NAMA : RISNASARI ROSMAN
NPM : 180110090021
JURUSAN : SASTRA INDONESIA
PENGKAJIAN NOVEL POPULER INDONESIA
Pengaruh Sosial Budaya Lupus - Cinta Olimpiade
Hingga saat ini, sebagai bacaan populer, Lupus masih menjadi bacaan yang hangat diperbincangkan. Malah, dalam mata kuliah Pengkajian Novel Populer Indonesia, Lupus masuk dalam bagian kajian. Ini sebagai bukti, bahwa novel Lupus karya Hilman Hariwijaya yang telah mencapai puncak ketenarannya di 1990-an menjadi salah satu karya penting untuk di kaji lebih dalam.
Lahir pada saat Indonesia keluar dari krisis ekonomi karena jatuhnya harga minyak di pasar internasional tahun, 1982, Lupus dan kawan-kawan tumbuh sebagai tokoh cerita dalam masyarakat yang mulai diperkenalkan pada kapitalisme liberal dengan diterapkannya liberalisasi perbankan tahun 1988 (Mubyarto, 2002).
Saya sependapat dengan Mubyarto. Mal yang semakin berkembang, terutama di kota-kota besar telah menjadikan pasar-pasar tradisional terpinggirkan. Barang-barang dan mewah telah menjadi bagian dari masyarakat, termasuk remaja.
Dalam novel Cinta Olimpiade, hal tersebut terlihat, salah satunya pada bagian berikut:
Tapi usaha untuk membalas sakit hatinya tidak kandas sampai di situ. Tak seperti biasanya, Poppi menerima ajakan Fadly yang memang sering menggodanya. Nonton bersama, ke diskotik bersama, ke restoran mewah bersama. Kencan dengan Fadly memang lebih enak. Dia lebih banyak tau tentang tempat-tempat yang biasa dikunjungi remaja. (Cinta Olimpiade, 1987: 50)
Kalimat akhir kutipan di atas menjadi bukti tingkat konsumerisme remaja amat tinggi. Padahal mayoritas remaja sekolah tingkat menengah atas belum memiliki penghasilan sendiri. Uang saku masih dari orang tua, namun gaya hidup sudah amat mewah. Ini biasa terjadi di kota-kota besar, tempat menjalani hidup yang dikuasai oleh kaum ekonomi kuat.
Kapitalisme yang kian gencar dan berpengaruh seiring dengan menderasnya globalisasi, Globalisasi hadir melalui nama-nama internasional seperti Nike, Adidas, Coca Cola, apalagi bagi remaja tahun 90-an yang dikenal sebagai MTV generation. (Safrina, 2011).
Saya pun sependapat dengan Safrina. Dalam novel Cinta Olimpiade pun makanan seperti fried chicken menjadi bagian dari keseharian. Berikut kutipannya:,
Sedang apa kamu? Itulah, Vita. Makanya, ngapain sekarang ke studio? Lebih baik kita ke fried chicken atau ke mana, gitu. Ngomongin masalah ini. Kamu jangan seperti mesin. (Cinta Olimpiade, 1987: 37)
Penggunaan bahasa Inggris dalam novel Cinta Olimpiade dipengaruhi oleh penggunaan bahasa Inggris dalam siaran radio remaja. Dengan kemajuan teknologi, kini siaran radio di Jakarta dapat menyebar hingga ke seluruh Indonesia. Penyiar yang memakai bahasa Inggris menjadi tren nasional. Berikut salah satu kutipan dalam novel Cinta Olimpiade:
“Hai, Pop, saya udah terima surat kamu. Hebat. Ternyata kamu berbakat jadi pengarang novelet,” sapa Lupus begitu dekat. Poppi membuang muka. Tapi, oh God, dia rindu suara jelek Lupus itu.
“Dan sekarang terbongkar bukan skandal-skandalmu dengan para bintang-bintang baru itu? Iya?” sahut Poppi ketus.
“Hei, you have no right to say like that to me!” Lupus jadi serius.
“O, yes I do!” Poppi nggak mau kalah,.... (Lupus, 1987: 51)
Manfaat dari globalisasi ini menjadikan remaja lebih “gaul” dalam berbahasa. Bisa jadi remaja masa kini lebih mahir berbahasa Inggris. Namun yang mengecewakan ialah bahasa ibu yang semakin tersisih. Banyak dari teman-teman saya yang berasal dari Jakarta tidak dapat menggunakan bahasa ibunya dengan baik.