Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 1
PENGEMBANGAN RUTE SEPEDA SESUAI STANDAR DAN
KEBUTUHAN YANG MENDUKUNG BIKE TO WORK DI KOTA
BANDUNG
Mirakania Nasution(1), Puspita Dirgahayani, ST., M. Eng., Dr. Eng.(2).
(1)Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2)Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak
Konsep sustainable development dapat dicapai melalui berbagai aspek seperti lingkungan, ekonomi, sosial, perumahan, dan salah satunya yaitu sustainable transportation. Sepeda merupakan salah satu moda transportasi non motorized yang dapat mendukung konsep sustainable transportation. Masyarakat Kota Bandung memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap penggunaan sepeda dalam berkegiatan sehari-hari seperti bekerja. Penerapan bike to work di Kota Bandung sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam mendorong penggunaan sepeda, tidak hanya dilakukan oleh komunitas-komunitas sepeda, tetapi juga melalui himbauan dari Pemerintah Kota Bandung khususnya Walikota Bandung. Tingginya ketertarikan masyarakat dan dorongan dari Pemerintah Kota Bandung untuk menggunakan sepeda khususnya untuk kegiatan kerja perlu ditunjang dengan penyediaan fasilitas-fasilitas sepeda seperti jalur sepeda atau lajur sepeda, namun fasilitas sepeda yang tersedia di Kota Bandung belum sesuai dengan standar dan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengembangan rute sepeda sesuai standar dan kebutuhan yang mendukung bike to work di Kota Bandung. Berdasarkan analisis diketahui bahwa terdapat kecamatan potensial yang dijadikan titik awal dilihat dari kepadatan penduduk. Titik akhir didapat dari pembentukan klaster kawasan perkantoran. Sebagian besar jalan di Kota Bandung termasuk kedalam kategori sedang atau cukup baik untuk dijadikan jalur sepeda. Namun perlu didukung dengan perbaikan-perbaikan di beberapa variabel seperti variabel keselamatan, kenyamanan, dan daya tarik sesuai dengan kondisi jalannya masing-masing.
Kata-kunci : sepeda, titik awal (origin), titik akhir (destination), fasilitas sepeda, jalur sepeda, rute sepeda
Pendahuluan
Menurut David A. Hensher dan Kenneth J. Button (2003), perubahan iklim memiliki keterkaitan yang besar dengan energi, transportasi dan sistem kota.. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak pemanasan global yaitu dengan menerapkan transportasi ramah lingkungan. Berdasarkan Center for Sustainable Development (1997), Transportasi berkelanjutan merupakan moda yang mudah digunakan, efisien, memberikan pilihan terhadap moda transportasi, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Transportasi berkelanjutan juga merupakan moda yang mudah digunakan, efisien, memberikan pilihan terhadap moda transportasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 2 kemacetan disebabkan oleh volume
kendaraan. Menurut Land Transport Safety Authority, New Zealand (2004), bersepeda memiliki dua tujuan utama yaitu keperluan dan memenuhi waktu luang. Bersepeda dengan keperluan tertentu termasuk perjalanan dengan tujuan melakukan aktivitas di tujuan akhir seperti bekerja, sekolah, atau berbelanja. Bersepeda untuk memenuhi waktu luang yaitu seperti olahraga, rekreasi, dan wisata sepeda, termasuk anak-anak yang bermain sepeda di sekitar rumah.
Dill dan Carr (2003) menjelaskan hubungan ketersediaan fasilitas sepeda dan tingkat penggunaan sepeda. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nelson dan Allen (1997), menunjukkan bahwa tingginya tingkatan ketersediaan fasilitas sepeda memiliki korelasi positif dengan tingginya tingkatan pengguna sepeda commuting. Ketersediaan fasilitas sepeda dapat mendorong orang untuk menggunakan fasilitas tersebut, seperti lajur sepeda, on-street atau off-street bicycle paths, dan fasilitas parkir atau adanya shower di tempat kerja. Saat jalur sepeda dibangun, terutama yang menghubungkan antara titik awal (origins) dan titik akhir (destinations), orang akan menggunakannya.
