• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STATUS PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN MORBIDITAS PADA BAYI UMUR 7-12 BULAN DI KOTA SEMARANG HIMMATUL FITRIYAH TITIK SULISTYAWATI ) ) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi : titiksadiyahoo.com ABSTRAK - HUBUNGAN STATUS PEMB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN STATUS PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN MORBIDITAS PADA BAYI UMUR 7-12 BULAN DI KOTA SEMARANG HIMMATUL FITRIYAH TITIK SULISTYAWATI ) ) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi : titiksadiyahoo.com ABSTRAK - HUBUNGAN STATUS PEMB"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STATUS PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN

MORBIDITAS PADA BAYI UMUR 7-12 BULAN DI KOTA SEMARANG

HIMMATUL FITRIYAH

TITIK SULISTYAWATI *)

*) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang

Korespondensi : titiksadi@yahoo.com

ABSTRAK

ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Beberapa penelitian menyatakan bayi yang diberi ASI secara khusus terlindung dari serangan penyakit sistem pernapasan dan pencernaan. Wilayah kerja Puskesmas Sekaran persentase penderita diare pada bayi sebesar 26 (18,30 %) bayi, dan ISPA sebesar 56 (25,78%) bayi dari jumlah bayi di Sekaran sebanyak 187 jiwa, jumlah tersebut termasuk besar dibandingkan dengan Kelurahan Mijen yang hanya 29 (13,4 %) bayi mengalami diare dan 23 (12 %) bayi mengalami ISPA dari jumlah 320 bayi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian morbiditas pada bayi umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran.

Penelitian ini merupakan studi analitik korelasional dengan menggunakan rancangan cross sectionalyang dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Populasi penelitian ini adalah bayi usia 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati kota Semarang sejumlah 94 bayi, dengan sampel sejumlah 48 orang dengan menggunakan teknik purposif sampling. Analisis dilakukan secara univariat dengan mendistribusikan setiap variabel penelitian dengan masing-masing proporsi. Untuk analisis secara bivariat digunakan uji Chi Square pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini adalah status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33 (68,80%) bayi, kejadian mobiditas diare pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak diare yaitu 29 (60,40%) bayi, kejadian mobiditas ISPA pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak terkena ISPA yaitu 34 (70,80%) bayi, ada hubungan antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare dengan p-value0,000, dan tidak ada hubungan antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas ISPA dengan p-value0,037 di Kelurahan Sekaran Kota Semarang.

Karasteristik responden di peroleh sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun sebanyak 40 (83,30%) responden, berpendidikan menengah atau SLTA sebanyak 32 (66,70%) responden, dan pekerjaan swasta sebanyak 22 (45,80%) responden, umur bayi sebagian besar berumur lebih dari 10 bulan sebanyak 28 (58,30%) bayi, status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33 (68,80%) responden, kejadian mobiditas diare pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak diare yaitu 29 (60,40%) responden, kejadian mobiditas ISPA pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak terkena ISPA yaitu 34 (70,80%) responden, ada hubungan yang bermakna antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare dengan p-value 0,000 di Kelurahan Sekaran Semarang.

(2)

PENDAHULUAN

Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13%.

Pemberian ASI pada saat dan jumlah yang tepat dapat mencegah kematian balita

sebanyak 6% sehingga pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan dengan

pemberian ASI sampai kurang dari 2 tahun bersama makanan pendamping ASI yang tepat

dapat mencegah kematian balita sebanyak 19% (Roesli, Suradi, 2008).

UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta

kematian anak di dunia pada tiap tahunnya, bisa di cegah melalui pemberian ASI, secara

eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan

makanan serta minuman tambahan bayi.meskipun manfaat memberikan ASI eksklusif

dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak telah diketahui secara luas, di

Indonesia bayi yang di beri ASI dari lahir hanya 65 %, namun kesadaran ibu untuk

memberikan ASI eksklusif baru sebesar 14 % saja, itupun diberikan hanya sampai bayi

berusia empat bulan (ANTARA, 2006).

Namun sayang sekali masih banyak orang yang tidak paham betul bahwa ASI

memiliki nilai yang tiada tandingannya dibandingkan dengan susu formula atau makanan

tambahan lain. Kenyataan ini mesti disosialisasikan secara lebih gencar dan

terus-menerus. Tidak heran bila hasil survei membuktikan masih sedikit bayi yang menerima

ASI eksklusif sampai bayi berusia minimal 4 bulan. Dari Hasil Survei Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) 2008 tercatat bahwa pemberian ASI eksklusif sampai

bayi berumur 4 bulan di Indonesia hanya 28,96%. Memang, angka pencapaian

tersebut telah meningkat sebesar 36% bila dibandingkan dengan hasil survei serupa

(3)

pencapaian tersebut belum menggembirakan, karena belum mencapai target 80%.

