• Tidak ada hasil yang ditemukan

XI Semester 2 Kisah Berbakti Kepada Oran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "XI Semester 2 Kisah Berbakti Kepada Oran"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KISAH ISLAMI

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN

DURHAKA KEPADA ORANG TUA

Penyusun :

1. Wilda Nurrahmi Hapsari (XI MIA 3/30) 2. Nur Rina Martyas Ningrum (XI MIA 3/32)

(2)

KISAH ALQAMAH DURHAKA KEPADA

IBUNDANYA

Sumber : http://kisahmuslim.com/alqomah-durhaka-kepada-ibu/

Konon dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama Alqamah. Dia seorang pemuda yang giat beribadah, rajin shalat, banyak puasa dan suka bersedekah. Suatu ketika dia sakit keras, maka istrinya mengirim utusan kepada Rasulullah untuk memberitahukan kepada beliau akan keadaan Alqamah. Maka, Rasulullah pun mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib ar-Rumi dan Bilal bin Rabah untuk melihat keadaannnya. Beliau bersabda, “Pergilah ke rumah Alqamah dan talqin-lah untuk mengucapkan La Ilaha Illallah ”Akhirnya mereka berangkat kerumahnya, ternyata saat itu Alqamah sudah dalam keadaan naza’, maka segeralah mereka men-talqin-nya, namun ternyata lisan Alqamah tidak bisa mengucapkan La ilaha illallah.

Langsung saja mereka laporkan kejadian ini pada Rasulullah. Maka Rasulullah pun bertanya, “Apakah dia masih mempunyai kedua orang tua?” Ada yang menjawab, “Ada wahai Rasulullah, dia masih mempunyai seorang ibu yang sudah sangat tua renta.”

Maka Rasulullah mengirim utusan untuk menemuinya, dan beliau berkata kepada utusan tersebut, “Katakan kepada ibunya Alqamah, ‘Jika dia masih mampu untuk berjalan menemui Rasulullah maka datanglah, namun kalau tidak, maka biarlah Rasulullah yang datang menemuimu.’”

Tatkala utusan itu telah sampai pada ibunya Alqamah dan pesan beliau itu disampaikan, maka dia berkata, “Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi Rasulullah.”

Maka, dia pun memakai tongkat dan berjalan mendatangi Rasulullah. Sesampainya di rumah Rasulullah, dia mengucapkan salam dan Rasulullah pun menjawab salamnya.

Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai ibu Alqamah, jawablah pertanyaanku dengan jujur, sebab jika engkau berbohong, maka akan datang wahyu dari Allah yang akan memberitahukan kepadaku, bagaimana sebenarnya keadaan putramu Alqamah?”

Sang ibu menjawab, “Wahai Rasulullah, dia rajin mengerjakan shalat, banyak puasa dan senang bersedekah.” Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Lalu apa perasaanmu padanya?” Dia menjawab, “Saya marah kepadanya Wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi, “Kenapa?” Dia menjawab, “Wahai Rasulullah, dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan saya dan diapun durhaka kepadaku.”

(3)

Kemudian beliau bersabda, “Wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak.” Si ibu berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau perbuat?” Beliau menjawab, “Saya akan membakarnya dihadapanmu.”

Dia menjawab, “Wahai Rasulullah , saya tidak tahan kalau engkau membakar anakku dihadapanku.”

Maka, Rasulullah menjawab, “Wahai Ibu Alqamah, sesungguhnya adzab Allah lebih pedih dan lebih langgeng, kalau engkau ingin agar Allah mengampuninya, maka relakanlah anakmu Alqamah, demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, shalat, puasa dan sedekahnya tidak akan memberinya manfaat sedikitpun selagi engkau masih marah kepadanya,”

Maka dia berkata, “Wahai Rasulullah, Allah sebagai saksi, juga para malaikat dan semua kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah ridha pada anakku Alqamah”.