Pengembangan rute sepeda awalnya perlu dilakukan identifikasi titik awal (origin) dan titik akhir (destination) yang akan dikembangkan sebagai rute sepeda. Pada penelitian yang dilakukan, origin fokus kepada kawasan perumahan dan destination fokus kepada pusat perkantoran sebagai alternatif jalur pada pengembangan rute sepeda. Dalam pengembangan rute sepeda diperlukan pemilihan fasilitas sepeda berupa jalur sepeda. Berdasarkan British Columbia Recreation and Parks Association (2011), berikut ini tujuh fasilitas sepeda sesuai dengan nomenklatur yang telah distandarkan:
1. Off-street pathways 2. Cycle tracks
3. Lajur sepeda (bike lanes)
4. Jalur sepeda lingkungan (neighbourhood bikeways)
5. Lajur yang lebar dan bertanda (marked wide curb lanes)
6. Jalur sepeda pada bahu jalan (shoulder bikeways)
7. Rute bersama tanpa perancangan khusus bagi pesepeda (shared routes with no bikeway designation) Penelitian ini berupaya untuk menentukan pengembangan rute sepeda sesuai standar dan kebutuhan yang mendukung bike to work di Kota Bandung. Hal ini dicapai dengan 3 (tiga) sasaran, yaitu diantaranya: 1. Mengidentifikasi titik awal (origin) dan titik akhir (destination) yang akan dikembangkan sebagai rute sepeda.
2. Mengidentifikasi jalur yang akan digunakan sebagai rute sepeda. 3. Merencanakan rute sepeda sesuai
standar dan kebutuhan yang mendukung bike to work di Kota Bandung.
Lingkup wilayah studi dilihat dari wilayah administratif yaitu Kota Bandung. Cakupan wilayah dari penelitian ini yaitu lokasi kantor di Kota Bandung yang terkonsentrasi di Kecamatan Sumur Bandung dan Bandung Wetan yang akan dijadikan sebagai titik akhir (destination), serta lokasi perumahan formal yang berada di Kecamatan Batununggal, Kiaracondong, Antapani, Buahbatu, dan Arcamanik.
Metode Penelitian
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 3 pada hasil dari penentuan titik awal dan
titik akhir, serta melihat kondisi jalan dan fasilitas sepeda yang telah diamati.
TABEL 1. 1
RINCIAN PENILAIAN VARIABEL PRIORITAS DALAM MENENTUKAN
RUTE SEPEDA
Sumber: PRESTO Cycling Policy Guide, 2010, GTZ, 2005
Dari rincian di tiap variabel, penilaiannya masing-masing memiliki bobot berbeda. Variabel keselamatan tiap indikator penilaiannya memiliki bobot 25%, hal ini dihitung dari pembagian 100% kepada 4 (empat) indikator tersebut. Sama halnya dengan variabel kenyamanan dan daya tarik, variabel kenyamanan tiap indikatornya memiliki bobot (16.7%) yang dihitung dari 100% dibagi kepada 6 (enam) indikator tersebut, sedangkan variabel daya tarik tiap indikatornya memiliki bobot 50% yang dihitung dari 100% dibagi kepada 2 (dua) indikator tersebut.
Penentuan Titik Awal (Origin) dan Titik Akhir (Destination)
Pengembangan rute sepeda perlu menentukan origin dan destination sebagai titik awal dan titik akhir yang dapat membantu membuat rute dengan menghubungkan kedua titik tersebut. Origin dalam pengembangan rute sepeda yang mendukung bike to work yaitu
perumahan, sedangkan destination yaitu kawasan perkantoran.
