• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu dan Kemasan Terhadap Mutu Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu dan Kemasan Terhadap Mutu Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU DAN KEMASAN TERHADAP MUTU

BIBIT BAWANG MERAH (

Allium ascalonicum

L.

)

VICTOR EKO ANDREAS

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Suhu dan Kemasan Terhadap Mutu Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Victor Eko Andreas

(4)

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Dibimbing oleh LILIK PUJANTORO.

Dalam penyimpanan umbi bibit bawang merah sering sekali terjadi kerusakan akibat keropos, penyakit, berakar dan pertunasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu dan kemasan yang optimal agar dapat menjaga mutu bibit bawang merah selama waktu penyimpanan. Pada penelitian ini kemasan yang digunakan adalah rajut dan polietilen yang disimpan pada suhu 10°C, 15°C, dan suhu ruang. Parameter yang diamati adalah akumulasi susut bobot, kadar air, kekerasan, kerusakan, dan pertunasan. Suhu ruang dapat menahan kenaikan susut bobot bibit bawang merah dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8 dan perlakuan suhu tidak dapat menahan penurunan kadar air serta kekerasan selama penyimpanan. Penyimpanan bibit bawang merah pada suhu ruang mampu menekan kerusakan dan pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan. Kemasan rajut dapat meningkatkan kenaikan susut bobot pada minggu ke-1 dan minggu ke-2. Perlakuan kemasan tidak dapat menahan penurunan kadar air serta kekerasan selama penyimpanan. Kemasan polietilen mampu menekan kerusakan selama penyimpanan. Kemasan rajut dan polietilen mampu menekan pertumbuhan tunas selama penyimpanan. Penyimpanan bibit pada suhu ruang dengan kemasan polietilen mampu menekan kerusakan sebesar 11.97% serta pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama penyimpanan sebesar 0.004%.

Kata kunci: umbi bibit bawang merah, suhu, kemasan, kualitas

ABSTRACT

VICTOR EKO ANDREAS. The Effect of Temperature and Packaging to Quality of Shallot Seedbulbs ( Allium ascalonicum L.). Supervised by LILIK PUJANTORO.

In storing of shallot seedbulbs, the damage because porous, disease, rooting and sprouting are often occur. The objective of this study was to determine the optimum temperature and packaging in order to maintain the qualities of shallot seedbulbs during the storing time. In this study, the packaging used is plastic net and polyethylene, stored at 10°C, 15°C, and room temperature. Parameters measured were weight loss, moisture content, hardness, damage, and sprouting. Room temperature could withstand the increasing of weight lost from week 2 to week 8 and temperature treatment could not withstand the decreasing of moisture content and hardness during the storing time. Storing at room temperature could withstand sprouting and damage of seedbulbs during the storing time. Plastic net packaging could withstand the increasing of weight loss at week 1 and week 2. Packaging treatment could not withstand the decreasing moisture content and hardness during the storing time. Polyethylene packaging could reduce damage during the storing time. Plastic net and polyethylene packaging could reduce sprouting during the storing time. Storing at room temperature with polyethylene packaging could reduce damage by 11.97% and sprouting by 0.004% during the storing time.

(5)

VICTOR EKO ANDREAS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

PENGARUH SUHU DAN KEMASAN TERHADAP MUTU

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Kemasan Terhadap Mutu Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Nama : Victor Eko Andreas NIM : F14090035

Disetujui oleh

Dr. Ir. Lilik Pujantoro, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Desrial, MEng Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Segala puji hanya bagi Tuhan YME atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Suhu dan Kemasan Terhadap Mutu Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)”. Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2013 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan dan arahan selama penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga kepada Dr Ir Rokhani, Msi dan Dr Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku dosen penguji. Ucapan terima kasih kepada Dewan Bawang Nasional dan Bapak Mudatsir dalam membantu penyediaan bawang merah dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Sulyaden yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan menyediakan fasilitas selama penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Mamak, Abang dan Adik yang selalu mendoakan dan kasih sayangnya kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem khususnya Heru, Sandro, Pahlevi, Alfredo, Bang Anto, Bang Zega, Erlanda, Kristen, Raisa, Eti, Awanis, Citta, Gina, Jeni, teman komisi literatur khususnya Eka, Priskila, Hera, Jojo dan teman-teman Mongkuzer atas dukungan dan semangat kalian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(10)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Bibit Bawang Merah dan Pertumbuhan Tunas 3

Suhu dan Pertunasan Bawang Merah 3

Pengemasan Bawang Merah 3

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Penelitian 4

Prosedur Pengukuran Parameter Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Susut Bobot 9

Kadar Air 11

Kekerasan 13

Kerusakan 15

Pertunasan 16

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia 1 2 Pengaruh interaksi suhu dan kemasan terhadap susut bobot bibit bawang

merah selama penyimpanan 11

3 Pengaruh interaksi suhu dan kemasan terhadap kadar air bibit bawang

merah selama penyimpanan 13

4 Pengaruh interaksi suhu dan kemasan kekerasan bibit bawang merah

selama penyimpanan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Bibit bawang merah 5

2a Pengemasan bibit bawang merah dalam polietilen 5 2b Pengemasan bibit bawang merah dalam rajut 5 3a Penyimpanan dengan kemasan polietilen dalam lemari pendingin 5 3b Penyimpanan dengan kemasan rajut dalam lemari pendingin 5 4 Diagram alir metode penelitian 6 5a Perubahan akumulasi susut bobot 9 5b Perubahan akumulasi susut bobot per umbi 10

6 Perubahan kadar air 12

7 Perubahan kekerasan 14

8 Total kerusakan 16

9 Perubahan persentase pertunasan 18 10 Pertumbuhan bibit bawang merah 19

11 Lemari pendingin 22

12 Timbangan digital 22

13 Rheomete 22

14 Oven 22

15 Penyakit 38

16 Keropos 38

17 Berakar 38

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium Ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat. Hampir pada setiap masakan sayuran ini selalu dipergunakan, karena berfungsi sebagai penyedap rasa dan penambah selera makan. Selain itu bawang merah juga dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan tradisional.

