• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated) Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated) Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

HDPE

PERFORATED

) TERHADAP MUTU BUAH

JERUK MEDAN

SURYA RAMDAN SAPUTRA

F34070127

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

perforated) terhadap Mutu Buah Jeruk Medan. Dibimbing oleh Chilwan Pandji. Jeruk merupakan komoditas pertanian yang mudah rusak sehingga diperlukan proses penyimpanan yang baik dan benar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kombinasi terbaik dari jenis kemasan antara

biodegradable dan HDPE perforated serta suhu ruangan penyimpanan terpilih yaitu 6-8 0C, 25-260C dan 28-310C. Parameter yang diuji pada penelitian adalah susut bobot, kadar air, total gula, total asam, kadar vitamin C dan uji organoleptik.

Susut bobot buah jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated

dengan kombinasi suhu 6-80C merupakan yang terendah pada akhir penelitian dengan nilai sebesar 1,48%. Penurunan kadar air terendah didapatkan pada HDPE

perforated suhu 6-8 0C dengan nilai kadar air sebesar 87,23% pada akhir penelitian. Kombinasi plastik HDPE perforated dan suhu 6-80C mampu menahan biosintesis asam askorbat dengan nilai kandungan vitamin C sebesar 102,08 mg/100g pada akhir penelitian. Pada pengujian organoleptik biodegradable

mampu menyaingi HDPE perforated dalam hal penerimaan. Secara keseluruhan HDPE perforateddengan kombinasi suhu 6-80C memiliki nilai yang sedikit lebih unggul dibandingkan biodegradable.

Kata kunci: Jeruk, Penyimpanan, Kemasan, HDPE perforated, biodegradable

ABSTRACT

Surya Ramdan Saputra. Influence of Packaging (Perforated HDPE, Biodegradable) and Temperature To The Quality of Citrus of Medan Supervised by Chilwan Pandji

Citrus is a perishable agricultural commodities so that it need decent and correct storage process. The objective of this research is to obtain the best combination of type of packaging between Biodegradable and perforated HDPE and the chosen temperature of storage room that is 6-8 0C, 25-260C dan 28-310C. Parameter that used were weight loss, water content, total sugar, total acid, levels of vitamin C, and organoleptic.

Weight loss of citrus that packed by perforated HDPE and combination of 6-80C is the lowest, which is 1,48%. Of lowest decreased level of water content is obtained from perforated HDPE and 6-80C which is 89,95%. perforated HDPE and 6-80C combination is capable to hold the biosynthesis of ascorbic acid which has 102,08 mg/100g vitamin C at the end of research. Biodegradable is able to compete perforated HDPE at acceptance of organoleptic. But overall perforated HDPE is slightly better than biodegradable.

(3)
(4)

NIM : F34070127

Disetujui oleh

Drs. Chilwan Pandji S, Apt, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(5)
(6)

NIM : F34070127

Disetujui oleh

Drs. Chilwan Pandji S, Apt, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemasan pada bahan pangan berfungsi untuk mengemas produk selama proses distribusi dari produsen hingga ke konsumen, melindungi dan mengawetkan produk, meningkatkan efisiensi, memperluas pemakaian dan pemasaran produk, menambah daya tarik produk terhadap calon pembeli, sarana informasi dan iklan, dan memberi kenyamanan bagi pemakai produk. Sebagai pelindung, kemasan berfungsi melindungi produk dari panas, kelembaban, oksigen, benturan, serta kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat menurunkan mutu produk.

Plastik merupakan salah satu kemasan yang paling banyak digunakan karena bahan baku yang mudah didapat, harga yang murah, ringan, tahan air dan transparan. Plastik dibuat melalui proses polimerisasi plastik tersusun atas monomer yang sambung menyambung menjadi polimer (Nurminah, 2002). Dibalik keunggulan tersebut terdapat kerugian dalam penggunaan plastik, yaitu membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai di alam bebas.

Sekarang ini penggunaan plastik mulai dikurangi dengan penggunaan plastik

biodegradable. Plastik biodegradable merupakan jenis plastik yang tersusun atas bahan-bahan yang ramah lingkungan sehingga mudah terurai di alam bebas. Salah satu jenis plastik biodegradable yang sedang dikembangkan yaitu plastik Ekoplas.

Dewasa ini, produk hortikultura sudah banyak mendapat perhatian dari masyarakat ataupun pemerintah, oleh karena itu segi mutu maupun jumlah harus kita perhatikan bersama. Ciri-ciri produk hortikultura adalah membutuhkan tempat yang lapang (kamba), pada umumnya dalam keadaan segar, mutunya sangat menentukan pasaran, tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, dan harganya berubah-ubah (Hendro, S dan Rismunandar, 1981)

Jeruk Medan merupakan salah satu komoditi unggulan hortikultura Indonesia yang mendapat prioritas dalam memenuhi gizi masyarakat. Jeruk Medan sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dan dijual ke pasar internasional selain menjadi komoditas perdagangan dalam negeri. Jeruk Medan merupakan jenis jeruk siam (Citrus nobilis Lour). Sebagai komoditas hortikultura, buah jeruk segar pada umumnya memiliki sifat mudah rusak karena mengandung banyak air dan setelah dipanen masih mengalami proses hidup, yaitu proses respirasi, transpirasi, dan pematangan (Winarno dan Aman, 1979).

(8)

sehingga kesegaran dan kualitas buah tetap terjaga. Suhu optimal penyimpanan jeruk adalah 6-9 0C.

Plastik biodegradable diduga memiliki kemampuan yang sama bahkan lebih baik dibanding plastik HDPE perforated dalam menahan laju respirasi dan transpirasi buah saat penyimpanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh plastik tersebut terhadap komoditas buah jeruk medan.

Perumusan Masalah

Kemasan HDPE perforated merupakan kemasan yang tidak dapat diuraikan dengan mudah di lingkungan oleh karena itu perlu adanya kemasan subtitusi yang bersifat lebih ramah lingkungan, maka dari itu kemasan Ekoplas diproduksi. Namun ecoplas juga masih perlu pengujian lebih lanjut apakah Ekoplas memiliki pengaruh yang relatif sama terhadap mutu buah yang disimpan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan pengemas dan suhu penyimpanan serta kombinasi terbaik terhadap perubahan mutu buah jeruk medan selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah adanya teknologi baru untuk mengurangi penggunaan kemasan yang sulit terurai di alam.

Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada pengaruh penggunaan plastik biodegradable

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk

Jeruk adalah tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku Rutaceae yang berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, membentuk sebuah busur yang melintang dari Jepang terus keselatan hingga kemudian membelok kebarat ke arah India bagian timur. Jeruk manis berasal dari Asia Timur, sedangkan jeruk purut, jeruk bali, dan jeruk nipis berasal dari Asia Tenggara (Anonim,2011).

Klasifikasi tanaman jeruk adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta tidak pecah bila masak. Disebut buah sejati, karena buah ini terjadi dari satu bunga dengan hanya satu bakal buah saja. Dinding buahnya memiliki lapisan kulit luar yang tipis dan agak menjangat. Sedang lapisan dalamnya tebal, lunak dan berair. Biji terdapat dalam bagian yang lunak. Kulit buah jeruk mempunyai tiga lapisan, yaitu:

Lapisan luar yang kaku dan mengandung banyak kelenjar minyak atsiri. Mula-mula berwarna hijau, setelah masak akan berubah warna menjadi hijau kekuninan hingga jingga. Lapisan kulit ini disebut flavedo. Lapisan tengah bersifat seperti spon, terdiri atas jaringan bunga karang yang biasanya berwarna putih. Lapisan ini disebut albedo.

Lapisan lebih dalam bentuknya bersekat sekat, sehingga berbentuk beberapa ruangan. Dalam ruangan terdapat gelembung-gelembung yang berair, dan bijinya terdapat bebas diantara gelembung tersebut. Ada berbagai varietas jeruk yang ditanam di Indonesia, tetapi hanya beberapa jenis saja yang cukup dikenal, antara lain:

Jeruk Manis (Citrus aurantium)

Jeruk manis mempunyai ciri buah berwarna hijau kekuningan serta mengkilap, dengan bentuk buah yang bulat pipih (Samingan, 1980)

Daryanto (1981) menjelaskan bahwa jeruk manis banyak diperdagangkan sebagai jeruk peras, dikarenakan rasanya yang masam dan banyak mengandung vitamin C. Jeruk ini kurang umum digunakan sebagai buah meja, selain kulitnya tidak dapat dilepaskan dari dagingnya, juga untuk memakannya perlu dibelah dua kemudian dihisap.

Jeruk Besar (Citrus maxima atau Citrus grandis)

(10)

dibandingkan dengan jenis jeruk yang lainnya selain itu kulit luarnya tebal berwarna coklat kekuningan dan mudah dipisahkan satu dengan lainnya (Daryanto, 1981).

