Tugas Individual
Essay : Peran Keluarga dalam Menerapkan Nilai Budaya
Suku Sasak
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pembimbing : Prof. Nadiroh, M.Pd.
Disusun Oleh :
Qonita Zulfa Rachmawati
1301617050
PERAN KELUARGA DALAM MENERAPKAN
NILAI BUDAYA SUKU SASAK
Suku sasak merupakan salah satu bagian dari kekayaan dan keberagaman suku di Indonesia. Suku sasak berasal dari Nusa Tenggara Barat, tepatnya di daerah Lombok. Mayoritas penganut suku sasak beragama islam. Keluarga suku sasak dahulu menjalankan fungsi agama yang disebut wetu telu. Namun sekarang, kepercayaan mereka telah disesuaikan sebagaimana umat islam lainnya, yakni melaksanakan sholat lima waktu. Mereka secara turun temurun melestarikan budaya dan adat yang dimiliki oleh suku sasak. Terdapat tiga jalur utama yang dipergunakan oleh suku sasak islam di Lombok untuk membangun identitas dan menjaga kelestarian budaya mereka, yaitu jalur pendidikan (formal dan nonformal), politik, dan ritual seremonial.
Keluarga turut berperan besar dalam melestarikan budaya suku sasak terhadap keturunannya. Dalam hal ini, konsep sampling[1] digunakan dalam memperoleh data
kualitatif, dan pemilihan informan menggunakan teknik snow ball[2].
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan bahwa keluarga suku sasak khususnya ibu atau istri memiliki peran yang dominan dalam menerapkan nilai-nilai budaya pada anak-anaknya. Nilai budaya yang diterapkan seorang ibu kepada anaknya bertujuan untuk membentuk tingkah lakunya di masyarakat sehingga sesuai dengan norma yang berlaku. Peran ibu sebagai pelindung keluarganya tercermin dari suatu budaya yang masih ada hingga saat ini yaitu tradisi kawin lari yang artinya seorang laki-laki menculik anak perempuan untuk menikah. Sedangkan peran ayah di suku Sasak di antaranya menumbuhkan rasa percaya diri, menumbuhkan anak agar mampu berprestasi dan mengajarkan anak untuk tanggung jawab.
[1]sampling : metode yang digunakan dengan mengambil contoh populasi yang mewakili secara keseluruhan [2]snow ball : teknik pengambilan informan yang bermula pada beberapa orang yang dapat dijadikan sebagai
Masyarakat suku sasak, seluruhnya beragama islam namun tidak melaksanakan wetu telu atau sholat tiga waktu. Sholat yang dilakukan juga lima waktu dan ada tradisi mengaji di masjid. Namun karena jarak masjid dengan desa lumayan jauh harus ke jalan raya, maka anak-anak biasanya belajar mengaji dengan ibu atau orang tuanya di rumah sehabis sholat maghrib.
Seorang ayah sebagai kepala rumah tangga harus berperan aktif dalam bermasyarakat, misalnya informan menjelaskan adanya paguyuban suku sasak desa ende yang peduli akan wisatawan yang datang ke desa sehingga sukarela menjadi pemandu. Maka seorang ayah pun mengajarkananak untuk berbahasa dan menjelaskan secara baik agar dapat mencetak generasi yang baik dalam memandu pengunjung. Fungsi mendidik sudah dilakukan oleh ayah pada suku sasak ini yaitu mempersiapkan anak dalam berbahasa atau berkomunikasi dengan baik dengan melibatkan langsung pada kegiatan aktif paguyubannya.
Masyarakat suku sasak biasa menggunakan pakaian yang sopan. Ini sesuai dengan budaya yang telah mereka jalani turun temurun. Aturan adat mereka yaitu pakaian sopan untuk wanita berupa kain tenun atau sarung dan perempuan tidak memakai celana dilingkungan desa. Jika memakai perempuan memakai pakaian ketat maka dianggap tidak sopan oleh masyarakat tersebut. Hal tersebut sudah pasti suku sasak telah menjalankan fungsi sosial budaya bahwa kehidupan berbudaya ada aturan yang harus dipatuhi sesuai norma yang berlaku.
Sumber :
PERAN KELUARGA DALAM MENERAPKAN NILAI BUDAYA SUKU SASAK
DALAM MEMELIHARA LINGKUNGAN (oleh : Septi Mulyanti Siregar, Nadiroh. 2017-08-29)
KONSTRUKSI IDENTITAS ORANG SASAK DI LOMBOK TIMUR, NUSA
TENGGARA BARAT (oleh : A. A. Ngr Anom Kumbara. 2008-10-03)