Banyaknya manfaat yang terdapat pada bawang merah mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan bawang merah semakin meningkat. Disamping itu kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan daya beli masyarakat yang cenderung naik. Agar kebutuhan dapat terpenuhi harus diimbangi dengan jumlah produksi.

Bawang merah termasuk tanaman semusim dan umumnya ditanam serentak bila musim tanam tiba, sehingga ketersediaanya melimpah pada musim panen dan kurang bila musim panen lewat. Bawang merah juga memiliki daya adaptasi luas karena dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah ataupun di dataran tinggi dan dapat diusahakan pada lahan bekas sawah (tanaman padi), kebun dan pekarangan.Tidak mantapnya ketersediaan sepanjang tahun dapat menyebabkan terjadinya perubahan harga bawang merah dengan fluktuasi yang menyolok. Tabel 1 merupakan kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah dari tahun 2008 hingga 2011.

Tabel 1 Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia

Tahun 2008 2009 2010 2011 Kebutuhan (ton) 118655 120020 121400 147611 Ketersediaan (ton) 18522 27410 27483 33950

Ketersediaan (%) 16 23 23 23 Sumber: Mudatsir, 2013

(14)

penyimpanan suhu rendah. Menurut Vincent dan Mas (1998) perkecambahan paling dipengaruhi oleh suhu, yang akan terhambat pada suhu 0°C dan pada RH sekitar 65%, dan juga oleh suhu tinggi (30°C).

Perumusan Masalah

Bibit bawang merah akan disimpan pada suhu 10°C, 15°C, suhu ruang dan dikombinasikan dengan kemasan rajut serta polietilen, kemudian akan dilihat pengaruhnya terhadap kerusakan serta pertunasan akibat dari lama penyimpanan tersebut.

Adapun kriteria dan batasan optimal mutu penelitian ini adalah:

1. Suhu dan kemasan yang paling baik dalam menahan kenaikan susu bobot, menahan penurunan kadar air dan menahan penurunan kekerasan.

2. Suhu dan kemasan yang paling baik dalam menekan kerusakan akibat keropos, penyakit, berakar dan bertunas.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh suhu penyimpanan bibit bawang merah terhadap mutu bibit bawang merah selama waktu penyimpanan.

2. Mengetahui pengaruh kemasan bibit bawang merah terhadap mutu bibit bawang merah selama waktu peyimpanan.

3. Menentukan suhu penyimpanan dan jenis kemasan bibit bawang merah yang optimal untuk mempertahankan mutu bibit bawang merah selama waktu penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui suhu dan jenis kemasan yang terbaik untuk penyimpanan bibit bawang merah sebelum proses penanaman sehingga dapat menjaga kebutuhan akan bibit serta mengurangi kerusakan bibit sebelum waktu tanam tiba.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Bibit Bawang Merah dan Pertumbuhan Tunas

Bawang merah (Allium Ascalonicum L.) merupakan tanaman terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Tajuk dan umbi bawang merah serupa dengan bawang bombay, tetapi ukuran lebih kecil (Vincent dan Mas 1998).

Menurut Vincent dan Mas (1998) perkecambahan paling dipengaruhi oleh suhu, yang akan terhambat pada suhu 0°C dan pada RH sekitar 65%, dan juga oleh suhu tinggi (30°C). Perkecambahan optimum terjadi pada suhu 10-15°C. Walaupun tidak praktis, pembuangan secara terus menerus akar yang terbentuk cenderung menunda munculnya kecambah.

Pemanenan telalu dini akan mengakibatkan bertunasnya umbi, sedangkan pemanenan yang kasip memungkinkan timbulnya akar-akar sekunder selama penyimpanan (Pantastico 1986).

Suhu dan Pertunasan Bawang Merah

Suhu merupakan faktor lingkungan terpenting dalam mempengaruhi kerusakan produk selama penyimpanan, sebab suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju semua proses fisiologi. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bibit bawang merah adalah suhu ruangan dan kelembapan ruangan 70% - 80 % (Sumardjono dan Prasodjo 1989).

Penyimpanan dengan suhu rendah dapat mengurangi kehilangan air dari umbi, menjaga agar laju respirasi tidak tinggi dan memperlambat terjadinya metabolisme. Suhu ruangan pada penyimpanan suhu rendah harus dijaga agar tetap konstan begitu juga dengan kelembapannya, dengan mengurangi suhu maka akan dapat menghambat terjadinya perubahan serta mengurangi kehilangan air. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan suhu rendah adalah suhu dari pendingin haruslah berada pada titik yang tepat. Suhu yang terlalu dingin akan menyebabkan terjadinya kerusakan bibit akibat suhu dingin (chiling injury) .Suhu dingin lebih efektif dan bermanfaat untuk memperpanjang daya simpan dan memperlambat kerusakan (FAO 1989). Umbi bawang bombay disimpan paling baik pada suhu mendekati 0°C dan RH 65-75% dan anehnya penyimpanan pada suhu 25°C dan 35°C juga memuaskan (Vincent dan Mas 1998).