Rasulullah pun berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, pergilah kepadanya dan lihatlah apakah Alqamah sudah bisa mengucapkan syahadat ataukah belum, barangkali ibu Alqamah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari dalam hatinya, barangkali dia hanya malu kepadaku.”

Maka, Bilal pun berangkat, ternyata dia mendengar Alqamah dari dalam rumah mengucapkan La Ilaha Illallah. Maka, Bilal pun masuk dan berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat, dan ridhanya telah menjadikanya mampu mengucapkan syahadat.” Kemudian, Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga.

(4)

SIKSA KUBUR ANAK DURHAKA KEPADA

ORANG TUA

Sumber : http://beritaislam.mywapblog.com/siksa-kubur-anak-durhaka-kepada-orang-tu.xhtml

Suatu hari Rasulullah Saw bersama dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Imam Hasan dan Imam Husain pergi melewati kuburan Baqi’. Tiba-tiba Rasulullah dan keluarganya mendengar teriakan dan meminta pertolongan dari salah satu kuburan di sana.

Rasulullah Saw kemudian mendekati kuburan tersebut sambil berkata: “Wahai hamba Allah, dengan idzin Allah, keluarkan kepalamu!”. Tiba-tiba, kuburan tersebut terbelah dan keluarlah mayat seorang pemuda dengan muka yang sangat hitam dan seluruh tubuhnya diikat dengan tali-tali dan rantai besi.

Rasulullah Saw kemudian bersabda: “Celaka kamu, apa yang telah kamu perbuat di dunia dahulu?”. Pemuda itu menjawab: “Wahai Rasulullah, ibu saya tidak meridhai saya”. Rasulullah Saw bertanya kembali: “Memangnya apa yang telah kamu perbuat kepadanya?”. Pemuda itu menjawab: “Suatu hari ketika masuk ke rumah, isteri saya mengadu bahwa ibu saya telah memperlakukannya kurang baik. Saat itu ibu saya sedang duduk di depan tungku sedang memasak roti. Tanpa berpikir panjang, tiba-tiba saya berpihak kepada isteri saya dan akhirnya saya pegang tubuh ibu lalu saya lemparkan ke dalam tungku. Mendengar kegaduhan di dalam rumah, para tetangga akhirnya datang dan mencoba mengeluarkan ibu saya yang sudah berada di dalam tungku. Akan tetapi meski tetangga dapat mengeluarkannya, namun salah satu tangan dan buah dada ibu saya telah terbakar. Ibu saya kemudian mengangkat buah dadanya yang sudah terbakar itu ke atas langit sambil berdoa: “Ya Allah, Engkau adalah wakilku. Balaslah apa yang telah diperbuatnya kepadaku”. Wahai Rasulullah, setelah ibu saya berdoa tadi, umur saya tidak lebih dari tiga hari dan kini saya disiksa di dalam kubur. Saya selalu menunggu kedatanganmu agar Anda mendoakan dan memohonkan ampun atas dosa saya tadi”.

(5)

Rasulullah Saw kemudian bersabda kembali: “Mengapa tadi ibu tidak memaafkannya dan kini memaafkannya?”. Ibu itu menjawab: “Tadinya saya tidak mau memaafkannya hanya saja saya melihat pintu-pintu langit terbuka, kemudian saya melihat para malaikat sedang menyeret dan mencambuk putra saya dengan pecut-pecut dan rantai yang dipenuhi dengan api. Saya tidak tega melihat itu, dan akhirnya saya memaafkannya”.

(6)

KISAH ANAK DURHAKA YANG MEMUKULI

AYAHNYA

Sumber : http://www.kisahislam.net/2012/02/20/kisah-anak-durhaka-yang-memukuli-ayahnya/

Di sebuah jalan raya, terlihat ada seorang pemuda belia, berkulit coklat, berotot kuat, di tangannya sebuah tongkat keras, yang dia gunakan untuk memukuli seorang laki-laki tua yang telah berusia enam puluh tahun. Orang tua itu berbadan kurus, diam tidak mengaduhkan pukulan tersebut. Orang-orang di sekitarnya berkerumun melihat mereka berdua, bermaksud hendak membebaskannya. Salah seorang dari mereka berkata kepada pemuda itu, “Mengapa kamu memukuli orang tua malang ini? Tidakkah kamu takut kepada Allah?” Orang yang lain berkata, “Apa yang telah diperbuatnya sehingga kamu memukulinya dengan keras seperti ini?”

