Perbedaan Kejadian Flour Albus Pathologis Antara Yang Menggunakan dengan Yang Tidak Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Lulut Tahun 2014
Nurul Hikmah, S.ST.Keb
Akademi Kebidanan Bunga Kalimantan
Latar Belakang
Pada era globlisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan kemajuan disegala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana masyarakat khusunya wanita, dituntut untuk selalu menjaga kebersihan fisik dan organ tubuhnya. Salah satu organ tubuh yang paling penting dan sensitif serta memerlukan perawatan khusus adalah organ refroduksi (Maharani,2009).
Keputihan ( Leukora, White Discharge, Fluor Albus) adalah suatu gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ refroduksi dan berupa darah. Keputihan (Fluor Albus) di bagi menjadi dua jenis, yaitu keputihan fisiologis dan patologis (Boyke, 2010).
Keputihan (Fluor Albus) fisiologis maupun patologis harus segera diobati karena masing-masing membawa pengaruh bagi kesehatan. Keputihan (Fluor Albus) fisiologis menyebabkan kurang bersihnya alat kelamin, dan sebagai mekanisme untuk menolak adanya bakteri didalam organ refroduksi ( Boyke, 2010). Beberapa penyakit infeksi pada organ refroduksi wanita dalah Trichomoniasis, Vaginosis Bacterial, Candidiasis, Vulvovaginitis, Gonorrhoe, Clamydia, Sifilis (Varney, 2006).
Banyak wanita indonesia yang tidak tahu tentang keputihan (Fluor Albus), sehingga mereka menganggap sebagai hal yang umum dan kurang penting. Padahal keputihan (Fluor Albus) yang tidak segera di tangani akan mengakibatkan kemandulan dan hamil di luar kandungan, keputihan juga merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yang dapat berakhir dengan kematian (Sugi,2009).
Pada studi kasus fisiologi refroduksi, banyak wanita yang mengeluhkan keputihan (Fluor Albus) dan dirasakan tidak nyaman, gatal dan berbau, bahkan terkadang perih. Setelah banyak penelitian yang berkambang
berkaitan dengan organ reproduksi wanita, ternyata berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari ( Maharani, 2009).
Meskipun keputihan (Fluor Albus) termasuk penyakit yang sederhana, kenyataannya keputihan (Fluor Albus) tidak mudah disembuhkan. Menurut maharani, (2009), lebih dari 75% wanita di indonesia mengalami keputihan (Fluor Albus), paling tidak satu kali dalam hidupnya. Hal ini berkaitan dengan cuaca yang lembab, yang mempermudah berkembangnya infeksi jamur dan bakteri patogen.
Data kejadian keputihan Fluor Albus di wilayah kerja Puskesmas Sungai Lulut tahun 2012, dari 11 orang yang mengalami Fluor Albus, sebanyak 9 orang (81%) wanita usia subur mengalami Fluor Albus Patologis. Pada tahun 2013 dari 56 orang mengalami Fluor Albus, sebanyak 51 orang (91%) wanita usia subur mengalami Fluor Albus Patologis. Pada tahun 2014, dari 37 orang yang mengalami Fluor Albus, sebanyak 23 orang , (62,2%) wanita usia subur mengalami Fluor Albus patologis ( Data KIA Puskesmas Sungai Lulut, 2012-2014).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan November 2014, kepada 10 wanita usia subur di wilyah kerja Puskesmas Sungai Lulut Tahun 2014, dengan cara wawancara, diperoleh hasil bahwa dari 10 wanita usia subur, yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih sebanyak 4 orang (40%), 2 orang (50%), mengalami Fluor Albus Patologis dan 2 orang (50%), mengalami Fluor Albus Fisiologis ; yang tidak menggunakan sabun anti septik daun sirih sebanyak 6 orang (60%), 5 orang (85,7%) mengalami Fluor Albus Fisiologis dan 1 orang (14,3%) tidak mengalami Fluor Albus.
wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sungai Lulut pada tahun 2012, 91% dari target 100% pada tahun 2013, dan 62,2% dari target 100% pada tahun 2014, serta berdasarkan studi pendahuluan pada bulan November tahun 2014.