Pengemasan Bawang Merah

(16)

lubang-lubang sehingga dapat menghasilkan sirkulasi udara yang baik pada bibit bawang merah untuk melakukan proses respirasi.

Plastik juga dapat digunakan menjadi salah satu bahan kemasan. Pada umumnya plastik jenis polietilen (PE) sangat banyak digunakan masyarakan Indonesia. Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik.PE juga dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga -50°C. Namun salah satu sifat yang terpenting dari plastik polietilen (PE) adalah sifat permeabilitas yang rendah terhadap uap air. Menurut Rulianto (1993) pengemasan buah dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan kesegaran lama. Menurut Singh (2008) penggunaan ventilasi dan hand hole melebihi 2% tidak disarankan karena dapat mengurangi kekuatan tekan vertikal kemasan yang cukup signifikan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan pada bulan Juni hingga Agustus 2013.

Bahan dan Alat

Bawang merah varietas bima brebes yang didapat dari petani bawang merah di cirebon yang telah terlebih dulu dijemur selama 7 hari, kemudian dibersihkan dan dikemas menggunakan rajut dan dibawa ke Bogor menggunakan kereta api. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan rajut 57cm x 32 cm dan polietilen 58cm x 28 cm sebagai wadah kemasan. Kemasan polietilen telah diberi lubang ventilasi 2%. Massa bibit bawang merah untuk setiap kemasan adalah 3 kg.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1. Lemari pendingin

2. Timbangan Digital 3. Rheometer CR-500 DX 4. Peralatan analisis kadar air 5. Termometer

Gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Prosedur Penelitian

Penyiapan Bibit Bawang Merah

(17)

5

beberapa sampel bibit bawang merah untuk diukur bobot awal, kekerasan, serta kadar air sebagai data awal.

Pengemasan Bibit Bawang merah

Bibit bawang merah terlebih dahulu ditimbang sebanyak 1 kg tiap ikatan (Gambar 1), kemudian akan dimasukan ke dalam kemasan rajut dan polietilen pada dengan kapasitas masing-masing sebesar 3 kg (Gambar 2). Perhitungan luas ventilasi kemasan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

Gambar 1 Bibit bawang merah

(a) (b)

Gambar 2 Pengemasan bibit bawang merah dalam (a) polietilen (b) rajut

Penyimpanan Bibit Bawang Merah

Bibit bawang merah yang telah dikemas selanjutnya akan disimpan ke dalam lemari pendingin yang bersuhu 10°C, 15°C dan suhu ruang dengan RH penyimpanan 10°C dan 15°C ada pada kisaran 65%-75%, sedangkan suhu ruang ada pada kisaran 85%-92% selama 8 minggu. Setiap minggu akan diukur susut bobot, kadar air, kekerasan dan juga diamati kerusakan serta pertunasannya. Gambar penyimpanan dengan kemasan polietilen dan rajut dalam lemari pendingin dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel dan grafik suhu serta RH penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4.

(a) (b)

Gambar 3 Penyimpanan bibit bawang merah kemasan (a) polietilen (b) rajut dalam lemari pendingin

Analisis Data

(18)

T:10°C R-10

T: 15°C R-15

T:Ruang R-Ruang

T:10°C PE-10

T:15°C PE-15

T:Ruang PE-Ruang

Gambar 4 Diagram alir metode penelitian

Pengukuran kadar air, susut bobot,kekerasan, perhitungan persentase kerusakan bibit dan pengamatan daya pertumbuhan

tunas ,setiap 7 hari selama periode penyimpanan

Pengolahan dan analisis data Bawang merah diikat dengan

bobot 3 kg

Ikatan bawang merah dimasukkan kedalam kemasan rajut (R)

Ikatan bawang merah dimasukkan kedalam kemasan Polietilen (PE)

Suhu dan kemasan penyimpanan bibit bawang merah yang direkomendasikan.

Bawang merah disortasi dan dibersihkan

Perlakuan Suhu Simpan Perlakuan Suhu Simpan

Mulai

(19)

7

Prosedur Pengukuran Parameter Penelitian 1. Susut Bobot

Susut bobot merupakan berkurangnya berat komoditas setelah aktivitas penyimpanan. Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

W - Wa

Susut bobot (%) = x 100 % (1) W

dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

2. Kadar Air

Sampel sebanyak 2-5 gram ditimbang dan ditaruh dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C sampai berat konstan.Sebelum ditimbang cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat sampel selama pengeringan terhadap berat awal sampel.

bobot awal sampel (g) – bobot akhir sampel (g)

Kadar Air (%) = x 100% (2) bobot awal sampel (g)

3.Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan bibit terhadap jarum penusuk (probe) dari rheometer Bibit bawang merah ditekan oleh probe, beban maksimum 2 kg. Diameter probe sebesar 2.5 mm, diset pada kedalaman 6.0 mm dengan kecepatan jarum sebesar 30 mm/menit. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik dibagian tengah bibit secara memutar. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Nilai dari rheometer akan berupa massa (kg).

