• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan Benih Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Pada Suhu Rendah Untuk Memperpanjang Masa Simpan Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyimpanan Benih Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Pada Suhu Rendah Untuk Memperpanjang Masa Simpan Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANAN BENIH BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum

L.) PADA SUHU RENDAH UNTUK

MEMPERPANJANG MASA SIMPAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERTUMBUHAN

MARDIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penyimpanan Benih Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Mardiana

(4)
(5)

RINGKASAN

MARDIANA. Penyimpanan Benih Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan. Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO, LILIK PUJANTORO dan SOBIR.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang penting bagi masyarakat sebagai kebutuhan sehari-hari. Selain digunakan sebagai bumbu masakan, bawang merah juga digunakan untuk obat-obatan. Kandungan air yang tinggi menyebabkan bawang merah sangat mudah mengalami kerusakan dan perubahan mutu seperti susut bobot sehingga umur simpan menjadi lebih pendek. Oleh karena itu, diperlukan metode yang tepat untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu bawang merah selama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyimpanan suhu rendah pada benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang meliputi susut bobot, kadar air, dan kerusakan benih dalam memperpanjang masa simpan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan di lapang.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor dengan ukuran benih bawang merah sebagai faktor kelompok dan tingkat suhu sebagai faktor perlakuan. Ukuran benih bawang merah yang berbeda menjadi faktor kelompok disebabkan oleh masing-masing ukuran (besar, sedang, dan kecil) menunjukkan perbedaan kualitas. Penyimpanan pada suhu rendah dilakukan pada tingkat suhu 0, 5, 10 °C dan suhu ruang.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi penyimpanan benih bawang merah terbaik yakni suhu 0 oC untuk persentase susut bobot terendah pada benih ukuran besar, sedang, dan kecil masing-masing sebesar 9.03, 8.71, dan 8.62%. Sedangkan, untuk persentase selisih penurunan kadar air terendah pada setiap ukuran benih masing-masing 0.19, 0.97, dan 0.95%. Selain itu, persentase kerusakan terendah pada benih yakni suhu 5 oC untuk setiap ukuran benih masing-masing 17.60, 7.53, dan 10.46%. Kondisi benih setelah ditanam di lapang selama dua (2) minggu menunjukkan persentase daya tumbuh 100% untuk benih ukuran kecil yang disimpan pada masing-masing suhu. Pertumbuhan awal benih yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan peningkatan yang lebih besar pada kenaikan tinggi tanaman maupun jumlah daun untuk masing-masing ukuran benih. Persentase bunga yang diharapkan sebesar 0% pada suhu 0 oC dan suhu ruang untuk setiap ukuran benih yang disimpan.

(6)

SUMMARY

MARDIANA. Storage of Shallot Seed (Allium ascalonicum L.) at Low Temperature for Extending Shelf Life and Its Effect on The Growth Rate. Supervised by Y ARIS PURWANTO, LILIK PUJANTORO and SOBIR.

Shallot is important commodity for people that used for daily needs, it is for cooking and medicine. High water content caused shallots are easy for damage and quality change such as weight loss, so its shelf life becomes shorter. Therefore, it takes the appropriate method to extend the self life and preserve the quality of shallots during storage. The general objective of this study was to analyze the effect low temperature storage. On the quality changes of shallot bulb. The specific objectives was to examine the effect of low temperature storage on the self life of shallot bulbs and the effect on this growth rate.

This study used a randomized block design with different size of bulbs was a block factor and temperature levels was a treatment factor. A different size of bulbs as a block factor was caused by each sizes (large, medium, and small) had a different quality. Storage were at 0, 5, 10 °C and room temperature.

The result of study showed the best condition of shallots storage at 0 oC temperature for the lowest weight loss percentage in large, medium, and small sizes each of 9.03, 8.71, and 8.62%. Whereas, for the percentage of lowest difference water content at any size bulb were 0.19, 0.97, and 0.95%. Besides, the lowest damage percentage on bulb was 5 oC temperature at any size bulb each of 17.60, 7.53, and 10.46%. The bulb condition after planted in the field during two weeks showed the percentage of growth potency at 100% for small bulb that stored at each temperature. Initial growth of the bulb that stored in room temperature showed greater improvement on the increase of plant height and number of leaves for each bulb size. The percentage of expected flowers 0% at 0 oC and room temperature for any size of bulb stored.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

MARDIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

PENYIMPANAN BENIH BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum

L.) PADA SUHU RENDAH UNTUK

MEMPERPANJANG MASA SIMPAN DAN PENGARUHNYA

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 hingga April 2015 ini dengan judul Penyimpanan Benih Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan. Penulis mengucapan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Dr Ir Y Aris Purwanto, M.Sc, Dr Ir Lilik Pujantoro M.Agr dan Prof Dr Ir Sobir, MS sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.

2. Prof Dr Ir Sutrisno, M.Agr, selaku dosen penguji dan ketua program studi Teknologi Pascapanen yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

3. Sulaeman Taufik, SSi, Sulassih SP. MSi, Dedeh Sapitri dan Baesuni selaku teknisi di Laboratorium PKHT dan di Kebun Percobaan Pasir Kuda PKHT LPPM, terima kasih atas bantuan dan masukannya selama penelitian.

4. Ayahanda Harman dan Ibunda Nurjanna, serta saudara penulis Janhar, Bahar, Baharudin, Jamrah serta seluruh keluarga terima kasih atas doa dan kasih sayangnya selama dalam proses studi.

5. Teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2013 yang telah memberikan kritikan, bantuan, saran, dan semangat kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan ilmu serta penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Bawang Merah ( Allium ascalonicum L. ) 4

Suhu dan Pertunasan Bawang merah 5

Panen 5

Pelayuan (curing) dan pengeringan 6

Pembersihan dan Sortasi 6

Penyimpanan Bawang merah 6

Perubahan Selama Penyimpanan 7 METODE PENELITIAN 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Bahan dan Alat 9 Prosedur Penelitian 9 Rancangan Percobaan 11 Parameter Pengamatan 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Awal Penyimpanan 14 Perubahan Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) 14 Perubahan selama Penyimpanan 14 Pengujian Pertumbuhan 24 SIMPULAN DAN SARAN 33 Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 37

(16)

DAFTAR TABEL

Kebutuhan dan produksi benih bawang merah tahun 2008-2011 di

Indonesiaa 1

Persayaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen

pasara 5

Persyaratan teknis minimal benih bawang merah umbia 8 Pengaruh interaksi ukuran dan suhu penyimpanan terhadap penurunan

susut bobot pada bawang merah selama penyimpanana 19 Kerusakan umbi bawang merah selama penyimpanan 23

DAFTAR GAMBAR

Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah.Error! Bookmark not defined.

Benih bawang merah (A) dan penyimpana benih bawang merah pada

refrigerator (B) 9

Persiapan penanaman 10

Diagram alir metode penelitian 11

Perubahan kadar air umbi bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran besar pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 15 Perubahan kadar air umbi bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

sedang pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 15 Perubahan kadar air umbi bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

kecil pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 15 Perubahan susut bobot bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

besar pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 17 Perubahan susut bobot bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

sedang pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 17 Perubahan susut bobot bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

kecil pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan. 18 Perubahan kerusakan bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

besar pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 20 Perubahan kerusakan bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

sedang pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 21 Perubahan kerusakan bawang merah (Allium ascalonicum. L) ukuran

kecil pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan 21 Daya tumbuh bawang besar pada suhu 0 °C berbeda dengan suhu 5 °C,

10 °C dan ruang pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) 25 Daya tumbuh bawang merah sedang pada suhu 0 °C berbeda dengan

suhu 5 °C, 10 °C dan ruang pada umur 2 Minggu Setelah Tanam

(MST) 25

Daya tumbuh tanaman bawang merah kecil pada suhu 0 °C, 5 °C, 10 °C dan ruang pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) 26 Penyimpanan umbi besar pada suhu 0 °C tidk aberbeda dengan tinggi

tanaman pada umbi sedang 5 °C, 10 °C dan ruang 27 Penyimpanan umbi sedang pada suhu 0 °C berbeda dengan tinggi

(17)

Penyimpanan umbi kecil pada suhu 5 °C, tidak berbeda dengan tinggi tanaman pada umbi sedang 0 °C, 10 °C dan suhu ruang 28 Jumlah daun umbi bawang merah besar yang disimpan pada suhu 0 °C

berbeda dengan umbi pada suhu 5 °C, 10 °C, dan suhu ruang 30 Jumlah daun umbi sedang yang disimpan pada suhu 0 °C tidak berbeda

dengan umbi pada suhu 5 °C, 10 °C, dan suhu ruang 30 Jumlah daun umbi kecil yang disimpan pada suhu 0 °C tidak berbeda

dengan umbi pada suhu 5 °C, 10 °C, dan suhu ruang 30 Jumlah bunga umbi bawang merah besar disimpan pada suhu 0 °C dan

suhu ruang tidak menghasilan bunga di Lapang 32 Jumlah bunga umbi bawang merah sedang disimpan pada suhu 0 °C dan

suhu ruang tidak menghasilkan bunga di Lapang 32 Jumlah bunga umbi bawang merah kecil disimpan pada suhu 0 °C dan

suhu ruang tidak menghasilkan bunga di Lapang 32

Kerusakan Tunas Error! Bookmark not defined.