Akan tetapi pemuda itu terus memukuli orang tua tersebut dan tidak menoleh sedikit pun kepada mereka. Orang yang lain lagi berkata, “Tidakkah kamu takut kalau ada seseorang yang memukuli ayahmu seperti ini?”

Kemudian orang (yang terakhir) itu menoleh kepada orang-orang di sekitarnya dan mengatakan kepada mereka, “Kalian harus mengadukan pemuda ini kepada ayahnya, barangkali dia akan menegur dan memarahinya. Siapa yang mengetahui ayah dari pemuda yang kejam ini?”

Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang terlihat memiliki wibawa dan kehormatan. Dia berkata dengan tenang, “Aku tahu pemuda ini, dan aku tahu siapa ayahnya. Sesungguhnya pemuda itu sedang memukuli ayahnya. Orang tua malang yang dipukulinya ini adalah ayahnya sendiri.” Mendengar hal itu orang-orang tercengang, raut wajah mereka berubah karena keterheranan yang amat sangat.

Sungguh aneh, bagaimana mungkin ada seorang anak yang memukuli ayahnya sendiri dengan kejam seperti ini? Mereka pun menyerang pemuda itu dan membebaskan sang ayah dari pukulan anaknya. Namun sambil terengah-engah, ayahnya berkata, “Biarkan aku, sungguh Allah Ta’ala telah membalasku. Dahulu ketika aku masih muda, aku pernah memukuli ayahku sama seperti ini, hanya karena dia meminta sebagian uang dariku.” Orang-orang merasa takjub karena keadilan Allah Ta’ala. Allah berfirman,artinya, ”Dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba(Nya).” (Fushshilat: 46). ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 130-131.)

(7)

SAAD BIN ABI WAQQASH, LELAKI PENGHUNI SURGA

Sumber:http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/12/01/17/ lxy715-kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

“Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah,” Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya. Ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya di jalan Allah.

Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani Zahrah yang merupakan paman Rasulullah SAW. Wuhaib adalah kakek Sa’ad dan paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. Sa’ad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah SAW. Dan beliau sangat bangga dengan keberanian dan kekuatan, serta ketulusan iman Sa'ad. Nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”

Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW. Mengenal kejujuran dan sifat amanah beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani. Sa’ad sangat jago memanah, dan selalu berlatih sendiri. Kisah keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam deretan orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cintanya hanya untuk sang ibu yang telah memeliharanya sejak kecil hingga dewasa, dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan. Ibu Sa’ad bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya; penyembah berhala.

Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Sa'ad di tempat kerjanya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad menanyakan, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.

(8)

Setelah memeluk Islam, keadaannya tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya. Ibunya sangat marah dengan keislaman Sa'ad. “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam sang ibu. Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku!”

Sang ibu tetap nekat, karena ia mengetahui persis bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Hamnah mengira hati Sa'ad akan luluh jika melihatnya dalam keadaan lemah dan sakit. Ia tetap mengancam akan terus melakukan mogok makan.

Namun, Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku selamanya!” tegas Sa'ad.

Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung kesedihan dan kebencian. Allah SWT mengekalkan peristiwa yang dialami Sa’ad dalam ayat Al-Qur’an, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,

dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap mereka dengan bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga."

Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.

Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan

Kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan kedua orang tua beliau. Dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW bersabda, "Panahlah, wahai Sa’ad! Ayah dan ibuku menjadi jaminan

bagimu." Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang

(9)

usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar— perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.