(3)

4. Persentase Kerusakan Bibit

Nilai persentase kerusakan bibit adalah perbandingan banyaknya bibit yang rusak akibat berakar, keropos ataupun terkena penyakit selama penyimpanan dengan jumlah awal seluruh bibit.

m (kg) x g (m/s2) Kekerasan (MPa) =

(20)

Ʃ bibit rusak setelah penyimpanan

Persentase kerusakan = x 100 % (4)

Ʃ bibit awal keseluruhan

5.Persentase pertumbuhan tunas selama penyimpanan

Persentase pertunasan selama penyimpanan diukur dengan membandingkan jumlah bibit-bibit yang telah bertunas dalam periode tertentu dengan jumlah awal bibit.

Jumlah bibit yang bertunas

Persentase pertunasan = x 100 % (5) Jumlah seluruh bibit

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dua faktor dengan tiga kali ulangan perlakuan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah:

P = Suhu Penyimpanan

P1 = penyimpanan dengan temperatur 10°C. P2= penyimpanan dengan temperatur 15°C. P3 = penyimpanan dengan temperatur ruang. K = Jenis kemasan

K1 = Kemasan rajut

K2 = Kemasan Polietilen (PE)

Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah :

Yijk = μ + Pi + Kj+ (PK)ij + Cijk (6)

Cijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan P ke i dan K ke j pada ulangan ke k

Dengan: i = 1,2,3(Suhu Penyimpanan) j = 1,2 (Jenis Kemasan) k= 1,2,3 (Ulangan)

(21)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Bobot

Gambar 5.a merupakan perubahan susut bobot bawang merah per kemasan selama penyimpanan pada perlakuan kemasan rajut (R), polietilen (PE) dan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang). Berdasarkan grafik terlihat bahwa kemasan rajut pada suhu ruang mengalami susut bobot paling tinggi pada minggu ke-1 yaitu sebesar 4.26%, sedangkan susut bobot paling tinggi terjadi pada kemasan polietilen pada suhu 15°C di minggu ke-4 sebesar 5.12%. Perubahan susut bobot terjadi setiap minggunya dimana penyimpanan pada suhu ruang yang pada minggu ke-1 mengalami susut bobot yang paling tinggi dapat menahan kenaikan susut bobot yang lebih baik pada minggu ke-2 hingga minggu ke-8. Jika dibandingkan dengan penurunan bobot bibit bawang merah pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa kemasan polietilen pada suhu ruang mengalami penurunan bobot paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan polietilen pada suhu ruang dapat menahan penurunan bobot selama penyimpanan. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa susut bobot suhu 15°C lebih tinggi dibandingkan susut bobot suhu 10°C dengan rata-rata RH penyimpanan yang hampir sama yaitu sebesar 72%. Sedangkan susut bobot pada suhu ruang dengan rata-rata RH 87% mengalami kenaikan susut bobot yang paling rendah jika dibandingkan dengan suhu 15°C dan suhu 10°C. Adapun susut bobot kemasan rajut lebih besar dibandingkan susut bobot polietilen pada suhu yang sama. Data pengukuran susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 5.

Susut Bobot

Gambar 7.1 Perubahan susut bobot bibit bawang merah selama penyimpanan pada beberapa perlakuan kemasan rajut (R), polietilen (PE) dan suhu rendah (10°C, 15°C dan suhu ruang)

(22)

Gambar 5.b merupakan perubahan susut bobot bibit bawang merah per umbi selama penyimpanan pada beberapa perlakuan kemasan rajut (R), polietilen (PE) dan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang). Berdasarkan grafik terlihat bahwa susut bobot paling tinggi terjadi minggu ke-6 pada kemasan rajut pada suhu 15°C sebesar 7.23%. Sedangkan penurunan susut bobot yang paling rendah pada minggu ke-8 terjadi pada kemasan rajut pada suhu ruang sebesar 0.85%. Perubahan susut bobot terjadi setiap minggunya dimana penyimpanan pada suhu ruang dapat menahan kenaikan susut bobot yang paling baik. Jika dibandingkan dengan penurunan bobot per umbi bibit bawang merah pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa kemasan polietilen pada suhu ruang mengalami penurunan bobot paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan polietilen pada suhu ruang dapat menahan penurunan bobot selama penyimpanan. Hal lain yang menjadi penyebab kenaikan susut bobot dikarenakan bibit bawang merah mengalami proses respirasi dan transpirasi selama penyimpanan. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa susut bobot suhu 15°C lebih tinggi dibandingkan susut bobot suhu 10°C dengan rata-rata RH penyimpanan yang hampir sama yaitu sebesar 72%. Sedangkan susut bobot pada suhu ruang dengan rata-rata RH 87% mengalami kenaikan susut bobot yang paling rendah jika dibandingkan dengan suhu 15°C dan suhu 10°C. Susut bobot kemasan rajut sendiri lebih besar jika dibandingkan dengan susut bobot polietilen pada suhu yang sama. Data pengukuran susut bobot per umbi dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam susut bobot ada pada Lampiran 7.