Hal yang dilakukan di awal penelitian yaitu menentukan destination, kemudian menentukan origin. Identifikasi kawasan perkantoran yang potensial dijadikan sebagai destination di Kota Bandung dilihat dari konsentrasi persebaran kawasan perkantoran dan kecamatan dengan angka destinasi paling potensial. Dilihat dari tabel titik awal dan titik akhir Kota Bandung tahun 2002, terdapat 3 kelurahan yang potensial untuk dijadikan titik akhir yaitu Kelurahan Sukaraja, Braga dan Kebonjeruk. Dari ketiga kelurahan tersebut, Kelurahan Braga dituju oleh 6.786 kendaraan sedangkan Kelurahan Sukaraja dituju oleh 6.414 kendaraan dan Kebonjeruk oleh 5.130 kendaraan. Dilihat dari peta persebaran kantor di Kota Bandung, kawasan perkantoran terkonsentrasi di Kecamatan Sumur Bandung dan Bandung Wetan, seperti di Jalan Asia Afrika, Jalan Merdeka, Jalan Diponegoro.
Gambar 1. Persebaran Kantor di Kota Bandung
Kawasan perkantoran yang berada di Kecamatan Sumur Bandung dan Bandung Wetan dibuat klaster untuk memudahkan penentuan titik-titik dalam penentuan rute. Klaster kawasan perkantoran dibuat dengan menggunakan asumsi lokasi perkantoran yang berada dalam radius 400
meter (menggunakan asumsi O’Sullivan,
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 4
Gambar 2. Klaster Perkantoran
Tahapan selanjutnya yaitu membuat jarak dari kawasan perkantoran ke kawasan perumahan formal, hal ini berhubungan dengan penentuan origin. Jarak dari kawasan perkantoran ke kawasan perumahan formal yaitu sebesar 5 (lima) km sesuai dengan New Zealand Travel Survey 1997/98 (LTSA, 2000) yang menyatakan bahwa rata-rata jarak yang ditempuh oleh pesepeda commuting sekitar 5 km.
Gambar 3. Radius 5 KM dari Kawasan Perkantoran ke Lokasi Perumahan Formal
Setelah menentukan titik-titik destination, dilakukan penentuan lokasi yang akan dijadikan sebagai origin, yaitu kawasan perumahan formal. Pemilihan perumahan formal yang dijadikan sebagai origin diawali dengan identifikasi kondisi topografi wilayah Kota Bandung. Kondisi topografi wilayah yang akan dikembangkan sebagai rute sepeda dipilih sesuai dengan kondisi kontur Kota Bandung yang tidak terlalu curam atau memiliki ketinggian rendah. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengguna sepeda dalam melakukan perjalanan.
Kondisi topografi wilayah di bawah jalan arteri primer Bandung bagian utara memiliki kondisi kontur yang tidak terlalu curam atau ketinggian rendah dipertimbangkan sebagai wilayah yang sesuai untuk dikembangkan sebagai rute sepeda.
Gambar 4. Kontur Kota Bandung
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 5
TABEL 4. 1
KLASTER KEPADATAN PENDUDUK
KECAMATAN KOTA BANDUNG
No Klaster Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)
Kecamatan
1 3826- 6778 Cinambo, Gedebage
2 6778,1 - 10370
Bandung Kidul, Rancasari, Panyileukan, Mandalajati, Bandung Wetan, Cidadap
3 10370,1 - 12914
Lengkong, Buah Batu, Cibiru, Ujung Berung, Arcamanik, Sumur Bandung, Sukasari
4 12914,1 - 15580
Bojongloa Kidul, Cicendo, Cibeunying Kaler, Sukasari
5 15580,1 - 21793
Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Regol, Antapani, Kiaracondong, Cibeunying Kidul, Coblong
6 21793,1 - 25993
Astanaanyar, Batununggal, Andir, Sukajadi
7 25993,1 - 39282
Bojongloa Kaler
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Kecamatan potensial yang dapat dijadikan sebagai titik awal yaitu diantaranya Kecamatan Bojongloa Kaler, Astanaanyar, Batununggal, Andir, Sukajadi, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Regol, Antapani, Kiaracondong, Cibeunying Kidul, Coblong, Bojongloa Kidul, Cicendo, Cibeunying Kaler, dan Sukasari.
Identifikasi origin juga perlu diidentifikasi dari lokasi klaster kawasan perumahan di kecamatan di Kota Bandung. Perumahan formal tersebar di kecamatan Kota Bandung. yang terkonsentrasi di Bandung bagian selatan seperti Bandung Kidul dan Bandung Kulon serta Bandung Timur seperti Kecamatan Antapani, Arcamanik, Buahbatu, dan Rancasari. Origin didapatkan dari penggabungan antara kepadatan penduduk per kecamatan di
Kota Bandung dengan lokasi perumahan formal.
Gambar 5. Perumahan Formal di Kota Bandung
Dapat disimpulkan bahwa, . Pertimbangan lain dalam memilih kecataman tersebut untuk dijadikan sebagai origin, selain dari kondisi topografi atau kontur, kepadatan penduduk dan lokasi kawasan perumahan, yaitu pertimbangan arah perkembangan perumahan ke arah timur.
Gambar 6. Kecamatan Potensial sebagai Origin
Kecamatan yang potensial untuk dijadikan sebagai origin yaitu Kecamatan Batununggal, Kiaracondong, Antapani, Buahbatu, dan Arcamanik.
Identifikasi Jalur yang akan Digunakan sebagai Rute Sepeda
Jalur sepeda menjadi salah satu pertimbangan dalam membuat rute sepeda. Jalur sepeda diperlukan untuk menghubungkan titik awal (origin) yaitu kawasan perumahan dan titik akhir (destination) yaitu kawasan perkantoran.
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 6 Untuk menentukan jalur sepeda yang akan
digunakan sebagai rute sepeda di Kota Bandung dilakukan observasi atau pengamatan langsung terhadap beberapa ruas jalan di Kota Bandung. Jalan yang diamati ditentukan berdasarkan pilihan-pilihan jalan yang dapat dipilih oleh pengguna sepeda dalam melakukan perjalanan. Observasi atau pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati ruas jalan dan menilai jalan tersebut
berdasarkan 5 (lima) variabel yang dipertimbangkan dalam menentukan rute sepeda. Pengamatan dilakukan selama hari kerja di waktu pagi dengan rentang waktu pengamatan dari jam 07.00-08.00 dan sore dengan rentang waktu pengamatan dari jam 17.00-18.00.
Berikut tabel yang menunjukkan kategori kondisi jalan-jalan yang telah diamati.
TABEL 1. REKOMENDASI JENIS FASILITAS SEPEDA BERDASARKAN HASIL PENILAIAN KESESUAIAN STANDAR JALUR SEPEDA
Nama Jalan Kategori Jalan Variabel yang perlu ditingkatkan
Jenis Fasilitas Sepeda Jalan Gatot Subroto Tinggi (pagi),
sedang (sore)
Keselamatan, daya tarik Cycle track
Jalan Terusan Jakarta Sedang Keselamatan,
kenyamanan, daya tarik
Cycle Track dan Bike lanes
Jalan Purwakarta Sedang Keselamatan,
kenyamanan, daya tarik
Shoulder bikeway
Jalan Sukabumi Sedang (pagi),
tinggi (sore)
Keselamatan, daya tarik Bike lanes
Jalan Ahmad Yani (menuju Pasar Cicadas)
Sedang Keselamatan,
kenyamanan, daya tarik
Cycle Track
Pasar Cicadas Sedang Keselamatan, daya tarik Cycle track
