• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI

PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI

LAMPUNG

Sunaryo1, Laily Rahmawati 09066377842

1

Departemen Teknik Mesin, 2Mahasiswa Teknik Perkapalan Universitas Indonesia

Abstrak :

Klaster industri perkapalan merupakan salah satu cara yang dinilai bisa menjadi solusi terhadap permasalahan galangan nasiona, seperti delivery time. Salah satu wilayah yang dinilai potensial untuk dijadikan lokasi pengembangan klaster industri perkapalan adalah kabupaten Tanggamus. Skripsi ini membahas perencanaan pengembangan klaster industri perkapalan di kabupaten Tanggamus berdasarkan peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Penelitian ini dibatasi hanya pada perancangan tata letak kawasan industri perkapalan berdasarkan kondisi geografis dan RTRW 2011-2013 kabupaten Tanggamus serta target produksi galangan sesuai dengan peta panduan yang telah dibuat oleh Kementrian Perindustrian dan potensi pasar galangan nasional menggunakan program AutoCad 2010.

Kata kunci:

(2)

1. PENDAHULUAN

Semenjak diberlakukannya azas cabotage melalui inpres nomor 5 tahun 2005 kebutuhan armada nasional semakin meningkat. Jumlah armada pelayaran nasional meningkat dengan pesat, yaitu dari 6041 unit atau 5,67 juta GT pada 31 Maret 2005 menjadi 12047 unit atau 17,108 juta GT pada 30 Maret 2013 (Incafo, Indonesia, Kedaulatan dan Negara Maritim, 2013). Kemudian pada tahun 2012 diketahui bahwa 30% dari jumlah armada pada saat itu, yakni 11.495 unit sudah berusia lebih dari 20 tahun (bahan presentasi pada seminar Incafo oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2013) berarti, selang waktu 5 tahun ke depan keberadaan kapal – kapal tersebut harus digantikan dengan yang baru. Selain itu, kapal – kapal tersebut juga harus menjalani perawatan rutin (docking) untuk menjaga kondisi laik laut. Berdasarkan perkiraan INSA (Indonesia National Ship-owners Association) saat ini kebutuhan nasional akan reparasi kapal sekitar 17 juta GT dan bangunan baru sekitar 700 sampai 1000 unit atau sekitar 1 juta GT (Sunaryo, 2012).

Melihat pangsa pasar yang begitu besar, jumlah galangan nasional yang hanya kurang lebih 260 unit dengan kapasitas total 600.000 GT untuk bangunan baru dan 9,5 juta GT (Sunaryo, 2012) untuk reparasi tentu tidak akan mampu untuk menggarapnya. Ditambah lagi dengan masalah produktivitas galangan karena hambatan modal ataupun pasokan barang mengakibatkan delivery time sering tidak tepat waktu. Dampak dari masalah delivery time ini adalah pembengkakan ongkos produksi bangunan baru maupun reparasi. Guna mengamankan dan mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri sebagai base load untuk pengembangan industri perkapalan, pemerintah membuat berbagai kebijakan guna memajukan industri perkapalan, salah satunya peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2009.

Konsep klaster industri perkapalan ialah mengumpulkan industri galangan dan industri penunjangnya dalam satu kesatuan organisasi yang saling berkomitmen untuk mewujudkan visi dan misi klaster dengan lokasi yang terkonsentrasi secara geografis. Lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia) (Bhinukti, 2011). Konsep seperti ini akan meningkatkan efisiensi kinerja galangan sebab adanya kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku, suku cadang, mesin, dan peralatan serta bahan lainnya bahkan financial untuk pembangunan dan reparasi kapal. Sehingga, diharapkan bisa menjadi solusi dari permasalahan delivery time.

Konsep klaster industri ini memiliki perbedaan dengan kawasan industri dari segi lingkup wilayahnya. Kawasan industri lebih merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang serupa di suatu lokasi. Suatu atau beberapa kawasan industri bisa merupakan

bagian integral dan sebagai “titik masuk (entry point)” dari upaya pengembangan (perkuatan) klaster industri (Taufik, 2003). Hal tersebut juga senada dengan pemahaman Marshallian bahwa kawasan industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan (Becattini, 1990).