Jeruk Keprok (Citrus nobilis L)

Jeruk keprok memiliki ciri buah agak besar dan bulat datar, teksturnya licin, permukaan kulit tidak rata. Warnanya hijau kekuningan hingga jingga, rasanya bervariasi dari asam sampai manis, dan mempunyai aroma yang sedang (Agustini, 1981).

Beberapa macam jeruk keprok adalah jeruk Garut, jeruk Jepun, dan jeruk Siem dengan ciri-ciri kulit buahnya mudah lepas dan permukaannya agak kasar untuk jeruk garut. Jeruk Jepun mempunyai ciri kulit buah kasar, tebal dan tidak mudah lepas dari dagingnya, untuk jeruk siem cirinya adalah buah bulat, kulit licin dan tipis serta mudah lepas dari dagingnya, dan daging buahnya berair (Samingan, 1980).

Jeruk Sitrun (Citrus medica L)

Buah jeruk ini dapat dimanfaatkan sebagai manisan ataupun sebagai sari buah untuk minuman. Ciri yang umum dari buah ini adalah kulit luar buahnya tebal, dagingnya kuning muda serta harum, rasanya masam dan permukaannya berbintil (Samingan, 1980).

Komposisi Fisik dan Kimia Buah Jeruk

Komposisi kimia buah jeruk dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keadaan pertumbuhan, varietas, tingkat kematangan dan iklim. Tanaman jeruk yang varietasnya sama tapi tumbuh pada daerah dengan iklim yang berbeda akan menghasilkan buah dengan komposisi kimia yang berbeda pula.

Didalam buah jeruk terdapat juga enzim-enzim yang aktif dalam proses metabolisme, seperti pectin, esterase, acetyl esterase, phospatase, glutamic acid decarboksilase, cytokrom oksidase, dan proteinase. Masing –masing enzim aktif dalam hidrolisa pektin buah jeruk (Kefford, 1970). Oksidasi vitamin C dapat dikatalis oleh enzim ascorbik ocsidase, cytokrom oksidase, phenolase dan senyawa logam seperti besi dan tembaga. Aktivitas enzim tersebut akan menyebabkan perubahan perubahan pada suatu buah baik secara fisik maupun kimia (Hulme, 1971).

Asam organik yang paling banyak terdapat pada buah jeruk adalah asam sitrat (Hulme, 1971). Selain asam sitrat dalam buah jeruk juga terdapat asam jenis lain dalam jumlah sedikit. Asam kuinat terdapat pada kulit daging buah jeruk. Pada buah yang masih muda, jumlah asam kuinat besar, terutama pada gelembung gelembung sari buah. Pada jeruk muda, asam kuinat yang terdapat pada gelembung-gelembung sari buah kira-kira seperlima dari asam sitrat atau setengah dari asam malat (Ting, 1959).

(11)

disebabkan oleh pengenceran akibat bertambah besarnya volume buah dan meningkatnya sari buah jeruk (Sinclair, 1944). Selanjutnya hulme (1971) mengatakan bahwa total asam pada jeruk berkisar antara 0.65-0.85%.

Vitamin yang paling banyak terkandung pada buah jeruk adalah vitamin C dibandingkan dengan vitamin lain. Kandungannya adalah sebagai berikut: per 100 gram buah, vitamin A 420.00 SI, vitamin B 0.07 mg dan vitamin C 31.00 mg (Direktorat Gizi Dept. Kesehatan RI, 1990). Kandungan vitamin C dalam buah jeruk merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai mutu buah jeruk. Makin tinggi kandungan vitamin C makin tinggi pula mutu jeruk tersebut.

Konsentrasi vitamin C tertinggi terdapat pada flavedo, kecil pada albedo dan terendah pada juice. Kulit buah jeruk juga kaya akan vitamin C (Hou, 1936). Atkins (1945) menyatakan kandungan vitamin C dalam sari buah jeruk hanya seperlima dari kandungan vitamin C yang ada pada flavedo atau sepertiga dari albedo.

Tingkat kematangan juga mempengaruhi kandungan vitamin C buah jeruk. Buah jeruk yang matang kandungan vitamin C akan lebih rendah karena ukuran buahnya lebih besar (Harding, 1945). Letak buah pada pohon juga berpengaruh terhadap kadar vitamin C. Buah jeruk yang terdapat pada bagian atas dan bagian luar pohon mengandung vitamin C lebih tinggi dibandingkan buah yang terdapat pada bagian bawah dan bagian dalam pohon (Ting, 1968).

Ting (1968) selanjutnya menyatakan bahwa gula yang banyak terdapat dalam buah jeruk adalah sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Pendapat lain menyatakan bahwa gula yang banyak terdapat pada buah jeruk adalah glukosa, sukrosa, dan levulosa(Scurti dan De Plato, 1971).

Total padatan terlarut adalah jumlah zat padat terlarut yang terdapat pada buah jeruk. Komponen terbesar dari total padatan terlarut dalam jeruk adalah gula pereduksi dan gula non pereduksi. Total padatan terlarut dalam buah jeruk terdiri dari 75-78% gula (Sinclair, 1944). Pada pematangan buah jeruk penurunan total asam akan diikuti oleh peningkatan total padatan terlarut (Hulme, 1971).

Proses penguningan buah jeruk merupakan perpindahan klorofil dari flavedo. Proses penguningan tidak mempengaruhi komposisi buah. Lamanya proses penguningan tergantung dari jenis tanaman dan kondisi buah jeruk saat dipanen (Kader, 1985).

Buah-buahan dan sayuran merupakan struktur hidup, akan mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme setelah dipanen. Proses pematangan dari buah dan sayuran masih tetap berlangsung setelah dipanen karena jaringan selnya masih tetap hidup dan aktif. Selama pengembangan sel buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami perubahan sebagai berikut: masa muda – pematangan – pemasakan – poyoh yang disusul dengan disintegrasi sel, mati yang ditunjukkan dengan pembusukan.

(12)

(1984) disebutkan sebagai perubahan-perubahan yang disebabkan oleh respirasi (penyerapan O2 dan produksi CO2) dan transpirasi (penguapan H2O).

Proses respirasi (pernapasan) yang terjadi merupakan proses pengikatan oksigen oleh senyawa karbon yang terdapat dalam gula, menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi panas, bau-bauan (aroma) dan etilen (Syaifullah, 1976). Proses ini menyebabkan menurunnya mutu dan dapat merubah gizi dan kesehatan bahan. Pada umunya energi panas yang dihasilkan dalam proses pernafasan ini akan cepat bertambah dengan makin meningkatnya suhu, dengan kata lain kecepatan proses pernapasan berbanding lurus dengan kenaikan suhu. Jadi energi panas yang dihasilkan tergantung dari bahan dan keadaan suhu ruang penyimpanan. Lamanya penyimpanan ditentukan oleh kecepatan pernapasan dan jumlah zat-zat yang digunakan dalam proses tersebut.

Selanjutnya Syaifullah (1976) berpendapat bahwa transpirasi adalah proses penguapan yang berasal dari jaringan hidup. Penguapan air dari jaringan dipengaruhi oleh kandungan air dalam jaringan itu. Sehingga dalam keadaan yang sama jaringan yang berkadar air tinggi akan lebih cepat kehilangan air daripada yang berkadar air rendah. Kecepatan penguapan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara (RH) disekitarnya. Kelembaban tinggi yang disertai suhu tinggi akan mempercepat proses penguapan, dan sirkulasi udara juga dapat mempercepat proses ini.

Pada buah klimaterik kecepatan respirasi pada saat buah baru dipetik akan menurun, tetapi setelah itu akan terjadi pengambilan oksigen dari udara untuk pernapasannya, dan sebagai hasilnya akan dihasilkan karbondioksida, air, dan panas. Panas yang dihasilkan ini akan mempercepat respirasi berikutnya sehingga mencapai titik maksimum. Setelah itu kecepatan respirasi akan menurun secara perlahan. Ada tiga tingkat perubahan kimia selama proses respirasi berlangsung, yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi piruvat dan transformasi piruvat dan asam-asam organik secara anaerobik menjadi CO2, H2O, dan energi (Phan et al., 1975).

Laju respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh dua faktor, yaotu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam yang mempengaruhi laju transpirasi adalah tingkat perkembangan, ukuran produk, pelapisan alamiah, jenis jaringan, dan susunan kimiawi jaringan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah suhu ruang, konsentrasi oksigen, dan karbon dioksida yang tersedia, zat pengatur tumbuh dan kerusakan buah. Pada buah-buahan klimakterik penurunan suhu akan memperlambat timbulnya peningkatan klimakterik (Apandi, 1984).

