• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Fatimi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Fatimi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Dinasti Fatimiyyah merupakan salah satu imperium besar sepanjang sejarah islam. Pada awalnya, daulah ini hanya berupa dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan daulah Abbasiyah. Mereka mampu memerintah lebih dua abad sebelum ditaklukkan oleh dinasti Ayyubiyah dibawah kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi. Fatimiyah adalah dinasti Syi’ah yang dipimpin oleh 14 Khilafah atau Imam di Afrika Utara (909 – 1171). Dinasti ini dibangun berdasarkan konsep Syi’ah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (anak Nabi Muhammad saw). Kata fatimiyah dinisbatkan kepada Fatimah, karena pengikutnya mengambil silsilah keturunan dari Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Dinasti Fatimiyah juga disebut dengan Daulah Ubaidiyah yang dinisbatkan kepada pendiri dinasti yaitu Abu Muhammad Ubaidillah al Mahdi (297-322).

▸ Baca selengkapnya: bentuk departemen pada pemerintahan dinasti umayyah di damaskus adalah

(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Fatimiyyah

Dinasti Fatimiyyah adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh kaum Syiah Isma’iliyyah. Dinasti ini terbentuk pada tanggal 21 Rabi’ al-Akhir 297 H(909 M) ketika Ubaidullah al-Mahdi, pemimpin Syiah Isma’iliyyah saat itu secara resmi memproklamasikan berdirinya Kerajaan Fatimiyyah di Raqqadah, sebuah daerah di pinggiran kota Qairawan, al-Magrib al-Adna (Tunisia sekarang). Ubaidullah sendiri dibaiat sebagai khalifah. Ia memerintah sampai tanggal 14 Rabi’al-Awwal 322 H(934 M). Pada masa pemerintahan Ubaidullah al-Mahdi (297-322 H/909-934 M) kerajaan baru tersebut telah berhasil menguasai sebagian al-Magrib al-Aqsa (Maroko, sekarang) dengan menaklukan dinasti al-Adarusah (Banu Idris) disebelah barat, Aleksandria dan Delta Nil disebalah utara, yang sebelumnya dikuasai dinasti al-Agalibah (Banu Aglab). Pada masa pemerintahannya ibu kota dipindahkan dari Raqqadah ke al-Mahhdiyyah.

Sepeninggal Ubaidullah al-Mahdi, perluasan wilayah diteruskan oleh puteranya, Abu al-Qasim Muhammad (Nizar), yang dikenal dengan gelar al-Qalam bi Amrillah. Selama masa pemerintahannya (322-334 H/934-945 M), dinasti Fatimiyyah berhasil menguasai Genoa dan pantai Calabria. Mesir dapat ditaklukan pada masa pemerintahan al-Mu’izz li Dinillah, khalifah keempat (341-365 H/952-975 M). Pada tahun 385 H (969 M) al-Mu’izz mengirim pasukan perangnya ke Mesir yang dipimpin oleh panglima perangnya, Jauhar as-Siqili. Ekspedisi Jauhar as-Siqili berhasil baik, Mesir dapat ditaklukan. Untuk mengembangkan daerah yang baru direbutnya dari dinasti Ikhsyidiyyah tersebut, Jauhar mendirikan sebuah kota baru yang diberi nama al-Mansuriyyah. Peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/awal Juli 969 M. Kemudian, pada tahun 359 H(970 M) ia membangun mesjid al-Azhar yang belakangan menjadi Universitas al-Azhar yang terkenal sampai sekarang.

(3)

B. Kemajuan Islam pada Masa Dinasti Fatimiyyah

Masa pemerintahan al-Aziz adalah masa kejayaan Fatimiyyah dengan wilayah kekuasaaan yang sangat luas, membentang dari negara-negara Arab di timur sampai ke pantai Lautan Atlantik di sebelah barat, dan dari Asia Kecil di sebelah utara sampai ke an-Naubah di sebelah selatan. Sejak masa ini pula dinasti Fatimiyyah mengukir sejarah dunia dengan berbagai kemajuan di segala bidang yang diantaranya :

1. Bidang Administrasi Pemerintahan

Bentuk pemerintahan pada masa Dinasti Fatimiyyah merupakan bentuk pemerintahan sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaannya khalifah adalah Kepala yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus pemecatan pejabat tinggi dibawah kontrol Khalifah.