(23)

11

Tabel 2 Pengaruh interaksi suhu dan kemasan terhadap susut bobot per umbi bibit bawang merah selama penyimpanan

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Berdasarkan hasil uji lanjut pada tabel 2, menunjukkan bahwa interaksi suhu dan kemasan berpengaruh signifikan terhadap susut bobot bibit bawang merah selama penyimpanan. Dimana perlakuan polietilen pada suhu ruang paling efektif dalam menahan kenaikan susut bobot bibit bawang merah selama penyimpanan. Pada Lampiran 7 terlihat bahwa suhu berpengaruh signifikan terhadap susut bobot dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8, sehingga suhu ruang berpotensi menahan kenaikan susut bobot bibit bawang merah pada minggu ke-2 hingga minggu ke-8. Sedangkan kemasan berpengaruh signifikan terhadap susut bobot bibit bawang merah pada minggu ke-1 dan minggu ke-2, sehingga kemasan rajut berpotensi meningkatkan kenaikan susut bobot pada minggu ke-1 hingga minggu ke-2. Kenaikan susut bobot paling tinggi pada minggu ke-2 sebesar 5.61%.

Kadar Air

(24)

kadar air yang lebih lambat jika dibandingkan dengan kemasan polietilen dan rajut suhu 10°C. Sedangkan penurunan kadar air pada suhu ruang dengan rata-rata RH 87% cenderung paling lambat jika dibandingkan dengan suhu 15°C dan suhu 10°C dengan RH 72% . Dapat dilihat juga bahwa nilai koefisien regresi kemasan rajut lebih kecil dibandingkan dengan polietilen pada suhu yang sama kecuali pada suhu ruang, sehingga hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar air akan berjalan lebih cepat pada kemasan rajut. Dimana kemasan polietilen memiliki permeabilitas yang lebih tinggi dibandingkan kemasan rajut. Adapun hal lain yang menjadi penyebab kehilangan air pada bibit bawang merah karena bibit bawang merah mengalami proses metabolisme yaitu respirasi serta mengalami transpirasi selama penyimpanan. Data pengukuran dan perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam kadar air ada pada Lampiran 9.

(25)

13

Tabel 3 Pengaruh interaksi suhu dan kemasan terhadap kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Berdasarkan hasil uji lanjut pada tabel 3, menunjukkan bahwa pada minggu ke-6 ada pengaruh yang signifikan antara interaksi suhu dan kemasan terhadap kadar air bibit bawang merah. Sehingga seluruh perlakuan berpotensi menahan penurunan kadar air bibit bawang merah pada minggu ke-6. Pada Lampiran 9 tidak ada pengaruh signifikan antara suhu dan kemasan terhadap kadar air, sehingga suhu dan kemasan tidak berpotensi menahan penurunan kadar air bibit bawang merah.

Kekerasan

(26)

mempertahankan kekerasan jika dibandingkan dengan suhu 10°C dan suhu 15°C. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan maka kekerasan bibit bawang merah semakin dapat dipertahankan. Dapat dilihat juga bahwa kemasan polietilen lebih baik dalam hal mempertahankan kekerasan jika dibandingkan dengan kemasan rajut pada suhu 10°C dan 15°C. Sedangkan kemasan rajut lebih baik dalam hal mempertahankan kekerasan bibit bawang merah jika dibandingkan dengan kemasan polietilen pada suhu ruang. Data pengukuran dan perhitungan kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam kekerasan ada pada Lampiran 11.

(27)

15

Tabel 4 Pengaruh interaksi suhu dan kemasan terhadap kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT

Berdasarkan hasil uji lanjut pada tabel 4, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara interaksi suhu dan kemasan terhadap kekerasan bibit bawang merah pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3, minggu ke-5, minggu ke-6 serta minggu ke-8. Sehingga seluruh perlakuan pada minggu-minggu tersebut berpotensi menahan kekerasan bibit bawang merah. Pada Lampiran 11 terlihat bahwa suhu dan kemasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kekerasan selama penyimpanan.

Kerusakan

(28)

Pertunasan

Gambar 9 merupakan perubahan persentase pertumbuhan tunas selama penyimpanan pada beberapa perlakuan kemasan rajut (R), polietilen (PE) dan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang). Berdasarkan grafik, bahwa pertumbuhan tunas yang paling tinggi terjadi pada kemasan polietilen dengan suhu penyimpanan 15°C sebesar 36.73%. Sedangkan pada suhu 10°C dan suhu ruang, pertumbuhan tunas yang paling besar terjadi pada kemasan polietilen juga masing-masing sebesar 20.81% dan 0.44%. Design dari kemasan itu sendiri dimana luas ventilasi kemasan polietilen sebesar 2% sedangkan kemasan rajut sebesar 61.96%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ventilasi kemasan akan memungkinkan bibit bawang merah untuk bertumbuh tunas, dimana ventilasi yang kecil mengakibatkan lingkungan didalam kemasan menjadi panas sehingga aktivitas metabolisme yaitu respirasi semakin meningkat dan akan mengakibatkan bibit bawang merah yang awalnya dalam keadaan dormansi mengalami pertumbuhan tunas.