Phan et al. (1975) menyatakan bahwa laju respirasi wortel meningkat dengan meningkatnya oksigen sampai konsentrasi 20%. Hal yang sama juga akan terjadi pada buah jeruk, jika kadar oksigen diruangan meningkat maka laju respirasi akan meningkat.

(13)

Menurut Ting dan Attaway (1959), jaringan buah jeruk yang berbeda mempunyai kecepatan respirasi yang berbeda pula. Kecepatan respirasi paling tinggi terdapat pada flavedo, kemudian albedo dan kandungan sari buah, dan kecepatan paling rendah terdapat pada dinding ruas. Disimpulkan bahwa sistim oksidasi sangat berperan terhadap pengambilan oksigen dari jaringan buah, dan sitokrom oksidase banyak terdapat pada kulit.

Berdasarkan pola respirasinya buah jeruk termasuk kedalam buah nonklimakterik. Pola respirasi dari buah nonklimakterik ditandai dengan adanya penurunan kadar CO2 yang dihasilkan selama proses respirasi semenjak buah dipetik sampai busuk. Kader (1985) menyatakan bahwa komposisi buah jeruk saat dipanen dan potensi buah jeruk unntuk disimpan dipengaruhi oleh faktor pra dan pasca panen. Beberapa faktor pra-panen yang dipengaruhi adalah jenis tanaman, kematangan buah saat panen, musim panen, kondisi tanaman, kondisi cuaca (suhu, RH, curah hujan) serta sistem irigasinya. Metode pemanenan mempengaruhi keseragaman kematangan antara buah dan tingkat kerusakan mekanik selama penanganan.

Faktor pasca panen yang mempengaruhi umur simpan antara lain kesenjangan diantara penanganan, pengemasan, pendinginan, kondisi penguningan, penambahan fungisida, pelilinan, pengaturan suhu dan RH, serta adanya gas etilen dan gas lainnya selama penyimpanan. Setelah buah dipanen proses biologis pada buah jeruk tetap berlangsung. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan karbohidrat, lemak, protein, dan perubahan kimia lainnya.

Perubahan karbohidrat menjadi gula pada jeruk dipengaruhi oleh suhu, waktu, dan tingkat fisiologis (saat dipetik, tingkat kemasakan). Perubahan ini berlangsung melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam buah. Perubahan lemak belum banyak diketahui karena kadar lemak pada jeruk sangat rendah. Perubahan protein berlangsung sejak fase praklimakterik. Dan setelah buah dipetik, kadar protein secara lambat menurun (Sarwono, 1991).

Kemasan Plastik

Pengemasan buah dan sayuran yang tepat akan melindungi buah dan sayur dari kerusakan mekanik, debu, kehilangan kelembaban dan perubahan fisik yang tak diingini selama penyimpanan, transportasi dan pemasaran. Kemasan tidak dapat meningkatkan kualitas tapi dapat membantu menjaga dan melindungi bahan yang dikemas (Sharma dan Singh, 2000). Plastik yang pada umumnya dibuat dari bahan baku minyak bumi, ternyata banyak menimbulkan masalah lingkungan yang semakin serius dari hari ke hari karena sifatnya yang stabil dan sulit mengalami penguraian di alam. Plastik terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan perforna atau ekonomi. Untuk mengatasi masalah sampah plastik, pengembangan bahan plastik yang bersifat

(14)

Plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Berbagai material dari sumber-sumber pertanian telah digunakan untuk menghasilkan

biodegradable dan edible packaging. Jenis plastik biodegradable antara lain

polyhydroxyalkanoates (PHA) yang diproduksi secara alami oleh bakteri fermentasi gula dan lemak dan poly(lactide) (PLA) yang dihasilkan dari depolimerisasi asam laktat yang diperoleh dari fermentasi gula, jagung dan lain-lain yang merupakan sumber yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (Siracusa et al., 2008).

Berdasarkan bahan baku yang digunakan, plastik biodegradable

dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia (non-renewable resources) dengan bahan aditif dari senyawa bioaktif yang bersifat

biodegradable, dan kelompok kedua adalah dengan keseluruhan bahan baku dari sumber daya alam terbarukan (renewable resources) seperti dari bahan tanaman pati dan selulosa serta hewan seperti cangkang atau dari mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mengakumulasi plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti lumpur aktif atau limbah cair yang kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme tersebut (Adam dan Clark, 2009).

Polietilen adalah salah satu jenis polimer dengan rantai linear sangat panjang yang tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang yang berasal dari monomer molekul etilen. Monomer memiliki ikatan kovalen tak jenuh (ikatan ganda) sedangkan pada mer ikatan tersebut menjadi aktif (ikatan kovalen terbuka) dengan elektron tak berpasangan (Saptono, 2008).

(15)

penelitian

Gambar 1 Diagram alir pelaksanaan

METODA PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penetrometer, spektrofotometer, oven, desikator, dan alat-alat lainnya untuk analisis. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk Medan. Bahan lain yang digunakan adalah plastik biodegradable Ekoplas yang terbuat dari 60% pati, plastik HDPE perforated, dan bahan kimia untuk analisis (amilum, fenol, H2SO4, NaOH).

Metode Penelitian

Proses persiapan bahan dilakukan dengan melakukan sortasi dan membersihkan kulit jeruk. Jeruk yang sudah dibersihkan lalu ditimbang untuk mengetahui bobotnya dan dikemas menggunakan plastik yang sudah dipersiapkan. Jeruk yang sudah dikemas lalu disimpan pada suhu penyimpanan yang sudah ditentukan. Beberapa buah jeruk dipersiapkan untuk dilakukan karakterisasi awal. Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian dapat dillihat pada gambar 1.

Jeruk Medan

Sortasi dan Pembersihan

Jeruk siap disimpan

Karakterisasi awal (ujproksimat)

Penyimpanan buah jeruk pada tiga jenis suhu (28-31oC, 25-26oC, dan 6-9oC) dan dua jenis kemasan (plastik biodegradable, plastik HDPE

perforated, dan tidak menggunakan kemasan sebagai kontrol)

Pengamatan dilakukan setiap hari Senin dan Kamis selama 4 minggu, parameter yang diuji

yaitu kadar air, susut bobot, total asam, total gula, vitamin C, dan uji organoleptik

(16)

Karakterisasi Buah Jeruk

Karakterisasi awal buah jeruk dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen dalam buah jeruk. Analisa meliputi uji proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat). Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penyimpanan Buah Jeruk

Buah jeruk disimpan dalam tiga level suhu dan dua jenis kemasan. Suhu yang digunakan adalah suhu 6-9oC, 25-26 oC, dan 28-31oC. Kemasan yang digunakan adalah plastik biodegradable, plastik HDPE perforated dan tidak menggunakan kemasan sebagai kontrol.

Pengamatan Buah Jeruk Selama Penyimpanan

Pengamatan dilakukan setiap hari Senin dan Kamis selama 4 minggu. Analisa yang dilakukan meliputi kadar air, perubahan susut bobot, total asam, total gula, vitamin C, dan uji organoleptik. Penilaian uji organoleptik menggunakan skala hedonik yaitu 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak tidak suka, 4: netral, 5: agak suka, 6: suka, 7: sangat suka. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan Microsoft Excel serta dianalisis secara deskriptif dengan melihat nilai slope dari kecenderungan perubahan mutu jeruk dengan tampilan grafik selama penyimpanan. Uji organoleptik dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam. Rancangan percobaan yang digunakan untuk uji organoleptik adalah Rancangan Acak Lengkap. Jumlah perlakuannya ada 9 macam yang merupakan kombinasi tingkat suhu dan jenis kemasan dengan ulangan panelis yang diasumsikan seragam. Rancangan tersebut mengikuti persamaan:

Yij= µ + αi+ εij Dimana

Yij = hasil dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j µ = nilai rata-rata umum hasil pengamatan

αi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j i = perlakuan

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Jeruk

Jeruk yang akan disimpan pada awalnya dianalisa terlebih dahulu, analisa yang dilakukan mencakup kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar, karbohidrat, total gula dan total asam, susut bobot, kadar vitamin C, dan uji organoleptik (warna kulit, warna daging, rasa, dan penerimaan). Hasil analisa buah jeruk dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil analisa proksimat buah jeruk Komponen Jenis Jeruk Karbohidrat (by different) 10,87 11,00

Total Gula (%) 3,14 ***

Total Asam (ml NaOH 0,1 N/g) 0,24 *** *Hasil Pengujian

** Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1990 *** Tidak diketahui

Tabel 1 menunjukkan bahwa Air mendominasi dari keseluruhan kandungan jeruk. Kadar air merupakan jumlah kandungan air yang terdapat pada suatu bahan dan dinyatakan dalam persen dari berat bahan. Jumlah kadar air jeruk yang tinggi dapat menimbulkan pertumbuhan mikroba dan jamur lebih cepat sehingga daya simpan buah menjadi rendah. Hal ini akan sangat mempengaruhi perubahan mutu buah jeruk selama penyimpanan.