Administrasi kepemerintahan dinasti Fatimiyyah secara garis besar tidak berbeda dengan administrasi dinasti Abbasiyah, sekalipun pada masa ini muncul beberapa jabatan yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan keduniaan maupun urusan spiritual. Ia berwenang mengangkat dan sekaligus menghentikan jabatan-jabatan di bawahnya.

Demikian juga dengan kemajuan pemerintahan Fatimiyyah dalam bidang administrasi negara lebih berdasarkan pada kecakapan daripada keturunan. Anggota cabang lain dalam Islam, seperti Sunni, sepertinya diangkat kedudukannya dalam pemerintahan sebagaimana Syi'ah. Toleransi beragama dikembangkan kepada non-Muslim seperti orang-orang Kristen dan Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan pada kemampuan.

(4)

daerah terdapat pejabat setingkat gubernur yang diangkat oleh khalifah untuk mengelola daerahnya. Administrasi pemerintahan dikelola oleh daerah setempat

Tidak jauh berbeda dengan peradaban yang terjadi pada zaman sekarang, bahwa peradaban Islam pada masa lalu memberikan sumbangsih pemikiran tentang pemerintahan. Dimana, seorang kepala negara dipimpin oleh presiden dan para pembantu presiden adalah seorang menteri dan berikut para kepala daerah yang disebut dengan gubernur dan masing-masing daerah berhak mengelola daerahnya masing-masing sesuai dengan amanat undang-undang otonomi daerah.

Dalam hal kemiliteran, pusat-pusat armada laut dibangun di Alexandria, Damika, Ascaton, dan beberapa pelabuhan Syria. Masing-masing dikepalai seorang Admiral tinggi

Dari sekian banyak variasi dan bentuk ilmu militer peninggalan peradaban Islam, salah satunya adalah munculnya fenomena tentara bayaran sebagai penopang utama sebuah pemerintahan. Hal ini terjadi pada Kekhalifahan Fatimiyyah di Mesir.

Mereka terpaksa memakai tentara bayaran karena dinasti yang memusatkan pemerintahannya di Mesir ini adalah penganut Syiah Ismailiyah. Padahal waktu itu pengikut syiah adalah kelompok minoritas di Kota itu. Penduduk Mesir sebagian besar menganut Islam sunni.

Jadi, tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyyah dipakai sebagai jalan keluar untuk melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir memang tidak suka kepadanya. Selain itu, legiun ini juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai pemberontakan.

Ada dua kelompok besar tentara bayaran milik Kekhalifahan Fatimiyyah. Pertama, adalah resimen kulit hitam atau Zawila. Anggota legiun tentara ini direkrut dengan cara membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak bermunculan di Afrika, terutama di pusatnya yang berada di dekat Danau Chad. Kelompok tentara bayaran kedua adalah divisi yang anggotanya berasal dari Eropa Sakalaba atau yang kerap dipanggil dengan sebutan Bangsa Slav. Bangsa ini memang saat itu bernasib sangat malang. Sebagai bangsa termiskin di Eropa Timur, mereka akhirnya harus menjadi budak untuk bertahan hidup.

(5)

tujuan yakni berusaha mengajak masyarakat untuk memeluk mazhab Syi’ah Ismailiyah dan menjadikan mazhab ini sebagai mazhab yang utama di negara Mesir dan wilayah negeri yang berada di bawahnya. Dalam hal ini khalifah al-Aziz sangat menunjukkan sikap baik terhadap orang Yahudi dan Nasrani sebagaimana ayahnya. Ia menikahi perempuan Nasrani dan untuk itu Ia bertoleransi dalam pendirian gereja diwilayahnya.

Kemudian dalam bidang politik luar negeri dinasti ini tidak dapat diragukan lagi dalam kepiwaiannya menjalin hubungan diplomasi dengan penguasa-penguasa lain termasuk ekspansinya dalam menaklukkan wilayah lain sehingga memberikan nuansa kekhawatiran terhadap dinasti Abbasyiah karena penguasaan atas wilayah ini akan menaikkan derajat Fatimiyyah di wilayah Mesir, Syam, Palestina, dan Hijaz. Penguasaan atas wilayah ini akan sangat memudahkan dalam menguasai wilayah Bagdad pada masa itu, karena itu Khalifah Abbasyiah memancing Dinasti Buwaihi untuk memerangi Dinasti Fatimiyyah yang pada akhirnya terjadi peperangan antara Buwaihi dan Fatimiyyah.