Hubungan antara susut bobot dengan pertumbuhan tunas, dimana kenaikan susut bobot yang lebih tinggi pada suhu 15°C dibandingkan suhu 10°C dengan rata-rata RH yang sama yaitu 72% mengakibatkan pertumbuhan tunas pada suhu 15°C lebih besar daripada suhu 10°C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vincent dan Mas (1998) dimana respirasi akan berjalan cepat dengan meningkatnya suhu, sehingga lapisan sekulen terluar dari bawang merah akan lambat laun mengering dan akan mengurangi kandungan air dari lapisan sekulen bagian dalam. Proses ini akan berlanjut, yang berakibat menurunnya lapisan sekulan, bersamaan dengan berkurangnya diameter bibit bawang merah. Proses ini juga berhubungan erat Gambar 8 Total kerusakan bibit bawang merah pada minggu ke-8 dengan

(29)

17

dengan penurunan kadar air yang lebih cepat pada suhu 15°C. Sedangkan kenaikan susut bobot pada suhu ruang dengan rata-rata RH 87% tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas. Kenaikan susut bobot kemasan rajut yang lebih besar jika dibandingkan dengan kemasan polietilen pada suhu 10°C dan suhu 15°C, mengakibatkan proses bertumbuhnya tunas lebih kecil pada kemasan rajut. Sedangkan kenaikan susut bobot yang lebih besar pada kemasan rajut jika dibandingkan dengan kemasan polietilen pada suhu ruang, mengakibatkan persentase pertumbuhan tunas yang tidak jauh berbeda.

Hubungan antara kadar air dan pertumbuhan tunas, dimana kecenderungan penurunan kadar air yang lebih cepat pada suhu 15°C jika dibandingkan dengan suhu 10°C dengan rata-rata RH yang sama yaitu 72% mengakibatkan persentase pertumbuhan tunas yang lebih tinggi pada suhu 15°C. Sedangkan penurunan kadar air pada suhu ruang dengan rata-rata RH 87% tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas bibit bawang merah. Penurunan kadar air yang lebih cepat pada kemasan rajut suhu 15°C dan suhu 10°C menghasilkan persentase pertumbuhan tunas yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan kadar air yang lebih lambat pada kemasan polietilen dengan suhu yang sama. Hal ini dikarenakan luas ventilasi kemasan rajut yang besar mengakibatkan bibit bawang merah mengalami proses transpirasi yang tinggi sehingga kandungan air didalam bibit bawang merah banyak yang terbuang ke lingkungan dibanding dengan air yang digunakan untuk proses respirasi yang dimana dapat memicu bertumbuhnya tunas. Sedangkan kecenderungan penurunan kadar air kemasan polietilen yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kemasan rajut yang lebih lambat pada suhu ruang mengakibatkan persentase pertumbuhan tunas yang tidak jauh berbeda.

Hubungan kekerasan dengan pertumbuhan tunas, dimana penyimpanan suhu 10°C lebih baik dalam hal mempertahankan kekerasan bibit bawang merah dibandingkan dengan suhu 15°C dengan rata-rata RH yang sama yaitu 72%, mengakibatkan persentase pertumbuhan tunas pada suhu 15°C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 10°C. Menurut Matto dan Modi (1969) dalam Pantastico (1986), menjadi lunaknya jaringan akibat dari meningkatnya kegiatan pektinase, yang menuju ke terlarutnya zat-zat pektin yang tidak larut. Sedangkan kemampuan mempertahankan kekerasan yang baik pada suhu ruang dengan RH 87% tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas bibit bawang merah. Kemampuan kemasan polietilen dalam mempertahankan kekerasanya jika dibandingkan dengan kemasan rajut pada suhu 10°C dan 15°C mengakibatkan persentase pertumbuhan tunas pada kemasan rajut lebih kecil dibandingkan dengan kemasan polietilen. Sedangkan kemampuan kemasan rajut mempertahankan kekerasannya dibandingkan kemasan polietilen pada suhu ruang mengakibatkan persentase pertumbuhan tunas yang tidak jauh berbeda.

(30)

kelembaban (RH) lingkungan 65%-80% dapat menundah pertunasan bawang merah.

Pengaruh cahaya pada pertumbuhan tunas, dimana penyimpanan suhu ruang yang terkena cahaya selama penyimpanan mengalami pertumbuhan tunas yang kecil jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 10°C pada lemari pendingin dalam keadaan gelap, serta penyimpanan suhu 15°C pada lemari pendingin dengan ventilasi cahaya yang kecil. Pertunasan bawang merah dapat dikendalikan secara efektif bila bawang merah disinari dengan 3 sampai 7 krad selama masa dormansi (Matsuyama, 1972; Pantastico, 1986). Dari koefisien regresi, nilai terkecil ada pada kemasan rajut dengan suhu ruang sebesar 0.009. Hal ini menunjukkan kemasan rajut pada suhu ruang dapat menekan pertumbuhan tunas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Data pengukuran dan perhitungan pertumbuhan tunas dapat dilihat pada Lampiran 14. Gambar umbi bertunas dapat dilihat pada Lampiran 15.

SIMPULAN DAN SARAN

(31)

19

Hari

Kemasan + Suhu

Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-12

R10

R15

R Ruang

PE10

PE15

PE Ruang

Gambar 10 Perkembangan pertumbuhan bibit bawang merah selama 12 hari setelah penyimpanan selama 8 minggu

(32)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Suhu ruang dapat menahan kenaikan susut bobot bibit bawang merah pada saat minggu ke-2 hingga minggu ke-8, dimana kenaikan susut bobot paling rendah pada minggu ke-8 sebesar 0.85%. Perlakuan suhu tidak dapat menahan penurunan kadar air serta kekerasan selama penyimpanan. Penyimpanan bibit bawang merah pada suhu ruang mampu menekan kerusakan dan pertumbuhan tunas selama penyimpanan masing-masing sebesar 11.97% dan 0.002%.