Jeruk memiliki kandungan protein yang rendah sedangkan jeruk memiliki kandungan serat kasar yang cukup untuk tubuh manusia. Serat kasar merupakan residu dari bahan pangan nabati yang biasanya terdiri dari selulosa, lignin dan pentosa. Jumlah serat kasar pada setiap bahan pangan bervariasi. Serat berperan penting bagi kesehatan dan dan memperlancar metabolisme tubuh.

(18)

tinggi kadar abu, maka semakin tinggi juga mineral yang terdapat dalam bahan. Dari tabel didapatkan bahwa jumlah kadar abu pada jeruk medan tidak terlalu tinggi, dapat disimpulkan jeruk medan memiliki sedikit mengandung mineral.

Jumlah karbohidrat pada jeruk yang sebesar 10-11% dapat dikatakan sedang. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan pangan dan merupakan sumber energi utama bagi manusia. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa (Noor. 2007). Seiring berjalannya proses metabolisme buah gula yang terbentuk akan didegradasi menjadi asam selama penyimpanan. Nilai total gula buah jeruk pada awalnya tidak terlalu tinggi, kadar gula jeruk sebesar 3,14% dan akan meningkat berbanding lurus dengan tingkat kematangan buah, sedangkan nilai total asam 0,24 ml NaOH 0,1 N/g. Kandungan protein, serat, lemak dan karbohidrat dalam buah jeruk dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang berakibat menurunnya mutu buah jeruk. Sehingga diperlukan penanganan yang baik selama proses penyimpanan.

Hasil organoleptik jeruk menunjukkan bahwa panelis menyukai penampakan warna kulit jeruk dengan nilai 4,17, warna daging buah sebesar 5,17, rasa buah sebesar 4,83, dan penerimaan umum panelis terhadap buah jeruk sebesar 4,67. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat kesukaan panelis panelis terhadap buah jeruk agak suka. Sebelum disimpan jeruk dihitung bobotnya, bobot ini diperlukan untuk mengetahui susut bobot pada hari pertama.

Perubahan Mutu Buah Jeruk Selama Penyimpanan

Selama proses penyimpanan buah jeruk mengalami perubahan fisik dan kimia. Prubahan fisik dan kimia menunjukkan bahwa jeruk tetap mengalami proses metabolisme setelah pemanenan. Hasil analisa perubahan fisik dan kimia diuji secara deskriptif dengan menggunakan bantuan grafik, yaitu dengan melihat slope

(kemiringan) grafik dengan persamaan baku y = ax + b.

Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai kesegaran dari suatu buah. Susut bobot yang tinggi selama proses penyimpanan menandakan kesegaran buah semakin menurun seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Buah akan mengalami susut bobot selama proses penyimpanan (Purwoko dan Juniarti, 1998). Hal ini disebabkan oleh buah yang mengalami kehilangan air selama proses respirasi. Setiap produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut (Kays, 1991).

(19)

kehilangan bobot selama proses penyimpanan dilakukan. Hari pertama pengujian didapatkan susut bobot Jeruk kontrol yang disimpan pada ruangan bersuhu 6-9 0C sebesar 2,03 lebih besar dibandingkan susut bobot buah yang dikemas menggunakan kemasan HDPE perforated (0,1) dan biodegradable (0,43).

Pengamatan susut bobot jeruk kemasan HDPE perforated dan biodegradable

suhu 28-310C, HDPE dan biodegradable suhu 25-260C berhenti pada hari ke-15 karena buah yang sudah tidak layak uji, sedangkan jeruk tanpa kemasan suhu 25-260C dan suhu 28-310C berhenti lebih cepat yaitu pada hari ke-8. Hal ini membuktikan bahwa jeruk yang dikemas memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan jeruk yang tidak dikemas.

Susut bobot pada hari ke-25 didapatkan bahwa jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dan disimpan pada suhu 6-90C memiliki nilai susut bobot terendah sebesar 1,48 lebih kecil dibandingkan jeruk tanpa kemasan (17,60) dan jeruk yang dikemas dengan plastik biodegradable (2,46). Buah yang disimpan dan memiliki nilai susut bobot yang relatif kecil menandakan kemasan mampu menahan proses respirasi dan transpirasi yang mengakibatkan buah mengalami kehilangan air, CO2, energi. Kemasan menahan O2 masuk kedalam kemasan sehingga respirasi terhambat dan menahan laju pelepasan CO2 dan air dari kemasan ke lingkungan.

Persen susut bobot jeruk dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.

(20)

Kadar Air

Kadar air buah jeruk akan menurun seiring berjalannya proses penyimpanan hal ini diakibatkan oleh kegiatan metabolisme dari buah. Proses respirasi akan menyebabkan enzim yang terdapat didalam sel akan menjadi aktif. Aktivitas dari enzim ini akan meningkatkan hidrolisis zat yang terdapat dalam sel, yang akan menghasilkan CO2 dan H2O sehingga meningkatkan kandungan air dalam bahan (Suhelmi, 2007). Perubahan kadar air buah jeruk selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perubahan kadar air buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C (b) 6-8 0C (c) 28-310C.

Keseluruhan grafik pada gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air buah jeruk akan mengalami penurunan selama proses penyimpanan berlangsung. Hal ini menandakan bahwa proses respirasi pada buah jeruk terus berjalan. Kemasan HDPE

perforated memiliki nilai kadar air awal tertinggi dibandingkan biodegradable dan jeruk tanpa kemasan (kontrol) dengan nilai kadar air sebesar 89,95 Jeruk yang disimpan pada suhu 25-260C dan 28-310C mengalami kehilangan air lebih banyak dibandingkan jeruk yang disimpan pada suhu 6-90C, hal ini menandakan suhu rendah mampu menahan laju kehilangan air pada buah sehingga buah akan tetap terlihat segar.

(21)

biodegradable memiliki nilai penurunan perubahan kadar air yang lebih stabil dibandingkan jeruk tanpa kemasan. Jeruk yang dikemas menggunakan kemasan biodegradable dan disimpan pada suhu 6-90C sampai dengan hari penelitian ke 18 memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dikarenakan granula pati yang terdapat pada kemasan bersifat hidrofilik yaitu akan mengikat air yang menyebabkan granula pati membengkak dan lama-lama akan hancur sehingga kemasan mengalami kerusakan. Dari penelitian didapatkan kombinasi kemasan HDPE perforated dan suhu penyimpanan 6-80C memiliki kemampuan menahan kehilangan air paling baik dibandingkan yang lain.

Gambar 4. Grafik pendugaan umur simpan jeruk pada suhu 6-90C

(22)

Total Asam dan Total Gula

Menurut Pantastico (1986) perubahan keasaman berbagai macam buah berbeda, tergantung tingkat kematangan dan suhu penyimpanan. Buah-buahan yang belum masak mempunyai keasaman yang relatif lebih tinggi daripada yang belum masak. Perhitungan total asam digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kandungan asam suatu produk. Menurut Ryall dan Lipton (1983), total asam yang terukur adalah jumlah hidrogen total (dalam bentuk terdisosiasi maupun tidak terdisosiasi). Total asam tertitrasi menunjukkan potensi asam suatu produk (kandungan ion hidrogen).

Gambar 5. Grafik perubahan total asam buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C (b) 6-8 0C (c) 28-310C.

Jeruk yang disimpan akan mengalami perubahan kandungan gula dan kandungan asamnya, ketika kandungan gula meningkat maka kandungan asam menurun, begitu pula sebaliknya. Awalnya total gula pada buah akan meningkat, kemudian menurun selama proses penyimpanan. Hal ini disebabkan karena saat penyimpanan, terjadi pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana. Gula tersebut digunakan untuk proses metabolisme sehingga nilai total gula mengalami penurunan. Selain itu, gula yang sudah terbentuk dioksidasi menjadi asam piruvat dan asam-asam organik, sehingga saat total gula pada buah menurun maka total asam-asam pada buah akan meningkat.

(23)

mengalami peningkatan asam yang relatif kecil dibandingkan kontrol. Hal ini menyatakan bahwa kemasan dapat menahan laju pembentukan asam dari gula. Kemasan yang paling baik menahan pembentukan asam adalah HDPE perforated

suhu 6-80C dengan rincian kandungan asam sebesar 0,21 ml NaOH 0,1 N /g pada awal penyimpanan dan memiliki nilai sebesar 0,24 ml NaOH 0,1 N /g pada hari ke-25.

Gambar 6. Grafik perubahan total gula buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C (b) 6-8 0C (c) 28-310C.

Pengujian total gula merupakan pengujian dimana semua jenis gula baik sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan terhitung. grafik diatas didapat bahwa seluruh jeruk mengalami peningkatan kandungan gula seiring dengan berlangsungnya penyimpanan, namun begitu setiap jeruk memiliki laju perubahan yang berbeda. Jeruk tanpa kemasan memiliki kandungan gula tertinggi pada akhir proses penyimpanan, hal ini dikarenakan tidak ada lapisan untuk menahan respirasi dari buah jeruk sehingga polisakarida yang terdapat pada jeruk akan bereaksi dengan O2 yang terdapat pada udara sekitar sehingga polisakarida pecah menjadi gula gula sederhana. Kandungan gula pada jeruk tanpa kemasan yaitu sebesar 24,93%, sedangkan kemasan HDPE perforated memiliki nilai total gula sebesar 19,68% lebih kecil dibandingkan biodegradable sebesar 20% pada akhir penyimpanan. Kemasan

(24)

Kadar Vitamin C

Kandungan vitamin C akan mengalami peningkatan sampai titik tertentu dan akhirnya mengalami penurunan. Menurut Pantastico (1986) dalam jaringan tanaman, asam askorbat disintesa dari heksosa, sedangkan kandungan heksosa akan menurun selama penyimpanan akibatnya kandungan asam askorbat akan menurun. Vitamin C bisa dihasilkan melalui bantuan enzim yang mengubah gula sederhana menjadi vitamin C. Total kandungan vitamin C akan mengalami peningkatan pada seluruh kondisi sampel. Hal ini bisa dikarenakan oleh aktivitas biosintesis vitamin C yaitu UDP-glukoronat menjadi asam askorbat.

Gambar 7. Grafik perubahan kandungan vitamin C jeruk pada kemasan: (a) HDPE

perforated (b) tanpa kemasan (c) plastik Biodegradable

Kandungan vitamin C pada suhu 25-260C dan 28-310C pada awal penelitian pada keseluruhan sampel akan meningkat, namun setelah hari ke 4 penyimpanan kadar vitamin C mengalami penurunan, hal ini dikarenakan sifat vitamin C yang mudah rusak akibat suhu tinggi. cahaya, maupun udara sekitar sehingga kandungan vitamin C berkurang. Proses kerusakan vitamin C ini disebut oksidasi. Proses oksidasi vitamin C dibedakan menjadi dua macam yaitu proses oksidasi spontan dan tak spontan. Proses oksidasi spontan adalah proses oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan enzim atau katalisator. Proses oksidasi tak spontan adalah reaksi yang terjadi dengan adanya penambahan enzim atau katalisator (Andarwulan, 1992).

(25)

sedangkan kombinasi plastik HDPE perforated dan suhu 6-80C memiliki nilai kandungan vitamin C sebesar 102,08 mg/100g setara dengan jeruk tanpa kemasan (kontrol) pada suhu 6-80C dengan demikian dapat dikatakan bahwa HDPE

perforated sedikit unggul dibandingkan plastik biodegradable dalam menahan biosintesis asam askorbat.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui batas penerimaan konsumen terhadap mutu buah jeruk setelah dilakukan penyimpanan. Skor mutu hedonik yang diuji meliputi warna kulit, warna daging, rasa dan keseluruhan. Analisa uji organoleptik dilakukan berdasarkan hari dilakukan uji organoleptik uji mutu hedonik menggunakan skala 1-7.

Warna Kulit

Warna kulit merupakan indikator utama yang akan dilakukan konsumen dalam menilai mutu buah (Werdaningsih, 2008). Penerimaan tertinggi dari panelis yaitu jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dengan skor kesukaan 6,1 dikarenakan jeruk masih terlihat segar, sedangkan penerimaan terendah oleh panelis yaitu jeruk tidak dikemas dan suhu penyimpanan 25-260C sebesar 3,4. Jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dan disimpan pada suhu 25-260C memiliki nilai tertinggi pada hari ke 4 dengan penerimaan sebesar 5,4. Jeruk yang dikemas menggunakan HDPE dan disimpan pada suhu 6-80C memiliki nilai tertinggi pada hari ke 1 dan 15 dengan penerimaan sebesar 4,6. Penerimaan tertinggi untuk jeruk yang dikemas menggunakan plastik biodegradable dengan kombinasi suhu 6-80C didapat pada hari ke-1 dengan skor 5,4.

Berdasarkan suhu penyimpanannya pada hari ke-1 jeruk yang disimpan menggunakan HDPE perforated pada suhu 25-260C berbeda nyata dengan semua kombinasi kemasan maupun suhu, dengan demikian dapat dikatakan jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 25-260C dapat menarik selera konsumen lebih tinggi dibanding yang lain.

Pada hari ke-8 jeruk yang disimpan menggunakan HDPE perforated dan kombinasi suhu 6-80C tidak berbeda nyata dengan jeruk kemasan HDPE perforated

dengan kombinasi yang lain, dan berbeda nyata dengan kemasan biodegradable. Tingkat kesukaan tertinggi pada titik ini sebesar 5,4.

(26)

pengujian, namun untuk penyimpanan jangka panjang plastik HDPE perforated

memiliki kemampuan mempertahankan mutu yang diinginkan konsumen lebih baik.

Warna Daging

Dari analisa ragam hari pertama didapatkan bahwa HDPE perforated suhu 25-260C tidak berbeda nyata dengan plastik biodegradable dan berbeda nyata dengan perlakuan lain. Pada hari pertama HDPE perforated memiliki warna daging paling menarik di mata panelisterlihat dengan penerimaan tertinggi yaitu 5,7. Pada hari ke 4 tidak ditemukan perbedaan yang nyata dari semua perlakuan. Analisis ragam pada hari ke-8 didapatkan HDPE perforated dengan suhu 25-260C memiliki perbedaan nyata dengan plastik biodegradable suhu 6-80C. Pada hari ke 8 HDPE perforated

memiliki skor 5,4.

Dari pengujian analisis ragam didapatkan kemasan HDPE perforated

memiliki penerimaan lebih tinggi dibandingkan kemasan biodegradable dan berbeda nyata, dengan demikian kemasan HDPE perforated dengan kombinasi suhu penyimpanan 6-80C memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna buah daging sesuai dengan keinginan konsumen lebih lama dibandingkan biodegradable.

Rasa

Analisa Ragam pada hari ke-1 didapatkan hasil HDPE perforated suhu 25-260C tidak berbeda nyata dengan kemasan biodegradable selain suhu ruang dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun penerimaan HDPE perforated

tertinggi sebesar 5,8 yang merupakan penerimaan tertinggi untuk rasa, dapat dikatakan jeruk dengan kandungan gula sebesar 2,02%, dengan kandungan vitamin C sebesar 95,04 mg/ 100g . Pada hari ke-4 tidak ditemukan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan, skor tertinggi pada titik ini adalah HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 6-80C sebesar 5,3. Analisis ragam pada hari ke-11 sampai 22 tidak ada perbedaan nyata dari rasa tiap perlakuan.

Pada hari terakhir analisa ragam didaptkan hasil kemasan biodegradable pada suhu 6-80C memiliki penerimaan tertinggi sebesar 5,1 namun tidak berbeda nyata dengan HDPE perforated suhu 6-80C dengan skor 4,7. Jeruk yang dikemas menggunakan biodegradable memiliki skor yang lebih tinggi pada akhir penyimpanan namun jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated lebih stabil dalam mempertahankan rasa buah jeruk sesuai dengan keinginan panelis.

Penerimaan

Analisa ragam pada hari ke-1 didapatkan hasil kemasan HDPE perforated

(27)

HDPE perforated pada suhu ruang. Analisis ragam hari ke-4 didapatkan HDPE

perforated suhu 6-80C tidak berbeda nyata dengan kemasan biodegradable

kombinasi suhu 25-260C dan suhu 6-80C. Pada hari ke-4 HDPE perforated

kombinasi suhu 6-80C memiliki penerimaan tertinggi yaitu 5,6.

Analisa ragam pada hari ke-7 didapatkan bahwa kemasan HDPE perforated

tidak berbeda nyata dengan kombinasi suhu yang dilakukan, namun berbeda nyata dengan kemasan biodegradable dengan suhu penyimpanan 6-80C. Pada hari ke-7 ini HDPE perforated dengan suhu 28-310C memiliki penerimaan tertinggi yaitu 5,3. Analisa ragam hari ke-11sampai 18 didapatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata dari masing masing perlakuan.

Analisis ragam pada hari ke-22 didapatkan bahwa HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 6-80C berbeda nyata dengan kontrol dan kemasan biodegradable

dengan kombinasi suhu penyimpanan yang sama, selain itu kontrol tidak berbeda nyata dengan kemasan biodegradable. Penerimaan tertinggi pada hari ke-22 adalah kemasan HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 6-80C dengan penerimaan sebesar 5,2. Pada hari terakhir pengujian, kemasan biodegradable dengan suhu penyimpanan 6-80C memiliki penerimaan tertinggi dari panelis yaitu sebesar 5,1 lebih besar 0,4 dibandingkan dengan HDPE perforated dengan suhu penyimpanan yang sama. Analisis ragam dari ari terakhir didapatkan bahwa kemasan

biodegradable tidak berbeda nyata dengan HDPE perforated dan keduanya berbeda nyata dengan kontrol.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jeruk Medan merupakan komoditi unggulan Indonesia, namun harus mendapatkan penanganan pasca panen yang baik, kadar air jeruk yang mencapai 87,84% rawan untuk ditumbuhi mikroorganisme. Kadar protein jeruk tidak tinggi yaitu sebesar 1,65% dan kadar lemaknya 0,31%. Kadar mineral di dalam jeruk medan tidak tinggi hanya sebesar 0,98%. Total karbohidrat yang didapatkan adalah sebesar 10,87%. Awal penelitian jeruk medan memiliki total gula sebesar 3,14 % dan total asamnya 0,24 ml NaOH 0,1N/g. Pengujian organoleptik awal didapatkan bahwa panelis menilai penampakan warna kulit jeruk sebesar 4,17, warna daging 5,17, rasa sebesar 4,83, dan penerimaan keseluruhan sebesar 4,67.

(28)

tertinggi pada hari ke 4 dengan penerimaan sebesar 5,4. Jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated mempunyai mutu yang lebih stabil dan disukai oleh panelis.

Selain kemasan, pengaruh suhu juga mempengaruhi mutu dari jeruk medan, dapat dilihat pada susut bobot jeruk dimana penyimpanan pada suhu 6-80C memiliki nilai susut bobot yang paling rendah dan penyimpanan suhu 25-260C memiliki susut bobot yang lebih rendah dibandingkan penyimpanan suhu 28-310C. Jeruk yang disimpan pada suhu 6-90C hingga hari terakhir penelitian masih layak untuk dikonsumsi sedangkan jeruk yang disimpan pada suhu 25-260C dan 28-310C terhenti pada hari ke 15 dikarenakan telah tidak layak uji. Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menekan metabolisme dari buah jeruk sehingga mutu dari buah jeruk tidak cepat berubah.

Kombinasi perlakuan antara kemasan dan suhu penyimpanan akan memberikan hasil yang berbeda pula pada buah jeruk. Kombinasi plastik HDPE

perforated dan suhu 6-80C memberikan pengaruh yang lebih baik pada mutu fisik buah jeruk terlihat dari susut bobot terendah didapat dari kombinasi ini, selain itu HDPE perforated juga mampu memperlambat pembentukan total asam dan total gula lebih baik dibandingkan biodegradable suhu rendah. Total asam dan total gula dari produk akan berbanding terbalik dimana pada saat total gula meningkat total asam akan menurun, dan pada saat total asam meningkat maka total gula akan menurun. Vitamin C mudah sekali rusak dipengaruhi oleh cahaya, suhu, udara sekitar. Dari pengujian didapatkan bahwa biodegradable kombinasi suhu 6-80C memiliki nilai vitamin C tertinggi yaitu sebesar 103,84 mg/100g.

Penggunaan kombinasi antara kemasan dan suhu penyimpanan juga akan memberikan hasil yang berbeda dari uji organoleptik. Pada pengujian hari terakhir didapatkan panelis lebih menyukai rasa dari buah jeruk yang dikemas menggunakan

biodegradable dengan suhu penyimpanan 6-80C selain itu penerimaan keseluruhan dari panelis biodegradable memiliki nilai yang sedikit lebih besar dibandingkan HDPE perforated. Namun jika dilihat dari analisa ragam HDPE perforated dapat mempertahankan mutu lebih stabil dan sesuai dengan penerimaan panelis.

Saran

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Adam S, Clark D. 2009. Landfill biodegradation an in-depth look at biodegradation in landfill environments. Bio-tec Environmental & ENSO Bottles: 9-11.

Andarwulan, Sutrisno. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta. Anonim. 1990. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., Jakarta.

Anonim. 2011. Jeruk. http://id.wikipedia.org/wiki/jeruk. [17 November 2011]. Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.

Atkins. 1945. In: A.C. Hulme 1971. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol.1. Academic Press, London.

Bierley AW, Heat RJ, Scott MJ, 1988. Plastic Materials Properties and Applications. New York: Chapman and Hall Publishing.

Chrisnayanti E, et al. 2000. Kerentanan polyester alifatik terhadap biodegradasi. J Mikrobiologi Ind 5:32-35

Daryanto. 1981. Kumpulan Jamu Tradisionil. Aneka. Semarang.

Harding. 1945. In: A. C. Hulme. 1971. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London.

Hartatik U. 2007. Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Hendro, S. Rismunandar. 1981. Produksi Hortikultura II, Pengantar Pengetahuan Dasar Hortikultura. CV. Sinar Baru, Bandung.

Hou. 1936. In: A. C. Hulme. 1971. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London.

Hulme , A. C. 1971. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London.

Kader, A. A. 1985. In: A. A. Kader, R. Kasmire, F.G. Mitche;;, M.S. Reid. 1985.

(30)

Nurminah M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas [skripsi]. Sumatera Utara: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Pantastico, E. B. 1975. In: E. B. Pantastico (ed). Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah kamaryani. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah kamaryani. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Phan, C.T., E. B. Pantastico, K. Ogawa. Dan K. Chocin. 1975. Respirasi dan Puncak Respirasi. In: E.B. Pantastico (ed). Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Kamaryani. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Purwati. 2007. Efektivitas Plastik Polipropilen Rigid Kedap Udara Dalam Menghambat Perubahan Kualitas Daging Ayam dan Daging Sapi Selama Penyimpanan Beku [skripsi] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Purwoko B S, dan Juniarti D. 1998. Pengaruh beberapa perlakuan pascapanen dan suhu penyimpanan terhadap kualitas dan daya simpan buah buah pisang (Musa(Grup AAA, Subgrup Cavendishi)). Bul Agron 26(2): 19-28.

Ryall, L. A., and W. J. lipton. 1983. Handling, Transportation and Storage of Fruits and Vegetables. 2d ed., vol. 1, Peppers, Bell, 160-63. AVI

Samingan. 1980. Dunia Tumbuhan. Bagian Ekologi Departemen Botani, Faperta, IPB. Bogor.

Saptono R. 2008. Pengetahuan Bahan. Jakarta: Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Sarwono, B. 1991. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.

Scurti dan De Plato. 1971. Citrus Fruit. In: Hulme. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London.

Sharma R M dan Singh R R. 2000. Harvesting, postharvest handling and physiology of fruits and vegetables. L.R. Verma and V.K. Joshi (eds). Postharvest Technology of Fruits and Vegetables : Handling, Processing, Fermentation and Waste Management. New Delhi : Indus Publishing Co., pp 94-147

Sinclair, W. B. Bartholemeus. 1944. In: Hulme. 1971. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London.

Siracusa V, Rocculi P, Romani S, Dalla Rosa M. 2008. Biodegradble polymers for food packaging: a review. Trends in Food Science & Technology 19 (12) : 634-643

(31)

Syaifullah. 1976. Perlakuan Segar Hortikultura. Majalah Hortikultura no. 2 tahun 1976. Lembaga Penelitian Hortikultura, Pasar Minggu, Jakarta.

Ting, S. V. 1959. In: A. C. Hulme. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London.

Ting, S. V. 1959. J. A. Attaway. 1959. Citrus Fruits. In: A. C. Hulme. 1971. The Biochemistry of Fruit and Their Product Vol. 1. Academic Press, London. Winarno, F. G., M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta. Werdiningsih W. 2008. Kajian Perubahan Mutu Pisang Raja Bulu Selama Proses

(32)

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Buah Jeruk

a. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984)

Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dengan desikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini diulang sampai didapatkan bobot tetap. Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 3-5 jam. Setelah cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulang sampai didapatkan bobot tetap bahan. Presentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

A : Bobot cawan berisi sampel sebelum dioven (g) B : Bobot cawan berisi sampel setelah dioven (g) C : Bobot sampel basa (g)

b. Penetapan Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Langsung dengan Alat Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 1-2 gram contoh, dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dilapisi dengan kapas. Kemudian selongsong kertas saring berisi contoh disumbat dengan kapas lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama kurang lebih 1 jam. Kemudian selongsong kertas yang telah dioven dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Kemudian diekstraksi dengan hexana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Kemudian hexana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai bobotnya tetap. Didinginkan dan ditimbang. Penentuan kadar lemak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

c. Penetapan Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)

Sebanyak 2 gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dihidrolisis di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 105oC.

Didinginkan lalu ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml. Hidrolisis kembali ke dalam autoklaf selama 15 menit. Kemudian contoh disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobot tetapnya. Contoh dicuci berturut-turut dengan air panas menggunakan 25 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dicuci dengan air panas terakhir menggunakan alkohol 25 ml. Kertas

saring dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai bobotnya tetap. Penentuan kadar serat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

(33)

d. Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984)

Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tak berasap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% Kadar Abu = A-B x 100% C

Keterangan :

A : Bobot cawan berisi abu sampel (g) B : Bobot cawan (g)

C : Bobot sampel basa (g)

e. Penetapan Kadar Protein (Nitrogen) dengan Metode Kjedhal

Sampel sebanyak 0.2 gram, ditambahkan dengan 1 gram CuSO4, 1.2 gram Na2SO4, dan 2.5

larutan H2SO4 pekat dan didekstruksi dalam labu Kjeldhal selama 1 jam. Setelah dingin

ditambahkan larutan NaOH 50% sebanyak 15 ml dan didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan HCl 0.02 N. Destilat dititrasi dengan larutan NaOH 0.02 N yang sebelumnya telah ditambahkan indikator mensel. Penentuan kadar nitrogen berdasarkan volume larutan NaOH 0.02 N yang digunakan untuk titrasi.

Blanko disiapkan seperti prosedur penentuan kadar nitrogen dengan metode Kjeldhal. Penentuan kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

% Total N = (ml NaOH blanko – ml NaOH sampel) x N NaOH x 0.014 x FP x100%

f. Penetapan Kadar Karbohidrat (by different)

Penentuan karbohidrat (by different) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : % KKh = 100% - % K air - % K protein - % K abu - % K lemak - % K serat kasar

g. Susut Bobot (AOAC, 1995)

Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetric, yaitu membandingkan selisih bobot selama penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Kehilangan bobot selama penyimpanan dapat dihitung dengan rumus sebagau

Dimana:

(34)

Wa : Bobot bahan akhir penyimpanan (gram) h. Total Asam

Langkah-langkah untuk menghitung total asam, yaitu dengan menimbang bahan sebanyak 10 gram, kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml sampai batas tanda tera, kemudian di homogenkan. Sampel kemudian diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Campuran tersebut ditambahkan indikator pp sebanyak 2 hingga 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan total asam tertitrasi dilakukan dengan menggunakan rumus:

i. Analisa Kadar Gula Total dengan metode fenol

Penentuan kadar pati (gula total) dilakukan seperti pada pembuatan kurva standar glukosa. Larutan glukosa standar yang memiliki konsentrasi masing-masing 0, 10, 20, 30, 40, 50, µl dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi serta ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 % dan dikocok, lalu ditambahkan 5 ml larutan H2SO4 pekat dengan cepat. Setelah dibiarkan selama 10 menit, kocok larutan dan ditempatkan dalam penangas air selama 15 menit. Larutan diukur absorbannya pada panjang gelombang 490 nm dan dibuat kurva standarnya. Selanjutnya dihitung total gula sampel yang dinyatakan sebagai persen glukosa.

j. Total Vitamin C.

Total vitamin C ditentukan dengan yodimetri. Dimana sejumlah sampel sari jeruk ditimbang, dimasukkan ke labu ukur, ditepatkan hingga batas tera, dipipet secukupnya, lalu dititrasi menggunakan Iod menggunakan indikator amilum.

Keterangan :

V : Volume Iod yang terpakai N : Normalitas Iod

(35)

Lampiran 2. Form Uji Organoleptik Buah Jeruk

Jenis Kelamin : Perempuan / Laki-laki

Instruksi

Ciciplah sampel dan nyatakan kesukaan Anda terhadap

karakteristik organoleptiknya, dengan memberi angka sesuai dengan tingkat kesukaan:

7: Sangat suka 3: Agak tidak suka

6: Suka 2: Tidak suka

5:Agak suka 1: Sangat tidak suka

4: Netral

Sampel

Jenis Pengujian

Warna Kulit Warna Daging Rasa Penerimaan

315

843

254

965

617

589

710

308

(36)

Lampiran 3. Hasil Analisa Perubahan Susut Bobot Buah Jeruk Medan

a. Suhu 25-26 0C

Susut Bobot (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 0.31 0.38 5.37

4 0.71 1.84 10.11

8 0.8 2.04 20.59

11 0.94 4.94

15 2.08 5.83

18 22

25

b. Suhu 6-9 0C

Susut Bobot (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 0.1 0.43 2.03

4 0.22 0.75 4.11

8 0.39 0.9 6.68

11 0.54 1.01 7.38

15 0.69 1.68 10.64

18 0.89 1.86 13.02

22 1.21 2.26 16.38

25 1.48 2.46 17.6

c. Suhu 28-31 0C

Susut Bobot (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 0.31 0.86 4.79

4 0.47 1.47 8.5

8 0.67 3.47 18.07

11 1.25 3.78

15 2.16 4.86

18 22

(37)

Lampiran 4. Hasil Pengujian Kadar Air Jeruk

a. Suhu 25-26 0C

Kadar Air (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 89.65 88.5 88.61

4 88.94 87.11 87.79

8 87.84 87.56

11 86.29 86.75

15 86.16 86.06

18 85.89 22

25

b. Suhu 6-9 0C

Kadar Air (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 88.95 88.66 88.63

4 88.34 88.38 87.94

8 87.59 88.76 87.46

11 87.3 88.63 87.2

15 87.36 87.97 86.09

18 87.08 87.33

22 87.39 86.74

25 87.23 86.36

c. Suhu 28-31 0C

Kadar Air (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 88.47 88.13 88.24

4 87.59 87.91 86.24

8 85.7 87.29

11 85.68 87.23

15 84.77 86.48

18 22

(38)

Lampiran 5. Hasil Pengujian Total Gula Jeruk

a. Suhu 25-26 0C

Total Gula (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 2.02 2.29 2.96

4 11.57 10.82 13.75

8 13.43 13.68

11 14.5 14.75

15 15.93 15.25

18 22

25

b. Suhu 6-9 0C

Total Gula (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 2.14 2 2.61

4 9.57 9.54 12.36

8 12.43 12.25 14.18

11 12.89 13 15.39

15 14.11 13.68 16.5

18 18.39 17.43 18.93

22 18.61 18.18 20.21

25 19.68 20 24.93

c. Suhu 28-31 0C

Total Gula (%)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 2.39 2.18 4.46

4 11.18 11.32 14.39

8 13.71 14

11 15.18 15.04

15 16.32 16.07

18 22

(39)

Lampiran 6. Hasil Analisa Total Asam Pada Jeruk.

a. Suhu 25-26 0C

Total Asam (ml NaOH 0,1 N/g) Hari HDPE Biodegradable Normal

1 0.2 0.25 0.25

4 0.21 0.25 0.27

8 0.21 0.24

11 0.23 0.27

15 0.26 0.27

18 22

25

b. Suhu 6-9 0C

Total Asam (ml NaOH 0,1 N/g) Hari HDPE Biodegradable Normal

1 0.21 0.21 0.24

4 0.22 0.2 0.23

8 0.23 0.21 0.22

11 0.23 0.22 0.24

15 0.23 0.24 0.28

18 0.23 0.24 0.27

22 0.24 0.25 0.28

25 0.25 0.25 0.28

c. Suhu 28-310C

Total Asam (ml NaOH 0,1 N/g) Hari HDPE Biodegradable Normal

1 0.23 0.23 0.24

4 0.22 0.24 0.25

8 0.23 0.24

11 0.26 0.24

15 0.26 0.27

18 22

(40)

Lampiran 7. Hasil Analisa Kadar Vitmin C Buah Jeruk

a. Suhu 25-26 0C

Vitamin C (mg/100g)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 95.04 89.41 82.72

4 114.4 105.6 100.32

8 87.12 98.56

11 79.2 109.12

15 81.84 91.52

18 22

25

b. Suhu 6-90C

Vitamin C (mg/100g)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 84.48 82.72 73.92

4 95.04 95.04 100.32

8 91.52 89.76 91.52

11 89.76 96.8 91.52

15 96.8 95.04 91.52

18 98.56 96.8 96.8

22 98.56 98.56 95.04

25 102.08 103.84 102.08

c. Suhu 28-310C

Vitamin C (mg/100g)

Hari HDPE Biodegradable Normal

1 110.88 92.4 105.6

4 109.12 100.32 106.48

8 95.04 102.96

11 96.8 94.16

15 93.28 89.76

18 22

(41)

35

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Uji Organoleptik hari ke-1.

