• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN TINGGI BADAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN TINGGI BADAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

The Indonesian Association of Forensic Medicine Proceeding Annual Scientific Meeting 2017

HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN

TINGGI BADAN

Dadan Rusmanjaya1, R.P Uva Utomo2, Bianti H. Machroes2 Abstrak

Jenis kelamin dan tinggi badan merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam identifikasi. Perkiraan yang paling tepat untuk pengukuran Tinggi Badan dapat dihitung dengan tulang panjang. Ulna merupakan tulang panjang yang sering digunakan untuk menentukan tinggi badan maupun jenis kelamin. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran panjang ulna untuk mengetahui adanya hubungan antara panjang ulna dan jenis kelamin dengan tinggi badan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 167 sampel (46 orang laki-laki dan 121 orang perempuan). Penentuan jenis kelamin dan pengukuran tinggi badan serta panjang ulna. Pengukuran menggunakan satu meteran dengan unit centimeter oleh 1 (satu) pemeriksa secara bergantian. Pengukuran tinggi badan dari puncak kepala (vertex) sampai ke tumit (heel) dan pengukuran panjang ulna dari proksimalolecranon sampai ujung distal processus styloideus ulna. Berdasarkan uji Pearson terdapat hubungan signifikan (p<0,05) antara panjang ulna kanan dan kiri dengan tinggi badan laki-laki dan perempuan. Berdasarkan uji spearman rho terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara panjang ulna kanan dan kiri dengan jenis kelamin. Berdasarkan backward linier regresion didapatkan empat hubungan antara panjang ulna dengan tinggi badan pada masing-masing jenis kelamin. Pada penelitian ini mencari hubungan antara panjang ulna dengan jenis kelamin dan tinggi badan didapatkan hubungan yang signifikan sehingga pada pengukuran panjang ulna dapat menentukan tinggi badan seseorang. Parameter identifikasi yang dapat digunakan yaitu jenis kelamin dan tinggi badan. Pengukuran tinggi badan berhubungan dengan panjang tulang panjang.

Kata Kunci: Forensik, Forensik Antropologi, Tulang Panjang, Jenis Kelamin, Tinggi Badan

Afiliasi Penulis : 1. Program Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi Semarang, 2. Staf Medis KSM Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr.Kariadi Semarang.

Korespondensi: dr. Dadan Rusmanjaya, email Rusmanjaya.dadan@gmail.com, Telp/Hp: (024) 8413993.

PENDAHULUAN

Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras oleh karena

matriks ekstraselularnya mengalami

kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut organik. 1

Dapat dibedakan dua jenis tulang, yakni tulang kompakta dan tulang spongiosa. Perbedaan antara kedua jenis tulang tadi ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan lapisan substansia spongiosa di sebelah dalam, kecuali apabila masa substansia spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum).2

Menghitung tinggi badan dengan tulang merupakan elemen penting dari ilmu

forensik. Perkiraan yang paling tepat

berdasarkan pada tulang panjang di

ekstremitas bawah atau ekstremitas atas. Ulna adalah tulang panjang yang sering digunakan untuk memperkirakan tinggi badan. Sejumlah penulis telah menyelidiki

estimasi tinggi badan berdasarkan

pengukuran ulna dan tulang lain dari ekstremitas atas (Rao et al, 1989;. Badkur dan Nath, 1990; Mall et al, 2001.).

Beberapa penulis telah memaparkan persamaan metode berdasarkan tulang panjang (Breitinger 1937; Telkkä, 1950;

(2)

Trotter dan Gleser, 1958; Muñoz et al, 2001); namun ternyata juga diketahui bahwa rumus yang berlaku untuk satu populasi tidak selalu memberikan hasil yang akurat untuk populasi lain.