2. Kemasan rajut dapat meningkatkan kenaikan susut bobot pada saat minggu ke-1 dan minggu ke-2, dimana kenaikan susut bobot paling tinggi pada minggu ke-2 sebesar 5.61%. Perlakuan kemasan tidak dapat menahan penurunan kadar air serta kekerasan selama penyimpanan. Kemasan polietilen mampu menekan kerusakan selama penyimpanan sebesar 11.97%. Kemasan rajut dan polietilen mampu menekan pertumbuhan tunas selama penyimpanan masing-masing sebesar 0.002% dan 0.004%.

3. Penyimpanan bibit pada suhu ruang dengan kemasan polietilen mampu menekan kerusakan selama penyimpanan sebesar 11.97% dan menekan pertumbuhan tunas sebesar 0.004%.

4. Secara visual dapat dilihat bahwa bibit bawang merah yang disimpan pada suhu dingin akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan suhu ruang.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan durasi waktu penyimpanan yang lebih lama serta suhu yang lebih rendah.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan menambah bobot per kemasan bibit bawang merah.

3. Melakukan penelitian dengan RH yang lebih bervariasi.

4. Memperhitungkan embun yang ada pada lapisan kemasan yang dapat mempengaruhi bibit bawang merah selama penyimpanan.

(33)

21

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. Purnomo Adiono. Jakarta (ID): UI Press.

[FAO] Food and Agriculture Organization.1998. Prevention of Post Harvest Food Losses Fruits, Vegetables and Root Crops, FAO. P:92

Matsuyama,A. 1972. Present status of food irradiation research in Japan with spesial reference to micribiological and entomological aspects. Makalah yang disampaikan pada Int’l. Symp. on Radiation Preservation of Food. Bombay, India.

Matto, A.K., dan Modi, V.V. 1969. Biochemical aspects ogripening and chilling injury in mango fruit. Proc. Conf. Subtrop. Fruits. London. P. 111.

Mudatsir. 2013. Pengaruh Suhu Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Pada Varietas Bima dan Varietas Manjung [tesis]. Cirebon: Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.

Pantastico Er.B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-Tropika, Terjemahan

Kamariyani. Yogyakarta: UGM-Press.

Rubatzky, V.E dan Yamaguchi M.1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi, dan Gizi. Penerbit ITB Bandung.

Rulianto, A. 1993. Mempelajari Pengaruh Berbagai Perlakuan Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran dan Kualitas Buah Salak CV. Suwaru Selama Penyimpanan [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ryal, A.L. and W.J.Lipton. 1972. Handling, transportation and storage of fruit and vegetable. AVI Publishing Inc. Westport, Connecticut.

Singh J, Olsen E, Singh, SP. 2008. The Effect of Ventilasion and Hand Holes on Loss of Compression Strenght in Corrugated Boxes. Journal of Applied Packaging Research 2.4 : 227-238.

(34)

Lampiran 1 Gambar alat yang digunakan dalam penelitian

Gambar 11 Lemari pendingin Gambar 12 Timbangan digital

(35)

23

Lampiran 2 Perhitungan ventilasi kemasan polietilen (PE)

Dimensi kemasan : Panjang =50 cm, Lebar= 28 cm

Luas permukaan polietilen =2 x (50 cm x 28 cm) = 2800 cm2

Luas ventilasi yang digunakan = 2 % x luas permukaam kardus = 2 % x 2800 cm2

= 56 cm2 Diameter lubang ventilasi = 0.5 cm

Luas lubang ventilasi = 1/4πd2 = 0.196 cm2

Luas ventilasi

Banyak lubang ventilasi =

Luas lubang ventilasi

=

= 286 lubang 56 cm2

(36)

Lampiran 3 Perhitungan Ventilasi Kemasan Rajut Plastik

Dimensi Kemasan :Panjang = 57 cm, Lebar= 32cm

Luas Kemasan Keseluruhan =57cm x 32cm= 1824cm2x2=3648cm2 P dalam

P luar

L luar

Ldalam Lebar luar petakan kecil rajut = 0.7cm

Tebal tali rajut horizontal = 0.2cm Lebar ventilasi = 0.7cm-0.4cm= 0.3cm Panjang petakan kecil = 0.8cm Tebal tali rajut vertikal = 0.1cm

Panjang ventilasi = 0,8cm-0,2cm=0,6cm Luas ventilasi kecil = 0.3cm x 0.6cm= 0,18cm2 Jumlah petakan lebar= 32cm/0.8cm= 40 buah Tali rajut yang tak terpakai= 39x0.1cm=3.9cm Lebar ventilasi= (40x0.6cm) + 3.9cm= 27.9cm Jumlah petakan panjang= 57cm/0.7cm= 81.43buah Tali rajut yang tak terpakai= 80.43x0.2cm=16.08cm Panjang ventilasi=(81.43x0.3)+16.08=40.51cm Luas ventilasi = 40.51cm x 27.9cm= 1130.23cm2 Jumlah ventilasi = 1130.23cm2/0.18cm2= 6279.05 buah

(37)

25 Lampiran 4 Tabel dan grafik Suhu serta RH bibit bawang merah selama penyimpanan

(38)

42 9.7 15.0 26.5 42 73.0 70.0 43 10.1 14.9 26.5 43 73.0 70.1 44 9.1 15.0 27.2 44 73.5 70.2 45 9.5 15.6 27.0 45 69.5 70.3

(39)

27

b. Grafik fluktuasi suhu selama penyimpanan

(40)