Kerusakan Hampa 55

Kerusakan Busuk Jamur Error! Bookmark not defined.

Kerusakan Chilling Injur 55

Kerusakan Akar 55

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Suhu dan RH selama penyimpanan 37

Grafik Fluktuasi Suhu Selama Penyimpanan 37

Grafik Fluktuasi RH Selama Penyimpanan 38

Tabel pengukuran dan perhitungan susut bobot umbi bawang merah

selama penyimpanan tiap perlakuan 38

Hasil Analisis Sidik Ragam Susut Bobot Selama Penyimpanan 41 Tabel pengukuran dan perhitungan kadar air umbi bawang merah selama

penyimpanan tiap perlakuan 44

Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Selama Penyimpanan 47 Tabel pengukuran dan perhitungan kerusakan umbi bawang merah

selama penyimpanan tiap perlakuan, membagi total kerusakan

dengan jumlah bawang merah yang disimpan. 49

Hasil Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Tanaman Bawang Merah

meliputi Tinggi Tanamana, Jumlah Daun dan Jumlah hidup

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Bawang merah memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat di Indonesia, selain digunakan sebagai bumbu masakan juga digunakan sebagai obat-obatan. Lingkup kegunaan bawang merah yang cukup luas, kontinyu dan tidak dapat disubstitusi dengan bahan lain menjadikan bawang merah sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Produktivitas bawang merah di Indonesia masih rendah dengan rata-rata produktivitas bawang merah nasional sekitar 9.48 ton/ha, jauh dibawah potensi produksi yang berada diatas 20 ton/ha. Peningkatan kebutuhan yang terjadi setiap tahun, tidak seiring dengan peningkatan produksi dan produktivitas (Tabel 1). Beberapa faktor kendala yang berpengaruh terhadap produksi dari bawang merah antara lain: ketersediaan benih bermutu, prasarana dan sarana produksi terbatas, belum diterapkannya GSP-SOP spesifik lokasi secara benar sehingga belum dapat diatasinya kendala budidaya yang terjadi (BAPPENAS 2013). Kebutuhan dan produksi benih bawang merah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kebutuhan dan produksi benih bawang merah tahun 2008-2011 di Indonesiaa

Tahun Kebutuhan (ton) Produksi (ton)

2008 118.655 18.522

Data kebutuhan dan produksi benih bawang merah di Indonesia pada Tabel 1, menunjukkan bahwa belum mencukupinya kebutuhan benih bawang merah bagi petani. Bawang merah merupakan produk hortikultura musiman. Pada saat musimnya (on season) ketersediaan bawang melimpah dan harganya rendah. Sebaliknya ketika tidak musim (off season) ketersediaan bawang sedikit dan harganya tinggi. Kondisi tersebut disebabkan oleh penggunaan benih bermutu dan berkualitas belum merata, penanganan pascapanen yang belum berjalan dengan baik dan mekanisme stok yang belum berjalan dengan baik. Sehingga produksi saat on season tidak mampu mencukupi kebutuhan saat off season yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga dipasaran. Untuk itu perlu penataan sistem produksi bawang merah baik pada musim tanam on season maupun dimusim tidak tanam off season sehingga produksi bawang merah dapat berkesinambungan sepanjang tahun (BAPPENAS 2013).

(20)

2

Disisi lain petani dihadapkan dengan bawang merah impor yang mengakibatkan turunnya harga bawang merah dipasaran. Sehingga petani akan mengalami kerugian dan akan berdampak pada berkurangnya volume penanaman.

Harga bawang merah impor lebih rendah jika dibandingkan dengan harga bawang merah domestik. Harga bawang merah domestik tertinggi berdasarkan data harga periode Januari 2010 hingga Agustus 2012 terjadi pada bulan Februari 2011. Tahun 2012 harga domestik maupun harga internasional bawang merah cenderung stabil. Fluktuasi harga bawang merah dapat disebabkan pula oleh pasokan impor, harga impor, dan harga pupuk. Fluktuasi harga juga berdampak pada produksi bawang merah. Kendala utama dalam produksi bawang merah meliputi biaya input yang tinggi, hama dan penyakit, fasilitas penyimpanan yang tidak memadai, dan keterbatasan akses benih unggul (Grema et al. 2014).

Bawang merah memiliki sifat yang mudah rusak (perishable) serta sulit untuk dipertahankan kesegarannya dalam waktu yang lama (Hatab et al. 2013). Oleh sebab itu dibutuhkan penanganan yang tepat agar tidak mengalami perubahan pada waktu penyimpanan. Adapun kerusakan yang terjadi di antaranya adalah penurunan kandungan air, tumbuhnya tunas, kopong, kebusukan, dan pelunakan umbi (chilling injury).

Bawang merah memerlukan kondisi penyimpanan yang baik agar mutunya relatif bertahan. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan tingginya susut bobot dan menyebabkan umbi menjadi kisut. Kelembaban (RH) yang terlalu tinggi memberikan peluang yang baik bagi pertumbuhan jamur dan kapang serta merangsang tumbuhnya tunas dan akar (Catur 1991). Penyimpanan produk pertanian segar pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk. Penyimpanan benih bawang merah dengan suhu rendah dapat mengurangi kehilangan air pada umbi, menjaga laju respirasi agar stabil dan memperlambat terjadinya metabolisme sehingga dapat menghambat pertumbuhan tunas. Oleh karena itu, penyimpanan suhu rendah diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan benih bawang merah bermutu tinggi dengan cara mengurangi jumlah kerusakan, pertumbuhan tunas, jumlah akar, kopong, dan chilling injury.

Produktivitas bawang merah akan maksimal jika menggunakan umbi benih bermutu tinggi. Menurut Sutono et al. (2007) umbi benih yang baik untuk ditanam

tidak mengandung penyakit, tidak cacat, dan tidak terlalu lama disimpan di gudang. Umbi benih yang baik ialah umbi yang telah pecah masa dormansinya,

sehat, dan berukuran optimal. Berdasarkan ukurannya, umbi benih bawang merah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: umbi benih besar (>9 g), umbi benih sedang (5-9 g), dan umbi benih kecil (<5 g) (Sumarni dan Hidayat 2005).

(21)

3

Perumusan Masalah

Metode penyimpanan yang diterapkan pada bawang merah memiliki pengaruh terhadap mutu bawang merah. Saat ini penyimpanan yang umum dilakukan di Indonesia adalah penyimpanan pada suhu 25-30 oC, RH lingkungan dengan susut bobot atau kehilangan berat sekitar 25%. Pengendalian lingkungan misalnya suhu dan kelembaban mampu menekan kehilangan berat hingga 10-17% (Mutia 2014).

Merujuk dari latar belakang dapat dirumuskan masalah tentang benih bawang merah yakni: Bagaimana mengkaji mutu dan kualitas benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada suhu rendah dengan RH tertentu dan pengaruh penyimpanan berdasarkan ukuran umbi bawang merah terhadap masa dormansi dan pengaruhnya pada pertumbuhan benih bawang merah.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menerapkan metode penyimpanan benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada suhu rendah. Sedangkan, tujuan khusus adalah menganalisis pengaruh penyimpanan suhu rendah pada benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang meliputi susut bobot, kadar air, dan kerusakan dalam memperpanjang masa simpan serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman di lapang.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyimpanan suhu rendah akan memperpanjang masa simpan benih bawang merah

2. Lama penyimpanan dan kondisi simpan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan benih bawang merah.

Manfaat Penelitian

(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah ( Allium ascalonicum L. )

Klasifikasi bawang merah (Allium ascolanicum L.) menurut Sumardjono dan Prasodjo (1990) yaitu termasuk dalam divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae, bangsa liliales, suku liliaceae, marga allium, spesies Allium ascalonicum L. Bawang merah termasuk tanaman semusim yang berdaun silindris seperti pipa, memiliki batang sejati atau “diskus” yang bentuknya seperti cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh). Pangkal daun bersatu membentuk batang semu. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis atau bulbus (Sumarni dan Hidayat 2005).

