• Tidak ada hasil yang ditemukan

hubungan pola asuh demokratis dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "hubungan pola asuh demokratis dengan"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI TOMPOKERSAN KABUPATEN LUMAJANG

SKRIPSI

Oleh :

FAIQOTUL MUHIMMATIL UDHIAH D20173013

UNIVERITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER FAKULTAS DAKWAH

JANUARI 2022

(2)

ii

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL ANAK TUNA RUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI TOMPOKERSAN

KABUPATEN LUMAJANG SKRIPSI

Diajukan kepada Univeritas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Fakultas Dakwah

Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam

Oleh:

Faiqotul Muhimmatil Udhiah NIM : D20173013

Disetujui Pembimbing

Haryu, S.Ag, M.Si

NIP. 197404022005011005

(3)
(4)

iv

































Artinya: "Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (Q.S An- Nisa : 9)*1

1* Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Al Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI

Dilengkapi dengan Transliterasi Arab-Latin, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2010), 78.

(5)

Alhamdulillah dengan mengucapkan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT.

yang memberikan kekuatan dan membekali ilmu-ilmu dengan perantara dosen- dosen Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember. Sholawat dan tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kupersembahkan karya penulisan skripsi ini kepada mereka yang setia di ruang dan waktu kehidupanku, khususnya untuk :

1. Kedua orangtua saya Ibu Susiana dan Bapak Sarip yang selalu menyematkan doa terbaik dalam sujud sholatnya dan selalu memberikan dukungan kepada saya serta kasih sayang tiada henti.

2. Kakak kandung saya Mochammad Rois yang senantiasa menyuport dalam mewujudkan cita-cita serta dukungannya baik berupa materi maupun non materi yang diberikan kepada saya.

3. Saudara dan anggota keluarga saya ucapkan terima kasih atas suport yang selalu diberikan kepada saya.

4. Almamater saya Universitas Agama Islam Negeri KH. Achmad Siddiq yang menjadi wadah saya dalam menimba ilmu dan menambah wawasan pengetahuan.

5. Teman-teman dan sahabat saya yang menemani dan saling membantu demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

6. Komunitas Seni Universitas Agama Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember.

(6)

vi

ميِحَّرلا ِنَْحَّْرلا ِهَّللا ِمْسِب

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT. karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Penyesuaian Sosial Anak Tuna Rungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial di Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember.

Sehubungan dengan tersusunnya skripsi ini saya mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya sebagai penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik dan semoga dengan terselesaikannya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, aamiin. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember.

2. Bapak Prof. Dr. Ahidul Asror, M.Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam KH. Achmad Siddiq Negeri Jember.

(7)

telah memberikan saran serta semangat kepada saya.

4. Bapak Haryu, S.Ag, M.Si sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah berkenan memberikan bimbingan dan meluangkan waktu serta fikiran.

5. Seluruh Dosen serta Staff Fakultas Dakwah yang pernah mengampu mata kuliah di Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam S1 yang telah ikhlas dalam membagi ilmu pengetahuan serta wawasannya kepada saya.

6. Kepada pihak Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang dan kepada siswa siswi tuna rungu yang berkenan membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Mahasiswa Fakultas Dakwah serta teman-teman mahasiswa Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember terutama Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberi dukungan kepada saya

Jember, 5 Januari 2022 Penulis

Faiqotul Muhimmatil Udhiah NIM. D20173013

(8)

viii

Faiqotul Muhimmatil Udhiah, 2021: Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Penyesuaian Sosial Anak Tuna Rungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang.

Kata Kunci: Pola Asuh Demokratis, Penyesuaian Sosial, Anak Tuna Rungu

Pola asuh adalah upaya yang diberikan orangtua dalam hal mendidik anak saat anak kecil hingga tumbuh menjadi dewasa yang diharapkan kedua orangtua.

Pola asuh demokratis adalah pola asuh baik untuk diterapkan kepada anak dalam tumbuh kembang serta dalam keberhasilan penyesuaian sosial terlebih pada anak berkebutuhan khusus disini yaitu tuna rungu. Anak adalah anugerah yang diberikan Allah SWT kepada orangtua. Tidak ada makhluk yang sempurna namun, apapun yang diberikan Allah SWT adalah hal terbaik berupa rahmat seorang anak dapat menjadi sempurna dimata kedua orangtua dengan mensyukuri karunia seorang anak di dalam rumah tangga.

Rumusan masalah ini adalah bagaimana hubungan pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang? Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan observasi, kuisioner dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa penyandang tuna rungu di Sekolah Luar BiasaNegeri Tompokersan Kabupaten Lumajang dan sampel penelitian sebanyak 39 anak tuna rungu dengan teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis korelasi spearman rank. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu yaitu bahwa nilai sig 0,101 > 0,05dengan korelasi 0,266 dengan tingkat hubungan lemah. Yang artinya Ha ditolak dan H0diterima.

(9)

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1. Variabel Penelitian ... 10

2. Indikator Penelitian... 11

F. Definisi Operasional ... 13

G. Asumsi Penelitian ... 15

H. Hipotesis ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 18

A. Penelitian Terdahulu ... 18

B. Kajian Teori ... 25

1. Definisi Pola Asuh ... 25

a. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 27

b. Pengertian Pola Asuh Demokratis ... 29

(10)

x

a. Pengertian Penyesuaian Sosial ... 35

b. Faktor-faktor Penyesuaian Sosial ... 36

c. Aspek-aspek Penyesuaian Sosial ... 40

3. Anak Tuna Rungu ... 42

a. Pengertian Tuna rungu ... 42

b. Karakteristik Anak Tuna rungu ... 43

c. Faktor Penyebab ... 45

4. Sekolah Luar Biasa ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 49

B. Populasi Dan Sampel ... 49

C. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data ... 51

D. Analisis Data ... 52

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 54

A. Gambaran Obyek Penelitian ... 54

B. Penyajian Data ... 62

C. Analisis Dan Pengujian Hipotesis ... 66

1. Uji Normalitas ... 66

2. Uji Linearitas ... 67

3. Uji Hipotesis ... 69

D. Pembahasan ... 70

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... 81

(11)

LAMPIRAN ... 84

(12)

xii

Matrik Penelitian ... 85

Blueprint Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji coba ... 87

Blueprint Pola Asuh Demokratis Setelah Uji Coba ... 88

Blueprint Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu Sebelum Uji Coba ... 89

Blueprint Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu Setelah Uji Coba ... 90

Tabulasi Data Skala Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji Coba ... 91

Tabulasi Data Skala Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu Sebelum Uji Coba 92 Tabulasi Data Skala Pola Asuh Demokratis Setelah Uji Coba ... 93

Tabulasi Data Skala Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu Setelah Uji Coba ... 94

Uji Validitas dan Reliabilitas Pola Asuh Demokratis dan Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu ... 95

Skala Pola Asuh Demokratis dan Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu Sebelum Uji Coba... 98

Skala Pola Asuh Demokratis dan Penyesuaian Sosial Anak Tuna rungu Setelah Uji Coba ... 103

Biodata Penulis ... 108

(13)

A. Latar Belakang Masalah

ِهَّللاِب ْكِرْشُت َلِ َّيَنُ ب اَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِنْب ِلِ ُناَمْقُل َلاَق ْذِإَو اَنْ يَّصَوَو . ٌميِظَع ٌمْلُظَل َكْرِّشلا َّنِإ ۖ

ِف ُهُلاَصِفَو ٍنْهَو ٰىَلَع اًنْهَو ُهُّمُأ ُهْتَلَمَح ِهْيَدِلاَوِب َناَسْنِْلْا َّيَلِإ َكْيَدِلاَوِلَو يِل ْرُكْشا ِنَأ ِنْيَماَع ي

ُريِصَمْلا

Artinya : Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.

(Q.S Luqman: 13-14)1

Ayat diatas mengajarkan kepada orangtua untuk senantiasa mengajak kepada anak-anak untuk bersikap taat dan patuh kepada Allah dan tidak menyekutukannya. Hendaknya anak-anak di didik untuk senantiasa berbuat baik kepada orangtua karena mereka yang sudah mengasuh kita dan menyesui kita sampai dua tahun. Tujuan orangtua mendidik karakter atau akhlak adalah untuk menempa anak menjadi pribadi yang shaleh dan shalehah. Anak adalah titipan dan ciptaan dari Tuhan yang patut dijaga serta disayangi dengan sepenuh hati oleh orangtua.2

1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Al Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI

Dilengkapi dengan Transliterasi Arab-Latin, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2010), 412.

2 Endang Kartikowati, Zubaedi, Pola Pembelajaran 9 Pilar Karakter Pada Anak Usia Dini Dan Dimensi-Dimensinya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2020), 162-163.

(14)

Pendidikan dalam sebuah keluarga akan sangat memengaruhi proses pembentukan karakter di masyarakat. Unit paling kecil di masyarakat terdiri dari ibu, ayah serta anak disebut keluarga. Yang termasuk di dalam semua kelompok keluarga menjalankan fungsinya sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Selain dalam kewajiban, tiap anggota keluarga pun mempunyai hak masing-masing.3 Secara umum, ketika membangun bahtera rumah tangga, pasangan yang sudah menikah berharap memiliki anak dalam keluarga yang dibangun, dimana suami dan istri mengharapkan suatu hal baru yang dapat membawa suatu perubahan untuk keluarga. Tetapi, tidak semua yang diharapkan orangtua untuk mempunyai anak yang diinginkan akan lahir dengan sehat dan sempurna sebagian dari mereka dengan dilahirkan dalam berkebutuhan fisik dan psikologis yang terbatas.

Anak berkebutuhan khusus, yang di masa lalu dikenal sebagai anak cacat mempunyai ciri dan kemampuan berbeda dari rata-rata anak lainnya. Jenis anak berkebutuhan khusus ada berbagai macam diantaranya mereka yang pernah mengalami kecacatan, baik yang sejak lahir sudah ada maupun karena kecelakaan ataupun kegagalan dalam tumbuh kembang. Anak berkebutuhan khusus atau mereka dengan keterbatasan bisa dapat mengalami gangguan seperti reterdasi mental (tunagrahita), kesulitan belajar (tunalaras), gangguan fisik (tunadaksa), penglihatan (tunanetra), pendengaran (tuna rungu). Terlepas dari kehendak dan rencana-Nya, manusia tetaplah manusia yang hanya bisa berencana namun Tuhan lah yang berkehandak atas segala-galanya.

3 Elia Murniasih, Mengenal Keluarga (Jakarta: Penebar Cif, 2008), 3.

(15)

Hal penting yang harus diingat bagaimana orangtua dapat mengidentifikasi gejalanya disabilitas pada anak berkebutuhan khusus yang perlu diketahui sedini mungkin. Langkah mudah yang bisa dilaksanakan adalah memantau perkembangan anak. Usia dini, 0 hingga 6 tahun, diartikan juga sebagai fase “Golden Age” masa dimana pertumbuhan dan perkembangan agar bisa dideteksi sejak dini hal ini dimungkinkan bila terjadi kelainan.

Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Sidiknas Tahun 2003 menyatakan Pendidikan luar biasa adalah pendidikan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran karena adanya potensi dan bakat fisik, emosional, mental, sosial dan atau intelektual yang istimewa.4 Istilah identifikasi ABK anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusi, adalah istilah bahwa seorang anak memiliki kelainan atau penyimpangan fisik, sosial, intelektual, dalam tumbuh kembangannya dibandingkan dengan anak seusia lainnya (anak normal).

Setelah mengidentifikasi, dapat diketahui kondisi apakah tumbuh kembangnya normal atau ada penyimpangan. Apabila memiliki penyimpangan/kelainan, orangtua juga dapat mengetahui apakah anak diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Anak tunanetra. (2) Anak tuna rungu (3) Anak tunagrahita (4) Anak Berbakat atau dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa (5) Anak tunadaksa, (6) Lambat belajar (7) Anak-anak dengan ketidakmampuan belajar tertentu (ketidakmampuan membaca, ketidakmampuan menulis, atau ketidakmampuan berhitung), (8) Anak-anak

4 A. Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam Reiterpretasi Berbasis Interdisipliner (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2015), 102.

(16)

dengan ketidakmampuan komunikasi, (9) Tunalaras anak-anak dengan menghadapi gangguan emosi dan perilaku.5

Anak berkebutuhan khusus sangat berbeda dan tidaklah mudah pola asuhnya. Al Tridhonanto dalam bukunya dengan judul Mengembangkan Pola Asuh Demokratis menurut Stewart dan Koch ada tiga tipe dalam mengasuh anak. Yaitu pola asuh permisif, pola asuh otoriter, dan pola asuh demokratis.6Dengan setara orangtua yang demokratis memperlakukan tugas dan haknya kepada anak. Orangtua secara bertahap meminta anak mereka bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan sampai anak dewasa. Mereka berbicara kepada anak-anak mereka, menerima dan memberi, dan selalu mendengarkan pendapat dan keluhan mereka. Mereka selalu memotivasi anak- anaknya untuk bertindak, mendorong mereka untuk bertindak secara objektif, saling membantu dan tegas, namun hangat dan penuh pengertian.7

Pola asuh anak normal dan anak berkebutuhan khusus tentu saja berbeda.

Sebagai orangtua harus perduli dan mengetahui kondisinya. Pola asuh demokratis di berikan saat mendampingi dalam penyesuaian sosial anak salah satu bentuknya adalah dengan memberi kebebasan pada anak tetapi tetap ada pantauan dan pengawasan orangtua, apabila anak berbuat salah atau melanggar perbuatan yang tidak di harapkan, orangtua tidak mengutamakan untuk memberikan hukuman pada anak, melainkan memberikan nilai edukatif

5 A. Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam Reiterpretasi Berbasis Interdisipliner, 5.

6 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), 12.

7 Rani Puspita Sari, Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Prestasi Belajar Pada Remaja (Skripsi: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2008), 4-5.

(17)

terlebih dahulu. Pola asuh demokratis yang diterapkan pada anak terhadap penyesuaian sosialnya dapat dilakukan dengan penyesuaian pada lingkungan masyarakat, penyesuaian pada lingkungan sekolah, dan penyesuaian pada lingkungan keluarga yang diharapkan mampu menjadikan pengasuhan dengan kategori ini menjadi pola asuh yang tepat apabila diterapkan terhadap anak.

Anak tuna rungu adalah anak dengan pendengaran yang fungsinya tidak sebaik anak normal lainnya. Penyesuaian sosial bagi tuna rungu adalah untuk menyesuaikan dirinya pada lingkungan sekitar tempat tinggal anak, lingkungan sekolahnya, dan lingkungan keluarga agar mampu berkomunikasi dengan baik pada lingkungannya. Anak tuna rungu apabila tidak mampu beradaptasi dengan baik, mereka akan mengalami konflik dan hambatan pada setiap tahapan berinteraksi kepada orang lain, membuat dirinya tidak berharga dan tidak mampu beradaptasi.8

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2019 sekitar 466 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan pendengaran, di mana 34 juta di antaranya adalah anak-anak. 360 juta orang, atau sekitar 5,3% dari populasi dunia, adalah tuna rungu. Kebanyakan orang dengan gangguan pendengaran tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sekitar 180 juta penyandang tuna rungu berasal dari Asia Tenggara. Diperkirakan pada tahun 2050 lebih dari 900 juta orang, atau satu dari sepuluh orang di seluruh dunia, mengalami gangguan pendengaran. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)

8 Yanuar Umi Solikhatun, “Penyesuaian Sosial Penyandang Tuna rungu di SLB Negeri Semarang,” Educational Psychology Journal 2 (1) 2013: 66.

(18)

Kementerian Kesehatan tahun 2018 memperkirakan 0,11% kelahiran anak Tuna rungu usia 24-59 bulan di Indonesia.9

Dilansir dari Liputan6.com, Jakarta. Keterbatasan dalam pendengaran dapat menyebabkan miskinnya kekayaan bahasa yang dimiliki oleh penyandang Tuli. Hal ini pada akhirnya akan menghambat komunikasi dan penyesuaian sosial. Menurut peneliti INKLUSI: Journal of Disability Studies, Vol. 3, No. 1, Dwi Sri Lestari, sulitnya berinteraksi akan membuat penyandang tuli merasa terisolasi dari lingkungannya, padahal mereka memiliki keinginan yang sama dengan individu lain dalam hal bersosialisasi.10

Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang adalah satu dari sekian lembaga pendidikan dalam mewadahi anak-anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Lumajang dengan menempuh pendidikan bagi disabilitas dan difabel lainnya yang memiliki keterbatasan baik dari fisik maupun psikisnya.

Peneliti mendapati hasil observasi dengan Kepala Sekolah Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten LumajangIbu Sri Aminah, S.Pd, MM bahwa pada lembaga pendidikan ini anak penyandang tuna rungu sama seperti anak normal lainnya saat bergaul dengan teman sebaya disekolah, saat bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar rumahnya dan saat berinteraksi dengan guru disekolah. Disekolah siswa penyandang tuna

9 Kementrian Kesehatan RI, INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Disabilitas Rungu, 2019, 1.

10 Al Ansori, Ade Nasihudin, Kemampuan Individu Tuli Beradaptasi Jadi Kunci Keberhasilan Sosialisasi, diakses pada 17 November 2020 pukul 12.00 WIB https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4409297/kemampuan-individu-tuli-

beradaptasi-jadi-kunci-keberhasilan-sosialisasi

(19)

rungumengikuti kegiatan ekstrakurikuler dari sekolah untuk menumbuhkan dan mengembangkan bakat minat yang dimiliki.

Anak tuna rungu dapat berbaur dengan teman sebayanya meskipun berbeda keterbatasan yang dimiliki, siswa penyandang tuna rungu saat disekolah bersikap sama seperti halnya pada anak normal lainnya yaitu bisa merasa suka atau tidak suka saat bergaul dengan temannya. Di masyarakat anak dapat merasa nyaman dan enjoy ketika harus berinteraksi dan ada respon baik yang masyarakat berikan kepada anak penyandang tuna rungu yaitu dengan bisa menerima keterbatasan anak tuna rungu. Akan tetapi, orangtua terkadang tidak membiarkan anak mereka bermain keluar rumah karena takut akan adanya respon buruk yang diberikan kepada anaknya. Padahal anak tuna rungu memiliki hal yang sama dalam bersosialisasi. Cara mereka bersosialisasi dengan teman sebaya dan lingkungan lainnya itu sama namun yang membedakan adalah terletak pada respon yang mereka miliki dan dalam cara mempercepat kepandaian pada dirinya.11

Anak berkebutuhan khusus memiliki masalah kompleks dalam perkembangannya orangtua dari anak tuna rungu harus memberikan pendampingan penuh dalam pengasuhannya, diperlukankesabaran ekstra dan energi lebih bahkan mengeluarkan biaya tambahan. Pada anak tuna rungu apabila orangtua memanggil anak tidak dapat langsung memberikan respon, orangtua akan memberikan sentuhan terlebih dahulu pada tubuh seperti menepuk bahu atau bisa dengan melambaikan tangan yang menandakan bahwa

11 Observasi oleh Kepala Sekolah SLB Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang Ibu Sri Aminah, S.Pd, MM pada 3 Juni 2021 jam 13.01 WIB.

(20)

orangtuasedang memanggil. Orangtua memberikan pola demokratis dengan tidak mudah menghukum anak.

Orangtua anak tuna rungu juga mempunyai tanggung jawab yang lebih besar daripada pengasuhan orangtua anak normal pada umumnya. Tanggung jawab tersebut diantara dalam menasihati dan mengajarkan anak, berhubungan dengan sekolah dan melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya, memberikan dukungan kepada anak agar tegar dalam menghadapi kondisi dirinya. OrangtuaABKberperan sama dengan anak normal lain yaitu sebagai orangtua perananannya yang utama adalah untuk membawa anak pada masa kedewasaan usianya suatu saat nanti.

Dalam memilih pola asuh kepada anak berkebutuhan khusus orangtua harus memiliki pola asuh yang tepat kepada anaknya. Orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus diharapkan mampu membangun identitas dirinya.

Oleh karena itu, memahami identitas orangtua memungkinkan anak untuk secara otomatis membentuk perilaku positif yang meniru semua perilaku orangtua. Orangtua harus mampu memahami batas kemampuan anak berkebutuhan khusus. Dengan begitu, tidak akan melampaui batas kemampuannya dalam membentuk kepribadian dan penyesuaian sosial anak berkebutuhan khusus. Tidak ada paksaan dalam kemampuan anak agar anak berkebutuhan khusus tidak mengalami depresi dalam dirinya.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelititan dengan judul “Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan

(21)

Penyesuaian Sosial Anak Tuna Rungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini memfokuskan pada permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana hubungan pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

Untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Bertujuan mendapat wawasan tambahan dan ide untuk memperkaya informasi dan pengetahuan terkait pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang.

2. Secara Praktis

a. Terhadap peneliti, sebagai mana sarana belajar agar memperoleh pengetahuan dan mendapatkan pengalaman, saat melakukan penelitian terjun di lapangan terkait pola asuh demokratis dengan penyesuaian

(22)

sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang.

b. Bagi Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember, diharapkan bisa menjadi tambahan referensi atau literature bagi lembaga dan mahasiswa, khususnya Fakultas Dakwah serta mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam yang ingin mengembangkan karya ilmiah mereka.

c. Bagi Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi instansi pendidikan terkait, yang lebih khusus di sini yakni Sekolah Luar Biasa untuk anak berkebutuhan khusus, khususnya dalam memperoleh pengetahuan terkait pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang.

E. Ruang Lingkup

Untuk membuat penelitian lebih fokus, masalah difokuskan pada variabel penelitian:

1. Variabel Penelitian

Peneliti perlu mendefinisikan variabel secara jelas pada bagian ini.

Mana variabel yang dependen dan variabel independen.12 Ada dua variabel dalam variabel penelitian ini:

12Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016), 39.

(23)

 Variabel bebas (X)

Variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan variabel dependen (terikat) berubah atau muncul adalah variabel bebas.13 Variabel bebas pada penelitian ini adalah pola asuh demokratis.

 Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau dihasilkan dari variabel bebas. 14 Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penyesuaian sosial anak tuna rungu.

2. Indikator Variabel

Setelah variabel penelitian selesai, dilanjutkan dengan penyajian indikator variabel yang merupakan acuan empiris terhadap variabel yang diteliti. Indikator empiris ini nantinya akan digunakan sebagai dasar pertanyaan atau pernyataan dalam angket, wawancara dan observasi.15 Pada penelitian ini indikatornya adalah dibawah ini:

a. Indikator variabel X (pola asuh demokratis) adalah:

1) Menerima dan bersedia mendengar keluh kesah anak.

2) Memberi keleluasaan kepada anak dan tetap dalam pantauan orangtua.

3) Memberikan penghargaan terhadap kemampuan yang telah di capai anak (reward).

4) Tidak mudah memberikan hukuman (punishment) pada anak.

13 Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 39.

14 Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 39.

15 IAIN JEMBER, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN JEMBER, 2020), 79.

(24)

b. Indikator dari variabel Y (penyesuaian sosial anak tuna rungu) menurut Hurlock sebagaimana dikutip oleh Yustina Kurnia Sapti diantaranya adalah:

1. Penampilan Nyata (Overt Perfomance)

Penampilan nyata dimaksudkan adalah bentuk perilaku sosial yang di timbulkan oleh kelompok agar dapat diterima oleh kelompok individu tersebut. Perilaku sosial anak dinilai berdasarkan standart kelompoknya dan sejauh mana dapat tercukupinya harapan kelompok.

2. Penyesuaian Diri Terhadap Berbagai Kelompok

Dikatakan bahwa anak yang bisa beradaptasi terhadap kelompoknya yang berbeda, kepada teman sebaya maupun orang dewasa, memiliki penyesuaian sosial dengan tepat dan akan menerima penyesuaian sosial secara baik dari lingkungannya.

3. Sikap Sosial

Kegiatan nyata atau sikap yang dilakukan oleh seseorang secara berulang dan sama terhadap objek-objek sosial yang ada disebut sikap sosial.

4. Kepuasan Pribadi

Individu diharapkan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan sosialnya. Individu harus memiliki kepuasan dengan kontak sosial yang diperankan pada dirinya dalam situasi sosial mereka.

(25)

F. Definisi Operasional

Definisi operasional kemudian diberikan berdasarkan indikator empiris dari variabel penelitian. Definisi operasional merupakan istilah yang dipergunakan untuk dasar penilaian empiris variabel penelitian pada rumusan yang berdasarkan dalam indikator penelitian.16 Definisi operasional ini sebagai berikut:

1. Pola Asuh Demokratis

Dalam penelitian skripsi oleh Rani Puspita Sari, Orangtua demokratis memiliki sikap sama terhadap tanggung jawab, hak orangtua serta anak. Langkah demi langkah membuat anak-anak lebih bertanggung jawab terhadap hal yang dilakukan hingga anak tumbuh dewasa. Orangtua berinteraksi kepada anaknya, memberikan kasih dan sayang, selalu dengarkan keluhan dan pendapat anak. Pada saat bertindak, orangtua memotivasi, agar anak dapat terdorong dengan mengambil tindakan yang objektif, tegas, dan pengertian

Menurut peneliti, pengasuhan demokratis adalah suatu bentuk orangtua peduli dengan anak-anak mereka, tidak memaksa anak untuk menyatakan kehendaknya, berikan kebebasan kepadanya untuk hal yang di inginkan, menghargai apa yang telah dicapai anak, dan orangtua dengan sikap demokratis adalah tipe kepribadian yang bersedia dan mampu menjadi pendengar baik untuk anak dengan hubungan orangtua-anak yang hangat.

16 IAIN JEMBER, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 79.

(26)

2. Penyesuaian Sosial Anak Tuna Rungu

Menurut Hurlock, penyesuaian sosial didefinisikan sebagai seseorang yang berhasil beradaptasi dengan orang lain, terutama kelompoknya.17Tuna rungu adalah orang yang mengalami gangguan pendengaran sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.18

Berdasarkan hasil pemikiran peneliti penyesuaian sosial anak pada dasarnya sama, namun yang berbeda dari penyesuaian ini adalah perlakuan yang diberikan atau yang bisa di dapatkan dari anak normal lainnya dengan anak berkebutuhan khusus (tuna rungu). Penyesuaian sosial penyandang tuna rungu dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sehingga dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan sosialnya.

Penyesuaian sosial anak yang berada di lingkungan masyarakat bisa berupa penyesuaian diri dengan teman sebaya dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar tempat tinggal anak dirumahnya.

Untuk penyesuaian sosial anak di sekolah bisa anak lakukan penyesuaian diri dengan guru dan teman, mengikuti pelajaran saat dikelas, mengerjakan tugas yang diberikan guru, mengikuti ekstrakurikuler sekolah. Disekolah khusus Sekolah Luar Biasa anak penyandang tuna rungu dan penyandang disabilitas yang lain bisa dengan mudah dalam menyesuaikan diri dengan anak berkebutuhan khusus yang lain juga guru dapat mengerti akan kebutuhan yang di inginkan oleh anak. Penyesuaian sosial terhadap keluarga bisa berupa berkomunikasi anak kepada kedua

17 Hurlock, Elizabeth B., Perkembangan Anak Jilid I, (Jakarta: Erlangga, 1990), 287.

18 Mangunsong, Frieda, dkk., Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, (Jakarta: LPSP3 UI, 1998), 66.

(27)

orangtua dan keluarga dalam menjalin hubungan dengan anggota keluarga lainnya. Karena sebagai anak penyandang tuna rungu tentu mempunyai cara tersendiri saat berinteraksi dengan keluarga seperti menggunakan bahasa isyarat baik dengan bisindo maupun sibi atau dapat menggunakan bahasa isyarat dengan yang dilakukan oleh anak tuna rungu sehari-hari.

G. Asumsi Penelitian

Pandangan dasar disebut sebagai asumsi penelitian, yang merupakan titik tolak bagi peneliti untuk memikirkan kebenarannya. Sebelum peneliti mulai mengumpulkan data, asumsi dasar akan dirumuskan dengan jelas. Selain berfungsi sebagai landasan yang kokoh untuk pertanyaan penelitian, asumsi dasar juga mempertegas variabel sebagai pusat perhatian penelitian dan perumusan hipotesis.19 Peneliti berasumsi bahwasannya pola asuh anak tuna rungu adalah pola asuh demokratis.

Buku yang berjudul Anak di Persimpangan Perceraian (Menilik Pola Asuh Anak Korban Perceraian) yang ditulis oleh Dedy Siswanto menurutnya bahwa “Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mengutamakan kebutuhan anak, jika menurut orangtua bahaya, mereka akan mengendalikannya tanpa ragu-ragu.” Jadi pola asuh ini dirasa cocok dari model pola asuh lain seperti otoriter dan permisif, karena pengasuhan demokratis ini cenderung menekankan pada sikap terbuka yang hangat antara anak dengan orangtua.

Keleluasaan diberikan terhadap anak namun selalu ada pantauan orangtua dan mereka memberikan nilai edukatif terhadap anak.

19 IAIN JEMBER, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 80.

(28)

H. Hipotesis

Hipotesis diajukan dalam bentuk pernyataan sementara terhadap hasil penelitian. Contoh: jika rumusan masalahnya berbunyi: “Apakah ada hubungan antara keaktifan mengikuti pengajian dengan peningkatan pemahaman keagamaan?” maka hipotesis alternatif (Ha) berbunyi: “Keaktifan mengikuti pengajian mempunyai hubungan dengan peningkatan pemahaman agama”.

Sementara hipotesis nihil (H0) berbunyi: “Keaktifan mengikuti pengajian tidak mempunyai hubungan dengan peningkatan pemahaman agama”. 20 Hasil sementara terhadap hipotesis diperoleh dari rumusan masalah.21 Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang

H0 : Tidak ada hubungan pola asuh demokratis dengan penyesuaian sosial anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang I. Sistematika Pembahasan

Di dalamnya berisi penjelasan tentang pembahasan alur skripsi dari bab satu sampai bab lima. Sistematika pembahasan penulisan deskripsi bukanlah daftar isi, melainkan format deskriptif.22

1. BAB I Pendahuluan

Bab I berisi tentang latar belakang penulis dalam melakukan penelitian, serta terdapat rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian yang terdiri dari a. Variabel penelitian dan b.

20IAIN JEMBER, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 80.

21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 64.

22 IAIN JEMBER, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 80.

(29)

Indikator variabel, definisi operasional, asumsi penelitian, hipotesis dan yang terakhir sistematika pembahasan.

2. BAB II Kajian Kepustakaan

Bab II ini menjelaskan penelitian terdahulu dan kajian teori. Dalam kajian kepustakaan ini teori-teori yang didapatkan dari buku-buku, jurnal, serta riset penelitian terdahulu dapat dijadikan landasan oleh penulis dalam penelitian ini.

3. BAB III Metode Penelitian

Bab III berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, serta populasi dan sampel, tekhnik dan instrumen pengumpulan data, dan analisis data.

4. BAB IV Penyajian Data dan Analisis

Pada bab IV ini peneliti menguraikan gambaran umum dari penelitian serta hasil uji data yang telah dianalisis.

5. BAB V Penutup

Penutup beriskan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.

(30)

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Di dalam penulisan menggunakan 4 penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya:

1. Skripsi program studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Tahun 2019 karya Ayu Permatasari dengan judul “Pola Asuh Orangtua Terhadap Anak Tuna rungu Di Komunitas Lampung Mendengar Bandar Lampung”

Penelitian oleh Ayu Permatasari dengan metode pendekatan kualitatif bersifat deskriptif denganberjenis penelitian lapangan (field research).Non Random Sampling digunakandalam menentukan besaran sampel yang diteliti dan dilanjutkan dengan metode Purposive Sampling disertai kriteria. Analisis data,observasi, wawancara, serta dokumentasi adalah teknik untuk pengumpulan data. Teknik analisis dengan analisis data kualitatif.

Menurut penelitian Ayu Permatasari, pola asuh memungkinkan untuk mengasuh anaknya bagi pertumbuhan dan perkembangannya di masa depan sehingga mereka dapat mempunyai karakter mandiri serta dapat mempertanggung jawabkan terhadap diri mereka dan bagaimana orangtua saat mendidik. Dari apa yang peneliti jelaskan dalam penelitian tersebut, mereka menjelaskan bahwa gaya pengasuhan yang diterapkan

18

(31)

pada 6 subjek penelitian menggunakan pola asuh yang hampir sepenuhnya demokratis.23

Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada rumusan masalah yaitu apa terjadi hubungan pola asuh demokratis pada penyesuaian sosial anak tuna rungu sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ayu Permatasari lebih fokus tentang bagaimana pola asuh anak tuna rungu masyarakat Lampung mendengar, sertauntuk mengasuh anak tuna rungu apa saja aspek orangtua yang menjadi penghambatnya?. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada metode pendekatan, dalam penelitian Ayu Permatasari menggunakan kualitatif sedangkan dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif.

Persamaannya adalah sama-sama mempelajari pola pengasuhan anak pada anak tuna rungu, dan dalam penelitian ini sebagian besar metode pengasuhan anak yang digunakan adalah pengasuhan anak demokratis.

2. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul Jakarta, Fithria Mardiana dan Yuli Asmi Rozali tahun 2020 berjudul “Pengaruh Pola Asuh Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja Tuna Rungu”.

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif kausal komparatif dengan menggunakan metode teknik Purposive Sampling. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel ini adalah

23 Ayu Permatasari, “Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Tuna rungu Di Komunitas Lampung Mendengar Bandar Lampung” (Skripsi, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, 2019), 108.

(32)

non-probability sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini kuesioner berupa skala likert.

Pengasuhan terhadap penyesuaian sosial remaja tuna rungudinyatakan terdapat pengaruh. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa remaja tuna rungu dari ke tiga pola asuh lebih cenderung dan didominasi mendapatkan pola pengasuhan otoritatif sebesar 35 responden (37,2%), permisif dengan 26 responden (27,7%) pola pengasuhan otoriter sebanyak 33 responden (35,1%).24

Perbedaan dalam penelitian ini berada pada obyek penelitian.

Dalam jurnal ini fokus pada remaja tuna rungu sedangkan dari dalam penelitian ini terfokus pada anak tuna rungu. Persamaannya yaitu sama- sama mengkaji pola asuh terhadap penyesuaian sosial anak berkebutuhan khusus (tuna rungu) dengan pola asuh lebih menerapkan pola asuh otoritatif atau demokratis. Metode pendekatannya sama-sama menggunakan kuantitatif.

3. Jurnal Kebidanan, Elisa Murti Puspitaningrum tahun 2018 dengan judul

“Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Kepercayaan Diri Pada Anak Tuna Rungu di Sekolah Luar Biasa Kota Jambi”

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasi, teknik pengambilan sampel menggunakan total population. Sebanyak 19 responden dengan 55,9% menggunakan pola asuh demokratis dan hanya

24 Fithria Mardiana dan Yuli Asmi Rozali, “Pengaruh Pola Asuh Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja Tuna rungu,” Jurnal Fakultas Psikologi, no.1 (Januari-Maret 2020): 121.

(33)

sebanyak 15 responden dengan 44,1% menggunakan pola suh otoriter.25 Dapat diketahui bahwa orangtua mempunyai pengaruh besar dalam tumbuh kembang. Perbedaan terletak pada variabel terikat, analisis data dengan chi square namun sama dalam metodenya adalah korelasi.

4. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta karya Dhomas Erika Ratnasari Tahun 2018 yang berjudul

“Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Difabel Tuli”

Menggunakan jenis penelitian lapangan, dan observasi, wawancara, serta dokumentasi (pencatatan) adalah teknik dalam mengumpulkan data. Teknik purposive sampling, dan modelanalisis data interaktif atau model Miles dan Huberman untuk menganalisis data yang dikumpulkan dari lapangan oleh penyusun.26

Peneliti memberikan kesimpulan yaitu orangtuatuna rungu di Kelurahan Patangpuluhan menggunakan gaya pengasuhan berbeda: pola asuh permisif dandemokratis. Penelitian ini menemukan bahwa penyandang disabilitas yang dibesarkan dengan pengasuhan demokratis cenderung mempunyai interaksi sosialnya dengan baik dibandingkan penyandang disabilitas pendengaran yang dibesarkan dalam pola asuh yang permisif.

25 Elisa Murti Puspitaningrum, “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kepercayaan Diri Pada Anak Tuna rungu di Slb Kota Jambi,” Jurnal Kebidanan, no. 15 (April 2018): 20.

26 Dhomas Erika Ratnasari, “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Difabel Tuli,” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2018), 32.

(34)

Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada metode pendekatannya, analisis data dan penyajian data dalam penelitian dhomas dengan kualitatif deskriptif. Persamaannya yaitu pada subyek penelitian.

Pola asuh yang lebih baik diterapkan dalam interaksi sosial adalah dengan menggunakan pola asuh tipe demokratis.

5. Skripsi Program Studi Keperawatan Stikes Ngudia Husada Madura karya Dhemas Alifian Prasodjo Tahun 2021 yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Usia Pra Sekolah (4 – 6 Tahun) Di Rabakti Islam Telang”

Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial anak usia prasekolah (4 – 6) tahun. Desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Menggunakan sampel Random Sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner.

uji statistik spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pola asuh orang tua anak usia pra sekolah (4 – 6 tahun) pada kategori demokratis sebanyak 24 responden (53,3%) dan hampir setengahnya perkembangan sosial anak usia pra sekolah (4 – 6 tahun) mengalami perkembangan pada tingkat kurang sebanyak 20 responden (44,4%).

Berdasarkan uji statistik spearman rank didapatkan hasil P Value:

0.000 < α: 0,05 dengan nilai Corelation 0.777 sehingga H0 ditolak dan Ha di terima. Hal ini menunjukan bahwa ada Hubungan pola asuh orang tua

(35)

dengan perkembangan sosial anak usia pra sekolah (4 – 6 tahun) di RA Bakti Islam Telang dengan interpretasi hubungan kuat.27

Perbedaan penelitian Dhemas dengan penelitian ini adalah jenis analisis datanya adalah cross sectionalsedangkan dalam penelitian ini adalah dengan jenis survey dan sampel yang digunakan adalah random sampling dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh. Hasil yang didapatkan dalam penelitian Dhemas berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian Dhemas Ha diterima sedangkan dalam penelitian ini Ha ditolak.

Persamaannya adalah sama-sama menggunakan uji statistik spearman rank. Dan sama-sama dalam meniliti pola asuh orangtua dengan sosial anak.

Tabel 2.1 Orisinalitas Penelitian No

Nama Penelitian, Tahun Penelitian Dan Judul Penelitian

Persamaan Perbedaan Orisinalitas

1.

Ayu Permatasari tahun 2019 berjudul

“Pola Asuh Orangtua Terhadap Anak Tuna rungu Di Komunitas Lampung Mendengar Bandar Lampung”

Pola

pengasuhan dengan demokratis

Tahun Penelitian, Lokasi Penelitian, Rumusan Masalah, Metode Pendekatan, Jenis

analisis data, Hasil Penelitian

27 Dhemas Alifian Prasodjo, “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Usia Pra Sekolah (4 – 6 Tahun) Di Rabakti Islam Telang” (Skripsi, Program Studi Keperawatan Stikes Ngudia Husada Madura , 2021), 10-15.

(36)

2.

Fithria Mardiana dan Yuli Asmi Rozali tahun 2020 berjudul

“Pengaruh Pola Asuh Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja Tuna Rungu”

Sama-sama mengkaji pola asuh terhadap penyesuaian sosial anak berkebutuhan khusus (Tuna rungu), pola asuh lebih menerapkan pola asuh otoritatif atau demokratis.

Metode pendekatan kuantitatif.

Tahun Penelitian, Lokasi Penelitian, Rumusan Masalah, Usia responden, Jenis analisis data, Hasil Penelitian

Substansi kajian dengan mengkaji

pola asuh demokratis dalam penyesuaian sosial

anak tuna rungu, yang mendeskripsikan bahwa pola asuh yang diterapkan adalah dengan tipe

pola asuh demokratis.

Dan dengan menggunakan

metode jenis penelitian kuantitatif analisis

statistik non- parametrik menggunakan uji

spearman rank 3.

Elisa Murti

Puspitaningrum tahun 2018 berjudul

“Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Kepercayaan Diri Pada Anak Tuna Rungu di Sekolah Luar Biasa Kota Jambi”

Metode pendekatan kuantitatif, metode pengumpulan data

Tahun Penelitian, Lokasi Penelitian, Rumusan Masalah, Hasil Penelitian, Jenis

analisis data

4.

Dhomas Erika

Ratnasari Tahun 2018 berjudul “Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Difabel Tuli”

Metode pendekatan, subyek penelitian

Tahun Penelitian, Lokasi Penelitian, Rumusan Masalah, analisis data, Hasil Penelitian

(37)

5.

Dhemas Alifian Prasodjo tahun 2021 berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan

Perkembangan Sosial Anak Usia Pra Sekolah (4 – 6 Tahun) Di Rabakti Islam Telang”

Mengkaji tentang pola asuh, uji statistik yang digunakan.

Jenis analisis pendekatan, subyek penelitian, obyek penelitian

6.

Skripsi Fakultas Dakwah Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam karya Faiqotul Muhimmatil Udhiah Tahun 2021 yang berjudul Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Penyesuaian Sosial Anak Tuna Rungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Tompokersan Kabupaten Lumajang

B. Kajian Teori

1. Definisi Pola Asuh

Didirikan oleh 2 kata pola asuh berarti “pola” dan “asuh”. Menurut KBBI, pola artinya sistem, cara kerja, model,corak, bentuk (struktur) yang tepat. Sedangkan kata “asuh” memiliki arti menjaga anak kecil (mendidik dan merawat), membimbing (melatih, membantu, dan sebagainya), dan memimpin (menyelenggarakan dan mengepalai) satu badan atau lembaga.28

Pola asuh menurut Singgih D Gunarsa adaalah gambaran yang digunakan orangtua dalam mengasuh anak (merawat, mendidik, menjaga,). 29 Mendorong tumbuh kembang anak mereka, mengubah perilaku, dan nilai-nilai pengetahuan yang mereka anggap paling tepat untuk anak sehingga mereka dapat menjadi mandiri, mempunyai

28 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga,(Jakarta: Rineka Cipta 2014), 50.

29 Al. Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, 5.

(38)

kepercayaan pada diri sendiri, dengan berorientasi dalam meraih kesuksesan pada masa depan disebut pola asuh.

Secara garis besar pola pengasuhan orangtua terhadap anak dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu otoriter/otoriatarian (authoritarian), autoritatif (authoritative), dan permisif (permissive).

1. Otoriter

Orangtua yang memeiliki pola asuh jenis ini berusaha membentuk, mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku serta sikap anak berdasarkan serangkaian standar mutlak, nilai-nilai kepatuhan, menghormati otoritas, kerja, tradisi, tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Orangtua terkadang menolak anak dan sering menerapkan hukuman.

2. Autoritatif

Orangtua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha mengarahkan anaknya secara rasional, berorientasi pada masalah yang dihadapi, menghargai komunikasi yang saling memberi dan menerima, menjelaskan alasan rasional yang mendasari tiap-tiap permintaan atau disiplin tetapi juga menggunakan kekuasaan bila perlu, mengharakan anak untuk mematuhi orang dewasa tetapi juga mengharapkan anak untuk mandiri dan mengarahkan diri sendiri, saling menghargai antara anak dan orangtua, memperkuat standar-standar perilaku. Orangtua tidak mengambil posisi mutlak, tetapi juga tidak mendasarkan pada kebutuhan anak semata.

(39)

3. Permisif

Orangtua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha berperilaku menerima dan bersikap positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan-keinginan, dan perilaku anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman berkonsultasi kepada anak, hanya sedikit memberi tanggung jawab rumah tangga, membiarkan anak untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak mengontrol, berusaha mencapai sasaran tertentu dengan tidak memberikan alasan, tetapi tanpa menunjukkan kekuasaan.30

Menurut Stewart dan Koch dalam buku Al Tridhonanto yang berjudul Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, didapatkan tiga kecenderungan pola asuh diantaranya: Pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif.31

a. Faktor yang mempengaruhi pola asuh 1. Usia orangtua

Tujuan hukum perkawinan agar setiap suami istri berusaha, secara fisik dan psikososial, yang dipersiapkan untuk memulai sebuah keluarga dan bertindak sebagai orangtua. Jika sangat tua atau sangat muda, orangtua juga sangat membutuhkan kekuatan fisik dan psikososial serta tidak akan dapat memainkan perannya secara optimal.

30 Nilam Widyarini. Seri Psikologi Popuer: RELASI ORANGTUA DAN ANAK, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), 11.

31 Al. Tridhonanto, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, 12.

(40)

2. Pendidikan orangtua

Namun, pendidikan dan pengalaman orangtua dalam mengasuh anak akan mempengaruhi kesiapan mereka untuk menjalankan perannya sebagai pengasuh. Supaya berperan lebih baik, yaitu berpartisipasi aktif dalam pendidikan setiap anak.

3. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

Dapat dibuktikan bahwa penelitian orangtua sebelumnya dalam mengasuh anaknya lebih tenang dan siap dalam memenuhi tanggung jawab sebagai orangtua. Dalam hal lain, mereka dapat sangat memantau tanda tumbuh dan kembang normal anak.

4. Stres orangtua

Stres yang dirasa ibu dan ayah dapat mempengaruhi kemampuan mereka demi menyelesaikan perannya sebagai pengasuh, terutama yang berkaitan strategi menghadapi problem anak.

Marah, cemas, khawatir, dan takut dalam waktu yang lama serta perasaan tertekan yang disertai dengan peningkatan emosi tidak senang yang dirasakan disebut stres. Orangtua melakukan cara yang berbeda untuk mengurangi stres. Apabila sedang stres mereka akan mencari ketentraman dari kecemasan

(41)

mental mereka seperti berbicara dengan nada tinggi kepada anak-anak mereka.

5. Hubungan suami istri

Hubungan yang tidak sesuai antara istri dan suami dapat mempengaruhi kesanggupan keduanya untuk bertindak sebagai orangtua dan merawat anak mereka karena dengan kondisi yang bahagia mereka saling mendukung dan menghadapi semua masalah dengan memberikan strategi positif.32

b. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Didefinisikan sebagai pengasuhan agar dapat mengembangkan pencapaian penilaian moral. Pengasuhan demokratis melibatkan lebih banyak komunikasi dua arah, yang kemudian memberi anak kebebasan berpikir, tetapi orangtua mengendalikan anak, dengan demikian anak mempunyai moralitas yang baik serta pemikiran terbuka. Menurut Gunarsa (Jontrianto, menanti, dan Lubis) pola asuh demokratis yaitu cara dan sikap orangtua dalam membantu anggota keluarga (termasuk anak) membuat keputusan dan bertindak secara mandiri sampai merasakan perubahan dari bergantungnya pada orangtua agar lebih bertanggung jawab dan mandiri.33

Pola asuh yang mengedepankan keinginan anak, namun jika anak merasa ini berbahaya bagi mereka, tidak perlu ragu untuk

32 Al. Tridhonanto & Beranda Agency,Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,28.

33 Maulidya Ulfah, Digital Parenting Bagaimana Orang Tua Melindungi Anak-anak dari Bahaya Digital, (Jawa Barat: Edu Publisher, 2020), 99.

(42)

mengontrolnya.34 Pengasuhan otoritatif (demokratis) dicirikan dengan adanya sikap keterbukaan terhadap orangtua serta anak, menghargai sikap disiplin dan pendapat. Dampak bagi anak jika berbuat pelanggaran yang orangtua berikan hukuman dengan berupa hukuman yang wajar.35

1) Ciri-ciri pola asuh demokratis

Mendorong orangtua untuk berbicara dengan bebas kepada anak-anak mereka. Pola asuh demokratis memiliki ciri khas tersendiri :

a) Adanya kerjasama antar anak dan orangtua b) Anak diperlakukan sebagai pribadi (individu) c) Dengan mengarahkan dan membimbing anak d) Kontrol oleh orangtua mereka tidak kaku36

Ciri-ciri lain dari pola asuh demokratis sebagai berikut:

a. Menetapkan aturan dan kedisiplinan serta memperhatikan pembahasan yang dapat dipahami, dimengerti, dan diterima oleh anak.

b. Memberikan petunjuk tentang perbuatan baik yang harus dipertahankan dan tidak baik untuk ditinggalkan.

c. Adanya arahan dan pemahaman yang utuh.

34 Dedy Siswanto, Anak di Persimpangan Perceraian (Menilik Pola Asuh Anak Korban Perceraian), (Jawa Timur: Airlangga University Press, 2020), 46.

35 Farid Anwar Fathur Rosyidi, Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Bergabung di Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Skripsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), 24.

36 Janner Simarmata, Dian Cita Sari dkk, Inovasi Pendidikan Lewat Transformasi Digital, (Yayasan Kita Menulis, 2019), 74.

(43)

d. Dapat mewujudkan keharmonisan keluarga.

e. Dapat menghasilkan suasana komunikasi antara orangtua dengan anak dan keluarga.37

2) Prinsip-prinsip yang berlaku dalam pola asuh demokratis adalah:

a. Kebebasan yang dibatasi atau dikendalikan adalah gaya pengasuhan yang memberikan kebebasan terbatas kepada anak. Orangtua berpartisipasi dalam semua kegiatan anak, tetapi tidak membatasi atau mendikte anak.

b. Komunikasi dua arah, Komunikasi dua arah adalah dialog atau komunikasi yang positif dan bermanfaat antara orangtua terhadap anaknya, anak diberikan kesempatan dalam menyatakan pendapatnya, ide-idenya dan pandangan- pandangannya dan nantinya akan di musyawarahkan dengan orangtuanya.

c. Perhatian dan bimbingan tersebut ditandai dengan upaya orangtua dalam menumbuhkan rasa mandiri dan tanggung jawab anak terhadap kehidupannya. Orangtua mengajar anak- anaknya untuk mempertimbangkan setiap konsekuensi dari keputusan yang mereka buat.

d. Mengajak anak berunding dengan keluarga semisal untuk memutuskan dalam kelanjutan sekolah anak, membebaskan anak berpartisipasi dalam membuat aturan keluarga.

37 Dedy Siswanto, Anak di Persimpangan Perceraian (Menilik Pola Asuh Anak Korban Perceraian), 45-46.

(44)

e. Bimbingan orangtua, menjelaskan perilaku buruk dan menganjurkan untuk meninggalkan.38

3) Indikator Pola Asuh Demokratis

a. Menerima dan Bersedia Mendengar Keluh Kesah Anak Pola asuh demokratis menggunakan pola komunikasi dua arah. Pengasuhan demokratis dapat menciptakan hubungan emosional dengan menciptakan komunikasi interaktif dengan kehangatan antara orangtua membuat anak merasa diterima. Aspek-aspek komunikasi orangtua yang demokratis adalah:39

 Keterbukaan

Sikap orangtua demokratis akan membuka komunikasi dengan anak, anak akan berdialog dengan orangtua apa yang sedang dirasakan dalam aktivitasnya dan menceritakan apa yang menjadi keluh kesah anak.

Dengan sikap terbuka ini orangtua dapat memahami perkembangan anak. Terlebih pada anak penyandang Tuna rungu sebagai orangtua sebaik mungkin untuk menjaga pola komunikasi terhadap anak.

38 Maulidya Ulfah, Digital Parenting Bagaimana Orang Tua Melindungi Anak-anak dari Bahaya Digital, 98-99.

39 Mar’atul Lutfiyah, “Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Kedisiplinan Sala Fardu Peserta Didik Kelas X SMK Islam Pemalang Tahun Pelajaran 2015/2016”

(Skripsi, Universitas Islam Negeri Wali Songo Semarang, 2016). 19-22.

(45)

 Perasaan Positif

Perasaan positif adalah pikiran kehidupan nyata, terutama apabila memperhatikan hal-hal baik. Pada saat memahami dan menyadari perasaan sendiri, biasanya lebih mudah bagi kita dalam memahami perasaan yang sama yang diungkapkan orang lain. Perasaan baik yang dimiliki orangtua akan menghasilkan hal positif dalam diri anak, dengan sebaliknya jika orangtua merasa tidak enak maka anak akan merasakan hal yang sama.

 Kesamaan

Dengnan kesamaan tersebut memberikan kesempatan untuk berbicara dari orangtua kepada anak, berkomunikasi dan menghilangkan kebosanan dalam kegiatan kebiasaannya sehingga sama-samapaham dan saling melengkapi dalam pemecahan masalah. Pada penyandang anak Tuna rungu, orangtua demokratis seharusnya memiliki kecocokan antara orangtua dan anak dan memastikan bahwa tidak ada perbedaan di antara keduanya.

b. Memberikan Kebebasan Pada Anak Dan Tetap Dalam Pengawasan

Di bawah asuhan orangtua, Tuna rungu membutuhkan pengawasan dan bimbingan serta disesuaikan dengan tingkat

(46)

perkembangannya. Dengan ini anak kemudian mengembangkan kepribadian yang berkembang dengan wajar menuju kedewasaan. Orangtua memberikan kebebasan bermain pada anak dengan teman sebayanya, bersosialisasi dengan lingkungan sekolah, keluarga ataupun masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

Anak berhak dalam memilih teman bergaul dan berinteraksi dengan siapapun yang membuatnya nyaman dengan keterbatasan yang dimilikinya. Namun, orangtua perlu menyediakan lingkungan yang aman dan memotivasi agar anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya.

c. Memberikan Penghargaan Terhadap Kemampuan Yang Telah Di Capai Anak (Reward).

Menurut Rinda Puspita Dewi dalam skripsinya 40 Reward (hadiah/penghargaan) adalah usaha meningkatkan semangat memotivasi anak agar terdorong untuk berusaha lebih keras. Pujian diberikan dalam bentuk tepuk tangan, acungan jempol, atau sesuatu yang menyenangkan dan menarik bagi anak. Berbagai hal bisa dilakukan orangtua saat memberikan hadiah yang dianggap sebuah prestasi bagi anak-anaknya. Penghargaan yang

40 Rinda Puspita Dewi, “Penggunaan Punishment Dan Reward Untuk Mengurangi Perilaku Hiperaktif Pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas Ii Di Slb Widya Mulia Pundong (Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2017), 12.

(47)

diterima anak dapat berupa penghargaan akademik dan non akademik di sekolah.

d. Tidak Mudah Memberikan Hukuman (Punishment) Pada Anak

Orangtua yang demokratis tidak menggunakan hukuman yang hukuman fisik dan biasanya tidak berat.

Hukuman berarti memperingatkan anak dengan membuat anak lebih disiplin. Dengan mendisiplinkan anak berarti sebagai orangtua juga mengasihi dan memperhatikan anak untuk membangun karakternya.

Orangtua anak berkebutuhan khusus tidak dengan semerta-merta memberikan hukuman dalam bentuk apapun.

Kondisi yang di alami anak berbeda-beda terlebih pada anak berkebutuhan khusus. Harus memiliki telaten juga kesabaran ekstra mendampingi dan mendidik.

2. Penyesuaian Sosial

a. Pengertian Penyesuaian Sosial

Salah satu komponen penyesuaian diri dinamakan penyesuaian sosial. Apabila menganalisis penyesuaian sosial, banyak yang mengacu pada konsep adaptasi manusia dalam konteks interaksi dengan lingkungan. social adjustment(penyesuaian sosial)yaitu upaya penyesuaian diri dengan lingkungannya.

(48)

b. Faktor-faktor Penyesuaian Sosial

Karena berbagai faktor, seseorang dapat beradaptasi dengan lingkungannya.Menurut Sunarto dan Hartono, tugas kepribadian secara keseluruhan menjadi penentu utama penyesuaian sosial.

Sunarto dan Hartono sebagaimana dikutip oleh Caysera Afrili Yandro Lebih lanjut ia menjelaskan faktor internal yang berpengaruh pad penyesuaian sosial sebagai berikut:

1. Faktor fisik

a) Keadaan fisik Sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan unsur penting dalam proses penyesuaian sosial, sehingga struktur fisik merupakan keadaan utama dalam perilaku.

b) Respon anak berkembang dari respon otomatis menjadi respon yang diperoleh melalui pengalaman dan belajar.

2. Faktor psikologis a) Pengalaman

Dalam penyesuaian sosial pengalaman yang berpengaruh merupakan pengalaman yang dirasakan dalam kondisi senang atau rasa trauma. Pengalaman yang menarik lebih mengarah pada penyesuaian sosial yang baik, sedangkan pengalaman menyedihkan akan lebih mengarah pada ketidak berhasilan dalam penyesuaian sosial.

(49)

b) Belajar

Belajar didefinisikan sebagai faktor mendasar untuk penyesuaian sosial, dengan belajar dapat mengembangkan model respon yang dapat menumbuhkan individualitas.

c) Determinasi Faktor kekuatan yang dapat bergerak dalam pencapaian hal baik atau buruk untuk memiliki tingkat penyesuaian atau dapat merusak diri yang disebut determinasi diri sendiri.

d) Konflik

Efek konflik dalam perilaku tergantung pada sifat konflik, yaitu merusak, mengganggu dan menguntungkan.

Sunarto dan Hartono sebagaimana dikutip oleh Caysera Afrili Yandro kemudian menjelaskan faktor luar (eksternal) dan berpengaruh terhadap penyesuaian sosial, diantaranya faktor lingkungan yang mencakup :

1. Pengaruh Rumah dan Keluarga

Keluarga merupakan unit kelompok sosial terkecil dan tempat utama bagi individu untuk melakukan interaksi sosial. Ini adalah faktor penting bagi penyesuaian sosial. Kemudian, kemampuan berinteraksi sosial ini akan berkembang dalam masyarakat.

Gambar

Tabel 2.1  Orisinalitas Penelitian  No
Tabel 4.8  Hasil Uji Linearitas  ANOVA Table

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ss s TS STS perubahan karena dengan rnelakukan hobi saya rnerasa puas. 3· Saya tidak pernah rnenilai diri sendiri rendah. Saya rnerasa ss s TS STS sama bahkan Jebih

2 Bila satu teman meninggalkan saya, saya yakin akan ada orang lain yang datang menggantikannya. SS S TS

Ketika sedang kesulitan memahami bahasa Jawa, saya mudah tersinggung terhadap teman yang mengejek saya.. SS S TS

28 Apa yang saya inginkan tidak mungkin tercapai SS S TS STS 29 Saya tidak ingin mengungguli prestasi teman saya SS S TS STS 30 Saya meminta pendapat teman saya ketika saya

4 Saya mengutamakan teman dibandingkan tugas saya SS S TS STS 5 Saya lebih suka mengerjakan tugas sendiri SS S TS STS 6 Saya terkadang ragu dengan keputusan yang saya

[SS] ES] [N] {TS] [STS] 49 Saya merasa tertekan saat menjadi objek pembicaraan negatif teman-teman saya di grup WA [SS] [S] [N] [TS] [STS] 50 Saya merasa rnarah kepada orang yang

Walaupun teman-teman meragukan kemampuan saya, namun saya yakin mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan SS s TS STS guru dengan baik.. Jika teman-teman tidak mendukung, maka

Menurut saya semua masalah pasti ada jalan keluarnya SS S TS STS 27 Saya berusaha menjadi seseorang yang bisa disukai oleh orang-orang disekeliling saya SS S TS STS 28 Saya