• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (2)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME Il NO. 011 AGUSTUS 2013 ISSN 2338-4026

esearch, Idea, Statement

Jurnal Pendidikan Matematika

12

codl Pendldlkan Matematlka

▸ Baca selengkapnya: pemecahan masalah pkl

(2)

O

GARłg

Jurnal Pendidikan Matematika

Prodi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(3)

Vısı

DAN

Mısı

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP

UNİVERSITAS

GALUH

v

ısı

Terpercaya dan unggul dalam bidang

Pendidikan Matematika di Priangan Timur pada 2030

1. Menyelenggarakan program pendidikan tinggi dalam

bidang Pendidikan Matematika untuk menyiapkan tenaga pendidik dalam bidang matematika yang

profesional.

2. Menyelenggarakan penelitian dan mengaplikasikan dalam bidang Pendidikan Matematika.

3. Mengembangkan dan mengaplikasikan Pendidikan

Matematika yang didukung oleh disiplin ifmu lainnya

sebagai bentuk pengabdian untuk kepentingan

masyarakat

4. Menjalin kerjasama lokal, nasional dan internasional

(4)

Galuh Research, Idea, Statement

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung .

Dekan FKIP Universitas Galuh

Dr. H. Kusnandi, M.M.,M.Pd

Dewan Pengarah :

Dr. H. Toto, M.Pd

Penanggung Jawab :

Ketua Program Studi Euis Erlin, Dra., M.Kes

Pemimpin Redaksi : Adang Effendi, ST., M.Pd Wakil Pemimpin Redaksi :

Asep Amam, S.Pd., M.Pd

Sekretaris Redaksi :

Lala Nailah Zamnah, S.Pd., M.Pd

Editor :

Ida Nuraida, S.Si., M.PMat Laela Maya Nurhayati, Dra., M.Sc

Mitra Bestari

Dr. H. Heris Hendriana, M.Pd

(STKIP Siliwangi)

Dr. Hj. Nani Ratnaningsih, M.Pd

(UNSIL) Tata Letak :

Ai Tusi Fatimah, s.Pd., M.Si Johan Suyono, Drs., M.s;

Desain Artistik :

Fahrudin Muhtarullah, S.Si., M.Sc

Tata Usaha : Gugum Sunendar Alamat Redaksi :

Program Studi Pendidikan Matematika

JL. R.E. Martadinatan No. 150. Telp (0265) 772192 Universitas Galuh

PENGANTAR REDAKSI

Dalam rangka memfasilitasi para pemerhati Pendidikan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Galuh menerbitkan Jurnal Pendidikan Matematika "Garis” .

Berkenaan dengan penerbitan perdana

jurnal ini, kami dari dewan redaksi

memaparkan isi jurnal yang meliputi hasil-hasil penelitian dan ide-ide pada bidang matematika.

Padakesempatan ini, dewan redaksi

menyambut baik motivasi dan dukungan

civitas akademika Universitas Galuh

dalam mewujudkan terbitnya Jurnal Pendidikan Matematika "Garis". Dengan terbitnya jurnal ini diharapkan mampu membangun masyarakat yang ilmiah baik

dilingkungan Program Studi Pendidikan

Matematika Universitas Galuh maupun

diluar Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Galuh

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah

membantu terbitnya Jurnal Pendidikan Matematika "Garis” . Mudah-mudahan berbagai dukungan yang telah diberikan dapat bermanfaat dalam peningkatan

kualitas akademik.

(5)

D AFTAR ISI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED LEARNING DENGAN HANDS-ONACTIVITY

Lala Nailah Zamnah, M.Pd. 1

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD GF(Y) DENGAN METODE NAIF

Ai Tusi Fatimah, M.M. - 17

KARAKTERISTIK GELANGGANG VALUASI Ida Nuraida, M.PMat. — 29

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERKAIT DENGAN

BERPIKIR MATEMATIS

Johan Suyono, M.Si. — 39

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS ICT

TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

Asep Amam, Tatang Herman, Jarnawi Afgani Dahlan — 55

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS

SISWA TUNANETRA DENGAN ALAT PERAGA MANIPULATIF

Dyah Khoirina Sari, Darhim, Siti Fatimah — 69

PENiNGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MTs MELALUI PENDEKATAN

PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

Etika Khaerunnisa, Darhim, Siti Fatimah — 83

MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES MATEMATIS (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Madrasah Tsanawiyah)

(6)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA MTS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

(Kuasi Eksperimen pada Siswa MTS di Kabupaten Pandeglang)

Nenden Suciyati, S, Yaya Kusuma S, Jarnawi A Dahlan — 115

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMBUKTIAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS

TINGKAT TINGGI SISWA SMA

Rizki Amalia, Jarnawi Afgani Dahlan, Stanley Dewanto — 131

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)

(7)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIS MELALUI

PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED LEARNING

DENGAN HANDS-ON ACTIVITY

Lala Nailah Zamnah

Universitas Galuh nailah_lala@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya kemampuan

pemecahan masalah matematis. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan problem-centered

learning dengan hands-on activity dan siswa yang memperoleh

pembelajaran menggunakan pendekatan problem-centered learning tanpa

hands-on activity. Desain penelitian ini adalah kelompok kontrol non

ekuivalen yang melibatkan dua kelas. Kelas pertama memperoleh

pembelajaran menggunakan problem-centered learning dengan hands-on

activity dan kelas kedua memperoleh pembelajaran menggunakan

problem-centered learning tanpa hands-on activity. Untuk mendapatkan data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan

pemecahan masalah matematis. Populasi penelitian ini adalah siswa SMP

Negeri 3 Cipaku dengan sampel penelitian kelas VIll-A dan VIll-C.

Analisis data dilakukan terhadap rataan gain ternormalisasi kedua

kelompok sampel dengan menggunakan uji perbedaan rataan gain

ternormalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

menggunakan pendekatan problem-centered learning dengan hands-on

activity memberikan pengaruh pada peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa.

Kata Kunci:

Kemampuan pemecahan masalah matematis, problem-centered learning,

hands-on activity.

(8)

A. PENDAHULUAN

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki setiap orang. Bukan hanya karena sebagian besar kehidupan manusia akan

berhadapan dengan masalah-masalah yang perlu dicari penyelesaiannya,

tetapi pemecahan masalah juga dapat meningkatkan daya analitis dan dapat membantu untuk menyelesaian permasalahan-permasalahan pada berbagai situasi yang lain. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan

Cooney (Hudojo, 2003) bahwa dengan mengajarkan siswa untuk

menyelesaikan masalah akan memungkinkan siswa tersebut menjadi

lebih analitis mengambil keputusan dalam kehidupan.

Kemampuan pemecahan masalah tidak dapat berkembang dengan

baik tanpa adanya kegiatan atau usaha untuk mengembangkan potensi-potensi kemampuan tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi-potensi kemampuan tersebut adalah

melalui suatu program pendidikan. Salah satu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah matematika. Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2006) bahwa tujuan dari

pelajaran matematika agar siswa memperoleh : (1) memiliki pengetahuan

matematika (konsep, keterkaitan antarkonsep, dan algoritma); (2) menggunakan penalaran; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomu-nikasikan gagasan dengan simbol, tabel,diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Menurut Branca (Sumarmo, 1994) kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa, bahkan kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai jantungnya

dalam belajar matematika.

Namun pada kenyataannya dari beberapa fakta yang ada, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia masih

rendah. Diantaranya yaitu hasil survey TIMSS pada tahun 2007 skor

rata-rata kemampuan matematika siswa kelas 8, prestasi negara indonesia menurun bila dibandingkan dengan skor rata-rata yang diperoleh siswa

Indonesia pada tahun 2003 yaitu menjadi 403, masih di bawah skor

rata-rata internasional yaitu 500 (Depdiknas, 2007). Pada survey tersebut salah satu aspek kognitif yang dinilai adalah kemampuan siswa untuk

memecahkan masalah tidak rutin, siswa Indonesia memperoleh skor 398, masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500 (Mulis, et al, 2007).

Selain itu, hasil survey PISA (OECD, 2010) tahun 2009, Indonesia

(9)

menempati peringkat ke-61 dari 65 negara yang disurvey dengan skor rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia yaitu 371, skor tersebut masih dibawah rata-rata skor internasional yaitu 496. Pada

survey tersebut salah satu aspek kognitif yang dinilai adalah kemampuan pemecahan masalah matematik.

Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan, hal ini menunjukkan

bahwa kompetensi matematis terutama kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa masih rendah. Jadi salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka praktisi

pendidikan matematika perlu mencari berbagai alternatif solusi yang baik

agar kualitas pembelajaran matematika dapat diperbaiki, sehingga

melalui kemungkinan-kemungkinan solusi yang dikembangkan

diharap-kan dapat membantu meningkatdiharap-kan kemampuan pemecahan masalah.

Salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa memiliki banyak kesempatan untuk berfikir, khususnya dalam memahami pengetahuan dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai

dengan pendapat Splitzer (Redhana, 2003) yang mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran yang bersifat student centered, siswa

diharap-kan mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, dalam hal ini

berarti siswa dilatih dalam menganalisis suatu permasalahan, lebih lanjut siswa dilatih dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengkonstruksi

argumen serta mampu memecahkan masalah dengan tepat. Salah satu alternatif pembelajaran yang berpusat pada siswa (centered learning)

adalah pendekatan problem-centered learning dengan Hands-on Activity.

Pendekatan problem-centered learning menurut Jakubowski (Hafriani, 2004) merupakan aktivitas pembelajaran yang menekankan

belajar melalui penelitian dan pemecahan masalah. Pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Problem-Centered Learning memungkinkan

siswa menstimulasi pikirannya untuk membuat konsep-konsep yang ada menjadi logis melalui aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang menarik bagi siswa dan siswa selalu berusaha untuk memecahkan masa-lah tersebut, mementingkan komunikasi pada pembelajaran,

memfokus-kan pada proses penyelidimemfokus-kan dan penalaran dalam pemecahan masalah

dan mengembangkan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan

(10)

matika ketika mereka menghadapi situasi-situasi kehidupan sehari-hari.

Pendekatan Problem-Centered Learning didesain oleh Wheatley

untuk memfasilitasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran

dengan mendorong mereka:

1. Menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah.

2. Saling bertukar pandangan yang tidak hanya memperkuat jawaban_ jawaban yang benar saja.

3. Untuk berfikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung dengan alat tulis.

Wood dan seller (Cassel, 2003) juga berpendapat bahwa dalam

pendekatan problem-centered learning proses belajar terjadi ketika siswa mengkonstruksi pemahaman untuk pengalaman mereka sendiri, siswa bertindak dan berinteraksi dengan kelompoknya sehingga mereka aktif

mencoba untuk menyelesaikan permasalahan matematis yang dihadapi

dalam aktivitas yang berguna.

Salah satu teknik yang dapat mengarahkan siswa untuk berpartisi-pasi aktif dalam penyelesaian pemecahan masalah matematis dan tidak

hanya sekedar menghitung dengan alat tulis adalah Hands-on Activity.

Hands-on activity adalah suatu kegiatan yang melibatkan praktik atau eksperimen. Krismanto (2003) mengungkapkan bahwa pengertian hands-on activity khususnya dalam ruang lingkup pembelajaran

matematika adalah proses belajar dengan sentuhan tangan atau

pengutak-atikan obyek dengan tangan. Aktivitas dengan sentuhan tangan dan pengutak-atikan obyek dengan tangan dapat melibatkan siswa dalam

menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan,

mengum-pulkan dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Melalui

aktivitas hands-on activity ini secara tidak langsung mengajarkan kepada siswa dalam pemecahan masalah, sehingga siswa akan lebih memahami bila menemukan sendiri masalah dan penyelesaian dibandingkan hanya membaca buku atau mendengarkan penjelasan dari guru.

Dengan memperhatikan uraian di atas, peneliti berupaya meng-ungkapkan apakah pembelajaran menggunakan pendekatan problem-centered learning dengan hands-on activity dapat meningkatkan kernam-puan pemecahan matematis. Penelitian ini dirancang untuk melihat penggunaan pendekatan problem-centered learning dengan hands-on activity dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemam-puan pemecahan masalah matematis.

(11)

B. KAJIAN PUSTAKA

Pemecahan Masalah Matematis

Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi

kesulitan yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.

Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah adalah salah satu hasil yang ingin dicapai dan merupakan kemampuan yang diharapkan

dapat diperoleh oleh siswa.

Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan

yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan (Sumarmo: 2000). Pemecahan masalah dalam matematika melibatkan metode dan cara penyelesaian yang tidak standar dan tidak diketahui sebelumnya

(Turmudi, 2008).

Menurut Branca (Sumarmo, 1994) pemecahan masalah dapat diartikan dengan menggunakan interpretasi umum yaitu: pemecahan

masalah sebagai tujuan, pemecahan masalah sebagai proses dan pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar. Pemecahan masalah sebagai tujuan menyangkut alasan mengapa matematika itu diajarkan.

Jadi dalam interprestasi ini pemecahan masalah bebas dari soal, prosedur,

metode atau isi khusus, yang menjadi pertimbangan utama adalah

bagaimana cara menyelesaikan masalah yang Inerupakan alasan mengapa

matematika itu diajarkan.

Pemecahan masalah sebagai proses suatu kegiatan yang lebih

mengutamakan pentingnya prosedur, langkah-langkah strategi yang ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikan masalah, dan akhirnya dapat menemukan jawaban soal bukan hanya pada jawaban itu sendiri. Seperti

yang diungkapkan oleh Ruseffendi (2006) bahwa pemecahan masalah

adalah suatu pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan

kepada proses daripada hasilnya (output).

Jadi pemecahan masalah dalam matematika dipandang sebagai

proses dimana siswa menemukan kombinasi prinsip-prinsip atau

aturan-aturan matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan digunakan untuk memecahkan masalah dengan memperhatikan langkah-langkah tertentu.

Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematis

Dalam memecahkan masalah matematis, diperlukan

langkah-langkah konkrit yang benar sehingga jawaban yang diperoleh pun dapat

(12)

menjadi benar.

Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa dalam pemecahan masalah ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas, 2) menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan), 3) menyusun

hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk

dipergunakan dalam memecahkan masalah itu, 4) mengetes hipotesis dan

melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data,

pengolahan data, dll); hasilnya mungkin lebih dari satu, 5) memeriksa

kembali apakah hasil yang diperoleh itu benar; mungkin memilih pula

pemecahan yang paling baik.

Sementara itu, Wahyudin (2008) menulis metode lima langkah pemecahan masalah Dewey: 1) Menyadari masalah, 2) Mendefinisikan

(merumuskan) masalah tersebut, 3) Mengajukan berbagai hipotesis untuk

memecahkannya, 4) Mengkaji konsekuensi-konsekuensi dari tiap

hipotesis berdasarkan pengalaman yang telah lalu, dan 5) Menguji

pemecahan yang paling mungkin.

Djamarah dan Zain (2006) menuliskan langkah-langkah pemecahan

masalah berikut: 1) adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, yang tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya, 2) mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, 3) menetapkan jawaban semcntara dari masalah tersebut, 4) menguji kebenoran jawaban sementara tersebut, dan 5) menarik

kesimpulan.

Menurut Polya (MKPBM, 2001) terdapat empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu : (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah

kedua, (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

Polya (1973) mengemukakan proses yang dilakukan pada tiap

langkah pemecahan masalah melalui pertanyaan:

a. Pemahaman masalah (understanding the problem), diantaranya

adalah: (1) apakah yang tidak diketahui? (2) data apa yang

diberikan? (3)apakah kondisi yang diberikan cukup untuk mencari

apa yang ditanyakan?

b. Membuat rencana pemecahan (devising a plan). Langkah ini menyangkut beberapa aspek diantaranya sebagai berikut: (1) teori mana yang dapat digunakan dalam masalah ini? (2) perhatikan apa

(13)

yang ditanyakan atau coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan

pertanyaan yang sama atau yang serupa? (3) dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan di sini? (4) apakah semua data dan

kondisi sudah digunakan? (5) sudahkah diperhitungkan ide-ide

penting yang ada dalam soal tersebut?

c. Melakukan perhitungan (carrying out the plan). Langkah ini

menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian. Prosedur yang ditempuh adalah :(1) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum? (2)bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih

sudah benar?

d. Memeriksa kembali proses dan hasil (looking back) pada bagian akhir, Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang telah diperoleh. Prosedur yang harus

diperhatikan adalah : (1) dapatkah diperiksa sanggahannya? (2)

dapatkah jawaban tersebut dicari dengan cara lain?

Pendekatan Problem-Centered Learning

Terjemahan dari Problem-Centered Learning adalah pembelajaran

yang berpusat pada masalah. Pendekatan pembelajaran ini pertama kali

dikembangkan oleh Cobb pada tahun 1986 di sekolah dasar dan pada saat

itu pendckatan Problem-Cente ed Learning disebut Problem-Centered Mathematics atau Problem-Centered Classroom. Kemudian pada tahun 90-an, Wheatley mengembangkan pendekatan pembelajaran ini di

sekolah menengah dan disebut Problem-Centered Learning.

Menurut Walbert (2005) Problem-Centered Mathematics adalah

suatu pendekatan pendidikan matematika yang berdasarkan pada

pemecahan masalah atau disebut juga pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approach). Selain itu, Problem-Centered

Learning siswa mengembangkan kemampuan matematikanya,

menemu-kan prosedur mereka sendiri dalam memecahmenemu-kan masalah, serta mampu

menggunakan keterampilan-keterampilan yang diperoleh pada

masalah-masalah yang baru. Selain itu, Wood (1996) berpendapat bahwa Problem-Centered Learning atau pembelajaran berpusat pada masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada masalah

agar siswa memiliki gagasan untuk mengkonstruksi subyek yang penting

dan untuk merefleksi jalan pengertian yang dibangun melalui aktivitas

partisipasi.

(14)

Pendekatan Problem-Centered Learning didesain Oleh Wheatley untuk memfasilitasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran

dengan mendorong mereka:

a. Menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah b. Saling bertukar pandangan yang tidak hanya memperkuat

jawaban-jawaban yang benar saja.

c. Untuk berfikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung dengan alat tulis.

Wheatley juga berpendapat bahwa aktivitas pembelajaran dengan pendekatan Problem-Centered Learning agar membuat siswa menj adi:

a. Belajar memandang matematika sebagai suatu aktivitas yang berarti

b. Belajar menghargai matematika sebagai suatu subyek yang dinamik

dan aktif

c. Dapat melihat alasan untuk mempelajari matematika

d. Termotivasi secara intrinsik untuk belajar

e. Memandang matematika sebagai suatu upaya manusia dimana

mereka dapat berpasrtisipasi, dan bukan memandang matematika

sebagai suatu perangkat fakta-fakta tidak berhubungan yang hanya

ditentukan Oleh para ahli dibidangnya.

f. Belajar mengenai isi/materi matematika yang dapat ia terapkan

dalam beragam situasi kehidupan.

Jadi, pengertian Problem-Centered Leaning dalam penelitian ini

adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada masalah, artinya siswa belajar dari suatu masalah, kemudian siswa berpartisipasi aktif

dalam pembelajaran dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang

diperoleh sehingga bisa menemukan sendiri cara untuk memecahkan

masalah.

Langkah-langkah Problem-Ccntered Learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan kelas dan memberikan permasalahan untuk

diselesaikan Oleh siswa secara individu.

b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5

orang siswa yang kemampuannya heterogen agar siswa dapat melakukan kolaborasi dalam aktivitas kelompok. Peran guru dalam tahap ini sebagai fasilitator yang berusaha mengkondisikan siswa

agar selalu melakukan kolaborasi dalam kelompok.

c. Menyatukan seluruh siswa dalam diskusi kelas (sharing).

(15)

Siswa secara keseluruhan melakukan diskusi yang dipandu oleh

guru. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka

temukan dihadapan kelas kepada kelompok lainnya. Dari aktivitas

diskusi kelas diusahakan mencapai kesepakatan/persetujuan bersama

oleh siswa untuk menetapkan solusi yang paling benar dan cara

memperolehnya dengan cepat.

Hands-on activity

Hands-on activity merupakan suatu proses pembelajaran yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan

bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menga-nalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Aktivitas dalam pembelajaran

hands-on activity menggunakan sentuhan tangan atau suatu kegiatan yang melibatkan praktik atau eksperimen. Sejalan dengan Krismanto (2003) bahwa hands-on activity khususnya dalam ruang lingkup

pembelajaran matematika adalah pembelajaran matematika dengan

sentuhan tangan atau pengutak-atikan obyek dengan tangan. Martignon

dan Krauss (2009) mengungkapkan bahwa Pembelajaran dengan

menggunakan sentuhan tangan dan pengutak-atikan obyek dengan tangan dapat membuat siswa lebih lama mengingat materi yang diajarkan.

Krismanto (2003) juga mengungkapkan bahwa hands-on activity

ini merupakan kegiatan "pengalaman belajar" dalam rangka penemuan konsep atau prinsip matematis melalui kegiatan eksplorasi, investigasi, dan konklusi yang melibatkan aktivitas fisik, mental dan emosional. Dengan kata lain dalam pelaksanaan hands-on activity harus

memper-hatikan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.

Aspek kognitif dapat dilatihkan dengan memberi tugas untuk memperdalam teori yang berhubungan dengan tugas hands-on activity

yang dilakukan, mmenggabungkan teori yang telah diperoleh,

menerap-kan teori yang pernah diperoleh pada masalah yang nyata. Aspek

psikomotorik dapat dilatihkan melalui memilih, mempersiapkan dan menggunakan seperangkat alat atau instrumen secara tepat dan benar. Aspek afektif dapat dilatihkan dengan cara merencanakan kegiatan mandiri, bekerjasama dengan kelompok kerja, disiplin dalam kelompok

kerja, bersikap jujur dan terbuka serta menghargai ilmunya.

Melalui hands-on activity, siswa dapat memperoleh manfaat antara

lain: menambah minat, motivasi, menguatkan ingatan, dapat mengatasi

(16)

kesulitan belajar, menghindarkan salah faham, mendapatkan umpan balik

dari siswa serta menghubungkan yang konkrit dan yang abstrak. Sejalan dengan Vogt (2006) mengungkapkan bahwa dengan aktivitas hands-on activity dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan

mema-hami materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis

Pretes kemampuan pemecahan masalah matematis dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan matematis siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran, sedangkan postes dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah dilaksanakan pembelajaran. Rataan hasil pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah

matematis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabet 1

Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

PCL dengan Hands-on Activity

Hasil

N Xmin Xmaks S

Kemampuan 30 1 6

Pemecahan

Masalah Postes 30 11 18

matematis

PCL tanpa Hands-on Activity

N Xmin Xmaks

Skcr Maksimal: 22

Dari Tabel 1 dapat dibuat diagram perbandingan untuk rataan skor

pretes dan postes sebagai berikut:

(17)

20

Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Dari Tabel 1 dan Gambar 1 terlihat bahwa rataan skor pretes kelas

yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on

activity dan kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity teriihat berbeda, rataan skor untuk kelas yang

memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity

3,60 atau 16, 36% dan 3,13 atau 14,23% untuk kelas yang memperoleh

pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity. Selisih rataan

pretes antara kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL

dengan hands-on activity dan kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity tidak jauh berbeda yaitu

sebesar 0,47. Begitu juga untuk hasil postes menunjukkan bahwa rataan postes kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan

hands-on activity lebih baik daripada kelas yang memperoleh

pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity, rataan skor

postes untuk kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL

dengan hands-on activity 15,7 atau 71,36% dan 10,8 atau 49,09% untuk kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on

activity. Selisih rataan postes antara kelas yang memperoleh

pembela-jaran menggunakan PCL dengan hands-on activity dan kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity

jauh berbeda yaitu sebesar 4.9.

Nilai minimum dan maksimum skor pretes untuk kelas yang

(18)

memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity

adalah I dan 6 dengan deviasi standar 1,40. Nilai minimum dan

maksimum skor pretes untuk kelas yang memperoleh pembelajaran

menggunakan PCL tanpa hands-on activity adalah 1 dan 6 dengan

deviasi standar 1,38. Deviasi standar untuk hasil pretes kemampuan

pemecahan masalah matematis pada kelas yang memperoleh

pembela-jaran menggunakan PLC dengan hands-on activity lebih besar daripada

kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on

activity, artinya kemampuan pemecahan masalah matematis kelas yang

memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity lebih menyebar daripada kelas yang memperoleh pembelajaran

menggu-nakan PCL tanpa hands-on activity.

Nilai minimum dan maksimum skor postes untuk kelas yang

memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity

adalah Il dan 18 dengan deviasi standar 1,74. Nilai minimum dan maksimum skor postes untuk kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity adalah 8 dan 13 dengan deviasi standar 1,49. Deviasi standar untuk hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas yang memperoleh pembela-jaran menggunakan PCL dengan hands-on activity lebih besar daripada

kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on

activity, artinya kemampuan pemecahan masalah matematis kelas yang

memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity

lebih menyebar daripada kelas yang memperoleh pembelajaran

menggu-nakan PCL tanpa hands-on activity.

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah

mate-matis yang dicapai oleh siswa digunakan data N-Gain ternormalisasi. Rataan N-Gain ternormalisasi merupakan gambaran peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis baik pembelajaran yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity

maupun pembelajaran dengan problem-centered learning tanpa hands-on

activity. Perbandingan rataan skor N-Gain kemampuan pemecahan

masalah matematis kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity dan kelas yang memperoleh pembelajaran

menggunakan PCL tanpa hands-on activity disajikan pada Gambar 2.

(19)

0.8 0.66

0.6

0.4

0.2

Kelas

PCL dengan hands-on activity PCL tanpa hands-on activity

Gambar 2.

Rataan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dari Gambar 2 terlihat bahwa siswa yang mendapat pembelajaran

menggunakan PCL dengan hands-on Activity memiliki rataan skor N-Gain yang lebih besar daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan PCL tanpa hands-on activity dan mempunyai

selisih 0,25.

Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas yang memperoleh pembelajaran

menggu-nakan PCL dengan hands-on activity lebih baik daripada kelas yång memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity,

perlu dilakukan pengujian perbedaan rataan. Sebelumnya dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas terhadap skor N-Gain kedua kelas.

Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas yang telah dilakukan

terhadap skor N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematis kelas

yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on

activity dan kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity, dinyatakan bahwa skor N-Gain kedua kelas

berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen, maka untuk

mengetahui perbedaan rataan kedua kelas digunakan uji statistik

Compare Mean (Independent-Samples T-Test). Hasil uji perbedaan rataan menggunakan SPSS 16 disajikan pada Tabel 2.

(20)

Tabel 2.

Uji Perbedaan Skor N-Gain

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-tailed)

Skor N- Equal variances assumed 15.739 58 Gain

Equal variances not

15.739 51.425

assumed

.000

.000

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa thitung

= 15,739 lebih besar dari

Gabel= 1,6723 atau thitung > Gabel. Hal ini menunjukkan bahwa 1-10 ditolak. artinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memeperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity.

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

pada kedua kelas berada pada kategori sedang. Meskipun secara

keseluruhan terlihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis berada pada kategori sedang, namun secara individual

peningkatan siswa yang mcmperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity lebih banyak yang meningkat. Pada kelas yang mernperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity, sebanyak 10 siswa atau 33,33% yang memperoleh peningkatan pada

kategori tinggi dan sebanyak 20 siswa atau 66,67% yang memperoleh

peningkatan pada kategori sedang. Sedangkan pada kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity,

seluruh siswa berada pada kategori sedang.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan pengolahan data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan

(21)

centered learning dengan hands-on activity lebih baik daripada

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang hanya memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan

problem-centered learning tanpa hands-on activity.

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas

yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan

problem-centered learning dengan hands-on activity dan kelas yang

memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan

problem-centered learning tanpa hands-on activity berada pada kategori

sedang.

DAFTAR PUSTAKA

Cassel, D. 2003. Learning Mathematics in Community Accomodoring Learning Style in Second Grade Problem Centered Classroom.

[Online]. Tersedia: //www.findarticle.com

Hafriani. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Mahasiswa melalui Problem-Centered Learning. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembe/ajaran

Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen Departemen

Pendidikan Nasional.

Krismanto, AL. 2003. Beberapa teknik, Model dan Strategi dalam

Pembelqiaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan

Penataran Guru Matematika.

Mulis, et al. 2007. Average Achievement in the mathematics Content.

Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRL Internasional study Center,

Boston College. (online). Tersedia:

http://timss.bc.edu/timss2007/PDF/T07

Mulis, et al. 2007. Mathematics Framework. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRL International Study Center, Boston College. (online).

Tersedia: http://tmss.bc.edu/timss2007/PDF/T07

Redhana, I.W. 2003. Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan

(22)

Masalah. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran. 34, (2). 11-21.

Sumarmo, U. 1994. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa Sekolah

Menengah Atas di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP

Bandung. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit Tarsito

Gambar

Gambar 1.Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan
Gambar 2.Rataan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Referensi

Dokumen terkait

OB : OBSERVASI ( kondisi sudah sesuai tetapi belum maksimal sehingga terdapat peluang perbaikan untuk peningkatan kinerja organisasi). KTS : KETIDASESUAIAN (kondisi tidak

Uji Resistensi Klon IRR Seri 400 Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloesporioides (Penz.) Sacc pada Tanaman Karet di Laboratorium.. Fakultas

memberikan fasilitas dalam pelaksanaan kegiatan penelitian bagi dosen dan mahasiswa namun dokumen Daftar pengguna kegiatan penelitian dosen dan mahasiswa

The Delphi Method for Internationalization of Higher Education in Pakistan:Integrating Theory of Constraints and Quality Function Deployment.. Pakistan : Departmen of

[r]

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

Peternakan BBG merupakan salah satu peternakan skala besar yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Peternakan BBG memelihara sapi perah dan sapi potong. Dengan

Jenis elastisitas yang lain Elastisitas penawaran Memperhatikan Membuat catatan Bertanya Laptop White Board Spidol LCD Projector Buku Wajib Sadono Sukirno, Bab 5: hal