Bawang merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki beberapa lapis umbi. Lapisan umbi terluar selalu kering, semakin kedalam umbi bawang merah semakin basah. Hal ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Penyimpanan yang dilakukan pada suhu tinggi mengakibatkan terjadinya kerusakan pada umbi bawang merah berupa kerusakan kopong. Sedangkan, penyimpanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan berupa busuk jamur. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang tinggi selama penyimpanan (Sinaga dan Darkam 2004).

Adapun penampang membujur dan melintang dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah. (Sumarni dan Hidayat 2005)

Segmen pasar juga menetapkan persyaratan-persyaratan dan mengelompokkan bawang merah dalam beberapa kelas mutu. Persyaratan mutu yang ditetapkan berdasarkan segmen pasar bawang merah dapat dilihat pada Tabel 2.

Ket :

A.Penampang membujur tanaman bawang merah

B.Penampang melintang umbi bawang merah

1. Akar serabut

2. Batang pokok rudimenter seperti cakram

3. Umbi lapis

4. Tunah lateral (kuncup) 5. Daun muda

(23)

5

Tabel 2 Persayaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasara

Suhu dan Pertunasan Bawang Merah

Perlakuan suhu rendah (vernalisasi) pada organ tanaman dapat meningkatkan aktivitas pembelahan sel, auksin, dan giberelin endogen serta bekerja pada gen yang menyebabkan aktivitas gen-gen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan membentuk enzim-enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morphogenesis (penampilan dan kenampakan tanaman), selain itu giberelin juga dapat mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses pembelahan sel (Dinarti et al. 2011).

Penyimpanan dengan suhu rendah dapat mengurangi kehilangan air dari umbi, menjaga agar laju respirasi tidak tinggi, dan memperlambat terjadinya metabolisme. Suhu ruangan pada penyimpanan suhu rendah harus dijaga agar tetap konstan begitu juga dengan kelembabannya, dengan mengurangi suhu maka akan dapat menghambat terjadinya perubahan serta mengurangi kehilangan air. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan suhu rendah adalah suhu pendingin berada pada titik yang tepat. Suhu yang terlalu dingin akan menyebabkan terjadinya kerusakan benih (chilling injury).

Panen

(24)

6

Pemanenan bawang merah, baik untuk benih atau untuk konsumsi umumnya dipanen dengan cara yang sama. Pemanenan bawang merah dilakukan dengan cara dicungkil dari dalam tanah dengan hati-hati kemudian bawang merah tersebut dicabut. Diupayakan agar saat proses pemanenan tidak mengalami luka karena hal tersebut dapat menurunkan kualitas bawang merah.

Pelayuan (Curing) dan Pengeringan

Proses penanganan selanjutnya setelah dilakukan pemanenan yakni

curing/pelayuan dan pengeringan. Proses ini merupakan proses pengurangan kadar air yang terkandung pada daun dan leher umbi bawang merah. Proses

curing/pelayuan dilakukan sebelum proses pengeringan, yang bertujuan untuk menghasilkan warna kulit umbi yang lebih mengkilap. Selain itu, curing/pelayuan juga dapat membentuk lapisan epidermis yang menutupi bagian luka dari kulit umbi akibat goresan selama terjadi pemanenan.

Proses pelayuan dan pengeringan akan terkendala apabila memasuki musim penghujan. Proses tersebut tidak akan berjalan maksimal, akan tetapi saat ini telah dikembangkan proses pengering buatan dengan menghembuskan udara panas dengan suhu 36 oC selama 16 jam dengan kelembaban 70-80% (Nugraheni 2004).

Proses pengeringan mekanik dapat digunakan dengan menggunakan beberapa alat pengering seperti cabinet dryer, kipas, ruang pengering berventilasi tanpa sumber panas buatan. Pengeringan berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan umbi bawang merah. Dengan pengeringan buatan, bahan yang dikeringkan akan lebih seragam mutunya, prosesnya cepat serta terhindar dari bahan asing yang tidak diinginkan (Histifarina dan Musaddad 1998).

Pembersihan dan Sortasi

Proses ini merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi serta memperoleh umbi yang memiliki kualitas yang baik terutama umbi yang bertujuan untuk benih. Proses memisahkan antara umbi yang terkena penyakit dengan yang sehat sehingga memperkecil kemungkinan untuk penularan penyakit pada umbi tersebut. Prosedur kerja dari proses ini adalah dengan mengambil daun umbi sebanyak satu (1) genggam yang masih dalam satu (1) umbi. Selanjutnya pada umbi tersebut dilakukan pemisahan antara umbi yang baik yang kemudian diikat dalam satu (1) gedengan.

Penyimpanan Bawang Merah

(25)

7

Yassen (1993) mengungkapkan bahwa benih bawang memiliki waktu penyimpanan yang sangat singkat karena menyusut, rusak, dan juga menyebabkan lebih banyak lagi infeksi jamur yang mengakibatkan menurunnya kelayakan benih bawang merah karena kerentanan umbi terhadap hidrasi, kehilangan elektrolit selama proses penghambatan pertumbuhan jamur dan perkecambahan.

Aplikasi zat penghambat tumbuh Maleic Hydracid (MH) 1.000-4.000 ppm pada 10 hari sebelum panen bertujuan menghambat pertunasan umbi bawang merah menunjukkan angka pertunasan sebesar 3.85-14.14% setelah disimpan selama 24 minggu, namun terjadi kebusukan umbi yang tinggi sekitar 80.31-92.11%. Kombinasi perlakuan pelayuan konvensional, pengeringan konvensional, dan tanpa dipangkas yang kemudian disimpan digudang penyimpanan pada suhu 21-30 °C, RH 54-70% di dataran rendah Subang selama tiga (3) bulan, menunjukkan angka pertunasan 0%, tetapi persentase umbi yang busuk sebesar 11% (Histifarina dan Musaddad 1998).

Penelitian ini menggunakan refrigerator yang digunakan sebagai tempat penyimpanan benih bawang merah yang dapat dikendalikan suhu dan kelembaban sesuai dengan perlakuan. Kemudian dilakukan penyimpanan selama 12 minggu atau 3 bulan. Parameter yang akan diamati selama penyimpanan benih bawang merah adalah kadar air, susut bobot, viabilitas (kamampuan hidup benih), dan persentase kerusakan selama penyimpanan.

Perubahan Selama Penyimpanan Susut Bobot

Bawang merah masih melakukan proses metabolisme termasuk respirasi selama penyimpanan. Saat proses respirasi terjadi reaksi kimia enzimatis yang merombak pati, gula, lemak, protein, asam-asam organik, dan senyawa kompleks lainnya menjadi energi dengan hasil samping senyawa sederhana, yaitu air dan karbondioksida. Air dan karbondioksida dilepas dalam bentuk uap dan gas yang lepas ke udara, sehingga terjadi penurunan bobot bawang merah yang disimpan. Hilangnya bobot umbi benih tersebut juga seiring dengan peningkatan suhu dalam penyimpanan. Kenaikan susut bobot tersebut juga tidak lepas dari kelembaban (RH) lingkungan tempat dan lama umbi benih bawang disimpan (Rustini dan Prayudi 2011).

Kadar Air

(26)

8

Kerusakan

Mikroba yang telah teridentifikasi menyebabkan kerusakan pada bawang merah selama penyimpanan adalah Penicillium spp., Aspergillus spp., Fusarium

spp., Pseudomonas spp., dan Erwinia spp. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroba ini adalah kondisi pelayuan yang kurang baik, penanganan selama pemanenan, dan telalu tingginya temperatur dan kelembaban selama penyimpanan (Nugraha et al. 2012). Penyimpanan bawang merah pada suhu rendah (0-7.5 oC) dan suhu tinggi (25-30 oC) dengan kelembaban (RH) lingkungan 65-75% dapat menunda pertunasan bawang merah (Soedomo 2006). Miedema (1994) melaporkan bahwa suhu penyimpanan 0-5 oC dapat menghambat pertumbuhan tunas umbi bawang.

