• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DAN POLRI

TUGAS 1

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

SEKSI:

NAMA:

NIM:

DHK:

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA

ATMA JAYA

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

Masyarakat yang semakin berkembang ternyata menghendaki negara memiliki struktur organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka. Terwujudnya efektivitas dan efisiensi baik dalam pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan juga menjadi harapan masyarakat yang ditumpukan kepada negara.

Perkembangan konsep trias politica juga turut memengaruhi perubahan struktur kelembagaan di Indonesia. Seiring berkembangnya ide-ide mengenai kenegaraan, konsep trias politica dirasakan tidak lagi relevan mengingat tidak mungkinnya mempertahankan eksklusivitas setiap organ dalam menjalankan fungsinya masing-masing secara terpisah. Kenyataan menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu pada praktiknya harus saling bersentuhan. Kedudukan ketiga organ tersebut pun sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances. Untuk menjawab tuntutan tersebut, negara membentuk jenis lembaga negara yang diharapkan dapat lebih responsif dalam mengatasi persoalan aktual negara. Maka, berdirilah berbagai lembaga negara bantu dalam bentuk dewan, komisi, komite, badan, ataupun otorita, dengan masing-masing tugas dan wewenangnya. Beberapa ahli tetap mengelompokkan lembaga negara bantu dalam lingkup eksekutif, namun ada pula sarjana yang menempatkannya tersendiri sebagai cabang keempat kekuasaan pemerintahan.

(3)

Salah satu lembaga negara bantu yang dibentuk pada era reformasi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan Lembaga bantu negara yang dapat disamakan dengan Lembaga Negara yang tertuang dalam UUD 1945 karena sama-sama mempunyai struktur organisasi yang sama dengan lembaga negara mempunyai sekjen dan badan Litbang yang dimiliki lembaga negara yang lain sama seperti Komisi Yudisial, dapat dikatakan bahwa kedudukannya secara struktural sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara fungsional, peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial, meskipun fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia. Dengan demikian, kedudukan lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia masih menarik untuk diperbincangkan.

Di tengah masih kurang optimalnya kinerja jajaran kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi, keberadaan KPK harus tetap dipertahankan. Sebab, menyelamatkan KPK sama artinya dengan menyelamatkan negara dari kehancuran. KPK tidak boleh kehabisan semangat dan motivasi. Di tanah air, ketidakpercayaan terhadap pelayanan pejabat negara melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesia mulai memasuki masa inflansi komisi negara, yaitu titik jenuh yang justru dapat mereduksi urgensi eksistensi komisi itu sendiri. Telah lahir komisi negara baru yang fungsi dan perannya cenderung tidak jelas atau tumpang tindih satu sama lain.

(4)

BAB 2

PEMBAHASAN

ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DAN POLRI

A. POLRI

Kepolisian menurut Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 pasal 1 dan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 1 ialah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).

Fungsi kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian yang ada di masyarakat menjadi aman, tentram, tertib, damai dan sejahtera. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat dengan Good Governance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui ketentuan Undang-Undang1.

Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas preventif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun.

(5)

Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dengan ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara yang pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri. Sementara itu, dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah:2

1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. menegakkan hukum; dan

3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

Selanjutnya dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:3

1. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

2. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

3. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

4. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

5. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

6. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; 7. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan

hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta tugas dan wewenangnya.

8. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

2 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI

(6)

9. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

10. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

11. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

12. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan bahwasannya Dalam rangka menyelenggarakan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:4

1. menerima laporan dan/atau pengaduan;

2. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

3. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

4. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

5. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

6. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

7. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

8. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; 9. mencari keterangan dan barang bukti;

10. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

11. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

12. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

13. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(7)

Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang :

1. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

2. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; 3. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

4. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

5. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

6. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

7. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

8. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

9. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

10. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional; 11. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

Sebagai lembaga penegak hukum yang menangani masalah pidana, maka POLRI berperan sebagai penyelidik dan penyidik (bersama dengan Kejaksaan RI) dalam kasus pidana pada umumnya, atau di luar pidana khusus, yang diatur secara berbeda dan tentunya dapat melibatkan lembaga negara lain semisal KPK. Jalur untuk mengetahui adanya suatu tindak pidana adalah melalui:

1. Pengaduan, yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan5

2. Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana6

(8)

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh dalam Undang-Undang.7 Adapun pihak yang

berwenang untuk melakukan penyelidikan adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.8

Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan kewenangan. Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut:9

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 2. Mencari keterangan dan barang bukti;

3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; (Pasal 5 KUHAP)

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab. (Pasal 5 KUHAP)

5. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

i. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan; ii. pemeriksaan dan penyitaan surat;

iii. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

iv. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik

v. Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut diatas

vi. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan10

Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan.

Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diatur dalam undang-undang-undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.11

7 Pasal 1 butir 5 KUHAP 8 Pasal 4 KUHAP

(9)

Pihak yang berwenang melakukan penyidikan adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.12

Penyidik karena kewajibannya memiliki kewenangan sebagai berikut:13

1. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara

9. Mengadakan penghentian penyidikan

10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

11. Dalam melakukan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. 12. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan

13. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum 14. Penyerahan berkas perkara dilakukan:

i. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;

15. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum

(10)

ix. pemeriksaan di tempat kejadian;

x. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;

xi. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. 17. Melakukan penyidikan tambahan, jika penuntut umum mengembalikan hasil

penyidikan untuk dilengkapi sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.

18. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

19. Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan.

20. Melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum, jika penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi

21. Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum

Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat penegak hukum melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyidikan yang terdiri dari penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan pemeriksaan surat.

Penangkapan.

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.14 Dapat disimpulkan bahwa penangkapan dilakukan untuk

kepentingan penyidikan dan/atau penuntutan dalam proses penegakan hukum. 2 Jenis penangkapan dalam KUHAP :

a. PENANGKAPAN DENGAN SURAT PERINTAH PENANGKAPAN

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga kuat melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan/awal yang cukup. Maksudnya adalah yang menentukan

(11)

bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan ketyerangan dan data yang terkandung dalam dua dari hal-hal berikut :15

1. laporan polisi;

2. berita acara pemeriksaan polisi; 3. laporan hasil penyidikan; 4. keterangan saksi/saksi ahli;atau 5. barang bukti.

Pada prinsipnya dalampenyidikan tetap menganbnut asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Asas tersebut digunakan untuk melindungi kepentingan dan hak hukum dari si tersangka atau terdakwa dari kesewenang-wenangan paraaparat penegak hukum.

Dalam memberikan surat perintah penangkapan, penyidik harus memperlihatkan surat tugas kepada si tersngka dan dalam surat perintah penangkapan harus memuat identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat dugaan tindak pidana, dan tempat si tersangka di periksa. Penangkapan hanya dapat dilakukan 1x24 jam atau 1 hari. Penangkapan terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak akan dilakukan, kecuali jika telah dilakukan pemanggilan secara sah dua kali berturut-turut dan ia tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa alasan yang sah.

b. TERTANGKAP TANGAN (PENANGKAPAN TANPA SURAT PERINTAH PENANGKAPAN)

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.16

Dalam tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat. Dalam pelaksanaan penangkapan tanpa surat perintah, hak-hak tersangka yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

(12)

1. Untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebh penasehat hukum, selama masa pemeriksaan.

2. Penasehat hukum dan tersangka berhak untuk saling menghubungi. Penahanan.

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.17

Penyitaan.

Penyitaan adalah serangkain tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud dan atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.18

Penggeledahan.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang.19 Dari ketentuan pasal ini, penggeledahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu

penggeledahan rumah dan penggeledahan pakaian atau badan. a. Penggeledahan rumah.

Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.20

b. Penggeledahan badan.

Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.21

17 Pasal 1 butir 21 KUHAP 18 Pasal 1 butir 16 KUHAP 19 Pasal 32 KUHAP

(13)

Para penyidik kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut kedalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). BAP ini kemudian diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum untuk dipelajari dan diteliti kelengkapannya sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan. Penuntut umum mengembalikan BAP tersebut kepada penyidik apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut belum lengkap. Pengembalian tersebut disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi oleh penyidik dalam waktu 14 hari setelah penerimaan berkas. Apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut telah lengkap, maka penuntut umum kemudian akan membuat surat dakwaan dan dilanjutkan ke tahap penuntutan.22

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, POLRI, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, diawasi oleh sejumlah lembaga, antara lain KPK, Kompolnas, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). KPK akan dibahas dalam sub bab berikutnya, sedangkan terkait dengan Kompolnas akan dibahas di bawah ini.

Komisi Kepolisian Nasional atau disingkat KOMPOLNAS adalah sebuah lembaga kepolisian nasional di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Perpres No.17 tahun 2011 yang dikeluarkan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono. Lembaga ini bertugas untuk membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Sebagai lembaga negara, Kompolnas mendapatkan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kompolnas bekerja dengan mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden. Saran yang diberikan oleh Kompolnas berkaitan dengan anggaran Polri, pengembangan sumber daya Polri , dan pengembangan sarana dan prasarana Polri, dalam upaya mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri. Kompolnas juga menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian untuk diteruskan kepada kepada Presiden. Keluhan yang diterima Kompolnas adalah pengaduan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminasi, dan penggunaan diskresi kepolisian yang keliru. Pengumpulan data dan keluhan masyarakat ini dilakukan melalui jalur media komunikasi elektronik, terutama internet, dimana masyarakat dapat berkomunikasi langsung dengan staf Kompolnas yang sedang aktif.

(14)

B. KPK

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan menemukan tersangka dari suatu tindak pidana. Dalam melaksanakan tugas penyidikan, maka penyidik diberi kewenangan tertentu menurut undang-undang. Di dalam KUHAP yang merupakan dasar bagi hukum acara pidana umum, kewenangan penyidik diatur, yaitu:23

a) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentanga adanya tindak pidana b) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

c) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan

e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat f) mengambil sidik jari dan penyitaan surat

g) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai seorang tersangka atau saksi h) mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungaannya dengan

pemeriksaan perkara

i) mengadakan penghentian penyidikan

j) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Kewenangan di atas adalah kewenangan penyidik dalam tindak pidana umum. Dalam KUHAP dimungkinkan untuk adanya penyimpangan atau pengecualian dari ketentuan KUHAP terhadap proses acara pidana dari suatu tindak pidana khusus yang diatur dalam UU tertentu24. Salah satunya adalah UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan

Tipikor, serta UU No. 30/2002 tentang KPK.

UU Tipikor menyebutkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, (dalam hal ini KUHAP) kecuali ditentukan lain dalam UU itu sendiri25. Maka UU ini membuka kemungkinan adanya suatu

penyimpangan terhadap ketentuan acara pidana dalam KUHAP, hal mana juga telah diakomodir dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP. Adapun beberapa pengecualian yang berkaitan dengan kewenangan penyidik dalam UU Tipikor antara lain:

(15)

b) penyidik berwenang meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka/terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi27

c) Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa28

Berdasarkan UU No. 30/2002 tentang KPK, dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :29

a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Lalu dalam UU No. 30/2002 tentang KPK juga diatur beberapa kewenangan penyidik KPK yang dikecualikan terhadap KUHAP, antara lain:

1) penyidik KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan30

2) melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan31

3) memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri32

4) meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa33

(16)

6) memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya35

7) meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait36

8) menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa37

9) meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri38

10) meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani39

Jadi pada dasarnya kewenangan penyidik secara umum adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 KUHAP, namun KUHAP sendiri dalam pasal 284 ayat (2) memberikan pengecualian terhadap ketentuan hukum acara dalam UU pidana tertentu, sehingga dengan demikian dimungkinkan dalam UU pidana khusus termasuk UU yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, memberikan kewenangan khusus atau tambahan terhadap penyidik tipikor dalam melaksanakan tugas penyidikan.40

Berbeda dengan POLRI yang diawasi oleh KPK dan Kompolnas, KPK tidak memiliki lembaga negara yang berperan sebagai badan pengawas secara tersendiri.

C. Sengketa Kewenangan KPK dengan POLRI

Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (POLRI) dari hari ke hari makin memanas tanpa ada ujung ceritanya. Dari perspektif hukum, sudah merupakan hal yang lazim bahwa tiap penyelidikan, penyidikan, bahkan penuntutan suatu perkara telah sedemikian rupa diatur oleh undang-undang. Sebelum lahirnya KPK, lembaga

(17)

penegak hukum yang dikenal hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang secara legalitas memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan atas perkara yang objek hukumnya bersinggungan dengan negara.

Namun begitu, hadirnya KPK seolah memutus rantai kewenangan yang dimiliki kedua lembaga negara tersebut selama ini. Apalagi kewenangan yang dimiliki KPK itu menyangkut “dapur” tiap lembaga yang rawan dengan aksi-aksi penistaan terhadap anggaran negara yang bersumber dari pajak rakyat.

Kepolisian dalam hal ini dan telah diketahui umum senantiasa berpegang pada KUHP dan KUHAP sebagai payung hukumnya dalam melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum. Mulai dari tugas atas tindak pidana ringan (tipiring) hingga yang berat sekalipun. Sementara, KPK sejak dilahirkan memiliki tugas untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) di lembaga-lembaga pemerintah yang diduga rawan dengan aksi korupsinya.

Sebelum ada KPK, Kepolisian bersama dengan Kejaksaan kerap kali pula menangani perkara korupsi di level pemerintahan yang ada sesuai dengan pedoman undang-undang yang berlaku ketika itu. Namun sekarang, secara khusus tiap perkara yang berkaitan dengan tipikor itu, lembaga KPK didapuk untuk menuntaskannya.

Dengan kata lain, tiap perkara korupsi yang muncul ke permukaan di satu institusi pemerintah, KPK lah yang menjadi penegak hukumnya untuk menuntaskan penyelidikan dan penyidikan. Dan, tiba-tiba terkait perkara korupsi di alat negara semacam Kepolisian ini, muncul Kepolisian yang mengaku punya kewenangan tersebut.

(18)

Jika dicermati, maka pasal tersebut juga menegaskan adanya keberlakuan aturan pidana yang khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk, baik ke dalam aturan pidana yang umum dan aturan pidana yang khusus. Merujuk pada bunyi pasal 63 ayat 2, maka UU tentang Pemberantasan Korupsi dan atau lembaga KPK yang menjadi instrument penegakan hukum terkait prinsip yang berlaku, tentu memiliki alas hukumnya pula. Komisi ini didirikan berdasarkan pada UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kehadirannya ini untuk menjawab ketidakefektivan lembaga pemerintah yang menangani perkara korupsi.

Malah dalam bagian konsideran UU tersebut, untuk menjelaskan kehadiran KPK ini, secara jelas dinyatakan, bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana. Apa yang menjadi konsiderans UU KPK ini kian menjelaskan bahwa alat-alat kelengkapan negara dalam penegakan hukum, semacam Kepolisian dan Kejaksaan dipandang tidak efektif dan efisien lagi dalam melakukan tugas-tugas penegakan hukum. Sehingga, kasus korupsi juga sekaligus memperlihatkan ke mata publik bahwa lembaga yang tidak efektif dan efisien itu (Kepolisian) tengah melakukan kewenangannya sebagaimana yang tengah diberitakan sekarang ini. Padahal sebagaimana pasal 50 ayat 3 dan 4 UU No 30 tahun 2002 mengatur jika KPK sudah dahulu melakukan penyidikan, maka Polri atau Kejaksaan tidak berwenang lagi. Atau jika penyidikan dilakukan bersamaan, maka Polri atau Kejaksaan harus menghentikan penyidikannya.

Pasal dalam UU ini tentu sudah demikian dimaklumi oleh aparat penegak hukum, semisal Kepolisian dan Kejaksaan untuk tahu tugas dan kewenangannya itu. Hanya ironisnya, lembaga Kepolisian masih tetap bersikap bahwa teknis yuridis yang dilakukan KPK, lewat aksi penggeledahan dan penetapan tersangka sebagai bagian dari penyidikan KPK telah menabrak MoU (Kepolisian, KPK dan Kejaksaan). Malah MoU ini kemudian dijadikan alas hukum baru, semacam yurisprudensi oleh Kepolisian sebagai acuan dan dasar hukum Kepolisian melakukan penyidikan atas kasus korupsi. Karenanya langkah Kepolisian semacam itu justru menimbulkan pertanyaan publik, apakah memang demikian sistim hukum yang berlaku di Indonesia? Terlebih Kepolisian dalam konteks ini menggunakan dasar hukum itu (kasus korupsi) yang sudah secara khusus diatur undang-undang.

(19)
(20)

BAB 3

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas utama dari kepolisian adalah

memelihara keamanan di dalam negeri. Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum mempunyai beberapa wewenang diantaranya menerima laporan dan/atau pengaduan;

membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat dan lain sebagainya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Secara khusus tugas dan fungsi kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana korupsi adalah dalam bidang penyelidikan dan penyidikan. Kewenangan kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebut hakikatnya sebagai perwujudan terhadap pokok

kepolisian. Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana itu sendiri, hal ini

(21)
(22)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mahrus, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT UII Press, Yogyakarta, 2011.

Amiruddin, Dr, SH, M.Hum, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010

Djaja Ermansyah, Tipilogi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung,2010.

Effendy Marwan , Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana, Gaung Persada Press, Jakarta, 2012. Hiariej, O.S. Eddy, Teori & Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012.

Kansil, Cristine S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jilid II, cetakan kesebelas). Jakarta; PT Balai Pustaka. 2003.

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Prakoso, Djoko. Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta :Bina Aksara. 1987.

Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Tatanegara di Indonesia. Ttp. : Dian Rakjat. 1983. Sadjijono, Dr, SH, M.Hum, Etika Profesi Hukum, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008. Setyarso Budi. KPK VS POLRI .PT Mizan Publika. Bandung, 2012.

Sunardjono. Hukum Kepolisian, Buku II (Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara). Ttp. Tt.

Syarifin, Pipin. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.

Tohan Suherman, Koordinasi Lembaga Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2009.

(23)

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2002. Yunara Edi, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

http://elearning.ppatk.go.id/pluginfile.php/125/mod_page/content/8/Modul%203%20-%20Bagian%204.pdf

http://farizpradiptalaw.blogspot.com/2009/12/kedudukan-lembaga-negara-bantu-didalam.html

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=33503&val=2342

http://harissoekamti.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-upaya-upaya.html

http://j2ng.blogspot.com/2013/02/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di.html

http://gumelarani.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-administrasi-negara.html

http://poetrasentence.blogspot.com/2013/02/makalah-tindak-pidana-korupsi-oleh-kpk.html

Referensi

Dokumen terkait

N1 = nilai indikator yang telah ditetapkan DKP untuk produksi ikan di PPP N2 = nilai indikator yang telah ditetapkan DKP untuk jumlah kunjungan kapal di PPP N3 = nilai indikator

Penelitian terdahulu ini dilakukan di tahun 2010 dalam bentuk skripsi oleh Asep Saiful Bahri, S1 Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan media gambar luas daerah dapat meningkatkan kemampuan menjumlah pecahan pada mata pelajaran matematika

Dalam adat masyarakat desa paterongan masa pertunangan adalah bila lamaran sang laki-laki sudah diterima dan telah disetujui oleh kedua pihak orangtua dengan

disimpulkan bahwa: 1) Kemampuan translasi siswa dari bentuk verbal ke bentuk simbol termasuk dalam kategori kurang sekali. Kelompok atas lebih baik daripada kelompok tengah maupun

Data Flow Diagram proses analisa dan perancangan sistem informasi perpustakaan pada SMUN 01 Kapoiala yang digunakan dan yang telah berjalan selama ini tampak

Hasil uji T menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada panjang gigi radiograf periapikal sampai dengan perubahan sudut vertikal sebesar 20° (p>0,05),

Kinerja reproduksi pejantan maupun induk sapi Madura di KTT Sumber Hasil cukup baik; hal ini ditunjukkan oleh rata-rata S/C sapi-sapi induk yang dikawin oleh pejantan sapi Madura