• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Alpukat - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Dalam Alpukat Lokal dan Alpukat Impor Secara Spektrofotometri Serapan Atom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Alpukat - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Dalam Alpukat Lokal dan Alpukat Impor Secara Spektrofotometri Serapan Atom"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Alpukat

Menurut United States Department of Agriculture (1994), klasifikasi

lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Class : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Sub class : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Familia : Lauraceae

Genus : Persea

Species : Persea americana Mill

Hampir semua orang mengenal alpukat karena buah ini dapat

ditemukan di pasar-pasar setiap saat, tanpa mengenal musim. Menurut

sejarahnya, tanaman alpukat berasal dari daerah tropis Amerika. Nikolai

Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan sumber genetik

(2)

kemudian menyebar ke berbagai negara yang beriklim tropis (Rukmana,

1997).

Tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu :

1. Ras Meksiko

Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Ekuador beriklim semi tropis

dengan ketinggian antara 2.400-2.800 meter di atas permukaan laut. Ras ini

mempunyai daun dan buah yang berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa

dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk

jorong (oval), bertangkai pendek, kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi

rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling

tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin (Karina, 2012).

2. Ras Guatemala

Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan

ketinggian sekitar 800-2.400 meter di atas permukaan laut. Ras ini kurang

tahan terhadap suhu dingin (toleransi sampai -4,50C). Daunnya tidak berbau

adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara

200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras, mudah rusak, dan kasar (berbintil-bintil).

Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang antara 9-12 bulan.

Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit

biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang

(3)

3. Ras Hindia Barat

Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang

beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 meter di atas permukaan laut.

Varietas ini peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi sampai -20C.

Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan

kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300

gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Masa berbunga

sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6-9 bulan. Biji besar dan sering lepas di

dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari daging buahnya

paling rendah (Karina, 2012).

Varietas-varietas alpukat yang dapat ditemukan di Indonesia,

digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Varietas Unggul

Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, tahan

terhadap hama dan penyakit, buah berbentuk seragam oval dan berukuran

sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat

pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari

1987, Menteri Pertanian telah menetapkan dua varietas alpukat unggul, yaitu

alpukat Hijau Panjang dan alpukat Hijau Bundar (Karina, 2012).

2. Varietas Lain

Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah dari Instalasi

Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas

(4)

Merah Panjang, Merah Bundar, Dickson, Butler, Winslowson, Benik, Puebla, Furete, Collinson, Waldin, Ganter, Mexcola, Duke, Ryan, Leucadia, Queen

dan Edranol (Karina, 2012).

2.1.2 Alpukat Hijau Panjang

Alpukat ini berbuah sepanjang tahun tergantung lokasi dan kesuburan

tanah. Kerontokan buah sedikit. Tinggi pohon 5-8 meter. Bentuk daun bulat

panjang dengan tepi rata. Berat buahnya 0,3-0,5 kg. Bentuknya seperti buah

pear dengan ujung tumpul dan pangkal meruncing. Panjangnya 11,5-18 cm dan diameternya 6,5-10 cm. Tebal kulit buah 1,5 mm berwarna hijau kemerahan

dengan permukaan licin berbintik kuning. Daging buahnya tebal (sekitar 2 cm),

bertekstur agak lunak, berwarna kuning, dan rasanya gurih. Bijinya berbentuk

jorong dengan rata panjang 5,5 cm dan diameter 4 cm. Produksi buah

rata-rata 16,1 kg per pohoh per tahun (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

2.1.3 Alpukat Hijau Bundar

Buah alpukat ini berbentuk lonjong dengan ujung bulat dan pangkal

tumpul. Tinggi pohon 6-8 meter. Bentuk daun bulat panjang dengan tepi

berombak. Rasa buah enak, gurih, dan agak kering. Berat buahnya 0,3-0,4

kg. Panjang buah sekitar 9 cm dengan diameter 7,5 cm. Kulit buah tebalnya 1

mm berwarna hijau tua saat matang. Permukaannya licin berbintik kuning.

Daging buah berwarna kuning kehijauan dengan tebal sekitar 1,5 cm. Biji

berbentuk jorong dengan panjang 5,5 cm dan diameter 4 cm. Setiap pohon

dapat menghasilkan rata-rata 22 kg per tahun. Produksi buah terus menerus

(5)

2.1.4 Alpukat Hass

Alpukat Hass menghasilkan buah sepanjang tahun dan menyumbang

80% dari alpukat yang dibudidayakan di dunia. Daging memiliki rasa yang

kaya dengan minyak 19%. Tipe A Guatemala hibrid, dapat menahan

temperatur -30C (260F). Alpukat Hass merupakan keturunan dari ras

Guatemala yang memiliki masa simpan yang baik. Alpukat Hass memiliki

kulit tebal bergelombang coklat gelap hampir hitam ketika matang. Alpukat

ini berbentuk oval dan berukuran sedang. Buah Hass berukuran sedang

(150-250 g). Bijinya dari kecil sampai sedang. Daging hijau pucatnya memiliki

tekstur lembut (California Avocado Commission, 1978).

2.1.5 Syarat Pertumbuhan 2.1.5.1 Iklim

Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses

penyerbukan. Namun demikian, angin dengan kecepatan 62,4 -73,6 km/jam

dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong

lunak, rapuh, dan mudah patah (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun.

Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran

rendah beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah

dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering),

tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m

(6)

Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80

%. Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan

iklim kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat (Kementrian

Pertanian Indonesia, 2011).

Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,30C.

Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran

tinggi, tanaman alpukat dapat bertahan pada suhu antara 15-300C atau lebih.

Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing.

Antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai -70C, Guatemala

samapai -4,50C, dan Hindia Barat sampai 20C (Kementrian Pertanian

Indonesia, 2011).

2.1.5.2 Media Tanam

Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur,

tidak mudah tergenang air, subur, dan banyak mengandung bahan organik

(Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah

lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam), dan lempung endapan (aluvial loam) (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara

pH sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan

menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang

(7)

seperti Fe, Mg, dan Zn akan berkurang (Kementrian Pertanian Indonesia,

2011).

2.1.5.3 Ketinggian Tempat

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah

sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 meter di atas permukaan laut. Namun,

tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada

ketinggian 200-1000 meter di atas permukaan laut. Untuk tanaman alpukat

ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan

ketinggian 1000-2000 meter di atas permukaan laut, sedangkan ras Hindia

Barat pada ketinggian 5-1000 meter di atas permukaan laut (Kementrian

Pertanian Indonesia, 2011).

2.1.6 Manfaat Buah Alpukat

Sejak zaman dulu, buah alpukat sudah dikenal sebagai salah satu

makanan yang berkhasiat untuk pengobatan. Manfaat yang dapat diperoleh

dari buah alpukat antara lain dapat membantu dalam menurunkan kolesterol

darah, regenerasi darah merah, mencegah anemia, melembabkan kulit, dan

mencegah konstipasi (Mahendra dan Rachmawati, 2008).

Alpukat kaya akan mineral (14 jenis) yang semuanya berguna untuk

mengatur fungsi tubuh dari menstimulasi pertumbuhan. Peran mineral yang

menonjol adalah besi dan tembaga yang membantu dalam proses regenerasi

darah merah dan mencegah anemia dan kandungan kalium sebagai

pengontrol tekanan darah. Selain itu, ternyata kandungan karbohidrat, gula,

(8)

lemaknya, alpukat juga sangat baik digunakan dalam perawatan kulit/wajah.

Mengoles wajah dengan alpukat akan membuat kulit kering menjadi sedikit

berminyak dan lembab sehingga kesehatan kulit akan terjaga (Mahendra dan

Rachmawati, 2008).

2.2 Mineral

Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting

dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ,

maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam

mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang

dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral

mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari. Yang termasuk mineral makro

antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium,

sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi, mangan dan

tembaga (Almatsier, 2002).

Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses

metabolisme, mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik,

membantu transpor senyawa-senyawa penting pembentuk membran,

beberapa di antaranya merupakan konstituen pembentuk jaringan tubuh.

Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses

pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya

dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap

(9)

2.2.1 Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam

tubuh, yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih

sebanyak 1 kg (Barasi, 2004). Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi

pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui (Almatsier, 2002).

Mineral kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Jumlah yang

dianjurkan per hari untuk anak-anak sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg,

dan dewasa sebesar 500-800 mg (Almatsier, 2002).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh

(Almatsier, 2002).

2.2.2 Kalium

Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam

pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di

dalam cairan intraseluler (Almatsier, 2002). Bahan pangan yang mengandung

kalium baik dikonsumsi penderita darah tinggi (Astawan, 2008).

Kekurangan kalium karena makanan jarang terjadi, sepanjang

seseorang cukup makan sayuran dan buah segar. Kebutuhan minimum akan

kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier, 2002).

2.2.3 Natrium

Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraselular.

Fungsi natrium di dalam tubuh bersama-sama dengan kalium menjaga

(10)

serabut syaraf (Almatsier, 2002). Konsumsi harian kita terhadap natrium

yang berlebih, perlu diimbangi dengan konsumsi kalium yang tinggi

(Astawan, 2004). Kebutuhan natrium diperkirakan sebesar 500 mg/hari

(Almatsier, 2002).

2.2.4 Magnesium

Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus

jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel

jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk

reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipida,

protein, dan asam nukleat serta dalam sintesis, degradasi, dan stabilitas bahan

gen DNA. Sebagian besar reaksi ini terjadi dalam mitokondria sel.

Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di

dalam email gigi (Almatsier, 2002).

2.3 Destruksi Kering

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara

pengabuannya. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk

aslinya adalah sangat sulit, oleh karenya biasanya dilakukan dengan

menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal

dengan pengabuan (Sudarmadji, dkk., 1989).

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasi semua zat organik

(11)

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.

Temperatur pengabuan harus diperhatikan sunguh-sungguh karena banyak

elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya K, Na, S,

Ca, Cl, P. Selain itu, suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi

senyawa tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3 (Sudarmadji, dkk.,

1989).

Hasil proses pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian

tengahnya terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum

sempurnah maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh

abu yang berwarna putih keabu-abuan (Warna abu ini tidak selalu abu-abu

atau putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan)

(Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektroskopi serapan atom (SSA) didasarkan pada serapan radiasi

UV-Vis oleh mineral-mineral yang teratomisasi, sementara spektroskopi emisi

atom (SEA) menggunakan emisi radiasi sampel. Sampel biasanya harus

diabukan, dilarutkan dalam air atau asam encer, dan diuapkan (vaporisasi).

Dalam SSA, sampel diatomkan oleh nebulizer dan suatu pemanas (nyala SSA) atau dengan tungku grafit (SSA elektrotermal). SSA elektrotermal

menggunakan sampel dengan ukuran yang lebih kecil dan mempunyai batas

deteksi yang jauh lebih kecil (lebih sensitif) dibanding SAA nyala, akan

(12)

eksitasi dapat dilakukan dengan nyala atau dengan plasma yang dikopel

secara induktif (ICP = inductively coupled plasma), yang mana sampel dipanaskan pada suhu lebih dari 60000K dengan adanya gas argon. Baik SSA

ataupun SEA mengukur kosentrasi logam dalam jumlah sekelumit dalam

matriks sampel bahan makanan dengan akurasi dan presisi yang sangat baik.

SAA merupakan instrumen yang lebih eksis dan sekarang hampir tersedia

disemua laboratorium kimia analisis. Sementara itu, SEA-ICP dapat

digunakan untuk mengukur lebih dari satu unsur dalam suatu sampel dan

dapat digunakan untuk analisis senyawa-senyawa yang stabil pada suhu

tinggi. Kedua teknik ini telah menggantikan teknik klasik (seperti

kompleksometri) untuk analisis mineral dalam bahan makanan (Rohman,

2013).

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi

sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak

atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007)

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya

oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu,

tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini

mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.

Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi,

berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar

dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

(13)

a. Sumber Radiasi

Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi

dengan mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Lampu Katoda Berongga (Hollow Cathode Lamp)

(Filho, et al., 2012)

b. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel

menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

1. Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan

menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang

(14)

untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala

asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada

sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara

sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sistem pembakar spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada

Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sistem Pembakar Spekrofotometer Serapan Atom (Filho, et al., 2012)

2. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel

diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit,

kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara

melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang

akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom

ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga

sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi

(15)

Tungku masmann dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tungku Masmann (Gandjar dan Rohman, 2007) c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum

sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan

Rohman, 2007).

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang

menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada

(16)

Gambar 2.4. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Gandjar dan Rohman, 2007)

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya

(Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

-Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan

(17)

campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar

analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

-Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan

sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang

diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya

dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan

sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel

dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

b. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku atau

simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan atau presisi

merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji

individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang

homogen (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya

yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya

(18)

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan

respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi

matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap

konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004).

e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang

dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas

kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3. Tungku Masmann (Gandjar dan Rohman, 2007)
Gambar 2.4. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom  (Gandjar dan Rohman, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Modul “Interaksi Desa - Kota“ ini terbagi menjadi 4 sub tema atau unit bahasan, yaitu (1) “Desaku Permai”, memuat uraian tentang wilayah desa, pola pemukiman

Perancangan sistem informasi Customer Relationship Management (CRM) pada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Indomaret) Batam dilakukan dengan pemodelan sistem

Pada proses menerima secara konkret orang menggunakan kelima indranya, sedangkan menerima Membuat model matematika dari ide atau gagasan dengan menerapkan simbol-simbol

(Madrid: Dar Andalus. jilid I, hlm.. mendebat para Nabi mereka. karena itu, bila kuperintahkan mengerjakan sesuatu, laksanakanlah sebisa-bisanya, dan apabila

gangguan bipolar episode depresi lebih sering terjadi pada

3ekerjasama !engan teman #ang .er.e!a status sosial suku !alam

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 33 Makassar tahun ajaran 2019/2020 yang terdiri dari sepuluh (10) kelas dengan jumlah

• Pada tahun 1990-an produksi mutiara Indonesia mulai menggeliat dengan masuknya perusahan mutiara dari negara lain selain Jepang, juga berkembangnya budidaya mutiara oleh