• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SKRIPSI PENDIDIKAN LUAR BIASA PENGGUNAAN BEHAVIOR CONTRACT UNTUK MENGURANGI PERILAKU MALADAPTIF SISWA ADHD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL SKRIPSI PENDIDIKAN LUAR BIASA PENGGUNAAN BEHAVIOR CONTRACT UNTUK MENGURANGI PERILAKU MALADAPTIF SISWA ADHD"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

JURNAL SKRIPSI PENDIDIKAN LUAR BIASA PENGGUNAAN BEHAVIOR CONTRACT

UNTUK MENGURANGI PERILAKU MALADAPTIF SISWA ADHD

Nama : Zamzammiyah Nur Aini

NIM : K5112080

Email : zamzammiyah.na@gmail.com No. HP : 089690488177

Pembimbing : 1. Dr. Munawir Yusuf, M.Psi 2. Sugini, S.Pd., M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juni 2016

(2)

commit to user

PENGGUNAAN BEHAVIOR CONTRACT

UNTUK MENGURANGI PERILAKU MALADAPTIF SISWA ADHD

Zamzammiyah Nur Aini, Munawir Yusuf, Sugini Pendidikan Luar Biasa, FKIP, Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Indonesia

Email: zamzammiyah.na@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan behavior contract

dalam mengurangi perilaku maladaptif siswa ADHD di SD Al Firdaus Surakarta pada tahun ajaran 2015/2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang siswa ADHD kelas III. Metode penelitian yang digunakan adalah Single Subject Research dengan desain multiple baseline cross variables. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan berdasarkan observasi langsung. Data hasil observasi tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode analisis visual grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku maladaptif subjek berkurang setelah diterapkan behavior contract. Pada fase baseline-1, target perilaku mengganggu teman secara verbal rata-rata 20 kali, sedangkan nonverbal 24 kali. Target perilaku tersebut pada fase intervensi-1 cenderung menurun, dengan rata-rata 5 kali (verbal) dan 4 kali (nonverbal). Pada fase baseline-2, target perilaku menyela penjelasan guru rata-rata 18 kali. Perilaku ini menurun pada fase intervensi-2 dengan rata-rata 3 kali. Pada fase baseline-3, target perilaku tidak dapat menahan diri terhadap makanan dan minuman rata-rata 10 kali. Pada fase intervensi-3, perilaku tersebut muncul rata-rata 1 kali. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa behavior contract dapat mengurangi perilaku maladaptif siswa ADHD di SD Al Firdaus Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

Kata Kunci: behavior contract, perilaku maladaptif, ADHD

ABSTRACT

This study was conducted to identify the use of the behavior contract in reducing maladaptive behaviors in students with ADHD in Al Firdaus Elementary School Surakarta in the academic year of 2015/2016. The subject of this study is a third grade ADHD student. This research used experimental method of Single Subject Research (SSR) with multiple baseline cross variables design. The target behaviors’ data were collected using direct observation with recording instrument and analyzed by visual graphic analysis method. At the baseline-1 phase, the target behavior of verbally disrupting friends occurred on average 20 times, while nonverbal disruption occurred 24 times. The target behavior in the intervention-1 phase tended to decrease, with an average of 5 times (verbal) and 4 times

(3)

commit to user

(nonverbal). At the baseline-2 phase, the target behavior of interrupting the teacher's explanations occurred on average 18 times. This behavior decreased in the intervention-2 phase with an average of 3 times. At baseline-3 phase, the target behavior of unable to resist eating and drinking occurred on average 10 times. At the intervention-3 phase, the behavior occurred on average 1 time. Based on these results, it can be concluded that the behavior contract may reduce maladaptive behaviors in students with ADHD in Al Firdaus Elementary School Surakarta in the academic year of 2015/2016.

Keyword: behavior contract, maladaptive behavior, ADHD

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah hak dasar bagi setiap anak yang harus dipenuhi. Di Indonesia, hak pendidikan bagi setiap anak diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan hak pendidikan untuk anak berkelainan atau anak berkebutuhan khusus disebutkan secara tersurat pada BAB IV pasal 5 ayat (2), yang berbunyi: “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.”

Pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini biasanya dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusi. Di SLB, biasanya siswa berkebutuhan khusus dikelompokkan sesuai dengan jenis

kelainan atau kebutuhannya. Sedangkan di sekolah inklusi, pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus diberikan di ruang kelas yang sama dengan anak-anak sebayanya. Tujuannya supaya anak-anak berkebutuhan khusus terbiasa berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan bermasyarakat (Praptiningrum, 2010).

Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang dilayani di sekolah inklusi adalah anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). ADHD merupakan keadaan seorang anak yang memiliki ciri-ciri kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang bisa menyebabkan hambatan pada kehidupan mereka (Baihaqi & Sugiarmin, 2006: 2). Anak ADHD mengalami kesulitan dalam

(4)

commit to user mengendalikan diri atau mengontrol

diri, sehingga terlihat tidak dapat konsentrasi dalam waktu yang lama, perhatiannya mudah sekali teralih karena hal kecil, mudah lupa, dan mudah bingung. Anak ADHD juga sering terlihat selalu bergerak, seperti tidak pernah merasa lelah, sulit melakukan kegiatan dengan tenang, dan mengganggu orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Ciri-ciri tersebut

menyebabkan anak ADHD

mengalami berbagai masalah ketika kegiatan pembelajaran di dalam kelas berlangsung. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Pelham dan Bender (Wood, 2005: 87) mengenai laporan guru anak ADHD yang menyebutkan bahwa mereka (anak ADHD) sering terlibat perkelahian, suka menyela, dan ditolak atau tidak disenangi teman-teman sebayanya.

Berbagai masalah yang disebabkan oleh anak ADHD di dalam kelas disebabkan perilaku anak yang cenderung maladaptif atau tidak sesuai. Menurut Latipun (2008: 135), perilaku maladaptif atau perilaku bermasalah adalah

kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku maladaptif harus segera ditangani supaya tidak menyebabkan anak ADHD ditolak oleh lingkungan sosialnya kelak.

Terdapat berbagai cara untuk mengurangi perilaku maladaptif pada anak ADHD, yaitu dapat melalui pengobatan medis dan terapi perilaku. Menurut Barkley (Martin, 2008: 233), obat yang digunakan dalam pengobatan anak ADHD merupakan obat stimulan yang efektif memperbaiki perilaku, pekerjaan akademis, dan penyesuaian sosial anak ADHD sampai 70 – 90 persen. Hasil pengobatan medis memang terlihat memberikan perubahan yang sangat drastis dalam waktu yang singkat, namun hal tersebut tidak bertahan lama. Bahkan pengobatan medis menimbulkan beberapa efek samping yang memengaruhi kesehatan anak. Smucker & Hedayat (Wood, 2005: 89) menyebutkan bahwa terdapat beberapa efek samping penggunaan terapi obat untuk anak ADHD antara lain sulit

(5)

commit to user tidur (insomnia), kurang nafsu

makan, sakit perut, pusing, muncul ketegangan saraf yang semakin memburuk, pertumbuhan melambat,

tachycardia, tekanan darah naik, muncul kembali perilaku maladaptif setelah pengaruh obat hilang, emosi menjadi labil, menjengkelkan, menarik diri dari masyarakat, dan efek merusak.

Alternatif lain untuk mengurangi perilaku maladaptif pada anak ADHD adalah menggunakan terapi perilaku atau konseling perilaku. Terapi perilaku atau konseling perilaku ini lebih aman bagi kesehatan anak dan memiliki hasil yang cenderung bertahan lebih lama. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Firestone (Wood, 2005: 95) yang menyebutkan bahwa kemajuan yang didapat dari konseling perilaku bertahan lebih lama, tidak hilang seperti pengaruh obat, sehingga metode nonmedis berperan penting dalam mencapai keberhasilan berkesinambungan bagi anak ADHD.

Salah satu teknik terapi perilaku atau konseling perilaku

yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku maladaptif adalah teknik behavior contract. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Martin dan Pear (2011: 323) bahwa perilaku maladaptif terkait kontrol diri dapat ditangani menggunakan suatu model behavioral kontrak perilaku. Behavior contract atau disebut juga contingency contracting

adalah kontrak antara konseli atau siswa dan konselor atau guru untuk mengatur keadaan sehingga konseli menampilkan tingkah laku yang diinginkan Komalasari, Wahyuni, dan Karsih (2011: 172). Kontrak yang akan digunakan ini harus dibuat berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Anak harus sudah mengetahui ganjaran apa yang ia dapat ketika berperilaku sesuai dengan kontrak, harapannya supaya anak selalu berusaha untuk berperilaku yang sesuai. Tujuannya adalah supaya anak ADHD secara sadar dapat memperkirakan akibat dari tindakan yang ia lakukan, sehingga ia berusaha mengontrol perilakunya agar terhindar dari akibat yang tidak ia inginkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

(6)

commit to user Latipun (2008: 144) yang

menyatakan bahwa dengan behavior contract ini, “...individu

mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama satu bulan di SD Al Firdaus Surakarta tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental

Single Subject Research (SSR) dengan desain multiple baseline cross variables. Desain multiple baseline cross variables merupakan desain penelitian yang digunakan jika guru ingin mengubah perilaku menggunakan satu intervensi yang dapat diterapkan untuk dua atau lebih target perilaku (Sunanto, Takeuchi, & Tanaka 2005: 74). Desain multiple baseline ini digunakan untuk menunjukkan efektivitas suatu tindakan atau perlakuan tanpa kembali ke kondisi

baseline (Martin & Pear, 2011: 273). Sehingga dalam penelitian ini, setiap variabel atau target perilaku diukur pada satu fase baseline dan satu fase intervensi (A-B).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah 3 target perilaku maladaptif subjek ADHD. Target perilaku tersebut adalah mengganggu teman secara verbal dan nonverbal (target 1), menyela penjelasan guru (target 2), dan tidak dapat mengendalikan diri terhadap makanan dan minuman (target 3).

Data target perilaku dikumpulkan menggunakan instrumen pencatatan dengan observasi langsung yang validitasnya diuji oleh dua orang ahli, yaitu ahli dalam bidang penanganan perilaku menyimpang dan ahli pengukuran psikologi. Pengumpulan data dilakukan sebanyak 20 sesi (hari). Pada setiap sesi, data dikumpulkan dengan menggunakan video kamera selama dua jam pelajaran (kurang lebih 70 menit). Urutan dalam pengumpulan datanya antara lain: baseline-1 ‘mengganggu teman secara verbal dan nonverbal’ sebanyak 4 sesi, intervensi-1 sebanyak 16 sesi;

baseline-2 ‘menyela penjelasan guru’ sebanyak 7 sesi, intervensi-2 sebanyak 13 sesi; dan baseline-3 ‘tidak dapat menahan diri terhadap

(7)

commit to user makanan dan minuman’ sebanyak 10

sesi, intervensi-3 sebanyak 10 sesi. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis visual berbentuk grafik yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap analisis dalam kondisi, dan tahap analisis antar kondisi.

HASIL PENELITIAN

Baseline-1

Target perilaku yang diamati pada fase baseline-1 ini adalah perilaku mengganggu teman secara verbal dan nonverbal. Fase ini terdiri dari empat sesi, dengan hasil pencatatan sebagai berikut:

Tabel 1. Frekuensi Perilaku

Mengganggu Teman

Verbal dan Nonverbal

Baseline-1

Sesi Verbal Nonverbal

1 19 23 2 21 23 3 20 24 4 21 25 Rata-rata 20 24

Frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase baseline-1 ini rata-rata sebanyak 20 kali (verbal) dan 24 kali (nonverbal). Sehingga frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase ini termasuk kategori tinggi.

Intervensi-1

Intervensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: tingkat 1 berupa pemberian motivasi oleh peneliti untuk tidak berperilaku maladaptif selama pembelajaran, tingkat 2 berupa pemberian nasehat dan peringatan ketika subjek berperilaku maladaptif tidak sesuai dengan perjanjian behavior contract, dan tingkat 3 berupa pemberian sanksi sesuai behavior contract jika intervensi tingkat 2 tidak dapat mengatasi perilaku subjek. Berikut data hasil intervensi-1 yang terdiri dari 16 sesi:

Tabel 2. Frekuensi Perilaku

Mengganggu Teman

Verbal dan Nonverbal Intervensi-1

Sesi Verbal Nonverbal

1 14 15 2 6 5 3 5 5 4 5 4 5 4 3 6 5 3 7 4 3 8 5 3 9 5 4 10 5 4 11 5 3 12 4 3 13 4 3 14 4 3 15 4 3 16 1 2 Rata-rata 5 4

(8)

commit to user Dari Tabel 2, dapat diketahui

bahwa perilaku maladaptif subjek yang berupa mengganggu teman berangsur-angsur berkurang. Frekuensi perilaku pada awal fase ini 14 kali (verbal) dan 15 kali (nonverbal), kemudian terus berkurang hingga kurang dari 5 kali. Frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase ini rata-rata 5 kali (verbal) dan 4 kali (nonverbal), sehingga termasuk dalam kategori rendah.

Baseline-2

Target perilaku yang kedua adalah menyela penjelasan guru yang diukur selama 7 sesi pada fase

baseline-2 ini. Data hasil pencatatan perilaku subjek antara lain:

Tabel 3. Frekuensi Perilaku Menyela Penjelasan Guru

Baseline-2 Sesi Menyela 1 18 2 17 3 17 4 17 5 19 6 19 7 19 Rata-rata 18

Frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase baseline-2 rata-rata sebanyak 18 kali. Sehingga

frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase ini termasuk kategori sedang.

Intervensi-2

Intervensi-2 ini dilaksanakan selama 13 sesi dengan hasil pencatatan perilaku sebagai berikut: Tabel 4. Frekuensi Perilaku

Menyela Penjelasan Guru Intervensi-2 Sesi Menyela 1 9 2 4 3 4 4 3 5 4 6 3 7 1 8 3 9 3 10 3 11 3 12 3 13 3 Rata-rata 3

Dari Tabel 4, dapat diketahui bahwa perilaku maladaptif subjek yang berupa menyela penjelasan guru berangsur-angsur berkurang. Frekuensi perilaku pada awal fase ini 9 kali, kemudian terus berkurang hingga kurang dari 4 kali.

Frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase ini rata-rata 3 kali, sehingga termasuk dalam kategori rendah.

(9)

commit to user Baseline-3

Target perilaku pada fase

baseline-3 ini adalah tidak dapat menahan diri terhadap makanan dan minuman. Fase ini terdiri dari 10 sesi dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Frekuensi Tidak Dapat Menahan Diri Terhadap Makanan dan Minuman Saat Pelajaran Baseline-3

Sesi Makan&Minum 1 9 2 10 3 10 4 10 5 9 6 9 7 10 8 10 9 10 10 10 Rata-rata 10

Frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase baseline-3 rata-rata sebanyak 10 kali. Sehingga frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase ini termasuk kategori sedang.

Intervensi-3

Fase intervensi-3 dilaksanakan sebanyak 10 sesi, dengan hasil pencatatan perilaku sebagai berikut:

Tabel 6. Frekuensi Tidak Dapat Menahan Diri Terhadap Makanan dan Minuman Saat Pelajaran Intervensi 3

Sesi Makan&Minum 1 1 2 1 3 2 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 1 10 1 Rata-rata 1

Dari Tabel 6, dapat diketahui bahwa perilaku maladaptif subjek yang berupa tidak dapat menahan diri dari makanan dan minuman berkurang. Frekuensi perilaku pada awal fase ini 1 kali, kemudian bertambah menjadi 2 kali pada sesi ke-3. Namun frekuensinya kembali 1 kali pada sesi ke-4, dan stabil hingga sesi terakhir.

Frekuensi perilaku maladaptif subjek pada fase ini rata-rata 1 kali, sehingga termasuk dalam kategori rendah.

Berikut adalah grafik rangkuman perilaku maladaptif subjek ADHD berdasarkan hasil intervensi 1, 2 dan 3:

(10)

commit to user

Gambar 1. Perubahan Frekuensi Perilaku Maladaptif Subjek

0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Fre k u en si Kej ad ian Sesi

Ke-GRAFIK PERILAKU MENGGANGGU TEMAN

Verbal Nonverbal 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Fre k u en si Kej ad ian Sesi

Ke-GRAFIK PERILAKU MENYELA PENJELASAN GURU

0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Fre k u en si Kej ad ian Sesi

Ke-GRAFIK PERILAKU TIDAK DAPAT MENAHAN DIRI TERHADAP MAKANAN DAN MINUMAN

(11)

commit to user Berdasarkan Gambar 1. dapat

diketahui bahwa frekuensi ketiga target perilaku maladaptif subjek mengalami penurunan setelah mendapatkan intervensi. Frekuensi target perilaku 1 yang pada fase

baseline-1 termasuk tinggi, setelah masuk fase intervensi-1 menjadi rendah. Begitu pula frekuensi target perilaku 2 dan 3 yang pada fase

baseline termasuk kategori sedang menjadi rendah setelah mendapatkan intervensi. Pada awal fase intervensi, umumnya perilaku subjek belum stabil. Hal ini disebabkan subjek masih memerlukan penyesuaian diri terhadap peraturan baru sesuai dengan behavior contract. Namun setelah melewati beberapa sesi dalam fase intervensi, perilaku subjek kemudian menjadi stabil.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap subjek ADHD, dapat diketahui bahwa behavior contract dapat mengurangi perilaku maladaptif secara efektif siswa ADHD pada saat pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dapat dilihat dari berkurangnya frekuensi perilaku maladaptif subjek setelah

pemberian intervensi menggunakan teknik behavior contract. Penurunan frekuensi perilaku maladaptif pada subjek tersebut menegaskan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.

Behavior contract dapat diterapkan untuk mengurangi perilaku maladaptif pada siswa ADHD dengan persetujuan siswa dan masukan dari orang tua (US Department, 2006). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik behavior contract yang dalam penyusunan persetujuannya melibatkan subjek dan guru kelas. Hal tersebut dilakukan supaya terjadi keselarasan antara isi perjanjian dengan peraturan di dalam kelas juga keadaan subjek.

Teori induk yang menurunkan teknik behavior contract adalah modifikasi perilaku. Martin & Pear (2011: 323) menyebutkan bahwa terdapat suatu model behavioral yang dapat digunakan untuk kontrol diri yang disebut self-control program (program kontrol diri).

Self-control program digunakan untuk mengatasi permasalahan perilaku terkait kesulitan

(12)

commit to user mengendalikan diri. Komponen

penting dalam program ini adalah suatu kontrak yang memuat permasalahan dan tujuan, langkah-langkah pencapaian tujuan, tanggal berlaku, dan tanda tangan sebagai bukti persetujuan. Kontrak tersebut digunakan sebagai media untuk mengatasi permasalahan perilaku terkait kontrol diri yang kemudian disebut behavior contract.

Dalam penelitian ini, subjek memiliki karakteristik perilaku maladaptif yang termasuk dalam kesulitan kontrol diri berupa mengganggu teman secara verbal dan nonverbal, menyela penjelasan guru, dan tidak dapat menahan diri terhadap makanan dan minuman saat pembelajaran. Sehingga, behavior contract ini sangat sesuai untuk mengatasi permasalahan subjek.

Hasil pencatatan perilaku menunjukkan bahwa subjek memiliki perilaku maladaptif dengan frekuensi yang tinggi. Setelah memasuki fase intervensi, perilaku subjek cenderung menurun. Penyebabnya adalah kesegeraan intervensi yang diberikan oleh guru setelah subjek melanggar kontrak

atau perjanjian. Intervensi yang diberikan oleh guru berupa nasehat, motivasi, dan peringatan supaya subjek berperilaku adaptif. Jika peringatan yang diberikan oleh guru tidak dihiraukan (subjek melanggar kontrak lagi), guru akan memberikan sanksi sesuai isi kontrak, yaitu dapat berupa subjek mengerjakan di luar kelas, subjek tidak mendapatkan

snack siang (diberikan setelah pulang sekolah), dan atau jam istirahat subjek dikurangi. Ketika subjek dapat mengendalikan diri untuk tidak mengganggu teman, subjek mendapatkan penghargaan berupa stiker, kertas gambar, dan atau bolpoin warna pada setiap akhir sesi.

Selain berkurangnya perilaku maladaptif subjek, peneliti menemukan bahwa subjek mulai memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri. Menurut Purwanto (Kurniawati, 2014), tanggung jawab merupakan

kesanggupan seseorang

melaksanakan tugas atau kewajiban dengan sebaik-baiknya. Bentuk munculnya rasa tanggung jawab pada diri subjek antara lain subjek

(13)

commit to user mulai merasa perlu untuk

mengerjakan tugas atau mencatat pelajaran yang diberikan. Subjek mulai terlihat rajin menulis dari pada melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan perilaku maladaptif.

Rasa empati pada diri subjek juga mulai tumbuh setelah memasuki fase intervensi. Empati menurut Ahmadi (Muhtadi, 2009) adalah sikap memahami orang lain atau kecenderungan memposisikan diri sebagai orang lain, sehingga muncul perilaku atau tindakan dalam situasi orang lain. Salah satu bentuk rasa empati yang ditunjukkan subjek berupa mau membantu guru membawakan barang berupa tas atau buku tanpa diminta sama sekali. Sebelum dilakukan penelitian, subjek cenderung acuh terhadap guru atau orang lain yang menurutnya tidak begitu menarik.

Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa anak ADHD yang memiliki kemampuan sosialisasi rendah dan pengendalian emosi yang buruk (Wood, 2005: 123) masih memiliki harapan untuk dapat menjadi lebih sociable dan berperilaku baik sesuai etika dan

moral. Sikap-sikap baik dapat ditumbuhkan pada diri siswa ADHD dengan berbagai cara seperti nasehat, diskusi, pemberian motivasi, dan sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhtadi (2009) yang menyebutkan bahwa sikap-sikap baik seperti empati dan tanggung jawab dapat ditumbuhkan melalui keteladanan, cerita bermoral, teguran secara verbal, pengalaman langsung, kebersamaan dalam bermain, dan pembiasaan. Dalam penelitian ini, sikap tanggung jawab dan empati subjek mulai pada fase intervensi, di mana pada fase tersebut guru kelas secara langsung dan terus menerus memberi teguran dan nasehat setiap kali subjek berperilaku maladaptif.

Meskipun terjadi perubahan perilaku pada subjek, penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu perlu diperhatikan, antara lain penelitian tentang perilaku ini membutuhkan waktu yang cukup lama, hal tersebut dikarenakan subjek belum terbiasa dengan

(14)

commit to user Selain itu, proses untuk mengatasi

atau mengurangi perilaku maladaptif ini membutuhkan kerja sama semua pihak, tidak hanya subjek dengan peneliti dan guru kelas atau guru mata pelajaran saja. Partisipasi dari teman sekelas subjek juga diperlukan, supaya tidak muncul perilaku lain yang tidak diinginkan. Pemberian intervensi, sanksi, dan penghargaan lebih efektif jika diberikan oleh pihak yang ditakuti atau disegani oleh subjek (misalnya guru kelas).

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat diketahui bahwa teknik behavior contract dapat mengurangi perilaku maladaptif siswa ADHD dengan efektif. Kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk penelitian lain selanjutnya supaya lebih baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa behavior contract dapat mengurangi 3 target perilaku maladaptif subjek penelitian yang merupakan siswa ADHD daat kegiatan pembelajaran berlangsung. Frekuensi target

perilaku 1 yang berupa mengganggu teman secara verbal dan nonverbal berangsur-angsur menurun pada fase intervensi-1 dengan pola yang konsisten. Frekuensi target perilaku 2 yang berupa menyela penjelasan guru juga berangsur-angsur menurun pada fase intervensi-2 dengan pola awal kurang stabil. Target perilaku subjek mengalami sedikit keterlambatan mencapai stabilitas, yaitu dimulai pada sesi ke-8 dari 13. Frekuensi target perilaku 3 yaitu tidak dapat menahan diri terhadap makanan dan minuman juga berkurang pada fase intervensi dengan pola yang berbeda. Target perilaku 3 ini sudah tampak stabil dari sesi ke-4.

Dengan hasil penelitian ini, dapat disarankan agar teknik

behavior contract diterapkan juga untuk mengatasi hambatan akademik yang disebabkan oleh perilaku belajar siswa yang kurang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, MIF. & Sugiarmin, M. (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD.

(15)

commit to user Komalasari, G., Wahyuni, E., &

Karsih. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks. Kurniawati, R. (2014). Penanaman

Karakter Tanggung Jawab Siswa pada Pelaksanaan Ulangan Harian dalam Mata Pelajaran PKn: Studi Kasus Siswa Kelas VII B MTs Muhammadiyah 07 Klego Boyolali Tahun Ajaran 2013/2014. Artikel diperoleh 8

Mei 2016 dari

http://www.eprints.ums.ac.id. Latipun. (2008). Psikologi

Konseling. Malang: UMM Press. Martin, G. L. (2008). Terapi untuk

Anak ADHD. Terj. T. Hendi. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer (Buku asli diterbitkan 1998). Martin, G. & Pear, J. (2011).

Behavior Modification: What It Is and How To Do It. Boston: Prentice Hall.

Muhtadi, A. (2009). Pengembangan Empati Anak Sebagai Dasar Pendidikan Moral. Artikel diperoleh 8 Mei 2016 dari http://www.staff.uny.ac.id.

Praptiningrum, N. 2010. Fenomena Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Versi elektronik. Jurnal Pendidikan Khusus, 7 2, 32-39. Diperoleh 4 Januari 2016, dari http://www.journal.uny.ac.id. Strahun, J., O’Connor, A. &

Peterson, R. L. (2013). Behavior Contracting. Diperoleh 20

Januari 2016 dari

http://www.k12engagement.unl.e d.

Sunanto, J., Takeuchi, K. & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian dengan Subyek Tunggal.

Diperoleh 20 Januari 2016 dari http://www.tsukuba.ac.jp.

US Department of Education. (2006). Teaching Children With Attention Deficit Hyperactivity Disorder: Instructional Strategies and Practices.

Diperoleh 20 Januari 2016 dari http://www2.ed.gov.

Wood, D. et al. (2005). Kiat Mengatasi Gangguan Belajar.

Terj. Ivan T. & Ernestina V. Yogyakarta: Katahati.

Gambar

Tabel 1. Frekuensi  Perilaku  Mengganggu  Teman  Verbal  dan  Nonverbal  Baseline-1
Tabel 3. Frekuensi  Perilaku  Menyela  Penjelasan  Guru  Baseline-2  Sesi  Menyela  1  18  2  17  3  17  4  17  5  19  6  19  7  19  Rata-rata  18
Tabel 5. Frekuensi  Tidak  Dapat  Menahan  Diri  Terhadap  Makanan  dan  Minuman  Saat Pelajaran Baseline-3
Gambar 1.  Perubahan Frekuensi Perilaku Maladaptif Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah diharapkan mampu menguasai konsep teoritik kelembagaan tentang partai, pemilu, dan dinamikanya di Indonesia sehingga mereka memiliki

Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan

Skripsi Dengan Judul “Uji Resistensi Gulma Praxelis clematidea, Digitaria ciliaris, dan Cyperus kyllingia yang Terpapar Herbisida dari Perkebunan Nanas Lampung Tengah Terhadap

Sebaiknya standar dibuat selalu baru setiap saat melakukan pengujian, standar pada pengujian dengan q-PCR ini sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat

Demikian juga hal nyaperkawinan Hutagaol dengan ibotonya lain ibu yang terjadi di Sigumpar, mereka diusir dan sampai sekarang tidak diketahui dimana berada (dari sinilah informasi

Dari 40 orang yang dilakukan pemeriksaan ada 14 orang dengan kadar kolesterol diatas 200 mg/dl, maka orang ini bisa didiagnosa dengan hiperglikemia, namun tidak

Masukan dari serikat pekerja sebagai bentuk kontribusi mereka adalah: (a) memasukkan modul pekerja rumah tangga/migran ke dalam program pelatihan mereka; (b) advokasi dan

Kendala yang sering dihadapi dalam pembinaan anak jalanan melalui rumah singgah Holi adalah seperti masalah pendanaan untuk pembinaan serta tenaga sosial yang. diperlukan