a. Warna Kulit

Tabel rekapitulasi uji organoleptik warna kulit jeruk

Panelis

Perlakuan

Ruang AC Kulkas

Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal

1 4 3 4 5 5 6 4 4 5

2 4 4 4 6 7 5 4 4 5

3 3 2 4 5 6 6 4 3 3

4 3 3 6 4 5 5 6 3 3

5 6 4 6 5 7 7 6 6 5

6 4 4 7 6 7 5 6 7 6

7 4 3 5 4 6 3 4 3 4

8 5 6 5 4 6 5 4 5 5

9 4 3 6 6 7 5 5 3 5

10 3 5 3 3 5 5 3 4 4

sidik ragam pengaruh perbandingan Hasil uji lanjut duncan dengan nilai α = 5%

perlakuan pada nilai α = 5% Perlakuan Rataan Peringkat

Varian db JK KT Fhitung F tabel HDPE Perforated AC 6,1 a

Panelis 9,0000 37,8333 Tanpa kemasan AC 5,2 b

Perlakuan 8,0000 26,2000 3,2750 4,0234 2,0200 Tanpa kemasan ruang 5 b

Galat 62,0000 50,4667 0,8140 HDPE Perforated Ruang 4,8 b

Total 79,0000 114,5000 Biodegradable AC 4,75 b

F hitung > dari F tabel, berbeda nyata pada α = 5% Biodegradable Lemari es 4,6 bc

Normal kulkas 4,5 bc

HDPE Perforated Kulkas 4,2 d

(42)

b. Warna Daging

Tabel rekapitulasi uji organoleptik warna daging jeruk

Panelis

Perlakuan

Ruang AC Kulkas

Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal

1 4 4 4 4 5 6 3 4 5

2 3 4 4 6 7 6 3 5 6

3 3 5 4 6 7 6 6 5 7

4 4 4 4 6 5 5 6 4 5

5 6 4 6 5 7 6 6 6 6

6 5 4 6 6 6 5 6 6 7

7 5 4 4 3 4 4 3 3 5

8 3 4 5 4 5 6 4 4 4

9 5 4 6 6 7 5 5 4 5

10 3 5 4 4 4 5 4 3 4

sidik ragam pengaruh perbandingan Hasil uji lanjut duncan dengan nilai α = 5%

perlakuan pada nilai α = 5% Perlakuan Rataan Peringkat

Varian db JK KT Fhitung F tabel HDPE Perforated AC 5,7 a

Panelis 9,00 37,83 Tanpa Kemasan AC 5.4 ab

Perlakuan 8,00 26,20 3,27 4,02 2,02 Tanpa Kemasan Lemari es 5,4 ab

Galat 62,00 50,47 0,81 Biodegradable AC 5 b

Total 79,00 114,50 Tanpa Kemasan Ruang 4,7 bc

Biodegradable Lemari es 4,6 bc

HDPE Perforated Kulkas 4,4 c

HDPE perforated ruang 4,2 cd

(43)

37

c. Rasa Buah

Tabel rekapitulasi uji organoleptik rasa buah jeruk

Panelis

Perlakuan

Ruang AC Kulkas

Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal

1 3 3 3 4 5 5 3 3 4

2 5 2 3 7 7 5 7 4 6

3 3 2 2 5 6 5 6 4 6

4 4 3 3 6 6 3 6 4 6

5 3 3 2 5 7 5 5 3 3

6 6 3 6 7 7 6 6 7 7

7 2 3 3 3 6 5 3 2 3

8 4 6 6 4 3 5 5 6 4

9 6 3 4 7 7 6 7 2 6

10 4 4 3 3 4 4 3 3 3

sidik ragam pengaruh perbandingan Hasil uji lanjut duncan dengan nilai α = 5%

perlakuan pada nilai α = 5% Perlakuan Rataan Peringkat

Varian db JK KT Fhitung F tabel HDPE Perforated AC 5,8 a

Panelis 9,00 64,62 Biodegradable AC 5,1 ab

Perlakuan 8,00 60,80 7,60 4,86 2,02 Biodegradable Lemari es 5,1 ab

Galat 62,00 96,98 1,56 Tanpa Kemasan AC 4,9 ab

Total 79,00 222,40 Tanpa Kemasan Lemari es 4,8 b

Bidegradable ruang 4 c

HDPE Perforated Kulkas 3,8 cd

Tanpa Kemasan Ruang 3,5 d

(44)

d. Penerimaan

Tabel rekapitulasi organoleptik terhadap penerimaan

Panelis

Perlakuan

Ruang AC Kulkas

Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal

1 3 3 4 4 5 6 3 4 4

2 4 4 4 6 7 6 5 4 6

3 3 3 2 5 6 5 5 4 5

4 4 3 4 5 5 4 6 4 5

5 4 4 3 5 7 4 5 4 4

6 5 4 6 6 7 5 6 7 7

7 2 3 3 3 6 4 3 2 3

8 4 5 5 4 4 5 4 5 4

9 4 4 4 7 7 5 6 3 5

10 3 5 3 4 4 4 3 3 4

sidik ragam pengaruh perbandingan

Hasil uji lanjut duncan terhadap warna kulit jeruk

dengan nilai α = 5%

perlakuan pada nilai α = 5% Perlakuan Rataan Peringkat

Varian db JK KT Fhitung F tabel HDPE Perforated AC 5,8 a

Panelis 9,0000 46,6667 Biodegradable AC 4,9 b

Perlakuan 8,0000 40,0222 5,0028 6,0189 2,0200 Tanpa Kemasan AC 4,8 b

Galat 62,0000 51,5333 0,8312 Tanpa Kemasan Lemari es 4,7 b

Total 79,0000 138,2222 Biodegradable Lemari es 4,6 bc

HDPE Perforated Kulkas 4 c

HDPE perforated ruang 3,8 cd

Tanpa Kemasan Ruang 3,8 cd

(45)

39

Lampiran 9. Rekapitulasi Uji Organoleptik Hari ke-4 a. Warna Kulit

Rekapitulasi uji organoleptik warna kulit

Panelis

Perlakuan

Ruang AC Kulkas

Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal Bio HDPE Normal

1 5 3 5 5 4 2 5 4 4

2 6 6 5 5 4 3 5 5 6

3 3 4 4 5 3 3 3 3 4

4 5 3 5 5 4 5 5 4 4

5 4 4 5 5 4 6 6 5 3

6 7 7 3 6 2 2 3 3 6

7 5 6 7 6 6 3 5 6 3

8 6 6 5 5 5 4 4 5 6

9 4 6 5 6 4 4 5 3 3

10 4 6 6 6 5 2 3 6 4

sidik ragam pengaruh perbandingan Hasil uji lanjut duncan dengan nilai α = 5%

perlakuan pada nilai α = 5% Perlakuan Rataan Peringkat

Varian db JK KT Fhitung F tabel Biodegradable AC 5.4 a

Panelis 9,0000 20,2222 HDPE perforated ruang 5,1 ab

Perlakuan 8,0000 29,8222 3,7278 2,6211 2,0200 Tanpa Kemasan Ruang 5 ab

Galat 62,0000 88,1778 1,4222 Bidegradable ruang 4,9 ab

Total 79,0000 138,2222 Biodegradable Lemari es 4,4 bc

HDPE Perforated Kulkas 4,4 bc

Tanpa Kemasan Lemari es 4,3 bc

HDPE Perforated AC 4,1 c

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pelaksanaan
Gambar 2. Grafik perubahan susut bobot buah jeruk pada suhu: (a) 25-26  0C
Gambar 3. Grafik perubahan kadar air buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C
Gambar 5. Grafik perubahan total asam buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C
+7

Referensi

Dokumen terkait

kemerosotan  karena  usia,  sering  diimbangi  oleh   keunggulan  karena

menggunakan beban 100 watt menghasilkan frekuensi sebesar 53,5 Hz dan pada beban 500 watt frekuensi yang dihasilkan sebesar 50,5 Hz. Sehingga dari hasil pengujian dapat

Keterbatasan alat praktikum kimia analisa pada materi stoikiometri larutan dan titrasi asam – basa menuntut siswa dibagi dalam kelompok yang besar. Ketrampilan siswa dalam

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial

Setiap perusahaan selalu mengejar keuntungan guna kesinambungan produksi. Keuntungan yang diperoleh ditentukan pada penetapan harga yang ditawarkan. Harga suatu produk

Pekerjaan lapangan (field work) merupakan proses untuk mendapatkan keyakinan secara sistematis dengan mengumpulkan bahan bukti secara objektif mengenai operasi

Muzej Bjelovar je osnovao Druπtvo prijatelja Gradskoga muzeja Bjelovar, Muzej grada Pazina takoer, Gradski muzej Varaædin najavio je osnivanje Kluba prijatelja muzeja, a

Peneliti menyebarkan angket (kuisioner) untuk mendapatkan data mengenai tingkat kecerdasan adversitas yang dimiliki oleh setiap siswa. Selain itu, peneliti mengadakan