• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Manajemen Pemeliharaan Macan Tut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Manajemen Pemeliharaan Macan Tut"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Judul : Manajemen Pemeliharaan Macan Tutul (Panthera pardus melas) di Taman Satwa Cikembulan Garut Pemrasaran/NIM : Hipni Mansur Romansyah/J3P114023

Pembahas : Dr. Drh. Erni Sulistiawati SP1 Hari/Tanggal : Jumat/26 Agustus 2016 Waktu : 14.00 – 15.00 WIB

Ruangan : GG B08

Dosen Pembimbing : Drh. Heryudianto Vibowo

Menyetujui,

Drh. Heryudianto Vibowo

ABSTRAK

Taman Satwa Cikembulan merupakan lembaga konservasi eksitu yang menangkarkan macan tutul jawa yang terancam punah. Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), macan tutul jawa termasuk ke dalam Redlist dengan kategori Critically Endangered, oleh karena itu aspek pemelihaan dalam suatu lembaga konservasi sangat penting, karena terkait dengan kesehatan, perawatan dan pemenuhan prinsip kesejahtraan satwa. Praktik kerja lapangan 1 ini bertujuan menguraikan manajemen pemeliharaan macan tutul jawa di Taman Satwa Cikembulan. Pengumpulan data berasal dari data primer dan sekunder. Data primer yang diperoleh berupa sistem perkandangan, jenis pakan, pengayaan dan perawatan. Data sekunder yang diperoleh yaitu dengan mengumpulkan data mengenai manajemen pemeliharaan macan tutul. Manajemen pemeliharaan termasuk aspek perkandangan dengan luas kandang rata-rata 102.09 meter, pakan yang diberikan yaitu kelinci, ayam, dan daging sapi mentah dengan berat 3-3.5 kg per individu macan tutul. Perawatan kesehatan yang dilakukan dengan pemberian obat cacing secara berkala dan pengamatan perilaku harian dan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan setiap seminggu sekali.

(2)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Taman Satwa Cikembulan merupakan salah satu lembaga konservasi yang berfungsi sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis satwaliar. Taman Satwa Cikembulan juga merupakan salah satu lembaga konservasi ek-situ yang menangkarkan macan tutul jawa di areal tersebut. Macan tutul jawa yang terdapat di lokasi ini dipelihara dengan menimbang beberapa aspek pemeliharaan satwa.

Salah satu langkah untuk tetap menjaga keberadaan jenis ini adalah dengan upaya konservasi baik insitu (di habitat alaminya) maupun eksitu (di habitat buatan). Konservasi insitu merupakan strategi yang terbaik dalam pelestarian dan perlindungan satwa. Namun dengan semakin berkurangnya luasan habitat alami satwa ini, maka jalan untuk mencegah kepunahan spesies perlu didukung dengan konservasi eksitu (Gunawan 2010).

Berdasarkan hal tersebut maka IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkan macan tutul jawa ke dalam Redlist dengan kategori Critically Endangered (Ario et al. 2008). Satwa ini juga termasuk ke dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) (CITES 2013) yang berarti dilarang untuk diperdagangkan.

Aspek-aspek pemeliharaan satwa yang penting dalam suatu lembaga konservasi meliputi perkandangan macan tutul, pakan dan

perawatan karena terkait dengan pemenuhan prinsip kesejahteraan satwa. Manajemen pemeliharaan macan tutul jawa oleh pengelola di Taman Satwa Cikembulan saat ini mengikuti pada standar pemeliharaan yang umum dilakukan di lembaga konservasi. Sementara itu, pemeliharaan satwa sangat penting untuk diperhatikan oleh pengelola, karena jika diabaikan bisa menimbulkan kerugian diantaranya berupa satwa sakit karena perawatan yang tidak baik dan satwa merasa tertekan oleh kondisi di dalam kandang, bahkan hingga menyebabkan kematian.

1.2Tujuan

Praktik kerja lapangan ini bertujuan untuk menguraikan

manajemen pemeliharaan

perkandangan, pakan dan perawatan macan tutul (Panthera pardus) di Taman Satwa Cikembulan Garut.

2

METODE KAJIAN

2.1Lokasi dan Waktu

(3)

yang telah ditetapkan oleh Taman Satwa Cikembulan.

2.2Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh atau dikoleksi adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung, meliputi sistem perkandangan, jenis pakan dan perawatan. Pengamatan yang dilakukan di lapangan yaitu dengan wawancara, pemaparan atau penjelasan para perawat satwa (animal keeper), yang telah berpengalaman dalam mengurus satwa terutama satwa Macan Tutul, dan dokter hewan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku atau jurnal mengenai manajemen pemeliharaan macan tutul.

2.3Analisa Data

Data hasil pengamatan dibandingkan dan dibahas secara deskriptif. Berdasarkan sumber referensi yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, diskusi, dan studi pustaka.

3

MANAJEMEN

PEMELIHARAAN

MACAN TUTUL

3.1 Sistem Perkandangan Macan Tutul

Kandang Macan Tutul di Taman Satwa Cikembulan merupakan kandang permanen. Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang terdapat di Taman

Satwa Cikembulan berjumlah enam ekor, terdiri dari lima jantan dewasa, satu betina dewasa. Lima macan tutul yang berada di Taman Satwa Cikembulan berasal dari alam hasil tangkapan oleh penduduk, satu dari peliharaan warga yang diserahkan kepada BBKSDA Jawa Barat. Status macan tutul jawa dalam daftar IUCN Redlist adalah kritis (Critically Endangered) dan merupakan satwa yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999.

Macan tutul jawa yang berasal dari alam langsung dimasukkan ke kandang karantina. Hal ini dimaksudkan agar satwa beradaptasi dengan iklim, cuaca, pakan, dan lingkungan baru. Kesehatan satwa dipantau dan diperiksa secara keseluruhan dalam proses karantina ini, meliputi: kondisi fisik dan perilaku satwa khususnya perilaku makan.

(4)

Ukuran suatu kandang harus seluas mungkin supaya satwa mampu bergerak bebas dan bisa mengekspresikan dirinya. Rekomendasi mengenai ukuran kandang menurut Environment and Heritage Service (2004) sekurang-kurangnya memiliki luasan antara 28 meter per individu dan tinggi kandang 3-3.50 meter. Kandang peraga (display) di Taman Satwa Cikembulan sudah memenuhi syarat minimum karena rata-rata ukuran kandang yaitu 102.09 meter dengan tinggi rata-rata 3.45 meter. Kandang tidur (anhok) cenderung berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kandang peraga (display), karena sebagai tempat beristirahat satwa.

Kontruksi kandang Macan Tutul di Taman Satwa Cikembulan terdiri dari pagar berupa tembok, besi, kawat ram, kayu dan kaca. Kandang peraga (display) berupa kandang tertutup yang terdiri dari jeruji pada bagian depan dengan dikelilingi oleh dinding semen. Hal ini sudah sesuai dengan rekomendasi Environment and Heritage Service (2004) yang mengatakan pagar kandang seharusnya hanya pada suatu atau dua sisi kandang saja, sedangkan sisinya material solid (dinding semen). Kondisi kandang tersebut hanya ada dua kandang saja, sedangkan dua kandang lainnya memiliki lebih dari dua sisi yang berpagar. Jeruji pada bagian luar disekat oleh kaca setebal 0,50 cm. Adanya sekat kaca bertujuan agar satwa terhindar dari gangguan fisik secara langsung yang berasal dari pengunjung dan bagi keamanan pengunjung. Dalam kandang peraga (display) dibuatkan dipan kayu untuk beristirahat. Lantai kandang peraga (display) berupa tanah dengan sedikit rumput dan semak. Atap kandang berupa kawat ram sehingga sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam kandang.

Sementara itu, kandang tidur berkontruksi beton dengan jeruji pada bagian depannya dan jeruji besi di dalamnya. Di dalam kandang tidur terdapat dipan kayu yang dapat dimanfaatkan untuk beristirahat dan bersembunyi. Pintu yang menghubungkan antara kandang tidur dan kandang peraga berupa pintu besi.

Kandang setiap hari dibersihkan. Sanitasi kandang bertujuan agar Macan Tutul dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit. Kegiatan ini meliputi sanitasi kandang dari sisa-sisa pakan, feses dan urine. Sanitasi kandang dilakukan dengan cara menyemprotkan air menggunakan selang pelastik ke dalam kandang, kandang di sikat dan diberikan desinfektan supaya terhindar dari penyakit. Selain itu, sanitasi dilakukan di areal sekitar kandang agar kebersihan kandang tetap terjaga dan menjauhkan satwa dari bibit-bibit penyakit.

Sanitasi yang dilakukan di Taman Satwa Cikembulan yaitu dengan mengeluarkan macan tutul dari kandang tidur ke kandang dislpay. Sanitasi dilakukan dengan membersihkan sisa-sisa pakan dan feses dan membuangnya ke tempat yang sudah disediakan. Lantai kandang disemprot dengan air lalu lantai disikat dengan menggunakan sikat, setelah itu lantai di berikan cairan desinfektan dan dibilas hingga bersih untuk menghilangkan bau, bakteri dan virus patogen yang dapat mengancam kesehatan macan tutul (Larisa et al 2015).

3.2Pakan Macan Tutul

(5)

adalah binatang karnivora, jenis mangsa utama potensial bagi Macan tutul di Jawa Barat dan Banten dari kelompok primata dan ungulata seperti Monyet (Macaca fascicularis), Lutung (Trachypithecus auratus), Surili (Presbytis comata), Owa (Hylobates moloch), Oces (Nycticebus coucang), Rusa (Cervus timorensis russa), Mencek (Muntiacus muntjak), Babi Hutan (Sus scrofa), Kancil (Tragulus javanicus) dan Banteng (Bos javanicus). Terdapat 20 jenis satwa yang potensial menjadi mangsa potensial bagi Macan Tutul jawa di Provinsi Jawa Barat dan Banten (Gunawan 2012).

Jenis pakan yang diberikan pada macan tutul jawa di Taman Satwa Cikembulan adalah daging sapi mentah, ayam dan kelinci. Jumlah pakan yang diberikan tergantung pada jenis kelamin. Pakan yang diberikan untuk jantan sebanyak 3,5-3 kg daging sapi mentah. Pakan untuk betina yaitu 3 kg daging sapi mentah. Perbedaan jumlah pakan yang diberikan antara jantan dan betina disesuaikan dengan kondisi macan tutul di alam. Menurut Friedman dan Traylor-Horzer (2008), jantan memegang wilayah teritori yang lebih besar yang meliputi 2-3 wilayah betina, sehingga jantan memerlukan sumber energi yang lebih banyak. Adapun sumber pakan di Taman Satwa Cikembulan berasal dari distributor daging sapi inpor di Bandung.

Menurut Bailey (1993), konsumsi harian rata-rata macan tutul jantan di alam adalah 3.50 kg dan betina 2.80 kg, sedangkan di Taman Satwa Cikembulan konsumsi harian jantan adalah 3-3.50 kg dan betina 3 kg. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pakan macan tutul jawa sudah tercukupi.

Pemberian pakan dilakukan secara rutin setiap hari pada sore hari antara pukul 17.00-18.00 WIB.

Frekuensi pemberian pakan diberikan satu kali sehari, namun pada kamis sore macan tutul jawa di Taman Satwa Cikembulan dipuasakan atau tidak diberi makan. Ini dimaksudkan agar satwa tidak obesitas dan untuk meniru kehidupan liarnya, dikarnakan pada habitat aslinya Macan Tutul tersebut tidak menemukan mangsanya setiap hari. Hal ini disamakan dengan habitat aslinya agar tidak menghilangkan sifar liar Macan Tutul jawa tersebut. Selain itu tindakan mempuasakan ini dimaksudkan untuk menjaga nafsu makannya sebagai karnivora, karna menurut Dierenfeld (1987) nafsu makan dan kondisi tubuh mamalia besar karnivora di penangkaran bisa membaik jika dipuasakan sehari atau dua hari dalam seminggu. Pakan diberikan di kandang tidur, melalui celah khusus atau jeruji pada kandang tidur. Di bagian dalam kandang tidak ada tempat khusus untuk pakan sehingga satwa langsung memakan pakan yang berada di lantai kandang. Pakan yang tidak dikonsumsi satwa selama 24 jam atau lebih harus dibuang (Hines 2014).

3.3Pengayaan

Pengayaan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kegiatan mental dan fisik satwa dalam kandang. Pengayaan bertujuan untuk merangsang perilaku alamiah satwa di kandang dengan meniru perilaku lingkungan atau situasi kehidupan liarnya. Hal ini dilakukan karena lingkungan kandang tidak sama dengan habitatnya, sehingga satwa perlu diberikan kegiatan-kegiatan untuk mengisi waktunya dikandang.

(6)

kehidupan Macan Tutul sehingga dapat merasa nyaman, tidak stres, serta dapat berprilaku alamiah seperti berada di habitat alaminya. Perlengkapan yang ada dalam kandang disesuaikan dengan kebutuhan Macan Tutul. Kandang Macan Tutul memiliki tempat beristirahat (shelter) berupa dipan, kandang tidur (anhok), kolam air untuk minum, serta batang-batang pohon untuk bermain dan tempat berdiam (Gambar 5).

Tempat beristirahat Macan Tutul berbentuk rumah beratap dengan ketinggian rata-rata 2 m di atas permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Environment and Heritage Service (2004) bahwa dalam suatu kandang harus disediakan papan tidur panggung. Kandang tidur berupa ruangan yang terdapat di samping kandang peraga, di dalamnya berisi dipan berukuran 150 cm x 150 cm yang dapat digunakan untuk beristiraha,. batang pohon disediakan di setiap kandang. Hal ini karena macan tutul merupakan satwa yang senang memanjat derta bertengger untuk beristirahat. Selain itu, macan tutul gemar mencakar-cakar ke batang pohon.

Menurut Mallapur et al (2009), Pengayaan lingkungan yang berpengaruh pada aktivitas macan tutul diantaranya adalah papan tidur, dahan pohon, dan pohon. Macan tutul lebih menghabiskan waktunya untuk beraktivitas di tempat yang banyak pengayaan dalam kandang dibandingkan dengan tempat yang sedikit pengayaan. Banyaknya batang pohon ataupun dataran tinggi yang ada pada kandang disesuaikan dengan sifat macan tutul sebagai salah satu kucing besar pemanjat pohon (Schwarz 2006). Pengayaan lain yang dapat dilakukan yaitu metode pemberian pakan (menyembunyikan pakan di

sekitar kandang atau memberi pakan yang berbeda) dan menambahkan tanaman di dalam kandang (Environment and Heritage Service 2004).

3.4Perawatan Macan Tutul

Perawatan kesehatan adalah sebuah proses yang berhubungan dengan pencegahan, perawatan, dan manajemen penyakit. Kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan keberhasilan penangkaran macan tutul. Aspek kesehatan mencakup jenis penyakit yang sering diderita oleh macan tutul, cara pencegahan serta pengobatannya.

(7)

Tutul di Taman Satwa Cikembulan belum rutin dan masih kurang lengkap

4 SIMPULAN DAN SARAN

4.1Simpulan

Manajemen pemeliharaan macan tutul jawa di Taman Satwa Cikembulan meliputi aspek perkandangan, pengayaan, pakan, dan perawatan. Kandang macan tutul terdiri dari kandang peraga dan kandang tidur. Pakan yang diberikanyaitu ayam, kelinci dan daging sapi mentah dengan berat 3-3,5 kg per individu. Kesehatan satwa dengan pengamatan prilaku harian dan pengecekan kesehatan dilakukan setiap satu minggu sekali oleh dokter hewan.

4.2Saran

Perlunya perbaikan pada aspek sanitasi perkandangan khususnya pembersihan kandang dengan memberikan desinfektan yang lebih mencukupi pada saat saitasi. Pelibatan tenaga medis atau dokter hewan dalam penentuan pakan, juga penyediaan fasilitas medis dan obat-obatan bagi satwa. Pencatatan kesehatan yang rutin dilakukan masih kurang.

5 DAFTAR PUSTAKA

Bailey TN. 1993. The African Leopard: A Study of The Ecology and Behavior of A Solitary Felis. New York (US): Columbia University Press.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2013.

Appendices I, II, and III.

Geneva (CH):

International Environmnet House. Chemin des Anemones. Dierenfeld ES. 1987. Nutrional

consideration in captive tiger managemnt. In TIGERS OF THE WORD. R.L., Tilson and U.S. Seal, eds. Noyes Publications: park Ridge, NJ, Pp. 149-60.

Environment and Heritage Service. 2004. Guidence on the Keeping of Leopard (Panthers), Puma (Cougar) and Jaguars. Belfast (UK): Department of Environment.

Friedman Y, Traylor-Horzer K. 2008. Leopard (Panthera pardus) Case Study. Mexico City (MX): NDF Workshop Case Studies.

Gunawan H. 2010. Habitat dan penyebaran macan tutul jawa (Panthera pardus

melas Cuvier, 1809) di lansekap terfragmentasi di Jawa Tengah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gunawan H. 2012. Teknik konservasi satwa karnivora puncak Macan Tutul jawa [internet].

[diunduh 2016 Agustus 15].

Tersedia pada:

http://status_ekologi_dan_kons ervasi_macan_tutul_jawa-litbang.pdf .

Gunawan H, Prasetyo LB, Mardiastuti A, Kartono AP. 2009. Habitat macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) di lanskap hutan produksi

(8)

Hines R. 2014. Diet feeding and nutritional careof captive tigers lions and leopards

[Internet]. [diunduh 2016 Agustus 15]. Tersedia pada:

http://http://www.2ndchance.inf o/bigcatdiet.htm

Larisa C, Elfidasari D, Herdiana I. 2015. Manajemen pemeliharaan macan tutul srilangka

(phantera pardus kotiya) di Taman Marga Satwa Ragunan [disertasi] Jakarta (ID) : Universitas Al Azhar Indonesia Mallapur A, Miller C, Christman MC

dan Estevez I. 2009. Short-term and long- term movement patterns in confined environments by domestic folw; Influence of grup size and enclosure size. Applied Animal Behaviour Science. 117: 28-34.

Raharyono. Paripurno, E. T. 2001. Berkawan Harimau Bersama Alam. KAPPALA Indonesia. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulum jamur tiram putih dan lama inkubasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organic secara in vitro

Sedangkan dalam aspek penggunaan media pembelajaran guru menggunakan media powerpoint dalam menjelaskan materi pembelajaran sistem persamaan liniear dua variabel

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 65 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan serta untuk memenuhi kebutuhan informasi

Titer antibodi pada ayam minggu ke-2 setelah vaksinasi menunjukkan rataan titer antibodi sebesar 2 6.6 untuk kelompok vaksin dan 2 5.3 untuk kelompok tidak divaksin

Oleh karena itu, dialah yang wajib mengeluarkan zakatnya, seperti halnya harta yang berada di tangan syarik (partner) dalam sebuah usaha perdagangan. Menurut ijma’, zakat tidak

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 itu mendapatkan hasil bahwa kesulitan keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP begitu pula dengan

?u%ut geger lintang merupakan salah satu dari tiga spesies %u%ut yang diketahui makan dengan %ara menyaring air laut' Makanannya di antaranya yalah plankton krill lar:a

tous myco sis fun goi des and gra nu lo ma tous slack skin: a mul ti cen- ter study of the Cu ta ne ous Lympho ma Hi sto pat ho logy Task For ce Group of the Eu ro pean Or ga ni