• Tidak ada hasil yang ditemukan

68171730 Membangun Sistem Moneter Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "68171730 Membangun Sistem Moneter Islam"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN SISTEM MONETER ISLAM

( Studi Teoritis atas Fungsi Uang )

Pendahuluan

Persoalan besar yang terjadi di hampir seluruh dunia terutama negara muslim

dewasa ini adalah krisis ekonomi, yang terlihat dari banyaknya pengangguran,

menurunnya daya beli masyarakat, kesenjangan status sosial-ekonomi antara

golongan kaya dan golongan miskin, ketidakadilan distribusi hasil produksi dan

kekayaan alam, sentralisasi pendapatan pada pihak tertentu, eksploitasi dalam

kerja dan keuntungan, menurunnya nilai tukar uang lokal terhadap dolar Amerika

serta implikasi-implikasi negatif lain yang ditimbulkannya.

Agenda pemecahan terhadap persoalan di atas tidak dapat

dilakukan secara parsial-temporal tetapi harus melalui pembenahan

terhadap semua lini yang berorientasi pada sistem moneter yang

membangunnya. Formulasi sistem tersebut diarahkan pada

pembangunan sistem perekonomian yang dapat menciptakan

peluang-peluang terjadinya keseimbangan antara berbagai variabel yang dapat

memberikan terwujudnya stabilitas moneter sehingga aspek produksi

pada sektor riil dapat digerakkan.

Dalam membicarakan sistem moneter ini rasanya agak janggal

(2)

penggerak sistem dalam upaya merealisasikan teknis kerja unsur-unsur

yang melingkupinya. Sebuah sistem perekonomian hanya akan menjadi

konsep jika tidak difasilitasi uang. Oleh karena itu pembahasan

terhadap sistem moneter akan selalu berkaitan dengan uang dan cara

memanfaatkannya. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa

keberhasilan sebuah sistem moneter terletak pada bagaimana uang

didefinisikan dan difungsikan.

Dalam makalah ini, penulis akan mengkaji secara teoritis

berbagai pengertian uang melalui literatur Islam; al-Qur’an, al-Hadits

dan para pemikir perekonomian Islam klasik dan mencoba

mengaplikasikannya dalam pembangunan sistem moneter Islam. Untuk

itu pertanyaan yang memicu sebagai rumusannya adalah sejauhmana

literatur Islam berbicara tentang teori uang dan fungsinya dan

bagaimana aktualisasinya dalam sistem moneter sehingga terbentuk

sistem moneter yang bernuansa syar’i.

Uang dalam Literatur Islam

Dalam al-Qur’an, pengertian uang dengan wujudnya seperti

sekarang ini tidak disebutkan secara tegas. Al-Qur’an menyebutkannya

dengan dinar, mata uang yang terbuat dari emas dan dirham, terbuat

dari perak.[1] Karena memang kedua mata uang inilah yang digunakan

sebagai alat pertukaran yang sah bagi seluruh negara-negara Islam

saat itu. Dalam perkembangan sejarah kedua mata uang ini dikenal

(3)

Kata dinar dan dirham disebutkan dalam al-Qur’an hanya sekali.

[2] Sementara penyebutan al-Qur’an terhadap emas (dzahab) sebanyak

8 kali[3] dan perak (fidldlah) sebanyak 6 kali.[4] Penyebutan terhadap

kata dzahab dan fidldlah kadang-kadang juga dipisahkan. Pemisahan

tersebut tidak membiaskan maksud keduanya. Keduanya tetap

memiliki arti sebagai sebuah sarana pemuas kebutuhan hidup manusia

yang alami.

Oleh karena itu dalam al-Qur’an, terma dzahab dan fidldlah

mempunyai dua makna, yaitu sebagai perhiasan dan sebagai alat tukar

(mata uang). Sebagai sebuah perhiasan al-Qur’an seringkali

menggambarkan kemewahan barang-barang yang terbuat dari emas

dan perak.[5] Sedangkan sebagai sebuah mata uang tampak pada

illustrasi al-Qur’an ketika melarang orang-kaya menimbun emas dan

perak.[6]

Dalam literatur Hadits, terma dzahab dan fidldlah ini disebutkan

secara sharih ketika Nabi SAW menjabarakan prilaku riba. Pertukaran

dibolehkan ketika emas dengan emas, perak dengan perak, tunai

dengan tunai. Jika ada salah satu pihak yang melebihkan jumlahnya,

hal itu termasuk perbuatan riba. Dan ketika pertukaran terjadi karena

perbedaan jenis barang maka hendaklah menggunakan sistem jual beli

secara tunai. Dalam Hadits lain, Nabi pernah mengatakan bahwa para

penghamba dinar dan dirham itu akan celaka manakala ia merasa puas

(4)

Penyebutan dinar dan dirham atau emas dan perak dalam al-Qur’an dan Hadits

menunjukkan bahwa transaksi ekonomi dengan menggunakan keduanya telah

dilakukan oleh masyarakat sebelum Islam. Mata uang ini diperoleh umat muslim

dari hasil perdagangannya dengan negara-negara sekitar. Mereka membawa dinar

dari Romawi (Bizantium) dan membawa dirham (perak Persia) dari Irak,

kadang-kadang juga dari negeri Yaman. [8]

Namun yang lebih penting dari itu, penyebutan keduanya dalam al-Qur’an dan

Hadits adalah bahwa emas dan perak merupakan kekayaan alam yang diberikan

Allah kepada manusia. Sebagai sebuah anugerah ia dapat digunakan apa saja oleh

manusia termasuk menjadikannya sebagai perhiasan ataupun sebagai mata uang.

Sebagai sebuah mata uang Allah telah mendudukkannya sebagai harga dengan

hakikat kebendaannya. Artinya Dia menciptakan dan menjadikannya sebagai

harga atas segala sesuatu. Oleh karena itu manusia tidak memiliki kewenangan

untuk menyelewengkan harga sesuatu barang yang telah Allah tetapkan harganya

dan juga tidak boleh melanggar ketentuan yang telah Allah tetapkan sebagai

aturan bagi manusia.[9] Maka dari itu pemanfaatannya dilakukan secara adil dan

tidak menjadikannya sebagai sarana untuk mengeksploitasi sesama manusia dan

penghalang pengabdian manusia kepada Tuhannya.

Secara lebih luas al-Qur’an memberikan patokan-patokan nilai

bagi kedua harta kekayaan tersebut terutama dalam kaitannya dengan

perolehan dan pemanfaatannya. Sebagai sebuah harta, emas dan

perak tidak boleh ditimbun dalam waktu yang lama secara berlebihan,

(5)

mengajarkan manusia untuk mencari rezeki yang halal[12] dan

mendistribusikan secara baik melaui zakat, infaq dan shadaqah[13] dan

melalui investasi pada usaha-usaha produktif agar harta tidak berputar

di antara orang kaya saja.[14]

Di samping itu pula Islam menganjurkan jual-beli dan

perdagangan[15] dengan berbagai jenisnya tetapi juga melarang

tindakan dzulm (eksploitasi),[16] melakukan praktik riba,[17] gharar

(tidak pasti, menipu), maisir (spekulatif)[18] dan tindakan-tindakan

yang bertentangan dengan keadilan.

Uang Menurut Para Tokoh

1.Ibnu Taimiyah.

Menurut Ibnu Taimiyah[19] uang adalah harga atau sesuatu

yang dibayarkan sebagai pengganti harga. Ia dimaksudkan sebagai alat

ukur dari nilai suatu benda (mi’yar al-amwal), melalui uang itu dari

sejumlah benda (maqadir al-amwal) diketahui nilainya. Uang tidak

dimaksudkan untuk dirinya sendiri (dikonsumsi). Pernyataan ini menjadi

jelas bahwa fungsi esensial uang adalah untuk mengukur nilai sebuah

benda. Uang adalah sebuah benda yang dibayarkan sebagai alat tukar

bagi sejumlah benda yang berbeda.[20]

Dengan demikian ia melarang perdagangan uang. Itu berarti

mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya. Jika uang

(6)

(taqabud) dan tak ada penundaan (hulul). Jika pertukaran dilakukan

dengan tidak tunai maka terjadi ketidakadilan yang dapat

menghilangkan kesempatan bagi satu pihak.[21] Ia sangat menentang

terjadinya penurunan nilai uang, juga percetakan mata uang yang

terlalu banyak. Dia mengatakan:

“Otoritas pemerintah harus mencetak mata uang koin (emas ataupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang adil dari penduduk tanpa keterlibatan kedzaliman di dalamnya.”[22]

Ia menyarankan pemerintah agar tidak mempelopori bisnis

mata uang dengan membeli tembaga kemudian mencetaknya menjadi

mata uang koin. Pemerintah harus mencetak uang dengan harga yang

sebenarnya tanpa tujuan mencari keuntungan apapun agar

kesejahteraan publik (al-mashlahah al-‘ammah) terrealisasi. Di samping

itu pemerintah juga harus membayar gaji para karyawan Baitul Mal.

Perdagangan mata uang menurutnya hanya akan membuka pintu luas

ke arah kedzaliman bagi penduduk dan menghabiskan kekayaan publik

dengan dalih yang salah.[23]

Jika pemerintah membatalkan penggunaan mata uang koin

tertentu dan mencetak jenis mata uang lain bagi penduduk akan

merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena jatuhnya nilai

mata uang lama, dan menjadikan mata uang tersebut hanya sebagai

barang dagangan biasa.[24]

(7)

Uang, menurut al-Ghazali,[25] merupakan media pertukaran

barang. Oleh karena itu uang dapat digunakan untuk mengukur nilai

barang. Namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, uang

diciptakan untuk melancarkan pertukaran dan menetapkan nilai yang

wajar dari pertukaran tersebut. Ia mengillustrasikan uang sebagai

cermin yang tidak mempunyai warna tetapi merefleksikan semua

warna.[26]

Uang tidak mempunyai harga tetapi merefleksikan harga

barang, atau dalam ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak

memberikan kegunaan langsung (direct utility function) hanya bila

uang itu digunakan untuk membeli barang, maka barang itu

memberikan kegunaan.[27] Dalam teori ekonomi neo-klasik dikatakan

kegunaan uang timbul dari daya belinya. Jadi uang memberikan

kegunaan tidak langsung (indirect utility function). Apapun debat para

para pemikir perekonomian konvensional, kesimpulannya tetap sama

dengan al-Ghazali, yaitu uang tidak dibutuhkan untuk dirinya sendiri.

[28]

Menurut al-Ghazali perdagangan mata uang adalah ibarat memenjarakan uang, karena uang tidak dapat menjalankan fungsinya. Makin banyak uang yang diperdagangkan maka semakin sedikit uang yang yang berfungsi sebagai alat tukar. Tindakan seperti ini jelas bertentangan dan menyelewengkan makna uang itu sendiri. Sebab memperdagangkan uang berarti menjadikan uang sebagai tujuan bukan sarana. Secara tegas ia mendefinisikan uang:

????? ?? ??? ??? ? ??? ????? ??? ?? ???

(8)

Merujuk pada al-Qur’an, al-Ghazali mengecam orang yang

menimbun uang dan orang yang melebur dinar atau dirham menjadi

perhiasan emas dan perak. enimbun uang berarti menarik uang dari

peredaran sedangkan meleburnya berarti menarik uang dari peredaran

untuk selamanya.[30]

Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti

memperlambat perputaran uang. Hal ini dapat memperkecil terjadinya

transaksi yang dapat mengakibatkan kelesuan perekonomian.

Sedangkan peleburan uang sama dengan mengurangi jumlah

penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.[31]

Sedangkan mengenai peredaran uang palsu, ia mengatakan

bahwa mengedarkan atau mencetak uang sejenis itu lebih berbahaya

daripada mencuri seribu dirham. Alasannya karena mencuri adalah satu

dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya

akan terus diulang setiap kali uang tersebut digunakan dan akan

merugikan siapapun orang yang menerimanya dalam jangka waktu

lama. Al-Ghazali memperbolehkan peredaran uang yang sama sekali

tidak mengandung emas atau perak asalkan pemerintah telah

menyatakannya sebagai alat bayar resmi.[32]

3.Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun[33] menegaskan bahwa kekayaan suatu negara

bukan ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi

(9)

neraca pembayaran yang positif. Tingginya tingkat produksi

mengakibatkan terwujudnya kesejahteraan.

?????? ?????? ?? ?????? ???????

Artinya : “Hanya kesejahteraan yang dapat mengatur melimpah dan berkurangnya jumlah uang”.

Suatu negara dapat saja mencetak uang sebanyak-banyaknya,

namun bila hal itu bukan merupakan refleksi dari pesatnya

pertumbuhan sektor produksi maka uang yang melimpah itu tidak ada

nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan,

menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatkan pekerja,

menimbulkan permintaan atas faktor-faktor produksi lainnya. Negara

yang banyak mengekspor berarti mempunyai kemampuan berproduksi

lebih besar dari kebutuhan domestiknya, sekaligus menunjukkan bahwa

negara tersebut lebih efisien dalam produksinya.[34]

Sejalan dengan al-Ghazali, ia juga mengatakan bahwa uang

tidak selalu mengandung emas dan perak, namun emas dan perak

menjadi standar nilai uang. Uang yang tidak mengandung emas dan

perak merupakan hak (jaminan) pemerintah. Sekali pemerintah

menetapkan nilainya, maka pemerintah tidak boleh merubahnya.[35]

Ibnu Khaldun selain menyarankan digunakannya uang emas

dan perak ia juga menyarankan konstannya harga emas dan perak.[36]

Dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau

penurunannya semata-mata ditentukan oleh kekuatan permintaan dan

(10)

Bila lebih banyak makanan dari yang diperlukan di suatu kota, maka

harga makanan menjadi murah, demikan sebaliknya.[37]

4.Al-Maqrizi.

Berangkat dari latar belakang historis pemerintahan bani

Abbasiyah yang hidup bergelimang harta dan menyimpan kekayaannya

di bank-bank Yahudi dan Nasrani, pemikiran perekonomian

Al-Maqrizi[38] berkutat pada masalah uang dan inflasi.[39] Dia membagi

inflasi menjadi dua: inflasi akibat berkurangnya persediaan barang

(natural inflation) dan inflasi akibat kesalahan manusia. Inflasi pertama

disebabkan oleh situasi yang tidak kondusif yang memaksa masyarakat

menghabiskan persediaan hidupnya, seperti kekeringan, peperangan

dan sebagainya. Sedangkan yang kedua, kesalahan manusia,

disebabkan oleh tiga hal: pertama, korupsi atau buruknya sistem

administrasi. Kedua, pajak berlebihan yang memberatkan para petani

dan pekerja rendahan lainnya. Ketiga, jumlah uang yang berlebihan.

[40] Oleh karena itu ia mengatakan untuk menghindari terjadinya

inflasi, terutama yang ketiga, pemerintah hendaknya membatasi

jumlah uang yang beredar pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk

transaksi-transaksi pecahan kecil.[41]

Tentang uang, ia mengatakan uang merupakan masalah pokok

dalam kehidupan masyarakat.

(11)

Artinya: “Uang memposisikan dirinya sebagai dasar untuk mengungkapkan harga barang-barang dagangan dan nilai suatu usaha (jasa).” [42]

Pentingnya uang sebagai pengukur harga telah menjadi naluri

dasar manusia dalam melakukan transaksi pemenuhan kebutuhannya.

Ia lebih jauh mengatakan fungsi mata uang sebagai alat tukar telah

dimulai sejak nabi Adam AS. Karena kehidupan itu tidak akan berjalan

dengan baik tanpa menggunakan dinar dan dirham (mata uang)

sebagai alat tukar walaupun kesederhanaan bentuk keduanya masih

sangat sederhana.[43]

Carut-marutnya pemerintahan, menurutnya disebabkan oleh

faktor alam, sosial dan perekonomian. Namun semua itu berasal dari

kebijakan politik-ekonomi pemerintah yang kurang baik. Kesejahteraan

manusia itu akan terwujud manakala tindakan korup penguasa,

keburukan orang kaya dalam menginvestasikan uang, mempermainkan

harga (uang), dan pencetakan uang yang melebihi ambang batas

tingkat transaksi itu tidak terjadi pada suatu negara.[44]

Al-Maqrizi juga menyinggung masalah supply dan demand

(‘ardl dan thalab, teori penawaran dan permintaan). Menurunnya

jumlah barang dan jasa dengan disertai bertambahnya tuntutan akan

mengakibatkan naiknya harga barang.[45] Namun ia juga menegaskan

hal tersebut bukanlah satu-satunya penyebab krisis perekonomian

tetapi juga faktor sebaliknya di mana jumlah uang yang beredar

melebihi jumlah barang. Hal ini dapat mengakibatkan nilai uang turun.

(12)

tetapi meningkatnya kuantitas dan kualitas sektor produksi

masyarakat.