Jalan Jakarta Sedang Keselamatan, daya tarik Cycle track
Jalan Supratman (ujung perempatan Supratman sampai Pusdai)
Sedang Keselamatan,
kenyamanan, daya tarik
Cycle track
Gedung Sate (Pusdai – Cimandiri) Tinggi Keselamatan Bike lanes Jalan Diponegoro Tinggi Kenyamanan, daya tarik Bike lanes
Jalan Trunojoyo Tinggi Kenyamanan Bike lanes
Jalan Sultan Agung Tirtayasa Tinggi (pagi), sedang (sore
Keselamatan, daya tarik Bike lanes
Jalan Cihampelas Sedang Keselamatan, daya tarik Bike lanes Jalan Wastukencana Tinggi (pagi),
sedang (sore)
Kenyamanan, daya tarik Bike lanes
Jalan Riau (menuju BEC) Tinggi Daya tarik Bike lanes
Jalan Dago (depan Dukomsel sampai perempatan BIP)
Tinggi - Bike lanes
Jalan Merdeka Sedang (pagi),
tinggi (sore)
Keselamatan Bike lanes
Jalan Cicendo Tinggi (pagi),
sedang (sore)
Daya tarik Cycle track
Jalan Kebon Jukut Tinggi Daya tarik Bike lanes
Jalan Suniaraja Sedang Keselamatan, daya tarik Bike lanes
Jalan Perintis kemerdekaan Tinggi Daya tarik Cycle track
Jalan Wastukencana (Balai Kota) Tinggi (pagi), sedang (sore)
Keselamatan Bike lanes
Jalan Pajajaran Tinggi (pagi),
sedang (sore)
Keselamatan, daya tarik Bike lanes
Jalan Merdeka (BI) Tinggi Keselamatan (sore), daya tarik
Bike lanes
Jalan Braga (BI) Tinggi Daya tarik Bike lanes
Jalan Lembong Sedang Keselamatan, daya tarik Bike lanes
Jalan Veteran Sedang Keselamatan,
kenyamanan, daya tarik
Bike lanes
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 7 TABEL 1. REKOMENDASI JENIS FASILITAS SEPEDA BERDASARKAN HASIL PENILAIAN
KESESUAIAN STANDAR JALUR SEPEDA
Nama Jalan Kategori Jalan Variabel yang perlu ditingkatkan
Jenis Fasilitas Sepeda sedang (sore) kenyamanan, daya tarik
Jalan Asia Afrika Sedang Keselamatan, daya tarik Cycle track Jalan Cikapundung Timur Sedang Keselamatan, daya tarik Bike lanes
Jalan Braga Sedang Keselamatan,
kenyamanan, daya tarik
Cycle track
Jalan Ahmad Yani Sedang Keselamatan, daya tarik Bike lanes Jalan Gudang Utara Tinggi (pagi),
sedang (sore)
Kenyamanan,
keselamatan, daya tarik
Bike lanes
Jalan Jawa Tinggi Kenyamanan, daya tarik Bike lanes
Jalan Riau Tinggi Keselamatan Bike lanes
Jalan Patrakomala Tinggi Kenyamanan Bike lanes
Jalan Belitung Tinggi Kenyamanan Bike lanes
Jalan Sumatra Tinggi Kenyamanan Bike lanes
Jalan Aceh (Hotel Hyatt) Tinggi (pagi), sedang (sore)
Kenyamanan , daya tarik Bike lanes
Jalan alternatif menuju Gedung Sate Tinggi - Bike lanes
Dari tabel di atas, Dari tabel 4.44, dapat diketahui bahwa sebagian besar jalan di Kota Bandung termasuk kedalam kategori sedang atau cukup baik untuk dijadikan jalur sepeda. Namun perlu didukung dengan perbaikan-perbaikan di beberapa variabel seperti variabel keselamatan, kenyamanan, dan daya tarik sesuai dengan kondisi jalannya masing-masing.
Rute sepeda dapat menghubungkan titik satu dengan titik lainnya, dalam hal ini titik awal (origin) yaitu kawasan perumahan dengan titik akhir (destination) yaitu kawasan perkantoran. Titik awal dan titik akhir dihubungkan oleh jalur-jalur sepeda yang diberi tanda sebagai petunjuk jalan bagi pengguna sepeda. Rute sepeda memberikan alternatif atau pilihan jalan yang dapat digunakan oleh pesepeda yang mendukung keselamatan dan kenyamanan. Berdasarkan Land Transport Safety Authority (New Zealand, 2004), rute sepeda perlu memperhatikan 5 (lima) kriteria yaitu keselamatan, kenyamanan, directness, coherence, dan daya tarik. Penentuan rute sepeda di Kota Bandung menggunakan pertimbangan yaitu identifikasi titik awal dan titik akhir serta penilaian jalan yang akan dijadikan sebagai rute sepeda.
Berdasarkan identifikasi titik awal dan titik akhir serta hasil penilaian jalan yang telah diamati menjadi alternatif rute sepeda dihasilkan rute sepeda. Gambar di bawah ini
menunjukkan rute sepeda di beberapa ruas jalan Kota Bandung yang telah diamati.
Gambar 6. Rencana Rute Sepeda
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 8
Gambar 7. Rencana Rute Sepeda Berdasarkan Jalur Sepeda di Tiap Ruas Jalan
Kesimpulan
Sustainable transportation atau transportasi berkelanjutan merupakan salah satu perwujudan dari sustainable development
atau pembangunan berkelanjutan. Sepeda merupakan salah satu moda trasnportasi tidak bermotor yang dapat mendukung terwujudnya sustainable transportation. Sepeda dapat digunakan dalam berkegiatan sehari-hari seperti bekerja, sekolah, dan rekreasi. Penggunaan sepeda perlu didukung dengan ketersediaan fasilitas-fasilitas sepeda misalnya jalur sepeda dan rute sepeda. Berdasarkan Guide for the Development of Bicycle Facilities (AASHTO, 1999), direvisi pada tahun 2010), peningkatan yang dapat mengakomodasi atau mendorong orang untuk bersepeda dilakukan dengan tersedianya fasilitas sepeda. Nelson dan Allen (1997), menjelaskan bahwa terdapat korelasi positif antara ketersediaan fasilitas sepeda dengan tingginya tingkatan pengguna sepeda
commuting. Pengembangan rute sepeda dibangun untuk menghubungkan titik awal (origin) dan titik akhir (destination). Namun, di Kota Bandung, fasilitas sepeda belum tersedia sehingga belum dapat mengakomodasi pengguna sepeda dalam berkegiatan khususnya bekerja.
Berdasarkan identifikasi titik awal (origin) dan titik akhir (destination) didapatkan persebaran-persebaran lokasi perkantoran dan perumahan di Kota Bandung. Lokasi perkantoran dan perumahan dibuat klaster yang dapat memudahkan dalam penentuan titik-titik untuk pembuatan rute sepeda. Pembentukan klaster perkantoran dibuat berdasarkan asumsi lokasi perkantoran yang
berada dalam radius 400 meter (O’Sullivan,
Sean and John Morrall, 1996). Berdasarkan persebaran lokasi kantor di Kota Bandung, kawasan perkantoran terkonsentrasi di Kecamatan Sumur Bandung dan Bandung Wetan, seperti di Jalan Asia Afrika, Jalan Merdeka, Jalan Diponegoro. Dengan menggunakan asumsi jarak perjalanan pengguna sepeda sejauh 5 km, sehingga dibuat radius 5 km dari klaster-klaster kawasan perkantoran didapatkan kecamatan-kecamatan potensial yang dapat dijadikan titik awal. Penentuan titik awal juga dipengaruhi oleh kondisi kontur topografi yang dimiliki oleh Kota Bandung. Kondisi topografi Kota Bandung bagian utara cukup curam sehingga kurang memungkinkan untuk pengembangan rute sepeda pada penelitian ini, sehingga pengembangan rute sepeda berada di Kota Bandung bagian tengah dan selatan mengacu pada kontur wilayah yang tidak terlalu curam. Selain itu, lokasi titik awal didapatkan dari pengklasteran kepadatan penduduk yang selanjutnya digabungkan dengan pemetaan lokasi perumahan formal di Kota Bandung, serta mempertimbangkan arah perkembangan perumahan yaitu ke arah timur. Kecamatan potensial tersebut diantaranya Kecamatan Batununggal, Kiaracondong, Antapani, Buahbatu, dan Arcamanik.