Beberapa penulis telah memaparkan persamaan metode berdasarkan tulang panjang (Breitinger 1937; Telkkä, 1950; Trotter dan Gleser, 1958;. Muñoz et al, 2001); namun ternyata juga diketahui bahwa rumus yang berlaku untuk satu populasi tidak selalu memberikan hasil yang akurat untuk populasi lain. Seorang peneliti yang pertama kali melaporkan ini pada tahun 1899, yang

menyatakan bahwa metode formula

diturunkan untuk satu populasi seharusnya hanya diterapkan pada kelompok lain dengan hati-hati. Pada tahun 1929, Stevenson membenarkan adanya perbedaan antar-populasi sehubungan dengan estimasi tinggi badan (Lundy, 1985). Kebanyakan penelitian sejak saat itu telah menekankan bahwa rumus regresi untuk estimasi tinggi badan harus spesifik pada populasi tertentu (Krogman dan Iscan, 1986).

Rumus diturunkan oleh Trotter dan Gleser (1958) merupakan yang paling sering digunakan untuk estimasi tinggi badan. Di Turki, rumus Trotter-Gleser untuk kulit putih telah paling banyak digunakan untuk studi forensik dan antropologi; Namun, akurasi formula ini untuk penduduk Turki belum dievaluasi secara rinci.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian dengan consecutive sampling didapatkan jumlah sampel sebanyak 167 sampel (46 orang laki-laki dan 121 orang perempuan) dengan rentang usia pria dan wanita pada usia 21-25 tahun pada tanggal 27 Januari 2017 sampai

dengan 7 Februari 2017. Hipotesis pada penelitian ini yaitu pengukuran panjang tulang ulna dapat menentukan jenis kelamin dan tinggi badan seseorang dan rumus penentuan

tinggi badan dengan menggunakan

pengukuran panjang tulang ulna. Untuk

mendapatkan data, peneliti Membuat

formulir informed consent sebagai instrument pengumpulan data, melakukan informed

consent terhadap subjek penelitian,

melakukan pengumpulan data-data dengan menggunakan instrument penelitian berupa formulir consent yang diisi oleh mahasiswa/I dan pengukuran langsung tinggi badan dan panjang tulang ulna mahasiswa/I tersebut,

melakukan pengolahan, analisis dan

interpretasi data, penulisanlaporan penelitian. Pengukuran menggunakan satu meteran dengan unit centimeter oleh 1 (satu) pemeriksa secara bergantian. Pengukuran tinggi badan dari puncak kepala (vertex) sampai ke tumit (heel) dan pengukuran panjang ulna dari proksimalolecranon sampai ujung distal processus styloideus ulna.

Data yang diperoleh di olah

menggunakan SPSS for Windows versi 20 dengan tingkat kemaknaan yang digunakan besarnya 0,05. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji statistik Kolmogorov - Smirnov, dilakukan dalam batas kepercayaan (α = 0,05) yang berarti bila diperoleh nilai p ≤ 0,05 ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara variabel bebas dan variabel tergantung 167 subyek diikutsertakan dalam penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 46 laki-laki dan 121 perempuan. Pada Tabel 1 tercantum distribusi panjang ulna kanan dan kiri pada Pria serta Wanita. Berdasarkan Tabel 2 pada uji Uji pearson Hubungan Antara

Panjang Ulna dengan Tinggi Badan

(3)

tidak terdistribusi normal dengan nilai p< 0,05. Kemudian dilakukan uji korelasi pearson.

Pada uji korelasi pearson didapatkan

hubungan yang bermakna Panjang Ulna dengan Tinggi Badandengan nilai p < 0,05 (Tabel 3). Pada uji korelasi Spearmens didapatkan hubungan yang bermakna Antara Panjang Ulna dan Jenis Kelamindengan tinggi badan dengan nilai p < 0.05 (Tabel 4). Pada Tabel 5 menunjukan hasil uji regresi linear dalam menentuan rumus yang dapat digunakan dalam menentukan tinggi badan. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Distribusi Panjang Ulna Kanan dan Kiri pada Pria serta Wanita

Tabel 2. Uji pearson Hubungan Antara Panjang

Tabel 3. Hubungan Antara Panjang Ulna dengan Tinggi Badan dengan Uji Pearson

Tabel 4. Hubungan Antara Panjang Ulna dan Jenis Kelamin dengan Uji Spearman

Tabel 5. Uji Regresi Linear Terhadap Tinggi Badan

Terdapat perbedaan tinggi badan pada pria dibanding perempuan, hal ini disebabkan Tinggi badan berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Menurut Supariasa (2002) hal tersebut berdasarkan dua faktor, yaitu:

1. Faktor Internal a. Genetik

Pada usia dewasa seks hormon berkontribusi dalam remodeling tulang dengan memperlambat penyerapan tulang lama dan mempercepat deposit tulang baru (Tortora dan Derrickson, 2011).

b. Jenis Kelamin

Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan (Snell, 2012).

(4)

2. Faktor Eksternal a. Lingkungan

Lingkungan pra natal dari masa konsepsi sampai lahir mempengaruhi bayi yang akan dilahirkan menjadi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan lahir mati. Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, seperti ras/suku bangsa, jenis

kelamin, umur, gizi, perawatan

kesehatan, kepekaan terhadap

penyakit infeksi dan kronis, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Supariasa, 2002). b. Gizi

Beberapa zat gizi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan remodeling tulang adalah mineral dan vitamin. Sejumlah besar kalsium dan fosfat

dibutuhkan dalam proses

pertumbuhan tulang, dan sejumlah

kecil magnesium, fluoride dan

mangan. Vitamin A menstimulasi

aktivitas osteoblas. Vitamin C

dibutuhkan untuk mensintesis kolagen, protein utama dari tulang. Vitamin D

membantu pertumbuhan tulang

dengan carameningkatkan absorbsi kalsium dari makanan pada sistem gastrointestinal ke dalam darah. Vitamin K dan B12 juga dibutuhkan untuk sintesis protein tulang (Tortora dan Derrickson, 2011).

c. Obat-obatan

Pemakaian beberapa jenis obat juga

dapat mengganggu metabolisme

tulang. Jenis obat tersebut antara lain

kortikosteroid, sitostatika

(metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu dapat meningkatkan

resiko terkena osteoporosis.

Pengobatan tiroid juga berperan

terhadap timbulnya osteoporosis

(Supariasa, 2002). d. Penyakit

Beberapa penyakit dapat

menyebabkan atrofi pada bagian tubuh, sehigga terjadi penyusutan tinggi badan. Beberapa penyakit tersebut adalah:

1) Kelainan akibat gangguan sekresi

hormon pertumbuhan dapat

menyebabkan gigantisme,

kretinisme dan dwarfisme.

(Schteingart, 2012).

2) Kelainan pada sikap tubuh dapat berupa skoliosis, kifosis dan lordosis. (Fauci et al., 2008). Pada lanjut usia biasanya menderita

osteoporosis. Osteoporosis merupakan

penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Angka kejadian laki-laki dibanding perempuan adalah 1:2 dengan usia diatas 70 tahun. 3

DISKUSI

Berdasarkan uji Pearson antara

panjang ulna dengan tinggi badan pada pria didapatkan korelasi yang kuat dengan nilai (p) < 0.05. Nilai korelasi Pearson 0,574 dan 0,619 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Dari hasil analisis regresi linier responden

perempuan diperoleh nilai p adalah sebesar 0,000. Karena nilai p< 0,005 maka rumus layak untuk digunakan. Berdasarkan uji Pearson antara panjang ulna dengan tinggi badan pada

(5)

wanita didapatkan korelasi yang kuat dengan nilai (p) < 0.05. Nilai korelasi Pearson 0,612 dan 0,659 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Dari hasil analisis regresi linier responden perempuan diperoleh nilai p adalah sebesar 0,000. Karena nilai p< 0,005 maka rumus layak untuk digunakan. Berdasarkan uji Spearman's rhoantara panjang ulna dengan jenis kelamin didapatkan korelasi yang kuatdengan nilai (p) < 0.05. Nilai uji Spearman's rhoantara 0,396 dan 0, 398 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Dari hasil analisis regresi linier responden perempuan diperoleh nilai p adalah sebesar 0,000. Karena nilai p< 0,005 maka rumus layak untuk digunakan.