Keputihan (Fluor Albus) disebabkan oleh faktor endogen dari dalam tubuh dan faktor eksogen dari luar tubuh, keduanya saling mempengaruhi. Faktor endogen yaitu kelainan pada lubang kemaluan. Faktor eksogen di bedakan menjadi dua, yaitu infeksi dan non infeksi. Faktor infeksi yaitu bakteri, jamur, parasit, virus sedangkan faktor non infeksi adalah masuknya benda asing ke dalam vagina, baik sengaja atau tidak (pemakain kontrasepsi IUD), cebok tidak bersih, daerah sekitar kemaluan lembab, kondisi tubuh, kelainan endokrin (pada penderita diabetes melitus) atau hormon, menopause, stres, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, adanya penyakit dalam organ refroduksi seperti kanker leher rahim ( Maharani, 2009). Selain itu, menggunakan WC umum yang tercemar bakteri clamydia, hubungan dengan pria yang membawa bakteri neissaria gonorrhoe (katharini,2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada masa usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sungai Lulut bulan November tahun 2014, penyebab Fluor Albus yaitu setelah buang air kecil atau buang air besar tidak dikeringkan dengan tisu, sehingga daerah organ intim menjadi lembab; pakaian celana dalam yang lembab, tidak segera diganti; menggunakan celana jeans, banyak yang tidak menggunakan sabun anti septik daun sirih untuk membersihkan organ intim. Antiseptik daun sirih mampu mejaga keseimbangan pH di vagina, sekaligus meningkatkan pertumbuhan floral normal dan menghambat pertumbuhan jamur, bakteri, parasit yang tidak bersahabat.
Keputihan (Fluor Albus) dapat mengakibatkan kemandulan (infertile) dan hamil di luar kandungan, dikarenakan terjadi penyumbatan pada saluran tuba. Keputihan juga merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yang merupakan pebunuh nomer satu bagi wanitadengan angka insiden kanker serviks, diperkirakan mencapai 100 per
100,000 penduduk per tahun, yang dapat berakhir dengan kematian (Katharini, 2009).
Apabila banyak wanita yang infertile, maka angka kelahiran bayi, yang merupakan calon penerus generasi bangsa, akan berkurang, menurunnya angka kelahiran ini, menyebabkan berkurangnya calon penerus generasi bangsa yang akan memberikan dampak terhadap pembangunan bangsa itu sendiri. Pada akhirnya, akan memberikan dampak menurunkan mutu kehidupan (LP3M, 2010).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan (Fluor Albus) adalah dengan membersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak menggangu kestabilan pH di sekitar Vagina, sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tidak bersahabat. Menghindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan karena bedak memiliki partikel halus yang mudah terselip, akhirnya mengundang jamur dan bakteri.
Selain hal tersbut di atas, yanitu selalu mengeringkan bagian Vagina sebelum berpakaian, menggunakan celana dalam yang kering, apabila basah atau lembab, segera mengganti dengan yang bersih dan belumdi pakai, menggunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Pakian luar juga perlu di perhatikan. Celana jeans tidak di anjurkan karena pori-porinya sangat rapat. Pilihlah rok dan celana dengan bahan bukan jeans, agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa, sering mengganti pebbalut ketika menstruasi (Decha, 2009).
wilyah kerja puskesmas sungai lulut tahun 2014.
METODE
3.1Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini di jelaskan berdasarkan berbagai perspektif yaitu :
1. Berdasarkan lingkup penelitian, menggunakan rancangan penelitian inferensial.
2. Berdasarkan penelitian, termasuk jenis penelitian lapangan
3. Berdasarkan tempat penelitian, termasuk jenis rancangan “cross sectional”.
4. Berdasarkan cara pengumpulan data, termasuk jenis observasi.
5. Berdasarkan ada tidaknya perlakuan, termasuk jenis rancangan penelitian “ekspost facto”.
6. Berdarakan tujuan penelitian, termasuk jenis analitik komparasi. 7. Berdasarkan sumber data, termasuk
rancangan penelitian primer.
8. Berdasrkan jenis data, termasuk jenis kualitatif.
3.2Populasi, sampel, besar sampel dan
teknik pengambilan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur di wliyah kerja Puskesmas Sungai Lulut tahun 2014. Jumlah populasi yaitu 4.449 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian wanita usia subur di wilyah kerja puskesmas sungai lulut tahun 2014.
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1) Responden bersedia diteliti. 2) Wanita usia 15 – 49 tahun
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1) Responden yang tidak bersedia di teliti.