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 9
berupa jalur sepeda dan rute sepeda harus seiring dengan peningkatan di variabel-variabel seperti keselamatan, kenyamanan, dan daya tarik untuk mendorong masyarakat untuk menggunakan fasilitas sepeda tersebut.
Setelah beberapa ruas jalan di Kota Bandung diamati dan di analisis, dapat dibuat rute sepeda yang menghubungkan jalan-jalan tersebut. Rute sepeda menghubungkan titik awal (origin) yaitu kawasan perumahan dan titik akhir (destination) yaitu kawasan perkantoran yang melalui jalan-jalan yang telah diamati. Pengembangan rute tersebut dapat mengakomodasi pengguna sepeda dalam berkegiatan khususnya bekerja. Dengan pengembangan rute sepeda ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan sepeda oleh masyarakat Kota Bandung khususnya dalam kegiatan bekerja atau bike to work.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis terdapat beberapa rekomendasi dalam mengembangkan rute sepeda yang mendukung kegiatan bekerja atau bike to work di Kota Bandung. Rekomendasi ini ditujukan kepada pemangku kepentingan yang berwenang yaitu Pemerintah Kota Bandung dan pihak kantor:
1. Pemerintah Kota Bandung dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi jalan Kota Bandung, terutama jalan yang termasuk kedalam kategori rendah.
Traffic calming dapat dilakukan bagi ruas-ruas jalan di Kota Bandung untuk mengurangi konflik seperti mengurangi kecepatan kendaraan bermotor atau mengurangi tingginya kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor. Selain itu juga perlu diiringi dengan perbaikan dan peningkatan kondisi trotoar di jalan-jalan Kota Bandung. Jalan-jalan di Kota Bandung perlu disediakan jalur hijau dan taman-taman.
2. Pemerintah Kota Bandung dapat meningkatkan kondisi jalan potensial menjadi jalur sepeda yang memiliki penilaian belum tinggi dari segi keselamatan, kenyamanan, dan daya tarik.
3. Pemerintah Kota Bandung dapat mengembangkan fasilitas sepeda
seperti jalur sepeda yang ditandai dengan marka jalan dan rambu-rambu lalu lintas yang membantu pengguna sepeda, terutama terutama di persimpangan jalan. Selain jalur sepeda, pemerintah juga perlu menyediakan fasilitas lainnya seperti parkir sepeda. Pihak kantor juga perlu menyediakan fasilitas shower serta loker bagi pegawai kantor tersebut yang menggunakan sepeda. Hal ini untuk mengatasi faktor iklim di Kota Bandung dan memberikan insentif kepada masyarakat Kota Bandung yang menggunakan sepeda.
4. Untuk mengatasi konflik pada persimpangan jalan atau lampu lalu lintas dapat diberlakukan intervensi khusus kepada pengguna sepeda seperti pengguna sepeda dapat terus melaju pada lampu lalu lintas walaupun saat lampu merah.
5. Pemerintah perlu menyusun dokumen
rencana yang membahas
pengembangan fasilitas sepeda, rencana dapat digabungkan dengan dokumen rencana master plan transportasi Kota Bandung dapat terintegrasi dengan perencanaan moda trasnportasi lain.
6. Pemerintah perlu menertibkan pedagang kaki lima yang berada di trotoar maupun jalan Selain itu, perlu dilakukan penertiban parkir on-street di tempat yang tidak diperbolehkan parkir.
7. Kerjasama antara Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu dilakukan untuk mendukung penyediaan rute sepeda dan jalur sepeda, mengingat jalan di Kota Bandung didalamnya terdapat jalan dengan status provinsi.
Daftar Pustaka
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 10
American Association of State Highway and Transportation Officials. 2010. Guide or The Development Of Bicycle Facilities. United States of America. Barnes, Gary., Krizek, Kevin J., Mogush,
Paul., & Poindexter, Gavin. 2007.
Analyzing Benefits and Costs of Bicycle Facilities via Online Guidelines. Routledge Taylor and Francis Group. Blair, Robin., Demopoulos, Bill., Litman,
Todd., dkk. 2006. Pedestrian and Bicycle Planning: A Guide to Best Practices. Canada: Victoria Transport Policy Institute.
Callister, Daniel., & Lowry, Michael B. 2012.
Analytical Tools for Identifying Bicycle Route Suitability, Coverage, and Continuity. Moscow.
Carr, Theresa., & Dill, Jennifer. 2003. Bicycle Commuting and Facilities in Major U.S. Cities: If You Build Them, Commuters Will Use Them – Another Look. Portland State University.
Chrisholm, Greg L., Copeland, James J., & Robinson, John B. L. Developing A Cycling Facility Selection Tool: Some Observations. Alberta.
City of Alameda Public Works Department. 2013. Bicycle Faciity Design Standards. City of Alameda.
Delphi MRC. 2011. Cycling Facility Selection Decision Support Tool & User Guide. City of Ottawa.
Dufour, Dirk., Ligtermoet & Partners. 2010.
Give Cycling A Push: PRESTO Cycling Policy Guide Cycling Infrastructure. Intelligent Energy Europe.
Godefrooij, Tom., & Wittink, Roelof. 2009.
Cycling-Inclusive Policy Development. Utrecht: GTZ.
GTZ. 2009. Pedestrian and Bicycle Planning: A Guide to Best Practices. Utrecht. Hammond, Lyndon., &Hughes, Tim. 2004.
Cycle Network and Route Planning Guide. New Zealand: Land Transport Safety Authority.
Hook, Walter. 2005. Training Course: Non-Motorised Transport. Germany: GTZ. Karim, Muhammad Yunus. 2013. Strategi
Pengembangan Fasilitas Untuk
Pengguna Sepeda Sebagai Moda Transportasi Tidak-Bermotor di Kota Bandung. Tesis Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota.
Kingham, S., Koorey G., & Taylor, K. 2011.
Assessment of The Type of Cycling Infrastructure Required to Attract New Cyclists. New Zealand.
Kusmantoro, Iwan P., Pradono, Ibnu Syabri, Widiarto. Essays in Sustainable Transportation. Bandung: Institut teknologi Bandung.
Lord, Hayes A. 2010. Cycle Tracks Concept and Design Practices: New York City Experience. New York: New York City DOT.
Leclerc, Mauricio. 2002. Bicycle Planning in the City of Portland: Evalution of the
City’s Bicycle Master Plan and
Statistical Analysis of the Relationship
Between the City’s Bicycle Network
and Bicycle Commute.
Mayor’s Task Force on Walking and Bicycling.
2007. Non-Motorized Transportation Planning Resource Book. City of Lansing, Michigan.
Rybarczyk, Greg., & Wu, Changshan. 2012.
Bicycle Facility Planning Using GIS and Multi-Criteria Decision Analysis. United States: Department of Geography. Sunarya, Achmad Faris Saffan. 2012. Analisis
Preferensi dan Sediaan Transportasi Sepeda dalam Kegiatan Bersekolah di Kota Yogyakarta. Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB.
Toole Design Group. 2010. Revising the AASHTO Guide for the Development of Bicycle Facilities: FINAL REPORT. Tumlin, Jeffrey. 2012. Sustainable
Transportation Planning: Tools For Creating Vibrant, Healthy, and Resilient Communities. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, SAPPK | 11 Judul dalam Bahasa Inggris: