• Tidak ada hasil yang ditemukan

BULLET at BULLET Categories at BULLET Ho

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BULLET at BULLET Categories at BULLET Ho"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

 Categories  Hot Tags

 Search  Follow Us  Share

Homepage » Seni » Musik » Bundengan; Alat Musik Etnik yang Aneh dan Ajaib dari Wonosobo – Jawa Tengah

Bundengan; Alat Musik Etnik yang Aneh

dan Ajaib dari Wonosobo – Jawa Tengah

(2)

Bentuk peradaban masa lampau yang tetap dirawat hingga kini dan merupakan perwujudan tradisi daerah sebagai cermin kearifan lokal diantaranya adalah keberadaan musik etnik. Ada banyak musik etnik di bumi Nusantara, dari yang tetap langgeng dan digemari oleh banyak kalangan sebagaimana wayang pun gamelan, hingga yang telah langka dan terancam punah.

Musik Etnik Mulai Langka

Jika di daerah Gunung Kidul – Yogyakarta terdapat alat musik tradisional yang mulai langka, yaitu bernama Rinding Gumbeng, maka masih di wilayah Jawa Tengah, tepatnya di daerah Wonosobo, ada pula musik etnik yang tak banyak dikenal orang, yaitu yang bernama “bundengan.”

Bundengan termasuk alat musik aneh

Bundengan adalah alat musik dari kelopak ruas bambu yang diberi senar dan bilah bambu, merupakan jenis alat musik aneh karena memiliki bentuk fisik yang tak memperlihatkan sebagai alat musik, namun lebih menyerupai tempat sampah alias engkrak ataupun kowangan, yaitu caping yang biasa digunakan untuk berteduh sontoloyo alias bocah tukang angon bebek.

Alih-alih dibilang aneh, sejatinya bundengan akan lebih tepat apabila dikatakan sebagai jenis alat musik “unik” dan ‘ajaib,’ karena dari satu alat ini ternyata mampu menghasilkan beragam suara yang mirip dengan beberapa perangkat gamelan.

Cara memainkan Bundengan

Sebagaimana diketahui beberapa orang, alat musik khas Dataran Tinggi Dieng yang secara sekilas hanya menyerupai properti panggung ini kenyataannya bisa menghasilkan beragam bunyi memesona menyerupai kendang, baik itu berujud suara ketipung, suara ciblon, ataupun suara bem, yaitu bunyi kendang besar yang suaranya menyerupai bas bethot pada jenis musik keroncong. Padahal cara memainkan bundengan ini sama sekali bukan ditabuh, melainkan dengan cara dipetik mirip gitar ataupun rebab.

Musik Pengiring Seni Panggung

Awal kemunculan bundengan ditengarai sekitar tahun 1968, yaitu tatkala alat musik ini digunakan untuk mengiringi tari kuda-kepang dan lengger, yaitu dengan membawakan lagu-lagu pengiring seperti Kebo Giro, Gones, Sumiyar, Kinayakan, Bribil, ataupun Cuthang. Hal ini semakin diperkuat bahwa irama yang tersaji dari alat musik bundengan cenderung bercengkok sebagaimana yang biasa terdengan pada iringan kuda kepang dan lengger. Akan tetapi seiring perkembangan jaman, bundengan juga terasa indah dipadukan dengan irama gending Jawa, lagu dangdut, campursari, bahkan juga lagu-lagu kasidahan.

Lalu Apa itu Bundengan?

(3)

menyebut alat musik ini dengan nama Kowangan, karena memang mirip dengan caping besar. Kowangan adalah nama sebuah caping besar dan bentuknya juga memanjang, biasa dikenakan oleh para penggembala itik sebagai alat berteduh dari terik matahari dan derasnya air hujan. Hanya saja, seiring waktu akibat latarbelakang perpaduannya sebagai pengiring seni panggung, alat musik ini lebih dikenal dengan istilah bundengan.

Asal mula Bundengan

Barnawi memainkan musik etnik Bundengan – Kowangan bersama kelompoknya dari Wonosobo (suaramerdeka.com)

Barnawi, lelaki warga Ngabean, Maduretno, Kalikajar, Wonosobo sewaktu kecil memiliki kegiatan menggembalakan itik (angon bebek -red), sembari menggembala Barnawi kecil memiliki keisengan membentangkan enam ijuk pada bagian dalam kowangan, yang selanjutnya ijuk itu mulai dipetiknya, dan berhasil mengeluarkan bunyi. Karena bunyinya nyaris tak terdengar, maka ijuk diganti menggunakan senar raket serta guntingan ban dalam sepeda. Sedangkan di bagian luarnya ditambahkan pula tiga ingis (kulit bambu) dengan posisi tegak di bawah bentangan ban dalam.

Dari ingis itulah efek suara yang menyerupai kendang tercipta.  Belajar dari Barnawi

Barnawi adalah sosok lelaki desa yang penuh dengan keterbatasan, jenjang pendidikannya hanya sebatas mengenyam sekolah hingga kelas 1 SD. Oleh karenanya Barnawi tak bisa baca tulis dan tak dapat berbahasa Indonesia secara lancar. Hanya saja tentu ini tak layak kalau dijadikan sebab untuk tidak menghargainya.

Penghargaan nyata kepada Barnawi sebagai penemu alat musik Bundengan dilakukan oleh lelaki warga Kampung Seruni, Kelurahan Jaraksari, Kota Wonosobo, Jawa Tengah, bernama Hengky Krisnawan. Tetap mengakui bahwa penemu Bundengan adalah Barnawi, maka meskipun secara pendidikan bukanlah orang terpelajar, Hengky rela berguru kepadanya.

(4)

Hengky Krisnawan, satu-satunya pemain bundengan yang tersisa di Wonosobo, Jawa Tengah (kompas.com)

Hal yang disesalkan setelah Barnawi meninggal adalah tidak banyaknya orang yang bisa memainkan alat musik ini, karena anak perempuan Pak Barnawi yang sejatinya juga mampu memainkannya juga sudah tak begitu aktif. Oleh karenanya, demi melestarikan dan menghindari kepunahan, sosok Hengky adalah satu-satunya yang bisa diharapkan. Pasalnya tinggal dialah yang bisa menguasai alat musik bundengan dan sempat belajar langsung kepada penemunya. Beruntung sebagai seniman yang bisa memainkan bundengan, selain telah membeli alat dari sang penemunya, Hengky adalah sosok yang juga berusaha menggandakan alat musik ini. Hal ini tentu saja akan sedikit menjadi jalan, karena alat musik jenis ini memang belum ada juga yang memproduksinya.Saat ini Hengky Krisnawan telah memiliki 4 bundengan hasil karyanya, dan akan tetap berusaha membuat alat musik bundengan ini sendiri. [uth]

 

(5)

 Harian Kompas |  Kompas TV

Sabtu, 11 April 2015

(6)
(7)

o o o o o o  Foto  Video  Forum  Kompasiana

Travel / Travel Story

Bundengan, Alat Musik Ajaib dari Wonosobo Rabu, 24 September 2014 | 13:10 WIB

KOMPAS TV/ANJAS PRAWIOKO Kamga terpukau menyaksikan 'keajaiban' alat musik bundengan yang dimainkan Hengky.

Berita Terkait

 Harum Banyuwangi Menyebar ke Mancanegara

 Ketika Kaki-kaki Suci Baduy Jelajahi Ibu Kota...  Gigi Hiu di Lampung Diburu Fotografer

 Lembayung di Saujana Kangean

(8)

0

ALAT musik yang aneh. Bentuk fsiknya tak menyiratkan fungsinya sebagai alat musik. Tapi istimewanya, meski hanya 1 alat, bundengan cukup ajaib, bisa menyuarakan bunyi mirip beberapa perangkat musik gamelan sekaligus.

Alat musik tradisional khas Wonosobo ini bernama bundengan. Bahannya terbuat dari kelopak ruas bambu yang diberi senar dan bilah bambu. Bundengan dimainkan dengan cara dipetik dengan 2 tangan.

Bundengan sudah menjadi barang langka dan nyaris menjadi barang antik.

Mengapa? Karena orang yang bisa memainkan alat musik ini hanya tingga 1 orang saja. Dialah Hengky Krisnawan, seniman warga Kampung Seruni, Kelurahan

Jaraksari, Kota Wonosobo, Jawa Tengah.

Hengky memperagakan alat musik miliknya kepada host Program Explore Indonesia yang tayang di Kompas TV, Kamga, yang sedang bertandang ke rumahnya.

“Saya baru dengar langsung terpukau. Kalau melihat bentuknya, saya tidak

terbayang bunyinya bisa seperti itu. Kalau gamelan alat musiknya banyak, kalau ini cuma 1 dan dimainin 1 orang. Jadi all in one, 1 alat bisa untuk orkestra. Tingkat kesulitannya pasti sangat tinggi,” kata Kamga, yang juga seorang musisi.

(9)

KOMPAS TV/ANJAS PRAWIOKO Hengky Krisnawan, satu-satunya pemain bundengan yang tersisa di Wonosobo, Jawa Tengah.

Untuk mengisi waktu, penggembala memasang tali ijuk pada kowangan hingga bisa menimbulkan bunyi saat dimainkan. Ijuk kemudian diganti dengan senar hingga menghasilkan suara lebih nyaring dan indah. Disebut bundengan karena

menghasilkan efek suara berdengung.

Sebelum Hengky menguasai teknik bermain bundengan, di Wonosobo hanya ada seorang seniman yang mampu memainkannya, yaitu almarhum Barnawi.

Ketika Barnawi masih hidup, Hengky pernah bertemu dan meminta untuk diajari bermain bundengan. Setelah Barnawi wafat, kini tinggal Hengky satu-satunya yang bisa menguasai alat musik bundengan.

“Sebenarnya ada anak perempuan Pak Barnawi yang juga bisa, tapi sekarang yang saya tahu sudah jarang aktif,” jelas Hengky.

Selain sudah nyaris punah seniman yang bisa memainkan, alat musiknya sendiri juga tidak ada yang memproduksi. Alat yang dimainkan Hengky merupakan bundengan milik Barnawi yang sudah dibelinya.

(10)

KOMPAS TV/ANJAS PRAWIOKO Bundengan, alat musik khas Wonosobo yang asalnya alat berteduh bagi penggembala bebek saat hujan.

Sebagai alat musik, bundengan bisa pula menjadi pengiring tarian. Seperti pada pergelaran tari lengger. Tari lengger dimainkan secara berpasangan, tetapi peran perempuan dimainkan laki-laki.

“Tari lengger biasanya diiringi gamelan full set lengkap, tetapi mala mini menurut saya bundengan berhasil mewakili suara gamelan secara lengkap, dan malah memberikan kesan lebih magis untuk tari tradisional ini,” ungkap Kamga.

Saksikan selengkapnya perjalanan Kamga menyusuri Wonosobo dan Dieng, dalam program Explore Indonesia episode "Khayangan di Jantung Jawa"di Kompas TV, Rabu (24/9/2014) pukul 20.00 WIB. (Anjas Prawioko)

Kesenian Bundengan

Magnet Penggembala Bebek

(11)

Panggung hanya memperlihatkan empat laki-laki duduk bersila, dan dua benda mirip engkrak (alat pengangkut sampah dari anyaman bambu) ukuran besar. Seorang nembang, seorang yang lain seperti menyelinap ke dalam engkrak hingga wajahnya hampir tak terlihat.

Gending Kebo Giro tinggal separo. Lalu penonton pun makin terkesima, ketika tahu sumber bunyi itu datang dari engkrak yang ternyata kowangan, caping besar yang biasa digunakan untuk berteduh bocah angon (penggembala) bebek.

Ya, magnet datang dari sana. Tak ada kendang, tak ada ketipung. Tapi dengarlah suara ''tung tak tung plak.. duuut...'' itu. Barnawi (47), orang yang seperti menyelinap tersebut, menoleh lalu tersenyum.

Memang, hampir tak ada yang mengira bahwa barang yang semula

dianggap sekadar properti (perlengkapan panggung) itu bisa menghasilkan beragam bunyi yang memesona. Betapa tidak? Dari engkrak besar itu bisa terdengar tiga jenis bunyi kendang: ketipung, ciblon, dan bem (kendang besar dengan suara mirip bas bethot pada irama keroncong. Sementara kowangan, bukan alat musik tabuh, melainkan petik.

Kesenian Bundengan

Dalam pertunjukan, musik kowangan itulah yang kemudian disebut dengan kesenian bundengan. Sebuah perpaduan antara seni musik dan tari, karena bunyi kowangan selalu berdenting mengiringi penyanyi dan penari.

Pada awal kemunculannya, sekitar 1968, bundengan memang membawakan lagu-lagu yang biasa digunakan untuk mengiringi tari kuda kepang dan lengger, seperti Sumiyar, Kinayakan, Kebo Giro, Bribil, Cuthang atau Gones.

Dari sisi irama, bundengan memang kental dengan irama lagu dua jenis tari tradisional itu. Bisa jadi, karena Barnawi -penemu alat musik itu- sejak kecil akrab dengan kuda kepang dan lengger.

(12)

Maka, pementasan di Laboratorium Seni dan Kebudayaan Lengkong Cilik, Selasa (20/8) malam lalu, itu sungguh elok. Di panggung, Barnawi memetik kowangan mengiringi dua orang lainnya yang menyanyikan ''Ngidamsari''. Seorang perempuan molek menari lengger.

Kekaguman itu agaknya memang harus tertuju pada Barnawi, warga Dusun Ngabean, Desa Maduretno, Kalikajar, Wonosobo. ''Musik ini lahir dari

keisengan saya, saat menunggui bebek-bebek yang saya angon,'' katanya dalam bahasa Jawa.

Konon, di sela-sela angon itulah Barnawi membentangkan enam ijuk pada bagian dalam kowangan. Dia mulai memetik, mulai merasakan bunyi yang keluar dari benda itu.

''Karena bunyinya terlalu pelan, saya mengganti ijuk dengan senar raket dan guntingan ban dalam sepeda,'' katanya. Di luar itu, dia menambahkan tiga ingis (kulit bambu) yang dipasang tegak di bawah bentangan ban dalam. Ingis itulah yang mengeluarkan efek bunyi kendang.

Barnawi, meski hanya sekolah sampai kelas 1 SD, tak bisa baca tulis dan tak dapat berbahasa Indonesia dengan benar, tentu bukan orang yang kurang pengetahuan. Banyak orang -setidak-tidaknya sebagian dari mereka yang menyaksikan pertunjukannya di Lengkong Cilik- berharap, Barnawi tidak ''dibodohkan'' oleh orang-orang di sekitarnya.

Maka, agaknya perlu kembali dicatat bahwa penemu kesenian bundengan adalah Barnawi, bukan Diparbud Kabupaten Wonosobo seperti yang tertulis dalam setiap brosur. Rasanya, pembetulan itu amat penting. Lebih-lebih, jika kita bertekad menghargai setiap hak paten suatu karya inovasi.(Ganug Nugroho Adi-41t)

Bundengan, Musik Angon Bebek

(13)

Ada yang berbeda di pematang sawah pedesaan Wonosobo, Jawa Tengah. Ketika bebek-bebek berkoak riuh-rendah, terdengar suara gamelan dari tudung bambu di tengah semilir angin dan gemericik air.

Bentuknya mirip pengki raksasa, tingginya sekitar satu meter. Terbuat dari anyaman bambu yang diperkuat karet dari ban bekas. Di bagian atap ditambahkan ijuk yang ujungnya disimpul sehingga serupa tanduk yang melengkung.

Masyarakat setempat menyebut alat ini sebagai kowangan. Fungsi awalnya sebagai tempat berteduh penggembala bebek kala panas ataupun hujan. Untuk mengusir jenuh, alat ini akhirnya dimainkan dan menimbulkan suara yang menakjubkan. Di bagian dalam dipasang enam utas tali dari ijuk yang melintang. Di bagian bawah diselipkan tiga batang bambu tipis sehingga akhirnya menimbulkan bebunyian. Kowangan pun beralih fungsi menjadi alat musik. Inilah yang disebut musik bundengan.

Tak ada catatan pasti kapan dan siapa penemunya. Kemungkinan sudah ada sejak awal abad ke-20. Barnawi pernah dikenal sebagai pelestari bundengan. Lewat tangannya pula alat musik ini mengalami sedikit perubahan. Penggunaan ijuk sebagai dawai diganti senar raket supaya lebih nyaring. Kemahirannya mencipta nada membuat bundengan jadi pengiring tari lengger di beberapa kesempatan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam banyak kasus di negara berkembang, kondisi paska kolonialitas tersebut masih ditemui Emir Sader (2008: 20) dalam tulisannya Neoliberalism in Latin

guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan Inti meliputi : guru menanyakan kembali pengetahuan siswa tentang pengertian karangan,

Dari beberapa penjelasan mengenai pengantar ilmu sosial budaya dasar kelompok kami menyimpulkan bahwa manusia itu tidak dapat hidup sendiri manusia adalah zoon

Indikator kinerja mencakup uraian aspek dan fokus kinerja menurut bidang urusan pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 dan

UNTUK MELAKUKAN PENGENDALIAN KOMUNIKASI DALAM JARINGAN DIPERLUKAN PENGERTIAN DASAR PADA ARSITEKTUR KEAMANAN YANG DIMILIKI, KOMPONEN KEAMANAN MASING-MASING LAYER,

Dengan ini dapat diketahui kadar dari sampel antibiotik turunan penisilin utuh berapa, sedangkan pada spektrofotometri hal ini tidak dapat dilakukan.. Pada metode

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa 1) selama tahun 2008-2014 variabel inflasi, suku bunga (BI rate), neraca pembayaran Indonesia , dan

Faktor-faktor input yang digunakan adalah return ekspektasi (expected return), varian dari return dan kovarian antara return sekuritas. 4) Semua investor dapat