Al-Maqrizi memberikan saran bagi kesejahteraan ekonomi

masyarakat dengan menunjukkan peran dan pengaruh

kelompok-kelompok sosial masyarakat dalam suatu bangsa. Ia mengklasifikasikan

golongan tersebut ke dalam tujuh golongan, yaitu: aparatur negara,

orang-orang kaya (konglomerat), pedagang di pasar, petani dan

peladang, pegawai negeri dan kelompok orang miskin dan

gelandangan.[46]

Demikian pemikiran para ulama abad pertengahan tentang

perekonomian khususnya masalah uang. Sebenarnya masih banyak

para pemikir dengan tema yang sama yang tidak diungkap dalam

tulisan ini, seperti: Ibnu Sallam, al-Jahidz, al-Buladzuri, al-Mawardi, Ibnu

Abidin, Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Mungkin karena faktor kurangnya

kajian yang menelusuri tentang para tokoh tersebut mengakibatkan

rujukan konsep teori dan prinsip perekonomian Islam didominasi oleh

keempat tokoh di atas.

Dari penelusuran di atas dapat digarisbawahi bahwa

penyebutan secara literal terhadap mata uang dalam Qur’an dan

al-Hadits ditampilkan melalui kata dinar, dirham, emas dan perak. Semua

jenis benda yang secara umum diidentikkan dengan harta (mal)

tersebut menjadi kebutuhan naluriah manusia dalam melakukan

(13)

sebuah benda yang mempunyai nilai (harta) al-Qur’an dan al-Hadits

memberikan norma-norma yang baik yang mengatur aspek teknis dari

mana harta itu diperoleh dan bagaimana cara mendistribusikannya.

Ketentuan teknis tersebut dirumuskan dalam Qur’an dan

al-Hadits dengan mendasarkan pada empat ketentuan, yaitu; larangan

adanya praktik riba, larangan bertindak eksploitatif (dzulm), larangan

bertindak secara spekulatif (maisir) dan anjuran berzakat. Bertolak dari

ketentuan tersebut muncul beberapa pemikiran para tokoh Islam

tentang perekonomian Islam termasuk teori tentang fungsi uang.

Tentang hal ini mereka sepakat bahwa fungsi uang tak lain diarahkan

untuk penciptaan kondisi ekonomi adil dan stabil yang dapat

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan.

Aktualisasi Teori terhadap Sistem Moneter

Pembicaraan tentang sistem moneter, dalam ilmu ekonomi, merupakan bagian

dari bahasan tentang ekonomi makro. Secara sederhana sistem moneter diartikan

sebagai suatu sistem yang terdiri dari bermacam-macam perangkat baik institusi

ataupun non-institusi yang sangat mempengaruhi keberadaan mata uang dalam

upayanya meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Sistem moneter sangat erat

kaitannya dengan uang. Uang bagi pembangunan sistem moneter diibaratkan

sebagai darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Jika manusia kekurangan

darah atau kelebihan darah maka akan mengakibatkan manusia jatuh sakit. Oleh

karena itu dalam pengelolaannya sistem moneter harus dikondisikan sedemikian

(14)

kesempatan kerja sepenuhnya, pertumbuhan ekonomi yang optimum dan

meningkatkan keadilan bagi setiap masyarakat.[47]

Uang, sebagaimana teori yang dikemukakan para pemikir perekonomian Islam,

merupakan alat transaksi, perantara untuk memiliki barang dan jasa. Uang tidak

boleh memainkan perannya sebagai barang. Islam mensikapi uang sebagai:

pertama, uang dapat membeli barang tetapi tidak membeli uang. Kedua, uang

sebagai barang, yang berarti bahwa uang adalah barang sebagaimana

barang-barang lainnya. Seseorang yang mempunyai banyak uang sama artinya ia

memiliki banyak barang. Karena dengan uang ia dapat menghadirkan barang.

Dengan demikian dalam sebuah transaksi ekonomi, Islam memperbolehkan uang

bertukar dengan barang atau barang bertukar dengan uang dan barang bertukar

dengan barang. Namun jika uang bertukar dengan uang tidak dibenarkan.

Dengan teori di atas maka barang atau jasa tidak dapat dipertukarkan jika nilai

uang tidak seukuran dengan nilai barang. Pertukaran terjadi manakala ukuran nilai

uang sama dengan nilai barang. Oleh karena itu uang tidak dapat dijadikan

sebagai komoditi yang dapat menghasilkan nilai yang melebihi semestinya dalam

sebuah pertukaran. Menjadikan uang sebagai media transaksi dengan melebihkan

nilai semestinya dalam sebuah pertukaran dengan barang atau jasa, baik dilakukan

secara tunai ataupun pinjaman, termasuk perbuatan riba.

????? ??? ???? ?? ??? ??

(15)

Demikian, uang menurut teori tidak dapat digunakan untuk melegalisasi praktik

riba. Oleh karena itu pembangunan sistem moneter yang islami akan berorientasi

pada fungsionalisasi uang secara bersih melalui variabel-variabel yang

mengaturnya dalam berbagai transaksi perekonomian modern.

Uang dalam Perbankan

Bank sebagai lembaga pengatur lalu lintas uang mempunyai peran strategis dalam

mengkondisikan dan mengaplikasikan fungsinya. Sistem bunga yang dilakukan

oleh bank sudah seharusnya ditinggalkan. Dengan adaanya kebijakan penerapan

sistem bunga akan dapat menimbulkan efek yang buruk pada distribusi

pendapatan yang dipertimbangkan sebagai komponen penting dalam

pembangunan ekonomi. Ukuran keuntungan moneter yang diterima oleh bank dan

pengusaha tidak berubah-ubah walaupun hasil usaha tidak senyatanya

menguntungkan. Mekanisme distrubusi ini menjadikan bank selalu mendapatkan

keuntungan sedangkan pengusaha bisa jadi tidak mendapatkan apa-apa.