(BKKBN, 2002).

Dari suatu penelitian di Denmark tahun 2003 menemukan bahwa bayi yang diberikan

ASI sampai lebih dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang lebih cerdas. Hal ini diduga

karena Asi mengandung DHA/AA. Bayi yang diberikan ASI eksklusif samapi 4 bln akan

menurunkan resiko sakit jantung bila mereka dewasa. ASI juga menurunkan resiko diare,

infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kencing, dan juga menurunkan resiko

kematian bayi mendadak. Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu

dan bayi, Karena begitu besar manfaat dari ASI maka WHO dan UNICEF menganjurkan

agar para ibu memberikan ASI eksklusif yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa

makanan pendamping hingga bayi berusia 6 bulan (Suririnah, 2004).

ASI sering kita kenal dengan sebutan ASI eksklusif (exclusive breast feeding). Selain khusus karena berasal dari spesies yang sama, yakni manusia, kandungan ASI bisa

menyesuaikan kebutuhan bayi dengan perkembangan usianya. ASI yang keluar saat

kelahiran sampai hari ke-4 atau ke-7 disebut kolostrum. ASI yang keluar di hari ke-7

sampai ke-10 atau ke-14 setelah kelahiran disebut ASI transisi. ASI yang keluar sesudah

hari ke-14 kelahiran disebut ASI matang. Komposisi gizi ketiga jenis ASI tersebut

masing-masing berbeda.DHA dan ARA, penyerapan pencernaan bayi tidak akan optimal,

hanya sekitar 20 persen. Padahal, DHA dan ARA yang terdapat dalam ASI bisa diserap

oleh pencernaan bayi sebanyak 100 persen dengan bantuan enzim lipase yang terdapat

pada ASI (Roesli, 2010).

(4)

melawan serangan penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga memberikan perlindungan

terhadap penyakit adalah penyediaan lingkungan yang ramah bagi bakteri

”menguntungkan” yang disebut ”flora normal”. Keberadaan bakteri ini menghambat

perkembangan bakteri, virus dan parasit berbahaya. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula

bahwa terdapat unsur-unsur di dalam ASI yang dapat membentuk sistem kekebalan

melawan penyakit-penyakit menular dan membantunya agar bekerja dengan benar.

Karena telah diramu secara istimewa, ASI merupakan makanan yang paling mudah

dicerna bayi. Meskipun sangat kaya akan zat gizi, ASI sangat mudah dicerna sistem

pencernaan bayi yang masih rentan. Karena itulah bayi mengeluarkan lebih sedikit energi

dalam mencerna ASI, sehingga ia dapat menggunakan energi selebihnya untuk kegiatan

tubuh lainnya, pertumbuhan dan perkembahan organ (yahya, 2005).

Penambahan makanan selain ASI pada usia yang terlalu dini dapat meningkatkan

kesakitan(morbiditas) diantaranya diare dan ISPA. Bayi tersebut akan mudah terkena

infeksi saluran pencernaan maupun pernafasan.Angka kematian bayi di Indonesia yang

cukup tinggi diantaranya di sebabkan oleh tingginya kejadian infeksi saluran pencernaan

dan pernafasan pada bayi. Jika di bandingkan dengan negara ASEAN lainnya 51 per 1000

kelahiran (Depkes, 2003).

Diare Infeksius adalah suatu keadaan dimana anak sering buang air besar dengan tinja

yang encer sebagai akibat dari suatu infeksi. Diare (mencret) terutama pada Balita Sangat

Berbahaya. Karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Kematian

akibat diare (mencret) dapat dicegah. Sebagian besar diare akut (diare mendadak) pada

anak dapat disembuhkan hanya dengan pemberian cairan dan meneruskan pemberian

makanan saja. Penyakit diare dapat dicegah melalui: Pemberian ASI (Air Susu Ibu), dan

pemberian makanan pendamping ASI yang bersih dan bergizi setelah bayi berumur 6

(5)

Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering mengenai bayi dan anak. Penyakit batuk pilek juga dapat mengenai orang dewasa tetapi

berbeda karakteristiknya. Pada bayi dan anak penyakit ini cenderung berlangsung lebih

berat karena infeksi mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah dan nasofring

disertai demam yang tinggi, sedangkan pada orang dewasa hanya terbatas dan tidak

menimbulkan demam yang tinggi. Penyakit ini adalah virus. Masa menular beberapa jam

sebelum gejala timbul sampai 1-2 hari sesudah gejala hilang. Komplikasi timbul akibat

invasi sekunder bakteri pathogen seperti pneumokokus, streptokokus, haemophilus

influenzae atau stafilokokus. Masa tunasnya adalah 1-2 hari, dengan faktor predisposisi

kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan. Pada umumnya penyakit terjadi pada

waktu pergantian musim. Komplikasi lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil dari

pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 1997).

Data bayi sakit dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2009, diketahui

bahwa jumlah penderita sakit pada bayi sebanyak 6.822 jiwa dari jumlah bayi di Kota

Semarang sebanyak 12.737 jiwa yang tersebar di 16 Puskesmas. Kelurahan Sekaran

persentase penderita diare pada bayi sebesar 18,30 %, dan ISPA sebesar 25,78% dari

jumlah bayi di Sekaran sebanyak 187 jiwa, jumlah tersebut termasuk besar di bandingkan

dengan Kelurahan Mijen yang hanya 13,4 % kejadian diare dan 12 % ISPA dari jumlah

bayi 320 jiwa (DKK, 2009).

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis ingin meneliti Adakah

hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian morbiditas pada bayi umur

(6)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional penelitian dengan melakukan

pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (Alimul, 2007). Pada penelitian ini

digunakan rancangan cross sectional yaitu melakukan pengukuran variabel independen dan variabel dependen dalam periode yang sama. Menurut sifat dasar penelitian,

penelitian ini termasuk jenis penelitian “survey” yaitu penelitian yang menggunakan sampel untuk mengambil kesimpulan pada populasi (Notoatmodjo, 2005).

Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan di

Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang sejumlah 94 bayi. Sampel

yang dipakai 48 orang dengan teknikpurposive sampling.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat

a. Status Pemberian ASI

Tabel 1 Status Pemberian ASI pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran, Semarang

Status Pemberian ASI Frekuensi %

Eksklusif 15 31,30

Tidak Eksklusif 33 68,80

Total 48 100

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana tersaji dalam tabel 1 di

atas, sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33

orang (68,80%) responden, sedangkan sisanya yaitu 15 orang (31,30%) responden

(7)

b. Morbiditas Diare

Tabel 2 Morbiditas Diare pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran, Semarang

Mobiditas Diare Frekuensi %

Diare 19 39,60

Tidak diare 29 60,40

Total 48 100

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana tersaji dalam tabel 2 di

atas, sebagian besar bayi tidak mengalami morbiditas diare yaitu sebanyak 29

(60,40%) bayi, sedangkan sisanya yaitu 19 (39,60%) bayi mengalami morbiditas

diare.

c. Morbiditas ISPA

Tabel 3 Morbiditas ISPA pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran, Semarang

Mobiditas ISPA Frekuensi %

Terkena ISPA 14 29,20

Tidak terkena ISPA 34 70,80

Total 48 100

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana tersaji dalam tabel 3 di

atas, sebagian besar bayi tidak mengalami morbiditas ISPA yaitu sebanyak 34

(70,80%) bayi, sedangkan sisanya yaitu 14 (29,20%) bayi mengalami morbiditas

(8)

Analisa Bivariat

Tabel 4 Hasil Tabel Silang Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Morbiditas Diare pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan

Tidak eksklusif 19 39,60 14 29,20 33 68,80

Total 19 39,60 29 60,40 48 100

Hasil : p-value0,000 < 0,05.

Tabel 4, diatas menunjukkan bahwa dari 19 responden yang merupakan

kelompok diare terdapat sebanyak 19 (39,60%) responden yang tidak memberikan

ASI eksklusif. Sedangkan pada 29 responden yang merupakan kelompok tidak

diare diperoleh 15 (31,30%) responden memberikan ASI eksklusif dan sebanyak

14 (29,20%) responden tidak memberikan ASI eksklusif.

Berdasarkan data tersebut, dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square

sehingga didapat p-value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status pemberian

ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare.

Tabel 5 Hasil Tabel Silang Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Morbiditas ISPA pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan

Tidak eksklusif 13 27,10 20 41,70 33 68,80

Total 14 29,20 34 70,80 48 100

(9)

Tabel 5, diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden yang merupakan

kelompok yang terkena ISPA terdapat sebanyak 13 (27,10%) responden yang

tidak memberikan ASI eksklusif dan sebanyak 1 (2,10%) responden memberikan

ASI eksklusif. Sedangkan pada 34 responden yang merupakan kelompok yang

tidak terkena ISPA diperoleh 20 (41,70%) responden tidak memberikan ASI

eksklusif dan sebanyak 14 (29,20%) responden memberikan ASI eksklusif.

Berdasarkan data tersebut, dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square

sehingga didapat p-value 0,037 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status pemberian

ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas ISPA.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara status pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian morbiditas pada bayi umur 7-12 bulan, didapatkan hasil

bahwa sebagian besar ibu bayi di Kelurahan Sekaran, Semarang 33 orang (68,80%)

responden, sedangkan sisanya yaitu 15 orang (31,30%) responden memberikan ASI

eksklusif. Hal ini berarti bahwa ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat

dan kelebihan ASI bagi bayi. Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai

usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam

penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh

karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan

(10)

bayi yaitu pada usia 6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua zat

gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.

Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara

lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu

dipersiapkan terlebih dahulu. Tentang kejadian diare, dari hasil penelitian, didapatkan

hasil bahwa sebagian besar ibu bayi di Kelurahan Sekaran Semarang didapatkan hasil

bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami diare 29 (60,40%) responden

dikarenakan sebagian besar bayi tidak terpapar faktor risiko diare. Diare merupakan

penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak. Menurut WHO, diare

merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari,

dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Pada bayi, konsistensi tinja

lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada

bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari.

Frekuensi BAB yang sering pada bayi belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi

tinjanya seperti hari-hari pada umumnya. Seorang ibu dapat mengetahui kapan

anaknya terkena diare, dan bergantung pada situasi anak (Masri, 2004). Orang tua

berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi yang masih

menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi

dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi

bakteri dan virus (Medicastor, 2006). Tentang ISPA berdasarkan hasil penelitian,

didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu bayi di Kelurahan Sekaran Semarang

didapatkan hasil bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami ISPA 34 (70,80%)

responden. Hal ini berarti sebagian besar bayi tidak terpapar faktor risiko ISPA. ISPA

dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia,

(11)

dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan

sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan

tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.

Hal senada dikemukakan oleh Suwendra (1988), bahkan semakin muda usia anak

makin sering mendapat serangan ISPA (Dinkes, 2001). Keadaan gizi yang buruk

muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa

penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi

paru, sehingga bayi yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia (Dinkes, 2001).

Bayi dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan bayi

dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi

sendiri akan menyebabkan bayi tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan

kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, bayi lebih mudah terserang “ISPA berat”

bahkan serangannya lebih lama (Dinkes, 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sekaran Semarang didapatkan hasil

bahwa ada hubungan antara status pemberian ASI pada bayi umur 7-12 bulan dengan

kejadian diare. Sebanyak 19 responden yang merupakan kelompok diare terdapat

sebanyak 19 (39,60%) responden yang tidak memberikan ASI eksklusif. Sedangkan

pada 29 responden yang merupakan kelompok tidak diare diperoleh 15 (31,30%)

responden memberikan ASI eksklusif dan sebanyak 14 (29,20%) responden tidak

memberikan ASI eksklusif.

Dari hasil analisis tersebut dapat digambarkan bahwa sebagian banyak bayi yang

(12)

putih, teh, jus, dan susu formula. Bayi yang diberikan ASI secara eksklusif lebih

jarang mengalami diare atau mengalami kematian akibatnya, dibandingkan bayi yang

tdak mendapatkan ASI, atau mendapatkan ASI tidak eksklusif. Memberikan ASI juga

melindungi bayi dari risiko alergi, dan infeksi lain seperti pneumonia (Soraya, 2008).

Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare. Bayi dan balita

yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak

terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat

terkontaminasi bakteri dan virus (Soraya, 2008).

Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit diare, ASI juga

menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga, batuk, pilek, dan

penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih

sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif (Depkes RI, 2001).

Dari penelitian yang dilakukan maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan

antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian

diare dapat dibuktikan (Depkes RI, 2001).

Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi umur 7-12 bulan dengan

Kejadian Diare

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sekaran Semarang

didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pemberian MP-ASI pada bayi umur 1-6

bulan dengan kejadian diare.

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan

(13)

sendiri waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Sistem imun bawaan pada bayi menurun

namun sistem imun yang dibentuk oleh bayi itu sendiri belum bisa mencukupi

sehingga dapat mengakibatkan adanya kesenjangan zat kekebalan pada bayi dan hal

ini akan hilang atau berkurang bila bayi diberi ASI. Kolostrum mengandung zat

kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (Depkes RI, 2001).

Penelitian yang dilaksanakan oleh Pisacane membuktikan bahwa pemberian ASI

memberikan efek yang tinggi terhadap ISPA. Sedang penelitian yang dilakukan oleh

Shah juga menunjukkan bahwa ASI mengandung bahan-bahan dan anti infeksi yang

penting dalam mencegah invasi saluran pernapasan oleh bakteri dan virus. Walaupun

balita sudah mendapat ASI lebih dari 6 bulan namun bila status gizi dan lingkungan

kurang mendukung dapat merupakan risiko penyebab ISPA bayi (Dinkes, 2001).

Dari penelitian yang dilakukan maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan

antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian

ISPA dapat dibuktikan.

SIMPULAN

Status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar tidak

mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33 (68,80%) responden.

Kejadian mobiditas diare pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak

diare yaitu 29 (60,40%) responden.

Kejadian mobiditas ISPA pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak

(14)

Ada hubungan yang bermakna antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur

7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare dengan p-value 0,000 di Kelurahan Sekaran Semarang.

Ada hubungan yang bermakna antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur

7-12 bulan dengan kejadian morbiditas ISPA dengan p-value 0,037 di Kelurahan Sekaran Semarang.

KEPUSTAKAAN

Admin. 2004. Dorong ASI eksklusif. http://www. lycos.co.ok/

budiw/index.php?m=200411-20k-22

Dep Kes. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas Puskesmas.Jakarta: Dep Kes Jakarta.

________. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas Puskesmas.Jakarta: Dep Kes Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota. 2009. Data Bayi

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.Jakarta: Puspa Swara.

Dinas Kesehatan.2002.Diare.http://www.Dinkes-dki.go.id/penyakit.html. ________. 2001.Buletin Epidemiologi Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Depkes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Semarang.

FK UNDIP. 2003.Peningaktan Pemberian ASI dan Masalah Laktasi.Semarang. Depkes RI,Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, 2001

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 1999.Profil Kesehatan Jawa Tengah.

Semarang

(15)

Krinastuti, diah.ASI Ekdklusif. 2001. :Jakarta: Medical book

Komalasari, Yeni. 2010. ASI Makanan Terbaik Bagi Bayi.

[Jakarta]http://www.radar.co.id/berita/read/7112/2010/ASI-Makanan-Terbaik-Bagi-Bayi

Kristiyansari, weni. 2009.ASI Menyusui Dan Sadari. Nuha Medika:Yogyakarta

Nuraini Irma Susanti. 2004. Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan. http://www.tabloit-nakita.com/artikel-ph3?edisi=0406rubrik

Notoatmodjo, 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Rineka Cipta. Jakarta. . 2005. Metodologi Penelitian Research, Rineka Cipta. Jakarta.

Ngastiyah. 1997.Perawtan Anak Sakit.Penerbit EGC Buku Kedokteran. Jakarta.

Prabu.1996. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum Jilid I. Jakarta: Widya Medika. Profil Kesehatan Puskesmas Kedungwuni I Tahun 2004.

Sjahmien Moehji. 2002.Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakara: Bhratara. ______________. 2003. Ilmu Gizi 2.Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti.

Soekidjo Notoadmojo.2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiyono. 2002.Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Suririnah. 2004. Air Susu Ibu Memberi Keuntungan Ganda untuk Ibu dan Bayi. http://abcnews.go.co/sections/living/dailyNews/breastreeding990923.html.

(16)

UNICEF. 2005. Rekomendasi tentang Pemberian Makanan Bayi pada Situasi

Referensi

Dokumen terkait

Penemuan kajian ini telah membuktikan bahawa sektor pendidikan tinggi bukanlah merupakan penyumbang utama kepada pertumbuhan ekonomi sebaliknya, sumbangan faktor terpenting

tah Kabupaten Belitung Timur meliputi Penda ngan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang abupaten Belitung Timur terdiri dari Pajak lolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah..

Berdasarkan Data Monografi Desa Beji terlihat bahwa penduduk yang menempati tingkat pendidikan paling banyak dari tahun ke tahun adalah tingkatan Sekolah Dasar, dan urutan

Simpulan yang dapat ditarik adalah bahwa dengan pemanfaatan sistem pendukung perkuliahan yang berjalan dalam jaringan lokal, pihak STIE YP Karya dapat meningkatkan

Penelitian ini bertujuan:(1)Untuk mengetahui sejarah Pasar Tradisional Wadaslintang,(2)Untuk mengetahui kondisi ekonomi, sosial dan budaya Masyarakat Wadaslintang tahun

Alhamdulillahirobil’alamin segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah kesehatan, rakhmat, dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Arus kas operasi adalah kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan