persyaratan

1 Campuran varietas lain dan tipe simpang % 0 2 Penyakit, maks

Jamur:

Busuk leher batang (Botrytis allii) % 0.5 Bercak ungu (Alternaria porri) % 0.5

Bakteri busuk lunak (Erwinia

carotavora) % 0.5

Busuk pangkal (Fusarium sp.) % 1 Anthraknose (Colletotrichum

(42)

30

Lampiran 2 Gambar alat yang digunakan dalam penelitian

Gambar 17 Rheometer Gambar 18 Tabung Desikator

Gambar 19 RH meter & Termometer Gambar 20 Cold Storage

(43)

31 Lampiran 3 Data pengukuran dan perhitungan kadar air awal bibit bawang merah sebelum penyimpanan serta gambar pengeringan bibit bawang merah

Kemasan Kadar Air (%) k1p1 85.29204 k1p2 84.71055 k2p1 83.61722 k2p2 83.61915 k3p1 81.94327 k3p2 81.79886

(44)

32

Lampiran 4 Data pengukuran dan perhitungan rata-rata populasi 1 dan populasi 2 kadar air bibit bawang merah

kemasan Kadar Air (%)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

k11p1 85.35 84.57 85.46 84.33 84.06 83.30 83.88 83.75 84.15 k21p1 85.23 83.98 83.41 83.95 84.62 84.63 84.17 82.63 83.43 k1p1 85.29 84.28 84.44 84.14 84.34 83.97 84.03 83.19 83.79 k11p2 84.42 83.96 83.09 83.96 84.10 83.56 83.73 83.12 84.61 k21p2 85.00 83.23 83.36 83.94 83.93 83.69 84.01 83.52 83.34 k1p2 84.71 83.59 83.22 83.95 84.01 83.63 83.87 83.32 83.97 k12p1 83.39 83.10 84.99 83.60 84.29 83.08 82.47 82.59 83.77 k22p1 83.85 83.19 82.47 83.41 83.54 83.89 82.81 82.97 82.75 k2p1 83.62 83.14 83.73 83.50 83.92 83.49 82.64 82.78 83.26 k12p2 83.97 83.16 82.81 82.96 83.14 82.14 82.45 82.89 82.84 k22p2 83.27 83.38 83.20 82.51 83.32 82.98 82.92 81.83 83.19 k2p2 83.62 83.27 83.01 82.74 83.23 82.56 82.68 82.36 83.02 k13p1 81.62 82.97 82.55 82.16 83.00 82.79 83.63 81.81 82.69 k23p1 82.27 83.22 82.86 82.33 82.67 84.12 82.29 82.17 82.13 k3p1 81.94 83.10 82.71 82.24 82.84 83.46 82.96 81.99 82.41 k13p2 81.92 82.49 81.98 81.78 81.61 82.37 82.09 80.59 81.24 k23p2 81.67 81.69 82.20 81.44 81.93 82.77 81.91 81.12 81.11 k3p2 81.80 82.09 82.09 81.61 81.77 82.57 82.00 80.85 81.18 Lampiran 5 Data pengukuran dan perhitungan rata-rata kadar air bibit bawang

merah

Kemasan Kadar Air (%)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

(45)

33 Lampiran 6 Hasil analisis sidik ragam kadar air bibit bawang merah

(46)

34

Lampiran 7 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata populasi 1 dan populasi 2 susut bobot bibit bawang merah

Kemasan Susut Bobot (%)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

k11p1 0.00 0.74 0.85 0.68 0.91 2.43 2.05 1.61 1.01 k21p1 0.00 0.34 1.51 2.42 0.79 0.52 1.87 3.09 1.17 k1p1 0.00 0.54 1.18 1.55 0.85 1.48 1.96 2.35 1.09 k11p2 0.00 1.89 4.64 3.63 6.26 3.58 3.84 4.28 4.14 k21p2 0.00 0.96 3.34 4.24 3.25 2.39 2.12 2.87 3.50 k1p2 0.00 1.43 3.99 3.94 4.75 2.99 2.98 3.57 3.82 k12p1 0.00 0.55 0.98 2.30 1.02 1.26 0.83 1.58 0.95 k22p1 0.00 0.84 0.70 0.61 2.15 1.16 0.93 1.09 0.95 k2p1 0.00 0.70 0.84 1.45 1.59 1.21 0.88 1.34 0.95 k12p2 0.00 2.01 3.42 3.45 3.63 3.76 4.35 5.80 5.98 k22p2 0.00 1.39 4.68 2.45 4.75 3.50 3.67 3.44 3.39 k2p2 0.00 1.70 4.05 2.95 4.19 3.63 4.01 4.62 4.69 k13p1 0.00 0.32 0.66 0.69 0.87 1.06 2.56 1.34 1.60 k23p1 0.00 0.25 1.11 0.72 3.20 1.36 3.49 1.86 1.36 k3p1 0.00 0.28 0.88 0.70 2.03 1.21 3.02 1.60 1.48 k13p2 0.00 0.93 2.00 2.14 2.60 2.20 1.26 4.20 6.20 k23p2 0.00 1.33 2.90 1.57 2.18 1.76 2.57 4.73 3.95 k3p2 0.00 1.13 2.45 1.86 2.39 1.98 1.92 4.46 5.08

Lampiran 8 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata susut bobot bibit bawang merah

Kemasan Susut Bobot (%)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

(47)

35 Lampiran 9 Hasil analisis sidik ragam susut bobot

Minggu

(48)

36

Lampiran 10 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata kekerasan populasi 1 dan populasi 2 bibit bawang merah

Kemasan Kekerasan (kgf/mm

2 )

0 1 2 3 4 5 6 7 8

k11p1 3.53 5.61 5.65 5.19 4.79 4.36 4.11 4.72 4.38 k21p1 3.67 5.08 4.86 4.61 3.78 4.89 3.89 4.83 4.81 k1p1 3.60 5.35 5.26 4.90 4.29 4.62 4.00 4.77 4.60 k11p2 3.98 4.24 4.34 3.62 3.33 3.55 3.19 3.78 3.58 k21p2 3.45 4.08 3.50 3.59 3.25 3.65 3.64 3.48 3.65 k1p2 3.71 4.16 3.92 3.61 3.29 3.60 3.42 3.63 3.62 k12p1 3.25 5.28 4.84 5.45 4.99 4.59 4.88 4.64 4.79 k22p1 3.70 4.88 5.16 4.25 4.19 4.05 4.73 4.76 4.87 k2p1 3.48 5.08 5.00 4.85 4.59 4.32 4.80 4.70 4.83 k12p2 3.63 4.38 3.80 3.96 3.87 3.55 3.47 4.03 3.84 k22p2 3.62 3.83 3.80 3.22 3.51 3.53 3.44 3.83 3.79 k2p2 3.63 4.11 3.80 3.59 3.69 3.54 3.46 3.93 3.81 k13p1 3.72 4.90 4.76 4.13 4.09 4.65 4.68 4.84 4.75 k23p1 3.13 5.12 4.39 4.70 4.26 4.26 4.21 4.58 4.57 k3p1 3.42 5.01 4.58 4.41 4.17 4.46 4.45 4.71 4.66 k13p2 3.59 3.78 3.76 3.54 3.51 3.36 3.63 3.74 3.96 k23p2 3.43 3.49 3.67 3.72 3.28 3.21 3.63 3.72 3.51 k3p2 3.51 3.63 3.72 3.63 3.39 3.28 3.63 3.73 3.73

Lampiran 11 Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata kekerasan bibit bawang merah

Kemasan Kekerasan (kgf/mm

2 )

0 1 2 3 4 5 6 7 8

(49)

37 Lampiran 12 Hasil analisis sidik ragam kekerasan bibit bawang merah

(50)

38

Lampiran 13 Data pengukuran, perhitungan, dan gambar kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan kadar air

Keropos Penyakit Berakar

(51)

39

Gambar 22 Penyakit

Gambar 23 Keropos

(52)

40

Lampiran 14 Hasil analisis sidik ragam kerusakan bibit bawang merah

(53)

41 Lampiran 15 Data pengukuran dan perhitungan pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan kadar air

Kemasan Pertumbuhan Tunas (%)

(54)

42

Kemasan Pertumbuhan Tunas (%)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

k1p1 0 0 0.1946 0.1946 0.1946 0.1946 0.1946 0.9639 1.1584 k1p2 0 0.1931 0.1931 0.5741 0.5741 0.5741 0.9602 0.9602 1.1481

k2p1 0 0 0 0 0 0 0.1538 0.1538 0.1538

k2p2 0 0 0 0 0.1587 0.1587 0.1587 0.6196 0.937 k3p1 0 0 0 0 0.5922 0.7392 0.8876 2.3673 4.8857 k3p2 0 0 0.1511 0.3021 0.3021 0.3021 0.3021 0.4532 0.6042

(55)

43 Lampiran 16 Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tunas bibit bawang merah

(56)

44

Lampiran 17 Grafik suhu dan RH udara selama penyimpanan 8 minggu bibit bawang merah

Gambar 26 Grafik suhu udara selama penyimpanan di dalam cold storage dan laboraturium TPPHP

(57)

45

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 1992 dari pasangan Ari Suseno dengan Ami Rahmi Yasiana. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem), Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMATETA, serta aktif dalam mengikuti kegiatan acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti Masa Perkenalan Departemen (SAPA 2012).

Gambar

Grafik RH udara selama penyimpanan di dalam  cold storage
Tabel 1  Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia
Tabel 2  Syarat Mutu Bibit Bawang Merah Sesuai dengan SNI 01–3159-1992
Gambar 1  Bibit bawang merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan dari tiga perlakuan kemasan dan suhu yang digunakan selama penyimpanan, terjadi peningkatan dan penurunan nilai slope yang terkecil pada

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi terkait kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai bagi penyimpanan benih untuk menekan

Dari grafik dapat dilihat bahwa penurunan kadar air suhu 15 ° C berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu 10 ° C dengan rata-rata RH yang hampir sama yaitu

Penyimpanan umbi bawang putih (Allium sativum L.) pada suhu rendah selama 5 hari (R5) nyata meningkatkan tinggi tanaman pada hari ke-7 sampai akhir pengamatan (Gambar 2) serta

Pada Gambar 2 menunjukan pengaruh suhu selama penyimpanan, pada gambar tersebut terlihat peningkatan susut bobot bawang merah selama penyimpanan.Bawang merah

Perlakuan penyimpanan suhu dingin mampu memperlambat pertumbuhan tunas selama penyimpanan, yaitu selama 13,35 minggu serta tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman,

Dari grafik dapat dilihat bahwa penurunan kadar air suhu 15 °C berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu 10 °C dengan rata-rata RH yang hampir sama yaitu pada

Pengaruh Varietas dan Metode Simpan Terhadap Persentase Tumbuh Bibit Perlakuan Persentase Tumbuh Bibit % Varietas Bima 97.8a Ilokos 94.8b Metode Simpan Penyimpanan konvensional