(3)

perairannya tenang, sehingga tidak memerlukan pemecah ombak.

Disamping itu, teluk ini diliputi oleh bebatuan cadas yang datar di sepanjang garis pantainya sekitar 100 meter dari garis pantai. Sedimentasi dari tanah sangat kecil sebab sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya sedikit. Sehingga, abrasi oleh air laut dan erosi dari tanahnya pun sangat kecil. Kepadatan penduduk di sepanjang teluk ini pun masih sangat jarang, sehingga masih leluasa untuk membangun perindustrian di sini.

Selain itu, pemerintah daerah kabupaten Tanggamus telah menetapkan program pembangunan kawasan industri maritim dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten Tanggamus 2011-2031 sebagai salah satu sub kawasan strategis kabupaten Batu Balai. Hal ini menjadi kekuatan bagi pengembangan klaster industri perkapalan di kabupaten Tanggamus dimana klaster industri perkapalan ini merupakan bagian dari kawasan industri maritim tersebut.

Agar klaster industri perkapalan yang dikembangkan tepat sasaran, diperlukan perencanaan yang tepat dalam segala hal termasuk perancangan tata letak. Dalam penelitian ini, penulis mencoba merancang tata letak kawasan industri perkapalan di kabupaten Tanggamus yang merupakan kawasan inti dari klaster industri perkapalan berdasarkan kondisi geografis dan RTRW 2011-2013 mengenai program pembangunan kawasan industri maritime kabupaten Tanggamus serta target produksi galangan sesuai dengan peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan dan potensi pasar galangan nasional dengan menggunakan program AutoCad 2010.

2. STUDI LITERATUR

Istilah klaster sendiri memiliki beberapa definisi. Secara harfiah, klaster (cluster) memiliki definisi sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek

tertentu yang memiliki keserupaan atas dasar karakteristik tertentu. Porter mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga – lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling

terkait karena “kebersamaan (commonalities) dan komplementaritas” (Porter, 1990).

Literatur lain menyebutkan bahwa definisi dari klaster industri adalah kelompok industri dengan focal atau core industri yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry (Deperindag 2000).

Menurut buku “Panduan Penyusunan

Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster

Industri”, dijelaskan bahwa lingkup geografis

klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia).

Lyon Atherton (2000) berpendapat bahwa terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri terlepas dari perbedaan struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu: 1. Komonalitas/ keserupaan/ kebersamaan/ kesatuan (commonality); yaitu bahwa bisnis – bisnis beroperasi dalam bidang – bidang

“serupa” atau terkait satu dengan lainnya

dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama.

2. Konsentrasi (concentration); yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis – bisnis yang dapat dan benar – benar melakukan interaksi. 3. Konektivitas (connectivity); yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/ bergantung (interconnected/ linked/

interdependent organizations) dengan

beragam jenis hubungan yang berbeda.

Suatu klaster industri juga harus memiliki komitmen bersama untuk saling mendukung kelancaran rantai produksi yang menjadi spesifik dari klaster industri tersebut (Andri Warsono, 2012).

(4)

hubungan antar keenam elemen tersebut seperti pada gambar 2.

Gambar 2 Hubungan antar elemen klaster industri

Pada umumnya, proses pembangunan kapal terdiri dari beberapa fase, yaitu fase desain, produksi, pengetesan, dan pengiriman (Gambar 1).

Gambar 1. Proses pembangunan kapal

Sebuah klaster industri perkapalan terdiri dari enam elemen industri, yaitu:

1. Industri inti : Galangan kapal

2. Industri pemasok : Industri bahan baku kapal (baja, kayu, bahan baku fibre glass), permesinan kapal, peralatan dan perlengkapan kapal, bahan bakar kapal, material pengelasan, cat kapal, katoda, mebel kapal (distributor), bukaan kapal 3. Industri pendukung : Subkontraktor,

konsultan, asuransi, bank, industri pengolahan limbah

4. Industri terkait : Karoseri, mebel 5. Industri pengguna/pembeli : Industri

transportasi, pertahanan, kepelabuhan, pariwisata, perikanan, lepas pantai

6. Institusi pendukung : Pemerintah, BPPT, INSA, NaSDEC, perguruan tinggi, sekolah teknik

3. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan, yaitu studi analisis terhadap: 1. Kondisi kabupaten Tanggamus dan 2. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

kabupaten Tanggamus 2011-2031 terkait program pembangunan kawasan industri maritim, untuk merencanakan cakupan wilayah,

3. Peraturan nomor

124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan dan

4. Potensi pasar galangan nasional, untuk memperkirakan target klaster sebagai acuan penentuan jenis, jumlah, dan kapasitas galangan yang akan dibangun.

Hasil dari analisis tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan tata letak kawasan dengan menggunakan program AutoCad.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil dari studi analisis adalah sebagai berikut:

4.1Kondisi Kabupaten Tanggamus

(5)

aktivitas kapal nelayan yang mencari ikan di sekitar teluk. Pesisir ini juga tidak rentan terhadap abrasi oleh air laut sebab diliputi oleh bebatuan cadas yang datar di sepanjang garis pantainya sekitar 100 meter dari garis pantai. Erosi dari tanahnya pun sangat kecil sebab sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya sedikit.

Kabupaten Tanggamus terbagi menjadi 20 kecamatan. Beribukota di kecamatan Kota Agung yang berbatasan dengan Kota Agung Barat dan Kota Agung Timur. Persebaran kecamatan tersbut sbagaimana pada gambar 3.

Gambar 3 Peta kabupaten Tanggamus

Tanggamus berseberangan dengan kota Cilegon (hanya dipisahkan oleh selat Sunda) yang memiliki banyak kawasan industri. Beberapa industri di sana ada yang bisa ditarik menjadi anggota klaster, misalnya PT. Krakatau Steel sebagai pemasok baja untuk pelat kapal.

4.2RTRW Tanggamus 2011-2031

Dalam RTRW kabupaten Tanggamus 2011-2031 terkait program pengembangan kawasan industri maritim ditetapkan lokasi dari kawasan tersebut, yaitu:

1. Di ujung timur kecamatan Kot Agung Timur seluas 400 hektar, dan

2. Di kecamatan Limau dan Cukuh Balak seluas 4600 hektar.

Klaster industri perkapalan yang direncanakan merupakan bagian dari kawasan industri maritim tersbut.

Berdasarkan kondisi dari kabupaten Tanggamus dan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten tanggamus 2011-2031, maka cakupan wilayah klaster direncanakan meliputi lahan di perbatasan antara kecamatan Kota Agung Timur dengan kecamatan Limau seluas 400 hektar dan kota Cilegon, dalam hal ini hanya beberapa industri di kota Cilegon yang dapat menunjang industri perkapalan. Industri inti (galangan) akan dibangun di sepanjang pesisir teluk Semangka, sedangkan industri penunjang dibangun di samping dan di seberang galangan. Untuk permukiman dan fasilitas umum dan sosial akan tersebar di dekat galangan dan industri penunjang guna mempermudah akses para pekerjanya untuk menuju lokasi.

4.3 Peraturan No.124/M-IND/PER/10/2009

Dalam peraturan nomor

124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road

map) pengembangan klaster industri

perkapalan disebutkan bahwa sasaran dari pengembangan klaster industri perkapalan di Indonesia terkait dengan kapasitas galangan adalah sebagai berikut:

1. Jangka Menengah (2010 – 2014)

 Meningkatnya jumlah dan kemampuan industri perkapalan/galangan kapal nasional dalam pembangunan kapal sampai dengan kapasitas 150.000 DWT. 2. Jangka Panjang (2010 – 2025)

 Adanya galangan kapal nasional yang memiliki fasilitas produksi berupa building

berth/graving dock yang mampu

membangun kapal dan mereparasi kapal/docking repair sampai dengan kapasitas 300.000 DWT untuk memenuhi kebutuhan di dalam maupun luar negeri (World Class Industry).

4.4Potensi Pasar Galangan Nasional

(6)

DWT hingga di atas 10.000 DWT. Ini berarti, rata – rata pertumbuhannya sekitar 12,4% atau sekitar 750 unit kapal per tahun. Jika diasumsikan 25% dari jumlah armada tersebut dibangun secara baru maka akan ada permintaan untuk bangunan baru sekitar 187 unit. Sedangkan kapasitas galangan nasional per 2013 untuk bangunan baru kapal jumlah fasilitas produksinya hanya 160 unit.1 Waktu yang dibutuhkan untuk membangun 1 unit bangunan baru oleh galangan nasional saat ini rata – rata 1 tahun. Artinya, dengan jumlah fasilitas produksi yang dimiliki galangan nasional saat ini per tahunnya baru mampu memproduksi 160 unit kapal. Jika 15% saja dari jumlah unit bangunan baru yang belum mampu digarap oleh galangan nasional dikerjakan oleh galangan di kawasan perkapalan ini, maka setiap tahunnya akan ada 4 unit bangunan baru yang diproduksi. Diasumsikan setiap galangan memproduksi 1 unit bangunan baru setiap tahunnya. Berarti akan ada 4 galangan yang dibangun. Dari jumlah kapal di atas, persebaran ukuran kapal memiliki prosentase terbesar pada kapal ukuran kurang dari 500 DWT.

Di samping itu, kapal – kapal tersebut juga membutuhkan reparasi rutin. Jumlah armada yang ada saat ini sebanyak 12.047 unit. Sedangkan kapasitas galangan nasional per 2013 untuk reparasi kapal jumlah fasilitas produksinya hanya 240 unit. Waktu yang dibutuhkan untuk reparasi kapal (lama doking) oleh galangan nasional saat ini rata – rata antara 1 pekan hingga 1 bulan tergantung jenis reparasinya. Untuk pengkalkulasian, jika dianggap waktu yang dibutuhkan untuk reparasi per kapal adalah 2 pekan, maka dengan jumlah fasilitas yag dimilikinya saat ini galangan nasional baru mampu melakukan reparasi kapal sebanyak 5760 unit. Jika 5% saja dari jumlah unit kapal yang belum mampu digarap oleh galangan nasional direparasi oleh galangan di kawasan perkapalan ini, maka setiap tahunnya akan ada 315 unit kapal yang direparasi.

1

Data Iperindo, disampaikan pada seminar INCAFO 2013

Kemudian, pada tahun 2012 tercatat jumlah kapal yang berusia 21 sampai 25 tahun adalah 9% dan yang berusia di atas 25 tahun 21% dari jumlah kapal pada tahun itu 11.495 unit. Sehingga, 5 tahun kedepan sedikitnya ada 3447 unit kapal yang berusia di atas 25 tahun. Jika 1% saja dari jumlah tersebut discrap, maka akan 34 unit kapal yang mengantri untuk discrap. Maka akan ada scrapyard yang dibangun di kawasan industri perkapalan ini. Selain itu, di kabupaten Tanggamus terdapat kampung nelayan dan banyak wisata bahari. Sehingga, boatyard juga potensial dikembangkan di klaster ini.

Berdasarkan potensi pasar yang telah dipaparkan di atas, pada kawasan industri perkapalan ini akan dibangun beberapa galangan, yaitu:

1. Satu buah galangan besar, 2. Satu buah galangan menengah, 3. Dua buah galangan kecil, 4. Satu buah boatyard, dan 5. Satu buah scrapyard

4.5Usulan Karakteristik Galangan

(7)

Gambar 4 Kapasitas industri galangan nasional (reparasi) berdasarkan jumlah

fasilitasproduksi tahun 2013 Sumber: Iperindo

Dari grafik kapasitas industri galangan nasional tahun 2013 dapat dilihat bahwa untuk jumlah unit fasilitas reparasi perbandingan antara unit untuk kapal dengan bobot kurang dari 500 DWT : 500-10000 DWT : lebih dari 10000 DWT adalah 121 : 83 : 10. Sehingga, dengan jumlah target total tiap tahunnya sebanyak 315 kapal, maka dapat diperkirakan :

- Untuk galangan kecil (<500 DWT) jumlah targetnya sebanyak 178 kapal. Akan dibuat 2 galangan kecil, sehingga tiap galangan akan memperoleh target 89 kapal. Dengan asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal, maka dok yang dibutuhkan galangan sebanyak 4 dok.

- Untuk galangan menengah (500-10000 DWT) jumlah targetnya sebanyak 122 kapal. Dengan asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal, maka dok yang dibutuhkan galangan sebanyak 5 dok.

- Untuk galangan besar (>10000 DWT) jumlah targetnya sebanyak 15 kapal. Dengan asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal, maka dok yang dibutuhkan galangan sebanyak 1 dok. Namun, akan diusulkan membangun 2 dok untuk menangkap pangsa pasar berupa kapal – kapal yang akan dikonversi. Lama proses konversi kapal rata

– rata memakan waktu 1 tahun.

Mengenai karakteristik dari masing – masing galangan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Galangan pada klaster ini akan dikavling dengan luas tiap kavling 400 x 100 meter. Penentuan panjang kavling disesuaikan dengan kebutuhan lahan untuk galangan besar yang akan dijelaskan selanjutnya.

1. Galangan besar

a. Produk : Ship building and repair

b. Ukuran : 10.000 s.d 300.000 DWT

c. Material : Baja

d. Tipe kapal : Barang, penumpang, ferry roro, tanker, peti kemas, curah, tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan, LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO e. Perencanaan ukuran : Luas 16 hektar

(4 kavling). Asumsi berdasarkan sasaran jangka panjang klaster ini, yaitu mampu membangun dan mereparasi kapal sampai kapasitas 300.000 DWT. Kapal berkapasitas 300.000 DWT rata-rata memiliki panjang 300 meter dan lebar tidak lebih dari 70 meter. Perbandingan lebar dan panjang kapal ukuran >10.000 DWT untuk mendapatkan lebar yang lebih besar adalah 1:5, sehingga lebar galangan direncanakan 400 meter dengan asumsi akan dibangun 3 dok.

2. Galangan menengah

a. Produk : Ship building and repair

b. Ukuran : 500 s.d 10.000 DWT c. Material : Baja

d. Tipe kapal : Barang, penumpang, ferry roro, tanker, peti kemas, curah, tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan, LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO e. Perencanaan ukuran : Luas 12 hektar

(3 kavling). Kapal berkapasitas 500 sd. 10.000 DWT panjangnya tidak lebih dari150 meter dan lebar tidak lebih dari 40 meter. Perbandingan lebar dan panjang kapal ukuran tersebut untuk mendapatkan lebar yang lebih besar adalah 1:4, sehingga lebar galangan direncanakan 300 meter dengan asumsi akan dibangun 6 dok.

3. Galangan kecil

a.Produk : Ship building and repair b.Ukuran : < 500 DWT

c.Material : Baja

(8)

e.Perencanaan ukuran : Luas 8 hektar (2 kavling). Kapal berkapasitas <500 DWT panjangnya tidak lebih dari100 meter dan lebar tidak lebih dari 25 meter. Perbandingan lebar dan panjang kapal ukuran tersebut untuk mendapatkan lebar yang lebih besar adalah 1:4, sehingga lebar galangan direncanakan 200 meter dengan asumsi akan dibangun 5 dok.

4. Boat yard

a.Produk : Boat building and repair b.Ukuran : < 500 DWT

c.Material : Fibre glass

d.Tipe kapal : Penumpang, Rumah sakit, Patroli, Pemadam kebakaran, SAR, Speed boat, ikan

e.Perencanaan ukuran : Luas 4 hektar (1 kavling).

5. Scrapyard

a.Produk : Scrapping b.Ukuran : Semua ukuran

c.Material : Kapal dari material apapun d.Tipe kapal : Semua jenis kapal

e.Perencanaan ukuran : Luas 4 hektar (1 kavling). Lama waktu yang dibutuhkan untuk scrapping kapal rata-rata 1 bulan. Dengan jumlah target 34 kapal dalam 1 tahun maka galangan ini harus mampu melakukan scrapping 3 kapal sekaligus. Kapal di Indonesia lebih banyak yang berukuran <10.000 DWT dimana panjangnya tidak lebih dari 150 meter dan lebarnya tidak lebih 40 meter. Pada galangan ini lahan dibutuhkan untuk penempatan besi bekas (lahan terbuka), gudang komponen kapal yang masih bisa dijual, penempatan alat berat, dan kantor (termasuk toilet, kantin, musola). Sehingga, hanya dibutuhkan 1 kavling untuk galangan ini.

4.6Layout

Pada lahan seluas 400 hektar akan dibangun: 1. 20 kavling galangan di sepanjang

pesisir teluk Semangka dengan luas tiap kavling 400 m x 100 m.

2. 63 kavling untuk industri penunjang dengan luas tiap kavling 100 m x 100 m di

seberang kavling galangan dan 18 kavling di samping kavling galangan.

3. 20 kavling di depan kavling galangan untuk pergudangan.

4. 134 kavling untuk perkantoran dan pertokoan dengan luas tiap kavling 10 m x 10 m. Kavling ini diletakkan di antara kavling industri penunjang dan permukiman untuk kemudahan akses para penggunanya. 5. Permukiman seluas 130 ha yang

tersebar di beberapa tempat, sebagian besar di samping industri penunjang dan sebagian kecil di dekat galangan.

Dapat dilihat penggambaran layout tersebut pada gambar 4 (terlampir).

5. KESIMPULAN

Dalam membuat rancangan tata letak sebuah klaster industri perkapalan di Indonesia perlu mempertimbangkan kondisi wilayah yang akan dijadikan lokasi klaster, kebijakan pemerintah setempat, dan potensi pasar galangan nasional.

6. DAFTAR PUSTAKA

Porter, M. E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press.

Aisyah, E. N. (2011). Klaster Industri Mebel Klender. depok: Universitas Indonesia.

Sunaryo. (2012). Study on The Possibility of Establishing Shipbuilding Cluster in Lampung Province Sumatra Indonesia as Pilot Project in Conjunction with Government's Program on MP3EI. journal universitas indonesia .

Nugroho, B. P. (2011). Panduan Pengembangan Klaster Industri. Jakarta: BPPT.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2013). Beyond Cabotage untuk Kebangkitan Industri Perkapalan Nasional. Seminar Incafo. Jakarta: Incafo.

Warsono, A. (2012). Pola Klaster Industri Perkapalan untuk Mendorong

(9)

Gambar

Gambar 2 Hubungan antar elemen klaster
Gambar 4 Kapasitas industri galangan

Referensi

Dokumen terkait

§ Tr ansist or adalah k om ponen sem ikondukt or yang m em iliki 3 kaki at au lebih dan dapat m enguat kan daya yang dit er im anya. § Dapat digunakan sebagai penguat sinyal

Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan

[r]

Pernyataan dari X dan Y yang memutuskan untuk menjalin hubungan dengan perempuan Adanya pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang antara mereka-mereka yang memiliki

Menurut Gorda (2004:193) berbagai keputusan dan kebijaksanaan bisnis yang diputuskan, berbagai rencana dan program kerja yang akan diimplementasikan keseluruhannya

Frekuensi resonansi antena sangat ditentukan oleh parameter dimensi dan permitivitas substrat antena. Umumnya untuk mendapatkan frekuensi resonansi tersebut dibutuhkan

Pada penelitian ini mencari hubungan antara panjang ulna dengan jenis kelamin dan tinggi badan didapatkan hubungan yang signifikan sehingga pada pengukuran panjang ulna

Dari penelitian yang dilakukan, maka didapatkan hasil perancangan ulang perosotan, panjatan globe, panjatan setengah lingkaran, ayunan adalah dalam bentuk gambar 2