Di samping itu sistem bunga dapat menimbulkan negative spread, di mana suku

bunga pinjaman dan simpanan melonjak naik. Keadaan demikian dapat

melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat yang pada akhirnya mempertajam

jurang antara si kaya dan si miskin. Beberapa efek negatif dari sistem bunga

tersebut pada dasarnya muncul karena uang yang menjadi media distribusi

dijadikan alat pendulang keuntungan secara pasti dari sebuah kegiatan usaha yang

(16)

Oleh karena itu sistem mudlarabah sebagai alternatif dari sistem bunga perlu

direalisasikan. Sistem mudlarabah (profit and loss sharing) secara substansi

adalah memposisikan uang secara benar. Sistem ini tidak mendewakan uang

sebagai satu-satunya aspek yang paling vital. Uang diposisikan sebagai instrumen

yang dapat memperlancar usaha bukan komoditi yang harus mendatangkan

keuntungan. Dengan tidak memposisikan uang sebagai barang komoditi, kegiatan

usaha akan menjadi seimbang. Keuntungan usaha akan dibagi menjadi dua (pihak

bank dan debitur) berdasarkan kesepakatan. Sementara jika terjadi kerugian,

ditanggung sepenuhnya oleh bank dengan catatan kerugian tersebut diakibatkan

bukan karena kecerobohan tetapi karena situasi ekonomi yang sulit. Ini berarti

uang tidak mentargetkan sebuah keuntungan tertentu secara pasti.

Uang juga bukan alat pendulang kekayaan dengan tanpa kerja. Dianjurkannya

sistem musyarakah oleh Islam dalam sebuah usaha mengindikasikan bahwa

kerjasama usaha dengan menyertakan modal dan tenaga dari masing-masing pihak

merupakan bukti bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai kerjasama daripada

nilai uang. Bank syari’ah menerapkan sistem ini dengan memposisikan nasabah

sebagai mitra bisnis dalam tenaga dan modal. Kedua pihak berada dalam posisi

yang sama baik dalam keuntungan ataupun dalam kerugian.

Dengan mengacu pada sistem mudlarabah dan musyarakah tersebut, perbankan

sebagai lembaga intermediary yang menjembatani golongan surplus dana dan

minus dana dapat memainkan peran pentingnya dalam menggairahkan dunia

(17)

rasional. Hal ini terjadi tidak lain karena uang diposisikan secara alamiah sebagai

alat transaksi dan bukan sebagai sebuah barang komoditas yang nilainya

ditentukan oleh kondisi real sebuah usaha.

Adanya Pasar Uang

Keadaan riil menunjukkan bahwa perkembangan pasar uang dunia saat ini,

sebagian besar uang dipergunakan untuk untuk memperdagangkan uang itu

sendiri. Hanya 5 % saja dari transaksi di pasar uang yang berkaitan dengan

transaksi barang dan jasa. Bahkan volume transaksi pasar barang dan jasa hanya

1,5 % dibandingkan dengan turn over transaksi di pasar uang.[48]

Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa memperdagangkan mata uang yang

terjadi sekarang ini sangat bertentangan dengan teori fungsi uang yang

dikembangkan oleh para pemikir perekonomian Islam. Namun kegiatan pasar

uang ini dalam dunia bisnis kontemporer tidak dapat dihindari para pelaku bisnis

karena kegiatan tersebut sangat berguna bagi penambahan modal perusahaannya.

Oleh karena itu pasar uang yang terjadi sekarang ini harus dialih-fungsikan

menjadi pasar uang yang dapat memposisikan barang atau jasa sebagai tujuan

transaksinya.

Dengan diperdagangkannya uang maka pada suatu waktu tertentu uang akan

habis. Sebagai bukti adalah krisis yang terjadi di Indonesia. Tindakan para

spekulan yang memborong dolar secara besar-besaran di pasaran mengakibatkan

(18)

Karena jumlah uang rupiah jauh lebih banyak dibandingkan dolar. Dengan kata

lain nilai rupiah jatuh. Untuk mendapatkan satu dolar seseorang harus

menyediakan kurs rupiah sebanyak 3 kali lipat dari harga semestinya.

Uang dalam Zakat dan Investasi

Zakat pada dasarnya adalah pajak wajib bagi setiap muslim yang mempunyai

kelebihan harta dalam batas tertentu. Anjuran kewajiban zakat ini berangkat dari

asumsi bahwa harta benda itu milik Allah. Kekayaan bukanlah tujuan hidup

melainkan sarana untuk hidup. Oleh karena itu harta benda dan kekayaan lainnya

harus dipergunakan untuk merealisasikan kesejahteraan manusia secara

keseluruhan melalui instruksi yang diamanatkan Allah sebagai satu-satunya

pemilik mutlak kekayaan tersebut. yang dimandatkan. Oleh karenanya Allah telah

menunjuk orang-orang lemah sebagai mustahiq zakat.

Namun sesungguhnya tanpa perintah Allah tentang kewajiban zakat pun sudah

seharusnya orang kaya memberikan sebagian kekayaannya kepada

orang-orang berekonomi lemah. Ini disebabkan karena ketidakmampuan mereka dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya diakibatkan oleh sikap konsumerisme golongan

kaya terhadap barang. Sikap ini membawa dampak naiknya harga barang yang

semakin lama semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Oleh karena

itulah sudah selayaknya golongan kaya memberikan konpensasi kepada golongan

(19)

Implementasi dari urgennya zakat (pajak) tidak lepas dari pemahaman akan

hakikat uang. Uang dalam teori Islam tidak saja mempunyai fungsi ekonomis

tetapi juga fungsi sosial.

: ???????) . ???????? ?????? . ????? ?? ??????? ?? ?????? 24-25

(

Artinya: “Dan orang-orang yang di dalam hartanya terdapat hak bagi orang miskin dan orang yang tidak mempunyai apa-apa.”[49]

Unsur sosial tersebut memberikan pemahaman bahwa uang bukanlah barang

berharga. Uang harus selalu didistribusikan ke arah pembangunan kesejahteraan

ekonomi masyarakat baik melalui zakat (meliputi infaq, shadaqah dan pemberian

bantuan lainnya) atau melalui investasi usaha.

Dengan menganggap uang, harta secara keseluruhan, sebagai barang berharga

yang perlu disimpan dan dielu-elukan tanpa didistribusikan melalaui zakat atau

diinvestasikan pada sektor usaha, maka akan mengakibatkan munculnya krisis

moneter yang serius, di antaranya adalah:

1.Terjadinya hambatan perputaran uang yang dapat memperkecil volume

transaksi.

2.Kehidupan perekonomian orang-orang miskin dan orang-orang yang tidak

beruntung lainnya semakin berada di bawah standar kesejahteraannya.

3.Produktifitas orang-orang miskin semakin hilang karena tidak termotivasi oleh

dana segar orang-orang kaya yang seharusnya menjadi haknya.

4.Menurunnya agregad permintaan dalam skala makroekonomi. Hal ini akan

(20)

Keadaan seperti ini tentu saja harus diselesaikan secara lebih serius dengan

memberikan kesadaraan baru akan pentingnya zakat dan investasi bagi

masyarakat kecil dengan memberikan wawasan yang fundamental akan artinya

uang dalam teori Islam. Di samping itu pula pemerintah sebagai pemegang

kebijakan moneter dan fiskal senantiasa berusaha melakukan

pembenahan-pembenahan baik yang bersifat parsial ataupun fundamental, teoritikal-konseptual

terhadap uang dalam membangun kerangka ekonomi kokoh yang menciptakan

keseimbangan berbagai sektor hingga stabilitas perekonomian dapat memjamin

kesejahteraan masyarakat secara merata.

Penutup

Walaupun keberadaannya dalam al-Qur’an direpresentasikan dengan dinar dan

dirham, namun uang merupakan bagian dari harta yang mempunyai aturan-aturan

tertentu berkaitan dengan perolehan dan pendistribusiannya. Larangan menimbun

dan bermegah-megahan dengan harta, melakukan praktik riba, maisir, gharar dan

dzulm serta anjuran untuk memutar uang dan menolong orang berekonomi lemah

adalah prinsip umum yang diajarkan al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.

Berangkat dari pijakan tersebut para tokoh Islam yang diwakili oleh Ibnu

Taimiyah, al-Ghazali, Ibnu Khaldun, dan al-Maqrizi mendefinisikan uang sebagai:

alat pengukur nilai sebuah benda dan alat penukar barang. Uang tidak boleh

(21)

Bank sebagai aktor utama pembangun sistem perekonomian modern harus

mengganti sistem bunga dengan sistem mudlarabah dan musyarakah. Karena

sistem bunga telah menjadikan uang sebagai media pencari keuntungan tanpa

kompromi. Demikian pula dengan adanya pasar uang. Oleh karena itu kunci dari

terbangunnya sistem moneter Islam tersebut adalah penetapan zakat, infaq dan

shadaqah. Karena hal itu bukan sekedar kewajiban agama, tetapi juga

memberikan kesadaran akan hakikat uang sebagai barang yang tidak berguna

ketika tidak dijadikan sebagai alat tukar.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Islamic Microeconomic, (Jakarta: Muamalat Institute), Cet. I, 2001

_________________ , Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press), 2001

Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Terj., (Surabaya: Salim Nabhar), Vol. I, tt.

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Departemen Agama Republik Indonesia (Semarang: CV. Toha Putera), 1989.

Fauzi Athwi, Iqtishad wa Mal fi Tasyri’i Islamiy wa Nadzm al-Wadl’iyyah, Buhuts wa Ahadits wa Dirasat Muqaranah, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabiy), Cet. I, 1988

Glan Iswara dan Nopirin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE), 1986

Ibnu Taimiyah dalam A.A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Terj., (Surabaya: Bina Ilmu Offset), Cet. I, 1997

Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat), Cet. I, 2002

(22)

APENDIKS AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS

??? ??? ?????? ?? ?? ????? ?????? ???? ???? ? ?

???? ?? ?? ????? ?????? ?? ???? ???? ??? ?????

???? ?????? ??? ????? ????? ??? ????? ?? ????

??? ????? ??????? ??? ???? ????? ??? ?????? .

(?? ????? : 75)

????? ???? ??? ????? ?????? ? ?????? ??? ?? ???

????? . (???? : 20)

?????? ?????? ????? ?????? ??? ???????? ?? ???

? ???? ? ?????? ????? ???? . ??? ???? ????? ??

??? ???? ????? ??? ?????? ??????? ??????? ? ?

??? ?? ????? ??????? ?????? ?? ???? ?????? .

(?????? : 34)

??? ????? ?? ??????? ?? ?????? ??????? ???????

?? ???????? ?? ????? ?????? ?????? ??????? ??

?????? ?????? ? ??? ???? ?????? ?????? ? ????

? ???? ??? ????? (?? ????? : 14)

????? ????? ????? ?? ??? ?????? ??????

(??????? : 15)

????? ?? ???? ????? ??? ????? ?????? ??? ???? ?

?????? ??????? ???? ?? ??? ?????? ????? ?????

?. (?????? : 33)

????? ??? ???? ??? ???? ?? ????? ??????? ?????

(23)

????? ?????? ?????? ?????? ????? ????? ? ???? ?

??? ? ??? ??? ? ?????? ??? ? ??? ?????? ??? ???

???? ?????? ??? ???? ??? ??? ?? ??? .(??????)

??? ??? ??????? ??????? ???????? ?? ???? ???? ??? ???

?? ??? ?? ???? (??????)

?????? ??????? . ??? ???? ??????? . (???????

:1-2)

????? ????? ?????? ??????? ??? ????? ????????

???

(?????? : 7)

?????? ?? ?????? ?????? ??? ???? ????? ?????? ?

???? ?????? ?? ??????? ????????

(?????? :

20)

????? ?????? ?????? ??????? ?????? ???? ??????

? ?????? . (?????? : 3)

??? ???? ???? ???? ??????? ? ?? ?????? ??? ????

?? . (?????? : 279)

??????? ?? ????? ???????? ?? ????? ??? ???? ???

??? ?????? ??????? ???? ?? ??????? ???????? ?

??? ??????

(?????? : 219)

???? ?? ????? ?? ??????? ??? ????? ??? ???? ???

?? ????

(?? : 81)

??????? ????? ???? ????? ??????? ???????? .

(24)

?? ??? ??? ???? ?????? ??? ?? ???? ????? ??????

? ??? ??????? ?? ???? ?? ??? ???????? .

(??????? : 31)

?????? ?????? ????? ?????? ?? ??????? ?????

?????? . (??????? : 26)

???? ???? ??????? ?? ???? ????? ??????? ??????

?? ?? ????? ??????? ?????? ?? ??? ???? ??? ???

??? ? ??? ???? ?????? . (??????? : 91)

?? ???? ???? ??? ????? ?? ??? ????? ? ???? ????

??? ???? ?????? ???????? ???? ?????? ?? ?? ??

?? ???? ??? ???????? ????

(????? : 7)

???? ?? ?????? ????? ??? ??? ?? ??? ???? ? ????

? ?????? ?????? ?????? ?????? ???? ????? ???

?????? ???????? . (????? : 37)

??? ???? ?????? ?? ??? ?????? ?????? ??? ???

???? ????? ????? ? ???? ??? ??? ?? ???? ??????

. (?????? : 9)

?????? ????? ????? ?? ?????? ????? ?????? ????

?? ? ?????? ???? ????? ?????? . (?? ????? :

130)

??? ??? ????? ????? ?????? ???????? ???? ???? ?

(25)

??? ?????? ??? ?????? ??? ????? ?? ???? ??? ???

? ???? ? ?????? ????? ???????? ??????? ?? ???

? ???? ??? ?????

(??????? : 152)

?????? ????? ???????? ??? ?????? ????? ????

??? ??? ?????? ?? ????? ??? ??????? ? ???? ???

??? ?? ???? ?????? . (??????? : 85)

…

??? ?????? ??????? ???????? ??? ????? ????

(??? : 84)

??? ???? ????? ??????? ???????? ?????? ??? ???

??? ????? ??????? ??? ????? ?? ????? ?????? .

(??? : 85)

?????? ????? ??? ???? ????? ???????? ????????

? ??? ??? ????? ?????? . (??????? : 35)

????? ????? ??? ?????? ?? ???????? . (??????? :

181)

??? ???????? . ????? ??? ??????? ??? ????? ????

??? . ???? ?????? ???????? ?????? .

(????????:1-3)

???? ?????? ??????? ????????? ????????? ?????

???????? ?????? ??? ?????? ????????? ??? ????

???? ???? ?????? ? ????? ?? ???? ? ????? ????

???? . (?????? : 60)

??? ??????? ?? ?????? ???????? . (???????? :

(26)

[1] Fauzi Athwi, al-Iqtishad wa al-Mal fi al-Tasyri’I al-Islamiy wa al-Nadzm

al-Wadl’iyyah, Buhuts wa Ahadits wa Dirasat Muqaranah, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabiy), Cet. I, 1988, p. 97.

[2] Disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 75, yang artinya “ Diantara Ahli

Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu, dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar tidak dikembalikannya kepadamukecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (orang Arab). Mereka berkata dusta kepada Allah padahal mereka mengetahui.” Sementara kata dirham terdapat dalam surat Yusuf ayat 20: “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga murah, hanya beberapa dirham saja, dan mereka tidakl tertarik hatinya pada Yusuf.”

[3] Lihat di antaranya surat al-Taubah: 34, “Dan orang-orang yang

menyimpan emas dan perak dengan tidak menafkahkannya ke jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka siksa yang pedih.” Surat Ali Imran: 14’ “Dijadikan indah pada manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagngan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

[4] Lihat misalnya pada surat al-Dahr (al-Insan): 15, “Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca.

[5]Lihat surat misalnya al-Dahr: 15, 21, al-Zukhruf: 33, 53, 71, al-Hajj: 31, Ali Imran: 14, 91, dan al-Kahfi: 31.

[6]Lihat surat al-Taubah: 34 dan 35.

[7] Kedua Hadits ini diambil dari Fauzi Athwi, Op. Cit., p. 99.

8.Abdul Qadim Zallum yang dikutip Muhammad, Kebijakan Fiskal dan

(27)

[9]Fauzi Athwi, Op. Cit., p. 99.

[10]QS at-Taubah: 34 dan 35.

[11]QS at-Takatsur: 1-2, al-Hadid: 20.

[12] QS. Al-Baqarah: 172, Thaha: 81, A’raf: 159, 31, Anfal: 26, 59, Nahl: 77, 117, Mu’minun: 52,

al-Ma’idah: 91.

[13]QS. al-Hadid:7, Ibrahim:13, al-Baqarah:3, 195, 282, al-Thalaq: 7, al-Anfal: 6, al-Taubah: 60.

[14]QS. al_Hasyr: 7.

[15]QS. Al-Nur: 37, al-Jumu’ah: 9.

[16] QS al-Baqarah: 279,

[17] QS. al-Baqarah: 279, 276, 278, Ali Imran: 130, al-Nisa’: 159.

[18] QS. Al-Ma’idah: 93, 94, al-Baqarah: 319,.

[19] Ia adalah Taqiyuddin Abu al-Abbas Ahmad Abd al-Halim. Dilahirkan di desa Harran, Damaskus pada tahun 661 H/ 1263 M. Pemikiran dan pandangan Ibn Taimiyah tertuang dalam karya-karyanya yang menurut para peneliti diperkiraan berjumlah 300-500 buku dalam bentuk besar dan kecil. Sebagian karya-karya tersebut dapat diselamatkan dan dihimpun dalam kita Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam yang terdiri dari 37 jilid. Dia wafat pada tahun 1328 M dengan meninggalkan warisan keilmuan yang sangat mempengaruhi para pemikir setelahnya.

[20] Ibnu Taimiyah dalam A.A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah,

Terj., (Surabaya: Bina Ilmu Offset), Cet. I, 1997, p. 175.

[21] Ibnu Taimiyah dalam A.A. Islahi, Ibid., p. 176.

[22] Ibnu Taimiyah dalam A.A. Islahi, Ibid.,.p. 178

[23] Ibnu Taimiyah dalam A.A. Islahi, Ibid., p. 177.

[24] Ibnu Taimiyah dalam A.A. Islahi, Ibid., p. 179.

(28)

[26] Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Terj., (Surabaya: Salim Nabhar), Vol. I, tt., p. 34.

[27] Al-Ghazali dalam A.A Islahi, Op.Cit., p. 309.

[28] Al-Ghazali dalam A.A. Islahi, Ibid., p. 309.

[29] Al-Ghazali dalam Fauzi Athwi, Op. Cit., p. 113.

[30] Al-Ghazali, Op. Citp., IV, p. 1992.

[31] Glan Iswara dan Nopirin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE), 1986, p. 34.

[32] Al-Ghazali, Op.Cit., II, p. 74.

[33] Adalah seorang ulama yang lahir di wilayah Tunisia sekitar dua ratus tahun setelah al-Ghazali, tepatnya tahun 1332 M. Nama aslinya Abdurrahman Ibn Khaldun al-Hadlramiy al-Maghribiy, namun di kalangan masyarakatnya ia biasa dipanggil Abu Zaid. Karyanya yang menjadi masterpiece adalah al-Muqaddimah

yang merupakan kumpulan pemikirannya tentang ilmu-ilmu sosial, politik, perekonomian dan sastra. Buku ini telah dicetak berulang-ulang dan diterjemahkan dengan berbagai bahasa di dunia. Ia wafat pada tahun 808 H / 1406 M.

[34] Ibn Khaldun dalam Adiwarman A. Karim, Islamic Microeconomic, (Jakarta: Muamalat Institute), Cet. I, 2001, p. 56.

[35] Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, I, p. 407.

[36] Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, II, p. 274.

[37] Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, II, p. 240.

[38] Ia adalah Taqiyuddin ibn Ali al-Maqrizi. Kata Maqrizi diambil dari desa Muqarazah, wilayah Ba’labak. Dilahirkan di Kairo tahun 1364 M. Ia wafat di kota kelahirannya pada tahun 845 H/ 1445 M. Karya-karya yang pernah ditulisnya al-Muwa’idz wa al-I’tibar fi al-Khuthath wa al-Atsar. Buku terkenal dengan nama al-Khuthath atau Khuthath al-Maqrizi, Ighatsah al-Ummah bi Kasyfi la-Ghummah

dan Tarikh al-Muja’at fi Mishr.

[39] Muhammad, Op. Cit., p. 27. Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, Op. Cit., p. 125.

[40] Al-Maqrizi dalam Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian

(29)

[41] Al-Maqrizi dalam Adiwarman A. Karim, Ibid., p. 68. Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, Ibid., p. 123.

[42]Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, Ibid., p. 121.

[43]Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, Ibid., p. 122.

[44] Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, lbid. p. 122

[45] Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, Ibid.., p.122

[46] Al-Maqrizi dalam Fauzi Athwi, Ibid., p. 123-124.

[47] Pati Matu Jahra, Teori dan Kebijakan Moneter Islami, Makalah, Program Magister Studi Islam, Universitas Islam Indonesia, 2000, p. 1.

[48] Muhammad, Ibid.., p. 25.

Referensi

Dokumen terkait

Virus yang datang dari attachment e-mail dan dianggap sebagai sebagai suatu update program dari Microsoft untuk sistem operasi Windows XP adalah ...

Dengan menerapkan strategi Discovery Learning dan Project Based Learning siswa dapat mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menanggapi, mengorganisir, dan menulis

Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lain dengan perantara angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2014).. Waktu

Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelompok

Melalui untaian syair di atas, pada satu sisi Otomo Tabito ingin mengungkapkan kesadaran orang Jepang terhadap lingkaran inkarnasi yang harus mereka lalui, dan di sisi yang

Setelah dilakukan penelitian terhadap variabel loyalitas pelanggan pada Hotel Ratu Mayang Garden Pekanbaru dimensi referal menjadi sektor yang harus diperbaiki

Sea esta la oportunidad para invitar a su estudio, a destacar los aportes de Simón Bolívar al Pensamiento Político Latinoamericano, guía fundamental de la Revolución de

Larutan kitosan ditambahkan Bioflokulan DYT dan larutan Polivinil Alkohol, diaduk dengan menggunakan stirrer sampai homogen, ditambahkan larutan crosslink, diaduk dan