2) Wanitas yang menggunakan pembersih organ intim, selain sabun antiseptik daun sirih.
3) Wanita yang sedang hamil.
4) Wanita yang sakit atau sedang menderita penyakit ( kencing
manis, kista atau penyakit organ refroduksi lainnya).
Rumus besar sampel dalam peneltian ini adalah sebagai berikut :
Perhitungan besar sampel penelitian adalah :
teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu secara non probality sampling dengan jenis consecitive sampling.
3.3Variabel Penelitian dan Defenisi oprasional
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua variebel tergantung, yaitu kejadian Fluor Albus Patologis antara yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih dengan yang tidak menggunakan sabun anti septik daun sirih.
Defenisi operasional penelitian ini, dapat di lihiat pada tebel 4.1 di bawah.
Tabel 3.1 Defenisi Operasional Penelitian No Variabel Defenisi
Oprasional
Indikator Alat Ukur
antiseptik
Suatu keadaan keluarnya frekuensi, dan telah berapa lama kejadian tersebut patologis dan Fluor Albus patologis pada wanita yang
3.4Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar chek list.
3.5Instrumen Penelitian
Intrumen penelitian yang digunakan untuk meng-umpulkan data kejadian Fluor Albus Patologis antara yang menggunakan Dengan yang tidak menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih, peneliti menggunakan lembar chek list.
Spesifikasi Blue Print Instrumen. Tabel 3.2 Blue Print check list No Variabel Aspek No.
3.6Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di wilayah kerja puskesmas sungai lulut
waktu penelitian bulan desember Tahun 2014.
3.7Prosedur Pengambilan dan
Pengumpulan Data
Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tahap sebagai berikut :
1. Tahap persiapan\
Dalam tahsp persiapan, peneliti melakukan beberapa kegiatan meliputi :
a. Menentukan sasaran atau populasi b. Menetapkan sampel
c. Memperbanyak chek list 2. Tahap Pelaksaaan
a. Menyerahkan surat ijin penelitian dari institusi pendidikan kepada dinas kesehatan kota Banjarmasin dan tempat penelitian yaitu di puskesmas sungai lulut tahun 2014.
b. Memeberikan inform consent kepada calon responden, setelah calon responden bersedia menjadi responden, kemudian peneliti memberikan surat pernyataan kesediaan penelitian kepada responden.
c. Peneliti melakukan wawancara langsung dengan menggunkan pedoman chek list.
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui tahapan sebagai berikut :
1. Editing
Setelah data terkumpul dam sebelum diolah, data tersebut di edit terlebih dahulu oleh peneliti untuk menghindari kesalahan atau hal yang meragukan, agar mendapatkan data yang berkualitas, serta peneliti melakukan pengamatan satu per satu tentang kelengkapan pengisian untuk keperluan proses berikutnya.
2. Coding
pengamatanm mulai dari nomer 1, nomer 2 pada lembar pengamatan berikutnya sampai terakhir, begitu seterusnya sampai pengamatan yang terakhir. Setelah itu, menuliskan kode untuk setiap variabel dependen pertama dan ke dua, digunakan teknik sebagai berikut, data umum terdiri dari :
a. Untuk data umum yaitu umur, di beri kode U, dimana:
1) 15 – 17 tahun kode 1 2) 18 – 20 tahun kode 2 3) 21 – 30 tahun kode 3 4) 40 – 49 tahun kode 4 b. Untuk data umum yaitu
pekerjaan, di beri kode R, dimana:
1) PNS kode 1
2) Swasta kode 2
3) Wiraswasta kode 3 4) Ibu rumah tangga
kode 4 5) Pelajar
kode 5 c. Untuk data umum yaitu suku, di
beri kode S, dimana: 1) Banjar
kode 1 2) Jawa
kode 2 3) Madura
kode 3 4) Lainnya
kode 4 d. Untuk data responden yang
menggunakan sabun antiseptik daun sirih:
1) Yang tidak menggalami Fluor Albus Patologis kode 1 2) Yang mengalami Fluor Albus
Patologis kode 2
e. Untuk data responden yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih:
1) Yang tidak menggalami Fluor Albus Patologis kode 1 2) Yang mengalami Fluor Albus
Patologis kode 2
3. Skoring
Pada penelitian ini, skoring menggunakan skala guttman yang
sudah di modifikasi untuk menentukan skor. Jadi, setiap pertanyaan tersebut di berikan 2 jawaban pilihan yang sesuai dengan inri masalah dalam pertanyan tersebut. Tiap jawaban di beri nilai skor 0 sampai dengan 1. Untuk mengukur variabel tersebut, menggunakan skoring yaitu: skor 1 (ya), skor 0 (tidak).
4. Tabulating
Setelah pernyataan diberi kode, maka dibuat kedalam tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pembahasan terhadap kedua variabel dependen,
untuk mempermudah
mengidentifikasi data sehingga memudahkan juga dalam pengelohan data.
3.8Teknik Analisa Data
3.8.1 Analisa Univariat
Dari hasil teknik skoring untuk masing-masing variabel dependen, yaitu kejadian fluor albus patologis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih, sebagai berikut:
1) Untuk penggunaan sabun antiseptik daun sirih, dengan menggunakan kriteria:
a) Menggunakan sabun antiseptik dau sirih
b) Tidak menggunakan sabun antiseptik dau sirih
2) Untuk kejadian fluor albus patologis, dengan menggunakan kriteria:
menusuk; sifatnya kental, berbusa atau lengket. Jumlah agak banyak sampai banyak.
Selanjutnya, di klasifikasikan dalam bentuk persentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan : N : Nilai
SP : Skor yang di dapat dari pengamatan peneliti
SM : Skor tertinggi yang di harapkan
Setelah proses diatas, menurut Arikunto ( 2006 ) hasil pengolahan data dalam bentuk persentase diinterpretasikan, sebagai berikut:
100% : Seluruhnya. 76 – 99 % : Hampir seluruhnya.
51 – 75 % : Sebagian besar.
50 % : Setengahnya. 26 – 49 % : Hampir setengahnya.
1 – 25 % : Sebagian kecil.
0 % : Tsk satupun.
3.8.2 Analisa Bivariat
Analis data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kejadian fluor albus patologis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih, dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik non parametric yaitu menggunakan uji mann whiteney, karena peneliti melakukan analis perbedaan antar variabel dependen yang berskala ordinal, kemudian dianilisis dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer ( soft ware) SPSS versi 17.0 for windows.
Adapun rumus yang di gunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
µ : Jumlah ranking : Mean
: Standar deviasi
Jika pada level of significancy α = 0,05 ( pengujian pada dua kelompok), hipotesis nol dapat di terima jika -1,96 ≤ ZH ≤ + 1,96. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan antar dua variabel dependen tersebut.
HASIL
1. Analisa Hasil Penelitian
1.3Data umum
Bagian ini akan menyajikan karakteristik responden berdasarkan tingkat umur, pekerjaan dan suku. 4.1.1 Karakteristik Responden Menurut
Umur
Tabel 4.1 karakteristik responden menurut umur di wilyah kerja puskesmas sungai lullut bulan desember tahun 2014.
Umur Frekuensi Persentase 15 –
17 tahun
18 – 20 tahun
21 – 39 tahun
40 – 49 tahun Total
5 12 46 26 89
5,6 13,5 51,7 29,2 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui, bahwa sebagian besar responden, yaitu 46 (51,7%) berusia 21 – 39 tahun.
4.1.3 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan
Tabel 4.2 Karakteristik
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Lulut bulan Desember tahun 2014. diketahui, bahwa sebagian besar responden, yaitu 58 (65,2%) bekerja swasta.
5.1.3 Karakteristik Responden Menurut Suku
Tabel 4.3 Karakteristik Menurut Suku di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Lulut Bulan Desember tahun 2014. diketahui, bahwa hampir seluruh
responden, yaitu 88
(98,2%)berasal dari suku jawa.
2.3Data Khusus
Bagian ini akan menyajikan hasil penelitian tentang penggunaan sabun antiseptik daun sirih dan kejadian fluor albus patologis serta perbedaan kejadian fluor albus patologis antara yang menggunakan dan yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih.
4.2.1 kejadian fluor albus patologis yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih
tabel 4.4 kejadian fluor albus patologis yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih pada WUS di wilayah kerja Puskesmas
Sungai lulut bulan desember tahun 2014. diketahui, bahwa hampir seluruh responden, yaitu 37 (94,9%) yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih, tidak mengalami fluor albus patologis.
4.2.2 kejadian fluor albus patologis yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih
tabel 4.5 kejadian fluor albus patologis yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih pada WUS di wilayah kerja Puskesmas Sungai lulut bulan desember tahun 2014.
Pekerjaa diketahui, bahwa hampir seluruh responden, yaitu 48 (96%) yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih, tidak mengalami fluor albus patologis.
4.3Analisis dan hasil penelitian
4.3.1 Tabulasi silang perbedaan kejadian fluor albus patoogis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih.
Tabel 4.6 tabulasi silang kejadian fluor albus patoogis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih pada WUS di wilayah kerja puskesmas sungai lulut bulan desember tahun 2014
Kejadian fluor
Albus patologis
Terjadi Tidak Terjadi
Frekuensi % Frekuensi % Frekuansi % 2
37
2,2 41,6
2 48
2,2 54
4 85
4,4 95,6 Z= -2,53 P Value = 0,800 α =0,05
Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir setengah responden yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih, yaitu 37 (41,6%), tidak fluor albus Patologis dan sebagian besar responden yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih, 48 (54%), tidak terjadi fluor Albus Patologis. Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa nilai Z = -2,53 dengan P
Value = 0,800 pada α = 0,05. Hal
tersebut menunjukkan bahwa P
Value > α, sehingga H0 diterima,
yang berarti tidak ada perbedaan kejadian fluor albus Patologis antara yang menggunkan dengan yang tidak menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih pada WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Lulut bulan Desember 2014.
PEMBAHASAN
4.4Kejadian fluor albus patologis yang
menggunakan sabun antiseptik
daun sirih
Berdasarkan tabel 4.4, kejadian fluor albus patologis yang menggunakan sabun antiseptik dausn sirih pada WUS di wilayah kerja puskesmas sungai lulut bulan desember tahun 2014 yaitu hampir seluruh responden, 37 (94,9%) yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih, tidak mengalami fluor albus patologis.
Menurut Rabe (2002), fluor albus patologis adalah keluarnya cairan bukan berupa darah dari vagina dengan jumlah meningkat atau banyak; berubah warna (putih keabuabuan atau hijau kekuning kuningan dengan gelembung,
kekuningan dan purulen, bias warna kecoklatan atau di warnai dengan darah); sifat khas fluor albus (kental dengan plak, dsngst banyak, berbusa dan purulen atau lengket); jika infeksi berasal dari jamur, fluor albus tidak berbau, jika infeksi berasal dari bakteri, parasit atau virus, atau infeksi flora campuran, baunya agak atau sangat menusuk; gatal.
Faktor yang menyebabkan terjadinya fluor albus patologis adalah faktor endogen dari dalam tubuh dan faktor eksogen dari luar tubuh, keduanya saling mempengaruhi. Faktor endogen yaitu kelainan pada lubang kemaluan. Faktor eksogen dibedakan menjadi dua, yaitu infeksi dan non infeksi. Faktor infeksi yaitu bakteri, jamur, parasit, virus sedangkan faktor non infeksi adalah masuknya benda asing ke dalam vagina, baik sengaja atau tidak (pemakaian kontrasepsi IUD), cebok tidak bersih, daerah sekitar kemaluan lembab, kondisi tubuh, kelainan endoktrin ( pada penderita mellitus) atau hormon, manopause, stres, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, adanya penyakit dalam organ refroduksi seperti kanker leher rahim (Maharani, 2009). Selain itu menggunakan WC umum yang tercemar bakteri neisseria gonorhoe (Khatarini, 2009) selain faktor tersebut di atas, faktor lainnya yang mempengaruhi keputihan (fluor albus) adalah usia, perilaku (Ramayanti, 2004).
4.5Kejadian fluor albus patologis yang
tidak menggunakan sabun
antiseptik daun sirih
Berdasarkan tabel 4.5, kejadian fluor albus patologis yang tidak menggunakan sabun antiseptik dausn sirih pada WUS di wilyaha kerja puskesmas sungai lulut bulan desember 2014 yaitu hampir seluruh responden, 48( 96 %) yang tidak menggunakan sabuin anti septik daun sirih, tidak mengalami fluor albus patologis.
Sabun antiseptik daun sirih mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri daun sirih mengandung fenol dan kavinol. Selain itu sabun antiseptik daun sirih mengandung arecolin, euginol, tannin, pati, vitamin C yang berfungsi sebagai anti oksida, anti jamur atau bakteri (Delimartha, 2006).
Menurut Fadilah (2010), penggunaan sabun pembersih vagina secara berlebihan bisa mengurangi keasaman vagina. Secara alamiah, dalam setiap Vagina terdapat bakteri baik (flora normal vagina). Flora normal itu berfungsi mengusir kuman yang merugikan. Pemakaian sabun vagina berlebihan justru membunuh bakteri baik yang kemudian mempermudah kuman masuk ke vagina. Sabun antiseptik daunsirih, sebaiknya hanya digunkan pada saat tertentu saja, seperti sesudah menstruasi atau setelah hubungan seks atau dalam kondisi tertentu, seperti terdapat keputihan yang tidak normal (fluor albus) patologis.
Berdasarkan tabel 4.1, dapat di ketahui bahwa sebagian besar responden, yaitu 46(51,7%) berusia 21
– 39 tahun. Dalam usia ini, wanita masih memeliki kemampuan untuk berefroduksi, walaupun pada sebagian wanita sudah mulai mengalami penurunan dalam kegiatan refroduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa wanita masih mampu memproduksi cukup hormon estrogen dan
progesterone yang dapat mempengaruhi terjadinya fluor albus fisiologis atau fluor albus patologis yang kemungkinan disebabkan karena penyakit hubungan seksual. Dalam usisa ini, wanita masih memiliki kemampuan yang cukup untuk melawan bakteri patogen dalam vagina, sehingga wanita dalam usia ini tidak memerlukan cairan pembersih vagina khusus, untuk membersihkan vagina.
4.6Kejadian kejadian fluor albus
patologis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan sabun anti septik daun sirih
Hasil penelitan menunjukkan bahwa hampir setengah responden yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih, yaitu 37 (41,6%), tidak fluor albus patologis dan sebagian besar responden yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih, 48 (54%), tidak terjadi fluor albus patologis.
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa nilai Z = -2,53 dengan P Value > α, sehingga H0 diterima, yang berarti tidak ada perbedaaan kejadian fluor albus patologis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunkan sabun antiseptik daun sirih pada WUS di wilayah kerja puskesmas sungai lulut bulan demsember tahun 2014.
Sabun antiseptik daun sirih, sebaiknya hanya di gunakan pada saat tertentu saja, seperti sesudah menstruasi atau setelah hubungan seks. Jadi sebenarnya tidak diperlukan
bahan khusus untuk
membersihkannnya, cukp dengan air bersih.
Namun, untuk kasus tertentu, pada keputihan gatal, produk pembersih dapat digunakan. Karena biasanya sabun pembersih tersebut itu mangandung antiseptik yang berfungsi membunuh kuman. Produk pembersih daerah kewanitaan hendaknya dipilih yang memiliki pH kurang lebih sama dengan pH organ intim wanita yakni 4,5. Pada pH tersebut, kuman-kuman tidak dapat tumbuh dan berkembang biak (Fadilah,2010).
4.7Kelemahan penelitian
1. Perhitungan besar sampel menggunkan acuan normatif karena waktu, tenaga yang tidak memungkinkan untuk dilakukan sesuai dengan rumus perhitungan besar sampel.
2. Teknik sampling dalam penelitian ini mengandung non probability sampling dengan jenis consecutive sampling, yang menyebabkan penelitian yang dilakukan peneliti hanya berlaku untuk daerah yang diteliti saja.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Kejadian fluor albus patologis yang mengguankan sabun antiseptik daun sirih pada WUS puskesamas sungai lulut bulan desmber tahun 2014 yaitu hampir seluruh responden, 37 (94,9%) yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih, tidak mengalami fluor albus patologis.
2. Kejadian fluor albus patologis yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih pada WUS puskesamas
sungai lulut bulan desmber tahun 2014 yaitu hampir seluruh responden, 48 (96%) yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih, tidak mengalami fluor albus patologis.
3. Tidak ada perbedaan kejadian fluor albus patologis antara yang menggunakan dengan yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih pada WUS si wilayah kerja puskesmas sungai lulut bulan desember tahun 2014.
6.1Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dalam pengambilan besar sampel digunakan rumus perhitungan besar sampel yang sesuai dan teknik sampling probability sampling, agar penelitian ini dapat digeneralisasikan pada validitas eksternal dua atau berlaku secara nasional dan dunia. 2. Bagi responden
Bagi responden yang mengalami fluor albus patologis, sebaiknya segera ditangani, salah satunya dengan cara menggunakan sabun antiseptik dausn sirih.
DAFTAR PUSTAKA
Ali.(2008) Psikologi Remaja (perkembangan Peserta Didik). Jakarta. Bumi Aksara. Anggiz. (2007) pedoman penanggulangan
Anemia Gizi Untuk Remaja Puteri dan wanita usia subir. [Internet]. Bersumber
dari: <
http://www.gizi.net/anemia/pedoman%2 0anemia%20gizi.doc. [Diakses Tanggal 24 November 2014].
Arikunto. (2006) Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta.
Rineka Cipta.
Bangun. (2008) Tanaman Obat Indonesia. Jakarta. Indocam.
Boyke. (2010) Kesehatan Bertajuk
“Keputihan Pada Wanita: Penyakit
Jakarta. 1 Agustus 2010. Waspadai Keputihan . Boyke. Jakarta.
Chandra. (2009) Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. EGC.
Dahlan. (2009) Statistik Untuk Kedokteran. Jakarta. Salemba Medika.
Dalimartha. (2006) Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Volume 4. Jakarta
Puspaswara.
Decha (2009) Mencegah Keputihan Pada Wanita Muda. [Internet]. Bersumber dari:
<http://www.kiwod.com/tips_online/me ncegah-keputihan-pada-wanitamuda. [Diakses Tanggal 10 Desember 2014]. Desmita. (2008) Psikologi Perkembangan.
Jakarta. Bumi Aksara.
Fadilah (2010) Perihal sabun Pembersih Kewanitaan dan Daun Sirih Untuk Mengatasi Keputihan. [Internet]. Bersumber
dari:<
http://www.gunadarma.ac.id/2010/12/p erihal-sabun-pembersih-kewanitaan-
dan-daun-sirih-untuk-mengatasi-keputihan. [diakses Tanggal 10 Desember 2014].
Haditono. (2004) Psikologi Perkembangan
(Pengantar Dalam
BerbagaiBagiannya). Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Hariana. (2006) Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Jakarta. PenebarSwadaya.
Hidayat. (2007) Metodologi Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta Salemba Medika.
Indiarti. (2009) Rahasia Merawat Organ Wanita Paling Rahasia. [Internet].
Bersumber dari: <
http://www.infofisioterapi.com/rahasia-
merawat-organ-wanita-paling-rahasia.html. [Diakses tanggal 12 Desember 2014].
Katharini. (2009) Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian KeputihanPada Siswi SMU Muhamadiyah Metro. Jurnal Kesehatan
“Metro Sai Wawai”. [Internet]. Edisi
November 2009. Volume 11 no. 2
Bersumber dari: <
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal /22094551.pdf. [Diakses Tanggal 12, September 2014].
Maharani. (2009) Jangan Anggap Enteng Keputihan. [Internet}. Bersumberdari: < http://www.kespro.info/?q=node/468. [Diakses Tanggal 12 September 2014]. Mansjoer. (2001) Kapita Seleskta
Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.
Manuaba. (2006) Gawat Darurat Obstetri Gynekologi dan Obstetri
Gynekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta. EGC
Nawawi. (2006) Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.
Notoatmodjo. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarata.Rineka Cipta.
Nurswida. (2010) Dekok (air rebusan) Daun Sirih (Piper Batle Linn) mampu
menghambat pertumuhan candida albicans. [Internet]. Bersumber dari: <
http://id.shvoong.com/exact- sciences/1779698-dekok-air-rebusan-daun-sirih/. [diakses Tanggal 24 November 2014]
Pradipta. (2005) Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten
atau Kota di Propinsi Jawa Tengah. [Internet].
Bersumber dari: <
Rabe. (2002) Ilmu Kandungan. Jakarata. Hipokrates
Ramayanti. (2004) Pola Mikroorgnisme Fluor Albus Patologis Yang
Disebabkan Oleh Infeksi Pada Penderita Rawat Jalan Di Klinik Ginekologi Rumah Sakit Umum dr. Kariadi
Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Ratna. (2008) Teknik Perbanyakan Sirih Merah. [Internet]. Bersumber dari: ,