(10)

KISAH SEORANG WANITA YANG BERBAKTI KEPADA

IBUNYA

Sumber : http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/berbakti-kepada-kedua-orang-tua.html

Yahya bin Katsir menceritakan, “Suatu ketika Abu Musa Al-Asy’ari dan Abu Amirradhiyallahu ‘anhuma datang menemui Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam untuk berbaiat kepada beliau dan masuk Islam. Ketika itu,

beliau bertanya, ‘Apa yang kamu lakukan terhadap istrimu yang kamu tuduh ini dan itu?’ Keduanya menjawab, ‘Kami tinggalkan dia bersama keluarganya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya mereka telah diampuni.’

‘Mengapa wahai Rasulullah?’ tanya mereka. Beliau menjawab, ‘Karena dia telah berbuat baik kepada ibunya.’ Kemudian beliau melanjutkan, ‘Dia memiliki ibu yang sangat tua. Suatu ketika ada orang yang berseru, ‘Hai, ada musuh yang hendak memporak-porandakan kalian!’ Lalu ia menggendong ibunya yang telah tua itu. Bila kelelahan, ia turunkan ibunya kemudian ia gendong ibunya di depan. Ia taruh telapak kaki ibunya di atas telapak kakinya agar ibunya tidak terkena panas. Begitu seterusnya hingga akhirnya mereka selamat dari sergapan musuh.’”

Saudariku … renungkanlah, bila kita simak kisah di atas lebih mendalam, kita akan mengetahui bahwa berbakti kepada orang tua—terutama ibu—menjadi sebab kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat. Maka selayaknya kita berusaha agar bisa meraih kebahagiaan itu selagi orang tua kita masih hidup. Kemudian bandingkanlah keadaan di zaman kita dengan kisah di atas. Alangkah jauh perbedaannya! Apakah yang memberatkan kita untuk berbakti kepadanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh salafush shalih? Apa yang menghalangi kita untuk berbakti kepadanya jika hal tersebut akan membuat kita bahagia dan menjadi orang yang kaya pahala dan tenteram hatinya?

Sungguh merugi jika kita mengetahui dekatnya surga denganberbakti kepada kedua orang tua, tetapi kita malah melalaikannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,

“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin

maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah ia.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam hadits lain beliau juga bersabda, “Celaka, celaka, celaka!” Ada yang bertanya,”Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati salah satu atau kedua orang tuanya telah berusia lanjut, tetapi

(11)

KISAH TENTANG KILAB BIN UMAIYAH DAN BAKTINYA

KEPADA ORANG TUA

Sumber : http://kisahmuslim.com/kisah-tentang-kilab-bin-umaiyah-dan-baktinya-kepada-orang-tua/

Seorang laki-laki bernama Kilab bin Umayyah bin Askar. Dia memiliki ayah dan ibu yang sudah tua. Dia menyiapkan susu untuk keduanya tiap pagi dan petang hari. Kemudian datanglah dua orang menemui Kilab, mereka membujuknya untuk pergi berperang. Ternyata Kilab tertarik dengan ajakan tersebut, lalu dia membeli seorang hamba sahaya untuk menggantikannya mengasuh kedua orang tuanya. Setelah itu Kilab pun pergi berjihad.

Suatu malam, hamba sahaya tersebut datang dan membawa gelas jatah susu petang hari kepada ibu dan bapak Kilab, ketika keduanya sedang tidur. Dia menunggu sesaat dan tidak membangunkannya lalu pergi. Di tengah malam keduanya terbangun dalam keadaan lapar, bapak Kilab berkata,“Dua orang telah memohon kepada Kilab dengan kitabullah. Keduanya telah bersalah dan merugi. Kamu meninggalkan bapakmu yang kedua tangannya gemetar, dan ibumu tidak bisa minum dengan nikmat. Jika merpati itu bersuara di lembah Waj karena telur-telurnya, kedunya mengingat Kilab. Dia didatangi oleh dua orang yang membujuknya. Wahai hamba-hamba Allah, sungguh keduanya telah durhaka dan merugi. Aku memanggilnya lalu dia berpaling dengan menolak. Maka dia tidak berbuat yang benar. Sesungguhnya ketika kamu mencari pahala selain dari berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang memburu fatamorgana. Apakah ada kebaikan setelah menyia-nyiakan kedua orang tua? Demi bapak Kilab, perbuatannya tidak dibenarkan.”

Jika ada orang luar Madinah yang datang ke kota Madinah, Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu selalu menanyakan tentang berita-berita dan keadaan mereka. Umar bertanya kepada salah seorang yang datang, “Dari mana?” Orang itu menjawab, “Dari Thaif.” Umar bertanya, “Ada berita apa?” Orang itu menjawab, “Aku melihat seorang laki-laki berkata (laki-laki ini menyebut ucapan bapak Kilab di atas).” Umar menangis dan berkata, “Sungguh Kilab mengambil langkah yang keliru.”

(12)

kepada Tuhannya yang telah menggiring jamaah haji ke tanah berbatu hitam. Aku berdoa kepada Allah dengan berharap pahala dari-Nya di lembah Akhsyabain sampai air hujan mengalirinya. Sesungguhnya al-Faruq tidak memanggil Kilab untuk pulang kepada dua orang tua yang sedang kebingungan.”

Umar menangis, lalu beliau menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari agar memulangkan Kilab ke Madinah. Abu Musa berkata kepada Kilab, “Temuilah Amirul Mukminin Umarbin Khattab.” Kilab menjawab, “Aku tidak melakukan kesalahan, tidak pula melindungi orang yang bersalah.” Abu Musa berkata, “Pergilah!”

Kilab pulang ke Madinah. Ketika Umar bertemu dengannya, beliau mengatakan, “Sejauh mana kamu berbuat baik kepada orang tuamu?” Kilab menjawab, “Aku mementingkannya dengan mencukupi kebutuhannya. Jika aku hendak memerah susu untuknya, maka aku memilih onta betina yang paling gemuk, paling sehat dan paling banyak susunya. Aku mencuci puting susu onta itu, dan barulah aku memerah susunya lalu menghidangkannya kepada mereka.”

Umar mengutus orang untuk menjemput bapaknya. Bapak Kilab datang dengan tertatih-tatih dan menunduk. Umar bertanya kepadanya, “Apa kabarmu, wahai Abu Kilab?” Dia menjawab, “Seperti yang Anda lihat wahai Amirul Mukminin.” Umar bertanya, “Apakah kamu ada kepeluan?” Dia menjawab, “Aku ingin melihat Kilab. Aku ingin mencium dan memeluknya sebelum aku mati.” Umar menangis dan berkata, “Keinginanmu akan tercapai insya Allah.”

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk memberikan arah dan sasaran yang jelas serta sebagai pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Agama Bengkulu Kelas IA diselaraskan dengan arah kebijakan

Pada masa HIR, penyidikan merupakan bagian dari penuntutan, kewenangan yang demikian menjadikan penuntut umum (jaksa) sebagai koordinator bahkan dapat melakukan sendiri

Menyelesaikan uji kompetensi untuk materi : Bermain melempar dan menangkap bola yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau pada lembar

Pneumokoniosis merupakan penyakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh deposisi debu di dalam paru dan reaksi jaringan paru akibat pajanan debu tersebut. *eaksi

Intervensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: tingkat 1 berupa pemberian motivasi oleh peneliti untuk tidak berperilaku maladaptif selama pembelajaran,

Hasil dari pemetaan batubara dan korelasi pemboran inti sebanyak 16 titik didapatkan 9 (sembilan) lapisan batubara dan beberapa lapisan gantung batubara, mulai dari Anggota M1

sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian, dan pengabdian

Pada hakikatnya pembelajaran yang efektif dan bermakna merupakan proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik,