1
STUDI INTERAKSIONISME SIMBOLIK KOMUNIKASI PEDAGANG KETURUNAN TIONGHOA DI KOTA MALANG DALAM TRANSAKSI
PERDAGANGAN
Ayu Puritamy
Jurusan Ilmu Komunikasi, Peminatan Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya Malang
Abstrak:
Bahasa yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang menjadi daya tarik penelitian ini karena bahasa yang mereka gunakan memiliki ciri khas di antara bahasa dominan yang digunakan di Kota Malang, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa (dialek Malang). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan Interaksionisme Simbolik sebagai pembahas data yang diperoleh di lapangan, dengan tujuan mendeskripsikan komunikasi verbal dan nonverbal pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang berdasarkan penggunaan bahasa dalam transaksi perdagangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahasa verbal yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan konsumen dan karyawan adalah Bahasa Indonesia, Bahasa
Jawa Ngoko, dan Bahasa Mandarin, sebagai pengantar dalam menyebutkan harga,
ciri barang, dan tawar menawar dengan tujuan utama mendapatkan kesepakatan positif dalam transaksi perdagangan. Sedangkan bahasa nonverbal yang digunakan ketika berkomunikasi dengan konsumen dan karyawan memiliki bentuk, makna, dan konteks secara umum, berfungsi mendukung bahasa verbal.
Abstract:
Languages that used by Chinese ancestry traders in Malang becomes an interest in this research because they have uniqueness between dominant languages that used in Malang, such as Bahasa and Javanese language with Malang dialect. This is qualitative descriptive research with Interactionism Symbolic theory as
analyst, to describe Malang Chinese ancestry trader’s verbal and nonverbal
communication based on languages uses in trade transaction. The result is that
Malang Chinese ancestry trader’s verbal languages when communicate with
2
Ayu Puritamy – Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya 2013
Studi Interaksionisme Simbolik Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam Transaksi Perdagangan
Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berkeinginan untuk menjalin hubungan dengan manusia lain untuk memenuhi
kebutuhan hidup, yaitu dengan cara
berinteraksi dan menjalin komunikasi.
Komunikasi merupakan proses sosial dimana
individu-individu menggunakan
simbol-simbol untuk menciptakan dan
menginterpretasikan makna dalam
lingkungan mereka (West 2008: 5).
Salah satu fungsi komunikasi yang dikemukakan oleh William I. Gorden dalam Mulyana (2005: 5) adalah komunikasi sosial, yaitu komunikasi memiliki peran penting dalam membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan, dan untuk
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Agar proses komunikasi dapat dipahami, maka komunikasi terdiri dari beberapa konteks berdasarkan lingkungan dimana proses tersebut terjadi. Komunikasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bisnis disebut komunikasi bisnis. Komunikasi bisnis mempertukarkan pesan verbal dan pesan nonverbal, dimana pesan verbal berupa bahasa tutur sedangkan pesan nonverbal dapat berupa bahasa tubuh, intonasi, mimik wajah, dan sebagainya.
Komunikasi verbal merupakan
komunikasi yang menggunakan kata-kata verbal, atau komunikasi yang menggunakan bahasa lisan dalam prosesnya. Sedangkan komunikasi nonverbal secara sederhana adalah semua isyarat yang bukan kata-kata (Mulyana, 2005: 308).
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol yang dikombinasikan berdasar aturan tertentu, serta digunakan dan dipahami suatu komunitas (Mulyana, 2005: 237). Bahasa merupakan sarana untuk
menyatakan pikiran dan maksud, yang bahkan telah digunakan manusia sejak zaman purba untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, yaitu dengan bahasa yang sangat sederhana.
Di seluruh belahan dunia, manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Bahasa yang digunakan di suatu wilayah akan berbeda dengan bahasa yang digunakan di wilayah lainnya. Mereka yang tinggal di suatu wilayah tertentu akan menyepakati penamaan sesuatu yang belum tentu disepakati pula oleh manusia yang tinggal di wilayah lainnya.
Sebuah pendapat menyatakan bahwa manusia yang hidup di berbagai bagian dunia merasa perlu merancang solusi untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dalam hal ini mereka menciptakan berbagai cara hidup dan bahasa yang berlainan di setiap wilayah, yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka (Mulyana, 2005: 242).
Hal lain yang mempengaruhi adanya
perbedaan penggunaan bahasa dalam
sekelompok masyarakat adalah faktor sosial-budaya. Walaupun mendiami suatu wilayah yang sama, tidak seluruh masyarakat memiliki karakteristik bahasa yang sama. Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di Kota Malang dengan ciri khas bahasa yang mereka gunakan.
Masyarakat keturunan Tionghoa datang ke Indonesia sejak awal Masehi untuk menjalin kerja sama dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Selain itu di negeri Tiongkok sedang terjadi peperangan dan bencana, sehingga sebagian penduduknya melakukan perpindahan ke wilayah lain
termasuk Nusantara untuk mencari
Pada awal keberadaannya, mereka banyak menetap di wilayah pesisir, karena pesisir merupakan daerah pertama yang disinggahi ketika melakukan pelayaran untuk berdagang. Namun seiring dengan semakin
berkembangnya jumlah masyarakat
keturunan Tionghoa di Indonesia, mereka menetap tersebar di berbagai kota, termasuk di Kota Malang.
Para imigran dari Tiongkok yang datang ke Indonesia, khususnya Kota Malang, berasal dari daerah dan suku yang berbeda, diantaranya Hokkian, Kwongtung, Fu Qing, Heng Wa, dan Ho Pek. Perbedaan suku inilah
yang menyebabkan perbedaan bahasa
(Buanadjaja, 2011)1. Sebagian besar
masyarakat Tionghoa yang mendiami Kota Malang hidup berkelompok, sehingga bahasa
yang digunakan dalam komunikasi
interpersonal memiliki ciri khas kelompok tersebut. Penggunaan bahasa khas warga keturunan Tionghoa yang sering dijumpai adalah pada transaksi perdagangan yang berlangsung antara pedagang keturunan Tionghoa dengan konsumen dan karyawan yang berasal dari berbagai latar belakang.
Bahasa yang digunakan masyarakat keturunan Tionghoa di Kota Malang, khususnya yang berprofesi sebagai pedagang menjadi daya tarik penelitian ini karena memiliki ciri khas tersendiri di antara bahasa yang digunakan sebagian besar masyarakat di Kota Malang, yaitu Bahasa Jawa (Jawa Timuran) dan Bahasa Indonesia. Fenomena bahasa yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang yang sering dijumpai adalah perpaduan antara Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, dengan dialek khas yang kemudian memunculkan simbol-simbol baru yang disepakati bersama dalam kelompok keturunan Tionghoa. Kosa kata khas yang sering dijumpai dalam komunikasi pedagang keturunan Tionghoa di Kota
Malang dengan konsumen misalnya, entik
(nanti), ndak isa (tidak bisa), lek gitu (kalau
begitu), de’e ne (dia), pigi (pergi), deweq
1 Hanompramana Buanadjaja adalah salah satu Tokoh Tionghoa di Kota Malang
(sendiri), mbek (dengan), mari gini (setelah
ini),dan sebagainya (Sartini, 2007: 10).
Salah satu pusat kegiatan masyarakat keturunan Tionghoa di Kota Malang, dan merupakan wilayah yang lebih sering dijumpai pemakaian bahasa khas masyarakat
keturunan Tionghoanya adalah Pecinan.
Pecinan Kota Malang menjadi lokasi utama
penelitian ini, karena merupakan Chinese
commercial and residential areas (Suryadinata, 2008: 29), atau sentra kegiatan ekonomi dan tempat tinggal masyarakat keturunan Tionghoa di Kota Malang yang terpusat di daerah jalan Pasar Besar dan sekitarnya.
Penelitian ini fokus pada komunikasi verbal dan nonverbal pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dan bagaimana mereka menggunakan simbol-simbol verbal dan nonverbal berdasarkan interaksi yang terjadi secara interpersonal dalam transaksi perdagangan. Dengan demikian penelitian ini menggunakan teori interaksionisme simbolik sebagai pembahas hasil temuan di lapangan, yang berasumsi bahwa individu tergerak untuk bertindak berdasar makna yang diberikannya pada orang, benda, atau peristiwa. Makna-makna tersebut diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran
pribadinya. Interaksionisme simbolik
menyatakan bahwa manusia bertindak
terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain terhadap mereka (West, 2008: 99).
Peneliti memilih topik penelitian mengenai komunikasi pedagang keturunan
Tionghoa karena peneliti ingin lebih
memahami dan mendalami komunikasi secara lebih luas dari ranah peminatan
peneliti, yaitu Komunikasi Massa.
Berdasarkan pemaparan latar belakang
tersebut, peneliti mengangkat sebuah judul
penelitian yaitu “Studi Interaksionisme
Simbolik Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam Transaksi
4
Ayu Puritamy – Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya 2013
Studi Interaksionisme Simbolik Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam Transaksi Perdagangan ini adalah bagaimanakah interaksi simbolik
komunikasi verbal dan nonverbal pedagang
keturunan Tionghoa di Kota Malang
berdasarkan penggunaan bahasa dalam
transaksi perdagangan?
Komunikasi Bisnis
Komunikasi yang terjadi dalam
transaksi perdagangan termasuk dalam ranah komunikasi bisnis, karena komunikasi yang dilakukan untuk tujuan tertentu yaitu untuk mencapai keuntungan. Komunikasi bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis yang mencakup berbagai macam bentuk komunikasi baik komunikasi verbal
maupun komunikasi nonverbal untuk
mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2011: 5).
Selain itu menurut Katz (1994:4), komunikasi bisnis adalah adanya pertukaran ide, pesan, dan konsep yang berkaitan dengan pencapaian serangkaian tujuan komersil.
Komunikasi bisnis diartikan sebagai
komunikasi yang terjadi dalam dunia bisnis dalam rangka mencapai tujuan dari bisnis tersebut. Dua bentuk komunikasi yang lazim digunakan dalam dunia bisnis (Purwanto, 2011: 6-12), yaitu:
a. Komunikasi verbal, yaitu
penyampaian pesan baik secara lisan (oral) maupun tertulis (written)
b. Komunikasi nonverbal, yaitu
penyampaian pesan selain secara lisan dan tertulis yang meliputi gerakan-gerakan tubuh dan bahasa tubuh. Komunikasi yang terjadi dalam ranah bisnis melalui beberapa tahap (Bovee dan Thill dalam Purwanto 2011: 13), yaitu:
a. Ide, yaitu sesuatu yang ingin
disampaikan komunikator kepada komunikan
b. Ide menjadi pesan, yaitu mengubah
ide menjadi pesan verbaal maupun nonverbal
c. Penyampaian pesan, yaitu
komunikator menyampaikan ide
yang telah diubah menjadi pesan kepada komunikan melalui berbagai
saluran (channel)
d. Penerimaan pesan, yaitu komunikan
menerima pesan dari komunikator
e. Penafsiran pesan, yaitu komunikan
menafsirkan dan memahami pesan yang disampaikan komunikator
f. Taggapan dan umpan balik, yaitu
reaksi yang memungkinkan
komunikator menilai efektivitas
suatu pesan.
Teori Interaksionisme Simbolik
Teori Interaksionisme Simbolik
merupakan kerangka berpikir yang
digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis bagaimana pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang memaknai simbol-simbol berupa bahasa verbal dan nonverbal yang mereka gunakan dalam komunikasi perdagangan. Menurut Mead dalam West (2008: 96), terdapat saling ketergantungan antara individu dan masyarakat yang saling
menciptakan simbol dalam proses
interaksinya. Aturan-aturan mengenai simbol diciptakan dan diberlakukan oleh proses sosial, bukan aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.
Menurut Mead dalam Poloma (1987: 260), seseorang tidak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. Dengan demikian seseorang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain tetapi secara simbolis juga berinteraksi dengan dirinya sendiri. Interaksi simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa, sebagai satu-satunya simbol yang terpenting. Simbol bukan merupakan fakta-fakta yang sudah jadi, namun simbol berada pada proses yang berkelanjutan.
Manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif yang menyatukan objek melalui
apa yang disebut Blumer dengan
self-indication. Self-indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasakan makna tersebut. Proses self-indication berlangsung dalam konteks
sosial dimana individu mencoba
dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan tersebut.
Tindakan, isyarat (gesture), dan isyarat
suara merupakan beberapa hal yang termasuk
dalam kajian interaksionisme simbolik
(Goodman, 2004: 274-278). Tindakan dan
isyarat merupakan kegiatan nonverbal,
misalnya gerakan isyarat penyandang tuna rungu ketika berkomunikasi dengan orang lain. Isyarat tersebut dapat dikaji dengan pendekatan Interaksionisme Simbolik, yaitu
dengan mengetahui bagaimana mereka
mamaknai suatu gerakan isyarat yang merupakan hasil dari interaksi dengan orang lain. Sedangkan isyarat suara merupakan kegiatan verbal, misalnya bahasa yang dihasilkan dari interaksi suatu kelompok masyarakat yang menjadi ciri khas kelompok tersebut.
Teori interaksi simbolik mengasumsikan bahwa seseorang tergerak untuk bertindak berdasar makna yang diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang, baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri,
atau pikiran pribadinya. Bahasa
memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan tentang diri dan untuk berinteraksi
dengan orang lainnya dalam sebuah
komunitas (West, 2008: 98).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif dengan teori
Interaksionisme Simbolik sebagai pembahas data yang diperoleh di lapangan. Penelitian
ini bertujuan untuk menggambarkan
komunikasi verbal dan nonverbal pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam transaksi perdagangan.
Unit analisis data dalam penelitian ini
adalah narasi-narasi kualitatif yang
dikeluarkan secara langsung oleh informan yang meliputi isi, bentuk, dan tujuan pesan verbal maupun nonverbal (Liliweri, 2011: 355). Data diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi partisipan, termasuk
mencuri dengar (eavesdropping). Informan
dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Lokasi penelitian
adalah di Pecinan Kota Malang, karena
merupakan pusat tempat tinggal dan daerah mata pencaharian masyarakat keturunan Tionghoa.
Peneliti menggunakan teknik analisis Interaksionisme Simbolik dengan tahapan: 1) Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala sebenarnya 2) Mengidentifikasi masalah serta upaya untuk mendapatkan pengertian dari pola-pola dalam data 3) Membuat perbandingan atau evaluasi, dalam hal ini harus melihat latar belakang dan subjek secara holistik. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi metode. Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek derajat kepercayaan penemuan
hasil penelitian dari beberapa teknik
pengumpulan data. Data yang diperoleh peneliti melalui metode wawancara diuji silang dengan data yang diperoleh dari
metode observasi dan dokumentasi.
Pengecekan keabsahan data dilakukan
sampai data yang ditemukan dan digali sudah jenuh sehingga bisa dibuat kesimpulannya.
Hasil dan Pembahasan
Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa dengan Konsumen
Bahasa Verbal a) Isi (content)
Bahasa verbal yang digunakan
sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang ketika berkomunikasi dengan
konsumen memiliki beberapa makna,
diantaranya menyebutkan nominal harga. Penyebutan nominal harga suatu barang merupakan pertukaran pesan yang sangat penting dalam transaksi perdagangan.
Demikian pula dengan proses tawar
menawar, pedagang dan konsumen
menggunakan bahasa verbal baik dalam
Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa Ngoko,
6
Ayu Puritamy – Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya 2013
Studi Interaksionisme Simbolik Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam Transaksi Perdagangan mendapatkan kesepakatan dalam transaksi
perdagangan. Selain itu bahasa verbal juga digunakan pedagang dengan konsumen untuk menyebutkan nama atau merk barang, dan ciri-ciri barang.
b)Bentuk (form)
Pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang berinteraksi dalam transaksi perdagangan dengan konsumen yang berasal dari berbagai latar belakang penguasaan bahasa. Oleh karena itu sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang menguasai lebih dari satu bahasa. Bahasa tersebut diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal, yaitu melalui mata pelajaran sekolah maupun melalui adaptasi dari orang lain di sekitar pedagang keturunan Tionghoa.
Penguasaan lebih dari satu bahasa tersebut menentukan bahasa verbal yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang ketika berkomunikasi dengan konsumen dalam transaksi perdagangan. Bahasa verbal yang digunakan sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang adalah Bahasa Indonesia, Bahasa
Jawa Ngoko, Bahasa Mandarin, dan
perpaduan ketiga bahasa tersebut. Sedangkan bahasa yang paling sering digunakan dalam berkomunikasi dengan konsumen adalah
Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa Ngoko
dengan dialek Malang.
c) Tujuan (destination)
Tujuan atau konteks bahasa verbal yang diungkapkan pedagang keturunan
Tionghoa di Kota Malang ketika
berkomunikasi dengan konsumen, merujuk kepada beberapa hal diantaranya untuk
menyatakan nominal harga. Pedagang
keturunan Tionghoa di Kota Malang
menggunakan Bahasa Jawa Ngoko untuk
menciptakan kedekatan dengan konsumen baik keturunan Tionghoa maupun bukan keturunan Tionghoa. Hal ini dikarenakan
Bahasa Jawa Ngoko merupakan bahasa yang
dikuasai sebagian besar konsumen sebagai masyarakat yang berdomisili di Kota Malang.
Demikian pula dengan penggunaan Bahasa Indonesia dalam komunikasi antara
pedagang dan konsumen, dikarenakan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa
Nasional yang dikuasai sebagian besar masyarakat di Kota Malang. Bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa Indonesia adalah bahasa
yang paling sering digunakan untuk
mendukung tercapainya kesepakatan positif dalam transaksi pedagang dengan konsumen.
Bahasa Nonverbal a) Isi (content)
Bahasa nonverbal yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota
Malang ketika berkomunikasi dengan
konsumen memiliki fungsi mendukung dan menjelaskan bahasa verbal. Beberapa makna
bahasa nonverbal yang dipertukarkan
pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang diantaranya memberi tanggapan positif kepada konsumen. Selain itu dalam suatu percakapan yang membutuhkan stimuli dan tanggapan, bahasa nonverbal dilakukan untuk menyatakannya.
Persetujuan, penolakan, dan
kesepakatan yang dinyatakan dalam bahasa verbal, sebagian besar juga disertai bahasa nonverbal isyarat tangan, gerakan kepala, dan ekspresi wajah. Bahasa nonverbal tersebut
dilakukan untuk menjelaskan dan
menguatkan maksud bahasa verbal yang disampaikan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang kepada konsumen.
Bahasa nonverbal yang dilakukan melaui gerakan isyarat tangan, sebagian besar bermakna menunjuk suatu benda dan menggambarkan ukuran atau bentuk sesuatu. Selain itu untuk menyatakan penolakan atau ketidakadaan, sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang juga
menggunakan isyarat tangan untuk
b) Bentuk (form)
Bahasa nonverbal yang paling sering ditunjukkan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang ketika berkomunikasi dengan konsumen adalah gerakan kepala dan isyarat tangan. Hal ini dikarenakan pedagang tidak melakukan gerakan anggota tubuh lainnya secara signifikan, karena sebagian besar pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang melayani konsumen dengan berdiri di belakang etalase atau duduk di belakang meja.
Gerakan nonverbal yang dilakukan sebagian besar berupa gerakan menoleh ke
kanan atau ke kiri, menggeleng,
mengangguk, dengan masing-masing makna terhadap bahasa verbal yang dijelaskan. Selain gerakan kepala, isyarat tangan juga sering dijumpai dalam komunikasi nonverbal pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan konsumen. Isyarat tangan berupa penunjukan benda, lambaian tangan, dan penggambaran ukuran atau bentuk sesuatu.
Ekspresi wajah dan kontak mata juga menjadi bahasa nonverbal yang penting antara pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan konsumen. Ekspresi yang
sering ditunjukkan pedagang kepada
konsumen adalah ekspresi positif, yang
antara lain mendukung tercapainya
kesepakatan positif dalam transaksi
perdagangan.
c) Tujuan (destination)
Transaksi perdagangan yang
berlangsung antara pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan konsumen memiliki tujuan utama mencapai kesepakatan
positif. Oleh karena itu pedagang
menggunakan bahasa nonverbal sebagai pendukung dan penjelas bahasa verbal yang
dinyatakan kepada konsumen. Bahasa
nonverbal yang ditampakkan merupakan
pesan yang secara umum bertujuan
mendapatkan kesamaan makna antara
pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan konsumen.
Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa dengan Karyawan
Bahasa Verbal a) Isi (content)
Bahasa verbal yang digunakan
pedagang keturunan Tionghoa di Kota
Malang ketika berkomunikasi dengan
karyawan memiliki beberapa makna,
diantaranya untuk menyebutkan nominal harga suatu barang. Penyebutan nominal harga oleh pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang kepada karyawan dinyatakan dalam berbagai jenis bahasa. Selain untuk menyatakan nominal harga barang, pedagang
menggunakan bahasa verbal untuk
menyebutkan jenis barang dan
mendeskripsikan ciri-ciri barang kepada karyawan.
b) Bentuk (form)
Pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang berinteraksi dalam transaksi perdagangan dengan karyawan yang berasal dari berbagai latar belakang penguasaan bahasa. Oleh karena itu sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang menguasai lebih dari satu bahasa. Bahasa tersebut diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal, yaitu melalui mata pelajaran sekolah maupun melalui adaptasi dari orang lain di sekitar pedagang keturunan Tionghoa.
Penguasaan lebih dari satu bahasa tersebut menentukan bahasa verbal yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang ketika berkomunikasi dengan karyawan dalam transaksi perdagangan. Bahasa verbal yang digunakan sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang adalah Bahasa Indonesia, Bahasa
Jawa Ngoko, Bahasa Mandarin, dan
perpaduan ketiga bahasa tersebut. Ketiga bahasa tersebut merupakan bahasa yang paling sering digunakan pedagang keturunan
Tionghoa di Kota Malang ketika
berkomunikasi dengan karyawan dari
8
Ayu Puritamy – Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya 2013
Studi Interaksionisme Simbolik Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam Transaksi Perdagangan Penyampaian pesan oleh pedagang
keturunan Tionghoa di Kota Malang kepada karyawan dinyatakan dalam berbagai jenis bahasa. Hal ini dilakukan dengan tujuan tertentu, terutama dalam penggunaan bahasa Mandarin. Hal ini berpengaruh terhadap penerimaan konsumen ketika pedagang
berkomunikasi dengan karyawan
menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh konsumen.
c) Tujuan (destination)
Tujuan atau konteks bahasa verbal
yang dinyatakan pedagang keturunan
Tionghoa di Kota Malang ketika
berkomunikasi dengan karyawan, merujuk kepada beberapa hal diantaranya untuk
menyatakan nominal harga. Pedagang
keturunan Tionghoa di Kota Malang
menggunakan Bahasa Indonesia untuk
menciptakan kedekatan dengan karyawan baik keturunan Tionghoa maupun bukan keturunan Tionghoa. Hal ini dikarenakan Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang dikuasai sebagian besar karyawan.
Demikian pula dengan penggunaan
Bahasa Jawa Ngoko dalam komunikasi antara
pedagang dan karyawan, dikarenakan
sebagian besar karyawan terutama bukan keturunan Tionghoa menguasai Bahasa Jawa Ngoko sebagai bahasa yang dikuasai mayoritas masyarakat di Kota Malang. Sedangkan penggunaan Bahasa Mandarin antara pedagang dengan karyawan, sebagian besar bertujuan untuk menyembunyikan harga sementara dari konsumen terutama yang dianggap tidak menguasai Bahasa
Mandarin. Bahasa Jawa Ngoko, Bahasa
Indonesia, dan Bahasa Mandarin adalah bahasa yang paling sering digunakan untuk mendukung tercapainya kesepakatan positif dalam transaksi pedagang dengan konsumen.
Bahasa Nonverbal a) Isi (content)
Bahasa nonverbal yang digunakan pedagang keturunan Tionghoa di Kota
Malang ketika berkomunikasi dengan
karyawan memiliki fungsi mendukung dan
menjelaskan bahasa verbal. Beberapa makna
bahasa nonverbal yang dipertukarkan
pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang diantaranya memberi tanggapan positif kepada karyawan. Selain itu dalam
suuatu percakapan yang membutuhkan
stimuli dan tanggapan, bahasa nonverbal dilakukan untuk menyatakannya.
Persetujuan, penolakan, dan
kesepakatan yang dinyatakan dalam bahasa verbal, sebagian besar juga disertai bahasa nonverbal isyarat tangan, gerakan kepala, dan ekspresi wajah. Bahasa nonverbal tersebut
dilakukan untuk menjelaskan dan
menguatkan maksud bahasa verbal yang disampaikan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang kepada karyawan.
Bahasa nonverbal yang dilakukan melaui gerakan isyarat tangan, sebagian besar bermakna menunjuk suatu benda dan menggambarkan ukuran atau bentuk sesuatu. Selain itu untuk menyatakan penolakan atau ketidakadaan, sebagian besar pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang juga
menggunakan isyarat tangan untuk
menjelaskan bahasa verbal yang dinyatakan kepada karyawan. Bahasa nonverbal yang dinyatakan kepada karyawan secara umum bertujuan menciptakan komunikasi efektif dan kesepahaman makna antara pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan karyawan.
b) Bentuk (form)
Bahasa nonverbal yang paling sering ditunjukkan pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang ketika berkomunikasi dengan karyawan adalah gerakan kepala dan isyarat tangan. Hal ini dikarenakan pedagang tidak melakukan gerakan anggota tubuh lainnya secara signifikan, karena sebagian besar pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang berdiri di belakang etalase atau duduk di belakang meja.
Gerakan nonverbal yang dilakukan sebagian besar berupa gerakan menoleh ke
kanan atau ke kiri, menggeleng,
terhadap bahasa verbal yang dijelaskan. Selain gerakan kepala, isyarat tangan juga sering dijumpai dalam komunikasi nonverbal pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan karyawan. Isyarat tangan berupa penunjukan benda, lambaian tangan, dan penggambaran ukuran atau bentuk sesuatu.
Ekspresi wajah dan kontak mata juga menjadi bahasa nonverbal yang penting antara pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan karyawan. Ekspresi yang
sering ditunjukkan pedagang kepada
karyawan adalah ekspresi positif, yang antara lain mendukung tercapainya kesepakatan positif dalam transaksi perdagangan. Selain ekpresi positif yaitu dengan tersenyum,
pedagang keturunan Tionghoa juga
menampakkan ekpresi datar kepada
karyawannya unutk menciptakan suasana serius dalam bekerja.
c) Tujuan (destination)
Komunikasi yang berlangsung antara pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan karyawan memiliki tujuan utama mencapai kesepakatan positif dalam transaksi perdagangan. Oleh karena itu pedagang menggunakan bahasa nonverbal sebagai pendukung dan penjelas bahasa verbal yang dinyatakan kepada karyawan.
Bahasa nonverbal yang ditampakkan
merupakan pesan yang secara umum
bertujuan mendapatkan kesamaan makna antara pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dengan karyawan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan
penyelidikan yang dilakukan peneliti, maka interaksi simbolik komunikasi pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam
transaksi perdagangan adalah sebagai
berikut:
a. Bahasa verbal pedagang keturunan
Tionghoa di Kota Malang ketika
berkomunikasi dengan konsumen adalah
Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa Ngoko
sedangkan Bahasa Mandarin digunakan
dalam berkomunikasi dengan konsumen keturunan Tionghoa saja
b. Bahasa verbal pedagang keturunan
Tionghoa di Kota Malang ketika
berkomunikasi dengan karyawan adalah
Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa Ngoko,
dan Bahasa Mandarin
c. Bahasa verbal yang digunakan pedagang
keturunan Tionghoa di Kota Malang digunakan sebagai bahasa pengantar untuk menyebutkan dan menjelaskan ciri-ciri barang serta melakukan tawar menawar harga serta digunakan untuk tujuan utama
mencapai kesepakatan positif dalam
transaksi perdagangan
d. Kelebihan bahasa verbal yang digunakan
pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang adalah sebagai penyampai maksud dalam sebuah komunikasi. Beberapa jenis
bahasa yang digunakan pedagang
menunjukkan bahwa terjadi penyesuaian dan pendekatan dengan konsumen dan karyawan melalui bahasa verbal
e. Kekurangan bahasa verbal yang digunakan
pedagang keturunan Tionghoa di Kota
Malang adalah penggunaan Bahasa
Mandarin, yang kurang atau tidak
dipahami oleh konsumen terutama yang tidak menguasai Bahasa Mandarin
f. Bahasa nonverbal pedagang keturunan
Tionghoa di Kota Malang ketika
berkomunikasi dengan konsumen dan karyawan memiliki bentuk, makna, dan konteks yang relatif sama yang digunakan sebagai penjelas dan pendukung bahasa
verbal yang digunakan dalam
berkomunikasi dengan konsumen dan karyawan
g. Kelebihan bahasa nonverbal yang
digunakan dalam komunikasi pedagang keturunan Tionghoa di Kota Malang adalah menjelaskan dan menggambarkan
bahasa verbal sehingga pesan
10
Ayu Puritamy – Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya 2013
Studi Interaksionisme Simbolik Komunikasi Pedagang Keturunan Tionghoa di Kota Malang dalam Transaksi Perdagangan Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar
Manusia. Jakarta: Professional Books.
______________. 2007. The Interpersonal
Communication Book 11th Edition. USA: Pearson Education.
Goodman, Douglas J. 2004. Teori Sosiologi
Modern, Edisi ke-6. Jakarta: Kencana.
Griffin, EM. 2006. A First Look at
Communication Theory 6th Edition. New York: McGraw Hill.
Hariyono, Paulus. 2006. Menggali Latar
Belakang Stereotip dan Persoalan Etnis Cina di Jawa, dari Jaman Keemasan, Konflik Antar-Etnis Hingga Kini. Semarang: Mutiara Wacana.
Hartley, Peter. 1993. Interpersonal
Communication. London and New York: Routledge.
Ibrahim, Idi Subandi. 2004. Dari Nalar
Keterasingan Menuju Nalar Pencerahan: Ruang Publik dan Komunikasi dalam Pandangan Soedjatmoko. Yogyakarta: Jalasutra.
Katz, Bernard. 1994. Turning Practical
Communication into Business Power. (Terjemahan). Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar
Antropologi Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis
Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi: Serba Ada
Serba Makna. Jakarta: Kencana.
Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of
Human Communication 7th Edition. Mexico: Wadsworth.
___________________. 2009. Teori
Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_______________. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi
Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
______________. 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Kontemporer. Jakarta: Rajawali.
Purwanto, Djoko. 2011. Komunikasi Bisnis
Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Dewi, Sutrisna. 2007. Komunikasi Bisnis.
Yogyakarta: Andi.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Metode
Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryadinata, Leo. 2008. Ethnic Chinese in
Contemporary Indonesia. Singapore: ISEAS Publications.
______________. 2007. Laksamana Cheng
Ho dan Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.
Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Song, Hwan Hwie. 2010. Memoar dari
Pecinan. Surabaya: Pustaka Sutra.
West, Richard. 2008. Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Wika Eng An Kiong. 2007. Suplemen:
Sekilas Sejarah Kelenteng dan Mengenal para Shen Ming. Malang: Widya Karya.
Wood, Julia T. 2004. Communication
Theories in Action an Introduction 3rd Edition. USA: Wadsworth.
Penelitian
Lilananda, R.P. 1998. Inventarisasi Karya
Skripsi
Ananda, Kun Sila. 2010. Makna Hubungan
Romantis bagi Pasangan Gay. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.
Illahi, Azizun Kurnia. 2010. Komunikasi
Antarpribadi Murid Tuna Ganda Rungu Wicara dalam Penyesuaian Diri terhadap Lingkungan Sosialnya di Usia Remaja. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya Malang.
Sartini, Ni Wayan. 2007. Varietas Bahasa
Masyarakat Cina di Surabaya (Kajian Bahasa Antaretnik). Fakultas
Sastra Universitas Airlangga
Surabaya.
Tesis
Gazali, Effendi. 1996. Budaya Pertelevisian
Indonesia: Studi dengan Perspektif Interaksionisme Simbolik. Universitas Indonesia.
Disertasi
Sudjalil. 2008. Karakter Struktur Kata
Tuturan Verbal Siswa Keturunan Tionghoa di Kota Malang. Program
Pascasarjana Universitas Negeri
Malang.
Websites
Indonesian-Chinese Culture Study Group.
2006. Etnik Tionghoa, Pribumi
Indonesia. Online.
Catatan tentang Kiprah Para Pengusaha Muslim Pribumi di Kota Malang 1914-1950-an. Online. www.sejarah.kompasiana.com/2012/0 8/30/bisnis-dan-dakwah-catatan-
tentang-kiprah-para-pengusaha- muslim-pribumi-di-kota-malang-1914-1950-an. Diakses 5 September 2012, 9.54 pm.
Pecinan Masyarakat Tionghoa. 2012.
Pecinan. Online. www.pecinan.net. Diakses 5 September 2012, 10.06 pm.
Pemerintah Kota Malang. 2011. Sejarah
Malang. Online.
www.malangkota.go.id/mlg_halaman.
php?id=1606071. Diakses 5
September 2012, 9.54 pm.
Tjamboek28. 2009. Riwajjat Tionghoa di
Malang (1). Online.
www.tjamboek28.multiply.com/journ al/item/424. Diakses 8 Februari 2011, 12.11 pm.
___________________. Riwajjat Tionghoa
di Malang (2). Online.
www.tjamboek28.multiply.com/journ al/item/425/Riwajjat_Tionghoa_di_M alang_2. Diakses 8 Februari 2011, 12.11 pm.
___________________. Riwajjat Tionghoa
di Malang (3). Online.
www.tjamboek28.multiply.com/journ al/item/426/Riwajjat_Tionghoa_di_M alang_3. Diakses 8 Februari 2011, 12.11 pm.
___________________. Riwajjat Tionghoa
di Malang (4). Online.
www.tjamboek28.multiply.com/journ al/item/427/Riwajjat_Tionghoa_di_M alang_4. Diakses 8 Februari 2011, 12.11 pm.
___________________. Riwajjat Tionghoa
di Malang (5-tamat). Online. www.tjamboek28.multiply.com/journ al/item/428/Riwajjat_Tionghoa_di_M alang_5-tamat. Diakses 8 Februari 2011, 12.11 pm.
Teguh Iman Prasetya. 2008. Interaksionisme
Simbolik, Grounded Theory dan Cross Cultural Studies. Online. www.teguhimanprasetya.wordpress.c om/2008/09/25/interaksionisme-
simbolik-grounded-theory-dan-cross-cultural-studies. Diakses 22