SIMPULAN

Terdapat hubungan antropometri

tangan dengan jenis kelamin. Dimana antropometri tangan laki-laki lebih besar daripada perempuan. Terdapat hubungan antara panjang tulang pengumpil kanan dan kiri dengan jenis kelamin. Dimana tulang pengumpil kanan dan kiri pada laki-laki lebih panjang daripada perempuan. Terdapat hubungan antara tinggi badan dengan jenis kelamin. Dimana tinggi badan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syaifuddin. Struktur dan Komponen Tubuh

Manusia. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2002.

2. Irianto, Kus. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yrama Widya; 2004. 3. Watson, Roger. Anatomi dan Fisiologi.

Jakarta: EGC; 2002.

4. Iknes Sihombing ,Sunny Wangko ,Sonny J. R. Kalangi Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Biomedik,Volume 4, Nomor 3, Suplemen, November 2012,

hlm. S18-28 . diunduh dari :

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/bio medik/article/view/1210.com

5. Referensi: Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam: Diktat Anatomi Biomedik I. Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011. Hal 4-7.

6. Handkerchief el-Ahmed. Refarat Fraktur

Tulang Radius. Diunduh dari:

http://www.kumpulaninformasi.com/articl e-el-ahmed-handkerchief-referat-fraktur-tulang-radius.html

7. Mann RW. The Forensic

Anthropologist.http://www.crimeandclues. com[diakses 3 February 2017]

8. Glinka J, Artaria MD, Koesbardiati T. Metode Pengukuran Manusia Airlangga University Press. Surabaya : 2008.

9. Munim Idris, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan Edisi Revisi Cetakan I 2008 CV. Sagung Seto 10. Etty Indriati Ph.D. Identifikasi Rangka

Manusia Aplikasi Antropologi. In : Konteks Hukum.Gajah Mada Universitas Press. Cetakan pertama, Juli 2004.

Gambar

Tabel  3.  Hubungan  Antara  Panjang  Ulna  dengan Tinggi Badan dengan Uji Pearson

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan terhadap 40 orang laki-laki dan perempuan yang masih hidup, kemudian dilakukan pengukuran tinggi badan dan panjang telapak kaki untuk mencari formula

Dengan menggunakan uji Fisher didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tinggi badan dan ukuran panjang telapak kaki dengan kesempitan pintu atas panggul

Dari hasil penelitian dan pembahasan juga diperoleh, bahwa ada hubungan yang kurang kuat (tidak signifikan) dalam hal perkiraan tinggi badan seseorang dengan mengukur panjang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis validitas (sensitivitas (Se), spesifisitas (SP), dan Area Under Curve (AUC)) pengukuran rentang lengan, tinggi lutut, dan panjang

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ukuran statistik vital kambing Senduro jantan yang meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan memiliki hubungan yang sangat

Uji hipotesis yang keempat adalah “Ada hubungan yang signifikan antara tinggi badan, berat badan dan panjang tungkai terhadap dribling bola SSB Pusaka Kayen

4 Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengembangan model prediksi tinggi badan dengan prediktor panjang ulna dan demi span pada berbagai wilayah dan etnis

Data yang diperoleh dari data di Puskesmas Cubo Kabupaten Pidie Jaya dalam penelitian ini digunakan untuk meneliti hubungan antara umur, jenis kelamin, Berat badan, Tinggi badan dengan