Kelembaban udara yang tinggi mendorong perkembangan mikroorganisme pembusuk dan membuat terjadinya pertunasan. Proses pertumbuhan tunas ini juga mengurangi nutrisi yang terkandungan pada bawang merah. Karena nutrisi terserap atau dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas. Sebaliknya dengan kelembaban yang terlalu rendah akan membuat penguapan air dari umbi sehingga akan terjadi penurunan berat yang berlebihan (Denelia 1995).

Adapun persyaratan atau standar mutu benih bawang merah yaitu sebagai berikut:

Tabel 3 Persyaratan teknis minimal benih bawang merah umbia

No Parameter Satuan Kelas benih

BS BD BP BR 1 Lapang

a. Campuran varietas dan tipe simpang, maks % 0.0 0.0 1.0 1.0 b. Kesehatan tanaman

Jumlah tanaman yang terserang OPT, maks

Virus % 0.0 0.0 1.0 1.0

− Onion Yellow Dwarf virus (OYDV) − Shallot Laten Virus (SLV)

− Leak Yellow Tripe Virus (LYTV)

Jamur −Busuk leher batang (Botrytis alii)

Bercak ungu (Alternaria porii)

− Busuk pangkal (Fusarium sp)

Antraknose (Collectricum gloeosporidies)

Bakteri busuk lunak

− (erwina arotovara) % 0.2 0.5 1.0 0.2

− Kerusakan mekanis % 0.5 1.0 2.0 3.0

a

(27)

9

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Mei 2015 bertempat di Laboratorium General Pusat Kajian Hortikultura Tropika dan Kebun Percobaan Pasir Kuda Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas Bima Brebes dengan umur panen 60-90 hst dengan penjemuran selama ± 10-15 hari. Bahan kemasan yang digunakan adalah kemasan rajut plastik, massa benih bawang merah untuk setiap kemasan adalah 2 kg. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cold storage, hygrometer untuk pengukuran RH, timbangan analitik, alat pengering (oven), dan rumah plastik.

Prosedur Penelitian Penyiapan Bibit Bawang Merah

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang merah varietas Bima Brebes yang dipanen pada umur 60-90 hst (hari setelah tanam) yang langsung diperoleh dari Kabupaten Brebes. Benih bawang merah merupakan benih yang telah dikeringkan selama 10-15 hari. Sebelum dilakukan penyimpanan, benih bawang merah dibersihkan dari kotoran dan umbi yang rusak/cacat. Kemudian umbi benih bawang merah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu umbi berukuran besar (>9 g), umbi berukuran sedang (5-9 g), dan umbi berukuran kecil (<5 g). Pengamatan dilakukan terkait kerusakan umbi selama penyimpanan yang disebabkan oleh umbi kopong/hampa, bertunas, berakar, berpenyakit, dan chilling injury. Menurut Mc calloh (1953) kisaran suhu chilling injury biasanya antara 1 oC sampai 4 oC. Bagian tunas dan akar umumnya merupakan bagian yang mengalami kerusakan selama penyimpanan. Adapun gambar benih bawang merah dapat disajikan pada Gambar 2.

(A) (B)

Gambar 2 Benih bawang merah (A) dan penyimpana benih bawang merah pada refrigerator (B)

(28)

10

kadar air, susut bobot, viabilitas (kemampuan hidup benih), dan persentase kerusakan selama penyimpanan.

Pengolahan Lahan

Tanah diolah dengan cara dicangkul, kemudian dihaluskan. Tanah yang telah dihaluskan dicampur dengan pupuk kandang dan arang sekam. Selanjutnya diaduk hingga merata dan dimasukkan ke dalam boks. Tanah yang dimasukkan sebanyak 12 ember per boks. Sebelum penanaman umbi benih bawang merah terlebih dahulu diberi pupuk SP36 dan kapur dengan dosis masing-masing 30 g dan 50 g/ boks. Selanjutnya ditanam dengan jarak 20x15 cm sehingga populasi per boks adalah 20 umbi (Gambar 3).

Penanaman

Umbi benih bawang merah yang ditanam adalah umbi benih yang normal dengan cara membenamkan seluruh bagian umbi sebatas ujung tunas yang telah dipotong terlebih dahulu. Setelah selesai penanaman, penyiraman dilakukan kembali untuk menjaga kelembaban tanah.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri atas kegiatan meliputi penyiraman, pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari pada fase awal pertumbuhan tanaman. Setelah mencapai umur 50 hari, penyiraman dilakukan dua kali dalam seminggu. Pemupukan awal tanam dengan menggunakan pupuk NPK dengan dosis 255 g dan dolomit (kapur) dengan dosis 170 g. Pemupukan susulan dilakukan pada umur 28-30 hari dan 42-49 hari setelah tanam. Pemupukan menggunakan ZA, SP36, dan KCL dengan masing-masing dosis 170 g, 85 g, dan 170 g. Pupuk diaduk rata dalam tong yang berisi air yang kemudian disiram langsung ke tanaman. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara menyiangi boks tanaman secara manual sebanyak empat kali selama masa tanam. Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan serangan pada tanaman bawang. Serangan hama ini ditandai dengan adanya bercak kuning pada daun bawang. Serangan ini mulai terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah daun pada tanaman bawang. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan cara menyemprot tanaman dengan insektisida decis, agrimex, fungisida dhetane, dan previcur. Adapun diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 3 Persiapan penanaman

(29)

11

Adapun Diagram alir penelitian dapat disajikan pada Gambar 4

Bawang merah varietas Bima Brebes umur 60-90 hst

Pengeringan selama ± 10-15 hari

Umbi sedang (5-9 g)

Umbi besar ( >9 g ) Umbi kecil (<5 g)

Penyimpanan

Penyimpanan pada suhu 0 °C RH 60-70% Penyimpanan pada suhu 5 °C RH 60-70% Penyimpanan pada suhu 10 °C RH 60-70% Penyimpanan pada suhu ruang RH bebas

Penyimpanan selama 3 bulan atau 12 minggu

Parameter Pengamatan di Laboratorium Susut Bobot

Kadar Air Kerusakan Penyortiran dan pembersihan

Pengukuran berat umbi

Selesai

Parameter Pengamatan di Lapang Daya Tumbuh

Tinggi Tanaman Jumlah Daun Jumlah Bunga

Penanaman selama 2 bulan atau 8 minggu Mulai

Gambar 4 Diagram alir metode penelitian

Rancangan Percobaan

(30)

12

menunjukkan perbedaan kualitas. Sedangkan perlakuan penyimpanan pada suhu rendah dilakukan pada tingkat suhu 0, 5, 10 °C, dan suhu ruang dengan RH

60-70%. Persamaan linear dari rancangan tersebut adalah:

i= 1,2,3 j= 1,2 Keterangan :

= Respon pengamatan pada kombinasi perlakuan taraf ke-i faktor suhu pada kelompok ke-j ukuran bawang merah

= Rataan umum

= Pengaruh faktor suhu

= Pengaruh kelompok ukuran bawang merah

= Pengaruh acak dari perlakuan taraf ke-i suhu dan kelompok ke-j ukuran bawang merah

Parameter Pengamatan

1 ). Susut bobot

Susut bobot adalah kondisi yang menunjukkan berkurangnya berat komoditas setelah penyimpanan. Pengukuran susut bobot dilakukan dengan mengukur bobot awal sebelum penyimpanan. Selanjutnya, sampel bawang merah sebanyak 20 umbi disimpan selama 12 minggu atau tiga bulan. Setiap seminggu sekali bobot bawang merah diukur. Pengukuran menggunakan timbangan digital (Andreas 2013) kemudian dimasukkan dalam persamaan berikut ini :

2). Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Bawang merah ditimbang sebanyak tiga biji dalam cawan yang diberi aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Selanjutnya, dikeringkan dalam oven dengan suhu 100-105 °C selama 15 menit, setelah itu bawang merah dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang. Bawang merah dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan selama 24 jam. Setelah konstan, pengeringan bawang merah dihentikan dan dilakukan pengukuran persentase kadar air. Pengurangan berat dengan metode oven merupakan pengukuran yang menunjukkan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan berikut (AOAC 1995):

-Dimana :

Ba = berat cawan dan sampel akhir (g) Bb = berat cawan (g)

Bc = berat sampel awal (g)

(1)

(31)

13

3). Persentase kerusakan

Nilai persentase kerusakan benih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbandingan banyaknya benih yang rusak dan benih yang normal. Kerusakan pada penelitian ini yaitu bertunas, berakar, kopong, chilling injury, dan terkena penyakit selama penyimpanan. Pengamatan dan perhitungan persentase kerusakan tersedia pada Lampiran 8. Kemudian dimasukkan dalam persamaan berikut:

4). Persentase daya tumbuh tanaman pada umur 2 MST dapat dihitung dengan rumus (ISTA 2006):

-a = popul-asi t-an-am-an per plot y-ang dit-an-am b = tanaman belum tumbuh/mati

P = % tanaman hidup

5). Cara mengukur tinggi tanaman pada umur 2 MST yaitu dimulai dari pangkal batang yang langsung berhubungan dengan umbi (permukaan tanah) sampai dengan daun yang tertinggi.

6). Perhitungan jumlah daun per tanaman dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang tumbuh selama umur 2 MST.

7). Perhitungan jumlah bunga per tanaman dilakukan pada semua tanaman yang berbunga pada umur 4 MST.

Budidaya Benih Bawang Merah

Adapun tahapan daya tumbuh dan kecepatan kecambah pada benih bawang merah dilakukan setelah penyimpanan benih bawang merah selama tiga bulan (12 minggu). Benih bawang merah didiamkan selama sehari diluar lemari pendingin sebelum dilakukan penanaman. Selanjutnya, benih bawang merah ditanam pada kontainer dengan media tanah yang telah dicampur dengan pupuk non-organik yaitu dengan perbandingan 1:1 dengan jarak tanamnya 10x15 cm dan disimpan dirumah kaca. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan/budidaya benih bawang merah (mengukur viabilitas (daya tumbuh), tinggi tanam, jumlah daun, dan persentase bunga).

(4)

(32)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Awal Penyimpanan

Perlakuan penyimpanan dilakukan setelah proses pengelompokan umbi benih bawang merah. Pengelompokkan terdiri atas tiga ukuran yaitu umbi ukuran benih besar, umbi ukuran benih sedang, dan umbi ukuran benih kecil. Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bawang merah yang telah diukur kualitas awal mutu dan kerusakannya. Hasil pengukuran kualitas dari bawang merah tersebut digunakan untuk mengetahui penurunan mutu yang terjadi hingga akhir penyimpanan. Pada awal penyimpanan, bahan yang digunakan merupakan bawang merah yang memiliki kualitas yang baik tanpa adanya kerusakan serta memiliki bentuk berbeda-beda sesuai dengan ukuran.

Perubahan Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk dalam jenis komoditas pertanian yang mudah mengalami kerusakan. Kondisi penyimpanan yang meliputi tempat penyimpanan dan kondisi dari bawang merah yang disimpan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perubahan kualitas bawang merah selama penyimpanan. Suhu penyimpanan dan bentuk ukuran bahan pada penelitian ini memberikan pengaruh terhadap perubahan kualitas yang terdiri atas perubahan kadar air, kerusakan (berakar, bertunas, kopong, chilling injury, dan penyakit), dan susut bobot pada bawang merah.

Perubahan selama Penyimpanan Kadar Air

Air merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi kualitas bahan pangan selama penyimpanan. Meningkatnya jumlah air akan meningkatkan laju kerusakan dari bahan pangan karena adanya proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis.

(33)

15

umbi berlebihan yang dipengaruhi oleh kondisi dan suhu lingkungan penyimpanan.

Gambar5 Perubahan kadar air umbi bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran besar pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

Gambar 6 Perubahan kadar air umbi bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran sedang pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

(34)

16

Penyimpanan pada suhu 0 °C dengan ukuran umbi besar mengalami penurunan kadar air hingga akhir penyimpanan dari 82.59% menjadi 82.40%, pada suhu 5 °C mengalami penurunan hingga akhir penyimpanan dari 83.47% menjadi 82.84%. Sedangkan, pada suhu 10 °C mengalami penurunan kadar air dari 83.55% menjadi 81.16% selama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 0 °C untuk umbi ukuran sedang menunjukkan penurunan persentase kadar air hingga akhir penyimpanan dari 83.99% menjadi 81.79%. Pada suhu 5 °C terjadi peningkatan pada minggu ke-2 sebesar 84.11%, tetapi kembali menurun hingga akhir penyimpanan. Pada suhu 10 °C terjadi penurunan pada minggu ke-3 sebesar 80.29, tetapi terjadi peningkatan pada minggu ke-6 sebesar 82.27% kemudian menurun hingga akhir penyimpanan. Untuk penyimpanan pada suhu 0 °C untuk umbi ukuran kecil terjadi penurunan hingga akhir penyimpanan dari 83.20% menjadi 82.18%. Pada suhu 5 °C terjadi peningkatan pada minggu ke-7 sebesar 83.70%, tetapi menurun hingga akhir penyimpanan. Pada suhu 10 °C terjadi peningkatan pada minggu ke-2 sebesar 83.49%, tetapi namun kembali menurun hingga akhir penyimpanan.

Penyimpanan bawang merah dengan ukuran umbi besar, sedang, dan kecil pada minggu ke-12, menunjukkan persentase kadar air pada suhu penyimpanan 10 °C mengalami penurunan yang signifikan. Berbeda dengan penyimpanan pada suhu 0 dan 5 °C dan ruang baik untuk ukuran umbi besar dan kecil yang cenderung mengalami penurunan yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 10 °C dengan kisaran suhu 10-10.2 °C dan RH dengan kisaran 51-68%, tidak mampu menahan penurunan persentase kadar air dibandingkan penyimpanan pada 0, 5 °C, dan suhu ruang. Hal ini disebabkan karena penyimpanan pada suhu 10 °C merupakan penyimpanan dengan kerusakan tertinggi pada umbi bawang merah yang disebabkan oleh tumbuhnya tunas dan akar. Penurunan persentase kadar air pada suhu penyimpanan 10 °C sebanding dengan kenaikan susut bobot umbi bawang merah baik untuk ukuran besar, sedang, dan kecil. Hal ini menunjukkan bahwa susut bobot saling berkaitan dengan kadar air bawang merah selama penyimpanan.

Data kadar air pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa suhu memiliki pengaruh nyata (p<0.05) untuk menghambat penurunan kadar air pada minggu ke-2, ke-8, ke-10 dan ke-11 selama penyimpanan sedangkan ukuran umbi berpengaruh pada minggu ke-2 dan ke-10. Hal ini menunjukkan semua perlakuan tidak memberikan pengaruh pada perubahan kadar air bawang merah selama penyimpanan. Akan tetapi, pada akhir penyimpanan, perlakuan suhu 0 °C mampu menghambat penurunan kadar air pada bawang merah dibandingkan perlakuan lainnya. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa penuruan kadar air bawang merah selama penyimpanan dapat dihambat pada suhu 0 °C untuk umbi ukuran besar. Penggunaan suhu rendah mampu mempertahankan persentase kadar air dari bawang merah, terlihat pada akhir penyimpanan pada minggu ke-12, persentase kadar air pada perlakuan ini hanya mengalami penurunan sebanyak 0.19% dibandingkan perlakuan lainnya.

Susut Bobot

(35)

17

Kenaikan susut bobot dipengaruhi oleh kelembaban (RH) lingkungan, suhu, dan waktu penyimpanan umbi bawang (Rustini dan Prayudi 2011). Selama penyimpanan, bawang merah mengalami susut bobot sebagai akibat dari proses penguapan, kebusukan dan kerusakan dari umbi bawang merah.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu penyimpanan (T) memberikan pengaruh yang nyata terhadap susut bobot bawang merah (Lampiran 5). Susut bobot bawang merah secara keseluruhan meningkat selama penyimpanan. Persentase susut bobot pada Gambat 8, 9, dan 10 memperlihatkan peningkatan susut bobot seiring dengan semakin lama waktu penyimpanan, baik penyimpanan di suhu 0, 5, 10 °C maupun disuhu ruang untuk setiap ukuran umbi bawang merah. Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan, bawang merah masih melakukan proses metabolism di antaranya proses penguapan yang menyebabkan terjadinya peningkatan susut bobot selama penyimpanan.

Gambar 8 Perubahan susut bobot bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran besar pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

Gambar 9 Perubahan susut bobot bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran sedang pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

(36)

18

Gambar 10 Perubahan susut bobot bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran kecil pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan.

Gambar 8, 9, 10, dan Lampiran 4 menunjukkan persentase susut bobot yang tertinggi terjadi pada suhu 10 °C untuk umbi ukuran besar dengan persentase 34.05%, sedangkan untuk susut bobot yang terendah terjadi pada suhu 0 °C sebesar 8.62%. Hasil uji lanjut BNJ 5% pada Tabel 3, pada suhu 0 °C untuk umbi ukuran besar dengan persentase susut bobot yang terendah dan berbeda nyata dibanding nilai susut bobot dari perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu 0 °C pada umbi ukuran besar mampu menekan susut bobot hingga akhir penyimpanan. Gambar 9 memperlihatkan susut bobot yang tertinggi terjadi pada suhu 10 °C ukuran umbi sedang sebesar 36.85%. Sedangkan untuk susut bobot yang terendah terjadi pada penyimpanan suhu 0 °C sebesar 8.71%. Gambar 10 memperlihatkan persentase susut bobot yang tertinggi terjadi pada suhu 10 °C dengan umbi ukuran kecil sebesar 36.83%. Sedangkan persentase susut bobot yang terendah terjadi pada penyimpanan suhu 0 °C sebesar 8.62%. Ukuran besar, sedang, dan kecil pada suhu 10 °C tidak mampu menekan susut bobot. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 10 °C. Berdasarkan data hasil penelitian, kerusakan yang tertinggi terjadi pada perlakuan 10 °C dengan ukuran umbi sedang, sehingga nilai susut bobot terjadi seiring dengan peningkatan nilai kerusakan dari perlakuan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nugraha et al. 2012) bahwa selain penguapan, penurunan berat umbi juga diakibatkan oleh adanya kerusakan kebusukan, umbi hampa/kopong dan bertunas.

Gambar 8, 9, dan 10 menunjukkan perubahan susut bobot bawang merah selama penyimpanan dari berbagai perlakuan pada setiap ukuran. Persentase susut bobot pada ruang baik pada umbi ukuran besar, sedang, dan kecil mengalami peningkatan susut bobot yang tidak jauh berbeda dengan penyimpanan pada suhu 10 °C. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan, maka akan semakin tinggi pula susut bobot umbi benih bawang merah yang dihasilkan. Hal ini didukung pula oleh pendapat (Rahmat et al. 2013) bahwa penggunaan suhu yang tinggi pada penyimpanan bawang merah menyebabkan penguapan air (transpirasi) dari umbi dan daun bawang merah melalui stomata atau kulit yang berlebihan yang berakibat pada susut bobot.

(37)

19

Bawang merah yang disimpan pada suhu rendah yaitu 0 °C, lebih mampu menekan terjadinya susut bobot. Hal ini disebabkan karena suhu tersebut mampu memperlambat proses metabolisme pada umbi bawang merah. Sesuai dengan pendapat Muchtadi (2013) bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, daya simpan bawang merah dapat diperpanjang. Berbeda dengan suhu 10 °C untuk umbi ukuran sedang mencapai persentase susut bobot tertinggi diantara perlakuan lainnya yang mencapai 36.83% hingga akhir penyimpanan. Hal ini memperlihatkan bahwa suhu 0 °C lebih mampu menekan susut bobot dibandingkan pada suhu 5-10 °C, meskipun dengan menggunakan kisaran RH yang sama yaitu 60-70%. Hal ini disebabkan karena pada suhu 5-10 °C, reaksi enzimatis tidak dapat dihambat sehingga proses metabolisme yang menyebabkan terjadinya susut bobot semakin mengalami peningkatan.

Tabel 4 Pengaruh interaksi ukuran dan suhu penyimpanan terhadap penurunan susut bobot pada bawang merah selama penyimpanana

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

(38)

20

Tingkat Kerusakan

Gambar 11, 12, dan 13 memperlihatkan penyimpanan umbi bawang besar pada suhu 0, 5, 10 °C, dan suhu ruang mengalami peningkatan kerusakan hingga akhir penyimpanan. Namun pada suhu 10 °C, tingkat kerusakan yang terjadi lebih tinggi hingga akhir penyimpanan dibandingkan penyimpanan pada suhu lainnya. Tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 10 °C untuk minggu ke-12 sebesar 60.15%, sedangkan pada suhu 0, 5 °C dan suhu ruang masing-masing sebesar 36.96, 17.60, dan 28.20%.

Umbi bawang merah ukuran sedang, baik pada suhu 0, 5, 10 °C, dan suhu ruang mengalami peningkatan kerusakan hingga akhir penyimpanan. Tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 10 °C lebih tinggi dibandingkan penyimpanan pada suhu lainnya. Perbedaan tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 0, 5 °C, dan suhu ruang masing-masing sebesar 40, 7.53, dan 16.31%.

Tingkat kerusakan yang terjadi pada umbi ukuran sedang mengalami perubahan yang sama dengan penyimpanan pada umbi ukuran kecil, baik pada suhu 0, 5 °C, dan suhu ruang yang mengalami peningkatan kerusakan hingga akhir penyimpanan. Akan tetapi, pada suhu 10 °C, tingkat kerusakan yang terjadi lebih tinggi hingga akhir penyimpanan dibandingkan penyimpanan pada suhu lainnya. Tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 0, 5 °C, dan suhu ruang masing-masing sebesar 48.77, 10.49, dan 13.27%. Penyimpanan umbi bawang merah pada ukuran umbi besar pada suhu 10 °C, memperlihatkan tingkat kerusakan yang lebih tinggi sebesar 60.15%, dibandingkan pada umbi ukuran sedang dan besar yang masing-masing memiliki nilai 43.61 dan 49.60%.

Kerusakan pada bawang merah selama penyimpanan meliputi umbi berakar, umbi hampa, umbi bertunas, umbi berpenyakit, dan umbi yang mengalami

chilling injury. Penyimpanan suhu 0 °C menunjukkan tingkat kerusakan umbi yang tidak berbeda dengan suhu 10 °C. Kerusakan yang timbul yakni tekstur umbi menjadi lunak, daging umbi berair, dan busuk. Selain itu, kerusakan akibat

chilling injury semakin meningkat selama penyimpanan. Hal ini diduga kerusakan sel pada jaringan. Menurut Skog (2008), tingginya tingkat chilling injury

disebabkan oleh kerusakan membran sel, termasuk produksi etilena, peningkatan respirasi, fotosintesis berkurang, gangguan energi, akumulasi produksi senyawa beracun seperti etanol, dan asetaldehida, serta struktur selular yang berubah.

Gambar 11 Perubahan kerusakan bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran besar pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

(39)

21

Gambar 12 Perubahan kerusakan bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran sedang pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

Gambar 13 Perubahan kerusakan bawang merah (Allium ascalonicum L.) ukuran kecil pada beberapa perlakuan suhu selama penyimpanan

Kerusakan umbi lainnya seperti busuk dan kopong juga terjadi pada suhu ruang selama penyimpanan. Sedangkan, umbi yang mengalami busuk jamur selama penyimpanan ditunjukkan pada umbi ukuran besar yang memiliki tingkat kerusakan lebih tinggi pada suhu ruang yaitu banyak terjadi pada suhu ruang. Untuk umbi busuk jamur, penyimpanan bawang merah pada ukuran besar memiliki tingkat kerusakan pada suhu ruang lebih tinggi yaitu sebesar 8.12%, dibandingkan suhu 0, 5, dan 10 °C masing-masing 0, 1.2, dan 1.88%. Pada umbi ukuran sedang, kerusakan akibat busuk jamur pada penyimpanan suhu 0, 5, 10 °C, dan suhu ruang, masing-masing memiliki nilai 0, 0.43, 0.21, dan 5.08%. Berbeda dengan penyimpanan pada umbi ukuran kecil, untuk suhu 0 °C memiliki nilai 0%, suhu 5 °C memiliki nilai 0.33%, suhu 10 °C memiliki nilai 0.97%, sedangkan untuk suhu ruang memiliki nilai 4.43%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyimpanan suhu ruang menyebabkan terjadinya busuk/jamur pada umbi bawang merah dibandingkan dengan penyimpanan suhu dingin. Tingginya tingkat pertumbuhan mikroba pada suhu ruang menimbulkan busuk jamur pada bawang merah. Penyakit busuk jamur pada bawang merah disebabkan oleh A.niger, A. nidulans, dan A. versicolor berupa miselia hitam pada permukaan umbi. A.niger

(40)

22

Sesuai dengan pendapat (Walker et al. 2010) bahwa pembusukan umbi bawang merah pada tempat penyimpanan disebabkan oleh jamur Aspergillus niger, yang berkembang dengan cepat karena terlalu tingginya suhu dan kelembaban selama penyimpanan.

Umbi hampa/kopong juga merupakan salah satu jenis kerusakan yang timbul selama penyimpanan bawang merah. Kerusakan akibat umbi hampa banyak terjadi pada suhu ruang baik untuk umbi ukuran besar, sedang, dan kecil dengan nilai masing-masing 7.69, 5.77, dan 3.77%. Sedangkan pada suhu 5 °C untuk umbi ukuran besar, sedang, dan kecil masing-masing mencapai 2, 0, dan 1.31%. Berbeda pada suhu 10 °C masing-masing untuk umbi ukuran besar, sedang, dan kecil yaitu 6.39, 0.64, dan 2.09%. Hal ini membuktikan bahwa kondisi penyimpanan pada suhu ruang tidak mampu menahan timbulnya kerusakan berupa umbi hampa. Pada suhu ruang, terjadi peningkatan proses penguapan hingga akhir penyimpanan karena tingginya suhu pada ruang penyimpanan menyebabkan kerusakan akibat umbi hampa meningkat. Sesuai dengan pendapat (Nugraha et al. 2012) bahwa tingginya penggunaan suhu dan kelembaban rendah menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebih pada umbi bawang merah sehingga terjadi peningkatan jumlah kerusakan umbi bawang merah yang hampa dan kering.

Penyimpanan umbi bawang merah pada suhu 10 °C, baik untuk umbi ukuran besar, sedang, dan kecil memiliki bentuk yang semakin lama akan semakin mengecil dan mengeriput disertai dengan tumbuhnya tunas yang semakin besar dan panjang. Berbeda dengan awal penyimpanan yang menunjukkan umbi bawang merah masih bulat mengkilat dan keras. Pada penyimpanan suhu 10 oC tingkat kerusakan tertinggi ditandai dengan pertumbuhan tunas. Hal ini disebabkan oleh hormon dan enzim giberelin yang aktif pada suhu 10 oC. Pada suhu tersebut karbohidrat terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana yang digunakan untuk proses respirasi dan pembentukan karbon struktural untuk tunas yang baru. Kandungan gula dan enzim yang memetabolisme karbohidrat meningkat dengan pesat sedangkan kandungan pati menurun. Hal ini disebabkan karena pati didegradasi oleh α−amilase menjadi gula sederhana dan digunakan sebagai energi kemudian diangkut menuju titik tumbuh (Fasidi et al. 1995). Selama pertunasan, kadar protein dan lipid mengalami peningkatan. Peningkatan ini kemungkinan berhubungan dengan konversi karbohidrat dan lipid menjadi protein proteoplasma untuk tunas yang baru tumbuh. Hal ini juga diperkuat oleh Onwoeme (1978), yang menyatakan bahwa senyawa bermolekul besar dan kompleks seperti pati, protein, dan lemak dipecah menjadi kurang kompleks, larut air, dan mudah diangkut melalui membran dan dinding sel. Proses ini dibantu oleh aktivitas enzim dalam umbi.

(41)

23

menghasilkan senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Menurut Winarno dan Nuez (1991) penurunan kandungan air pada bahan pangan dapat mempengaruhi berat pada bahan pangan. Hal ini didukung oleh pendapat Denelia (1995) bahwa proses pertumbuhan tunas akan mengurangi nutrisi yang terkandung pada umbi bawang putih, karena sebagian nutrisi terserap atau dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas.

Hasil pengamatan umbi bawang merah yang mengalami kerusakan selama penyimpanan selengkapnya ditampilkan pada Gambar 10, 11, dan 12. Penyimpanan bawang merah pada suhu 5 °C untuk umbi ukuran besar, sedang, dan kecil menunjukkan tingkat kerusakan yang paling rendah hingga akhir penyimpanan dibandingkan suhu lainnya. Hal ini diduga karena pada suhu tersebut bawang merah dapat mempertahankan mutu dan kualitasnya, memperpanjang masa simpan karena dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transpirasi dan menghambat terjadinya perkembangan mikroorganisme atau mikroba pada bawang merah sehingga bawang merah memiliki waktu simpan yang lama. Tingkat kerusakan pada bawang merah sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan meliputi suhu, RH, dan kadar air yang merupakan faktor meningkatnya reaksi yang menyebabkan terjadinya kemunduran mutu dari umbi bawang merah selama penyimpanan. Akan tetapi, berbeda dengan penyimpanan pada umbi ukuran besar, sedang, dan kecil penyimpanan suhu 10 °C memperlihatkan tingkat kerusakan yang tertinggi. Hal ini diduga karena kadar air tersebut melewati kadar air optimum yang menyebabkan terjadinya kemunduran mutu selama penyimpanan meliputi tingginya tingkat kerusakan.

Adapun kerusakan yang terjadi pada umbi bawang merah selama penyimpanan yaitu sebagai berikut:

Tabel 5 Kerusakan umbi bawang merah selama penyimpanan

(42)

24

Data kerusakan benih bawang merah selama penyimpanan pada Tabel 5, menunjukkan bahwa kerusakan akar dan tunas paling tinggi terjadi pada bawang merah disuhu 10 °C. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas hormon dan enzim giberelin. Pada saat tumbuhnya tunas, karbohidrat terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana yang digunakan untuk proses respirasi dan pembentukan karbon struktural untuk tunas yang baru. Semakin lama terjadi pertunasan, semakin banyak energi yang digunakan untuk tumbuh, sehingga semakin banyak pula pati yang akan terhidrolisis.

Penyimpanan suhu 0 °C kerusakan umbi yang banyak terjadi yakni chilling injury. Terjadinya kerusakan akibat chilling injury dipengaruhi oleh temperatur dan waktu. Semakin rendah temperatur dan lamanya waktu pemaparan selama penyimpanan. Bagian yang biasanya terkena dampak dari kerusakan ini adalah membran plasma dan perubahan permeabilitas membran diduga sebagai penyebab hilangnya turgor. Memuainya volume air saat didinginkan hingga mencapai titik beku menjadi gumpalan es membuat sel menjadi rusak Muldrew (1999). Menurut Winarno (2002), gejala chilling injury sering muncul beberapa hari setelah berada disuhu yang lebih hangat dalam bentuk legokan atau kulit produk memar, terjadi

internal discoloration atau gagal matang.

Kerusakan yang terjadi pada suhu ruang yaitu busuk jamur, kopong, tunas, dan akar. Kerusakan tertinggi yaitu kerusakan busuk jamur dan kopong. Tingginya kerusakan umbi busuk jamur disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan mikroba sedangkan umbi kopong disebabkan oleh penggunaan suhu yang tinggi dengan kisaran 26-30 °C yang menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebihan pada umbi bawang merah Nugraha et al. (2012). Hal ini membuktikan bahwa suhu ruang tidak mampu menahan timbulnya kerusakan yang terjadi berupa umbi kopong. Pada suhu 5 °C menghasilkan kerusakan terendah baik kerusakan tunas, akar, kopong, busuk jamur, maupun chilling injury

(CI) hingga akhir penyimpanan. Pada penyimpanan suhu 5 °C mutu umbi bawang merah dapat dipertahankan. Hal tersebut disebabkan oleh penyimpanan pada suhu 5 °C dapat menghambat perkembangan mikroorganisme atau mikroba pada bawang merah, sehingga bawang merah memiliki waktu simpan yang lama.

Pengujian Pertumbuhan

(43)

25

Kemudian diikuti oleh umbi ukuran besar 40% pada suhu 5 °C, dan pada umbi ukuran kecil sebesar 40% pada penyimpanan suhu 5 °C. Hasil pengamatan presentase daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, dan presentase jumlah bunga dapat dilihat pada Gambar 12 hingga Gambar 23.

Daya Tumbuh Tanaman

Viabilitas benih menunjukkan daya tumbuh benih, aktif secara metabolisme, dan memiliki enzim yang dapat mengatalisi reaksi metabolisme yang diperlukan untuk pertumbuhan benih (Bradbeer 1988). Rataan jumlah daya tumbuh tanaman bawang merah pada umur 2 MST dapat dilihat pada Gambar 14, 15, dan 16 yang menunjukkan bahwa persentase daya tumbuh tanaman pada umur 2 MST tidak berpengaruh nyata terhadap suhu dan ukuran umbi benih bawang merah. Gejala-gejala ini dapat ditunjukkan melalui Gejala-gejala metabolisme benih atau Gejala-gejala pertumbuhan. Berdasarkan (Sutopo 2002) uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tidak langsung, misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme atau secara langsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tertentu.

Gambar 14 Daya tumbuh tanaman bawang merah besar pada suhu 0 °C berbeda dengan suhu 5, 10 °C, dan ruang pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST)

(44)

26

Gambar 16 Daya tumbuh tanaman bawang merah kecil tidak berbeda pada suhu 0, 5, 10 °C, dan ruang pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) Berdasarkan Gambar 14, 15, dan 16 persentase daya tumbuh pada umur dua Minggu Setelah Tanam (MST), menunjukkan bahwa bawang merah dengan ukuran besar pada suhu 5, 10 °C dan suhu ruang memiliki persentase daya tumbuh yang sama yaitu 100% (Gambar 14). Bawang merah dengan umbi ukuran sedang pada penyimpanan suhu 5, 10 °C, dan suhu ruang memiliki persentase daya tumbuh yang sama yaitu 100% (Gambar 15). Beda halnya pada bawang merah dengan umbi ukuran kecil pada suhu 0, 5, 10 °C, dan suhu ruang memiliki persentase daya tumbuh yang sama yaitu 100% (Gambar 16). Diameter umbi berbanding terbalik dengan persentase laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan yang tinggi cenderung memiliki diameter yang kecil dan sebaliknya, persentase laju pertumbuhan yang rendah memiliki diameter umbi yang besar. Hal ini diduga karena terjadinya chilling injury diawali dengan modifikasi permeabilitas yang mengubah membran bersifat lentur menjadi kaku sehingga terjadi komoditas kehilangan pengendalian, ketidakseimbangan metabolisme, dan autokatalisis pada umbi bawang merah. Tingginya nilai persentase tanaman bawang merah yang tumbuh berkorelasi positif terhadap kualitas umbi yang baik. Dengan demikian semakin banyak unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan memanjang tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa semakin baik kualitas benih terutama berkaitan dengan kebersihan sumber pathogen, maka persentase umbi yang tumbuh juga semakin tinggi pula (Chope et al. 2006).

Umbi bawang merah dengan ukuran sedang pada suhu 0 °C memiliki persentase daya tumbuh yang terendah yaitu 80% (Gambar 15). Sama halnya pada bawang merah dengan umbi ukuran besar pada suhu 0 °C memiliki persentase daya tumbuh yang terendah yakni 40% (Gambar 16). Hal ini diduga karena penyimpanan suhu rendah yang menyebabkan aktivitas metabolisme termasuk pernapasan menjadi lambat, sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman bawang merah menjadi lebih lambat dari perlakuan lainnya (Wills et al. 1981).

Viabilitas benih atau daya tumbuh benih dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya berkecambah dan kekuatan tumbuh. Hal ini dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih atau gejala pertumbuhan (Maemunah 2010).

(45)

27

Dari Gambar 13, 14, dan 15 terlihat bahwa semua umbi benih mampu tumbuh yang mencerminkan viabilitas benih yang baik, kecuali pada umbi ukuran besar pada suhu 0 °C karena terjadinya chilling injury pada umbi benih.

Perbedaan yang terlihat dari umbi benih bawang merah besar, sedang, dan kecil dilapang pada umur dua Minggu Setelah Tanam (MST) adalah daya tumbuh yang dihasilkan. Perbedaan tersebut dimungkinkan terjadi karena semakin lama umbi benih disimpan maka daya kecambahnya semakin baik dan kecepatan daya tumbuh meningkat. Menurut (Maemunah 2010) menyatakan bahwa benih bawang merah yang 30, 60, dan 90 hari menunjukkan persentase kadar air yang semakin menurun mengikuti lama benih disimpan. Hal ini sejalan dengan susutnya yang makin besar namun diikuti dengan daya tumbuh yang makin baik dan cepat.

Tinggi Tanaman

Pada umumnya penanaman bawang merah dilakukan dengan menggunakan umbi yang ditanam sebagai bahan perbanyakan. Teknologi perbanyakan umbi bawang merah secara konvensional, yaitu dengan menggunakan umbi, masih disukai petani karena caranya yang relatif lebih mudah (Sumarni dan Hidayat 2005). Tinggi tanaman bawang merah terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada umur 2 MST, dengan cara mengukur tanaman bawang merah. Pengukuran dimulai dari permukaan tanah hingga ujung daun yang tertinggi. Gambar rata-rata tinggi tanaman pada umur 2 MST terlihat bahwa pertumbuhan tanaman untuk semua perlakuan mengalami peningkatan. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai indikator untuk pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diberikan. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), tinggi tanaman merupakan parameter yang paling mudah untuk dilihat. Berdasarkan hasil analisis ragam tinggi tanaman bawang merah saat umur 2 MST (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan bentuk ukuran benih bawang merah mempunyai interaksi yang tidak nyata.

Gambar 17 Penyimpanan umbi besar pada suhu 0 °C tidak berbeda dengan tinggi tanaman pada umbi sedang 5, 10 °C, dan suhu ruang.

(46)

28

Gambar 18 Penyimpanan umbi sedang pada suhu 0 °C berbeda dengan tinggi tanaman pada umbi sedang 5, 10 °C, dan suhu ruang.

Gambar 19 Penyimpanan umbi kecil pada suhu 5 °C, tidak berbeda dengan tinggi tanaman pada umbi sedang 0, 10 °C, dan suhu ruang.

Berdasarkan Gambar 17, 18, dan 19 tinggi tanaman bawang merah saat umur 2 MST dapat dilihat bahwa semua perlakuan suhu dan bentuk ukuran memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman. Pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada suhu ruang dengan ukuran bawang merah besar pada umur 2 MST yaitu 26.73 cm (Gambar 17). Diikuti dengan umbi ukuran sedang dan kecil masing-masing yakni 27.69 cm dan 25.21 cm (Gambar 18 dan 19). Keadaan ini disebabkan karena umbi yang berukuran sedang maupun besar mempunyai lapisan umbi yang relatif lebih banyak, kemampuan untuk tumbuh akan lebih kuat pula. Disamping itu, benih yang berukuran sedang maupun besar mempunyai daerah penampang akar yang lebih luas sehingga jumlah akar yang tumbuh akan lebih banyak, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan tinggi tanaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wibowo (1992) bahwa pertumbuhan tanaman bawang merah yang berasal dari umbi ukuran sedang atau besar menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, karena pembelahan, perpanjangan sel, dan pembentukan jaringan yang membutuhkan persediaan karbohidrat yang banyak dibandingkan dengan benih yang mempunyai ukuran fisik yang relatif lebih kecil.

Gambar

Tabel  Suhu dan RH selama penyimpanan
Tabel 2 Persayaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen
Tabel 3 Persyaratan teknis minimal benih bawang merah umbia
Gambar 2 Benih bawang merah (A) dan penyimpana benih bawang merah pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tes ini digunakan untuk melihat tingkat kognitifitas siswa setelah kegiatan pembelajaran dilakukan, disamping itu tes ini penting untuk melihat korelasi antara kinerja

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunkan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan

Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang menggelapkan harta rampasan, yang bunuh diri, dan orang-orang durhaka lainnya hendaklah di shalatkan. Berkata Ibnu

Pemeliharaan Rutin/Berkala Gedung Kantor Belanja Bahan Baku Bangunan JB: Barang/jasa JP: Barang.. 1

penelitian ini, reduksi data yang dilakukan peneliti adalah mencari dan menentukan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam

Berdasarkan berbagai pertimbangan dan pandangan yang telah disampaikan sebelumnya maka tujuan utama penelitian ini adalah (1) menghasilkan buku berupa PSB de-ngan

Tujuan kegiatan pengabdian ini pun selaras dengan program digitalisasi sekolah yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dimana para guru diharapkan

Aplikasi ini dibangun menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic .NET 2003 dan dibuat dengan tampilan semenarik mungkin untuk menarik minat masyarakat dalam memahami dan