Lampiran 5 Data pengukuran dan perhitungan serta grafik susut bobot per kemasan bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu pada beberapa perlakuan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang) dan kemasan (R dan PE)

a. Grafik susut bobot per kemasan

b. Tabel pengukuran dan perhitungan susut bobot per kemasan

Perlakuan Minggu ke-

(41)

29

Lampiran 6 Data pengukuran dan perhitungan serta grafik susut bobot per umbi bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu pada beberapa perlakuan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang) dan kemasan (R dan PE)

(42)

6 R10 4.57 5.28 6.42 5.80 4.69

PE10 4.75 3.92 6.30 5.21 3.35

R15 4.87 3.17 4.46 4.64 7.23 PE15 3.72 5.68 4.38 4.83 3.44 R RUANG 5.00 5.86 5.50 5.51 1.06 PE RUANG 4.50 4.97 4.68 4.78 1.51 7 R10 4.50 5.13 6.09 5.24 3.27 PE10 4.54 3.81 6.19 4.85 2.96 R15 4.60 3.00 4.21 3.94 5.45 PE15 3.61 5.57 4.15 4.44 3.44 R RUANG 4.88 5.85 5.47 5.40 1.06 PE RUANG 4.44 4.88 4.61 4.64 1.51 8 R10 4.36 4.97 5.78 5.04 3.73 PE10 4.29 3.76 5.93 4.66 3.73 R15 4.34 2.84 4.02 3.73 5.25 PE15 3.46 5.45 3.85 4.25 4.49 R RUANG 4.83 5.79 5.44 5.35 0.85 PE RUANG 4.36 4.84 4.57 4.59 1.19

b. Grafik susut bobot per umbi bibit bawang merah

c. Tabel pengukuran dan perhitungan susut bobot per kemasan

Perlakuan Minggu ke-

(43)

31

Lampiran 7 Hasil analisis sidik ragam susut bobot

(44)

Lampiran 8 Data pengukuran dan perhitungan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu pada beberapa perlakuan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang) dan kemasan (R dan PE)

(45)

33

(46)

Lampiran 9 Hasil analisis sidik ragam kadar air

(47)

35

Lampiran 10 Data pengukuran dan perhitungan kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan 8 minggu pada beberapa perlakuan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang) dan kemasan (R dan PE)

(48)
(49)

37

Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam kekerasan

(50)

Lampiran 12 Gambar kerusakan bibit bawang merah

Gambar 15 Penyakit Gambar 16 Keropos Gambar 17 Berakar

Lampiran 13 Data pengukuran dan perhitungan kerusakan bibit bawang merah pada minggu ke-8 pada beberapa perlakuan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang) dan kemasan (R dan PE)

Perlakuan Kerusakan

Keropos Penyakit Berakar

R10 6 6 216

E10 22 3 250

R15 21 0 112

E15 21 0 95

RN 23 3 39

(51)

39

Lampiran 14 Data pengukuran pertunasan bibit bawang merah selama penyimpanan pada beberapa perlakuan suhu (10°C, 15°C dan suhu ruang) dan kemasan (R dan PE)

Perlakuan Jumlah

Bibit

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Minggu 6

Minggu 7

Minggu 8

R10 489 0 0 0 7 7 24 38 50

PE10 471 0 0 1 4 11 32 64 98 R15 483 0 0 0 8 17 35 82 130 PE15 490 0 1 3 18 29 65 108 180 R

RUANG 426 0 0 0 0 0 0 0 1

PE

RUANG 451 0 0 0 0 1 1 1 2

Lampiran 15 Gambar umbi bertunas

(52)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 November 1991 dari pasangan Carli Carles dan Ade Melinda. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 12 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Teknik Pertanian (sekarang bernama Departemen Teknik Mesin dan Biosistem), Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai wakil koordinator komisi literatur di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB 2011, serta aktif dalam mengikuti kegiatan acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti masa perkenalan Departemen (SAPA 2011).

Gambar

Gambar alat yang digunakan dalam penelitian
Tabel 1  Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia
Gambar 1  Bibit bawang merah
Gambar 7.1 Perubahan susut bobot bibit bawang merah selama penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jeruk yang dikemas menggunakan kemasan biodegradable dan disimpan pada suhu 6-9 0 C sampai dengan hari penelitian ke 18 memiliki kadar air yang lebih

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa secara interaksi pemberian pupuk pomi dan NPK grower memberikan pengaruh terhadap berat basah umbi per plot, dimana perlakuan

Dari Gambar 6 dapat dilihat proses pengeringan mulai dari hari pertama sampai hari ke empat dapat diketahui bahwa RH ruang pengering rata-rata lebih rendah

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa secara interaksi pemberian pupuk pomi dan NPK grower memberikan pengaruh terhadap berat basah umbi per plot, dimana perlakuan

Dari Gambar 6 dapat dilihat proses pengeringan mulai dari hari pertama sampai hari ke empat dapat diketahui bahwa RH ruang pengering rata-rata lebih rendah

memiliki waktu yang relatif lebih sedikit atau dengan kata lain waktu yang diperlukan untuk menurunkan suhu lebih cepat, sedangkan untuk Ekstrak bawang merah memiliki

Perlakuan berat benih berpengaruh sangat nyata terhadap hampir semua parameter yang diamati kecuali jumlah umbi rumpun -1 berpengaruh tidak nyata, sedangkan

Dari Gambar 6 dapat dilihat proses pengeringan mulai dari hari pertama sampai hari ke empat dapat diketahui bahwa RH ruang pengering rata-rata lebih rendah