Demikian pula pada masa pemerintahan Muizz dan tiga orang pengganti pertamanya, seni dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan besar. Al-Muizz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, toleransi beragama. Kemudian dalam bidang ekonomi ia memberi gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya begitu juga dengan bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan dua untuk mazhab Syi’ah dan dua untuk mazhab Sunni.

2. Penyebaran Faham Syi’ah

Kemajuan Dinasti Fatimiyyah bukan hanya terlihat dari segi pemerintahan akan tetapi dalam bidang agama yaitu penyebaran faham Syi’ah. Dengan demikian segenap

pengetahuan negeri tersebut tentang Islam berdasarkan pemikiran Syi’ah. Pokok ajaran terpentingnya adalah Ali diwasiatkan menjadi khalifah dan jabatan khalifah itu

dikhususkan kepada anak-anaknya dari isterinya Fatimah.

Demikian juga ketika Mu’izz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat mazhab fikih: Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, sedangkan Muizz menganut faham Syi’ah. dengan demikian Al-Mu’iz menganyomi dua kenyataan dengan

(6)

militer dipegang oleh Syi’ah, oleh karena itu sebagian pejabat Fatimiyyah yang Sunni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningkat dan disisi lain Mu’izz membangun toleransi beragama sehingga pemeluk agama lain, seperti Kristen diperlakukan dengan baik dan diantara mereka diangkat menjadi pejabat istana

3. Pembangunan Bidang Ekonomi

Di dalam pembangunan bidang ekonomi, sektor-sektor terpenting yang mendapat perhatian dinasti Fatimiyyah adalah pertanian, perkebunan, kerajianan, dan perdagangan. Dari keempat sektor tersebut, sektor pertanian mendapat perhatian yang lebih besar dan pembinaan yang lebih serius karena sektor ini merupakan tulang punggung perekonomian Mesir.

Pertanian di Mesir sangat tergantung kepada keadaan air Sungai Nil. Apabila debit air sungai tersebut kurang maka lahan pertanian akan kekeringan dan jika lebih maka lahan tersebut akan kebanjiran. Karena itu, penguasa Fatimiyyah melakukan pemantauan terus menerus terhadap perkembangan debit air Sungai Nil ini. Di samping itu, mereka juga meningkatkan pengawasan dan pemeliharaan waduk-waduk, tanggul-tanggul, dan saluran-saluran air yang sudah ada.

Pada masa pemerintahan Fatimiyyah dikenal dua jenis tanggul yang disebut dengan jusur sultaniyyah dan jusur baladiyyah. Jurus sultaniyyah ialah tanggul yang dibangun oleh pemerintah untuk mengatur pemamfaatan air Sungai Nil, sendangkan jusur baladiyyah dibangun oleh para petani atau pemilik lahan pertanian di kampung-kampung atau di dusun-dusun.

Sumber-sumber pendapatan negara pada zaman Fatimiyyah antara lain adalah al-kharaj (pajak atas tanah pertanian), al-iqta’ (pajak atas tanah produktif yang diberikan kepada orang-orang tertentu, terutama kepada angkatan bersenjata), al-jizyah (pajak yang dipungut dari ahl az-zimmah),zakat, al-mukus (pajak atas barang perniagaan, baik impor maupun ekspor), al-ahbas (harta benda yang diwakafkan oleh anggota masyarakat dan berada di dalam pengelolaan pemerintah), al-mawaris al-hasyriyyah (harta benda orang yang wafat tanpa meninggalkan ahli waris), dan al-amwal al-masadirah (harta benda orang-orang yang dijatuhi hukuman denda).

(7)

4. Pembinaan dan Pengembangan Ilmu

Disamping kemajuan di bidang politik dan ekonomi, dinasti Fatimiyyah juga memperoleh kemajuan besar di bidang pembinaan dan pengembangan ilmu. Kemajuan tersebut dapat dilihat antara lain dari beberapa faktor. Pertama, banyaknya ulama dan ilmuwan yang lahir dan populer di zaman tersebut. Kedua, banyaknya karya ilmiah yang dihasilkan. Ketiga, berkembangnya berbagai cabang ilmu dan Kairo tumbuh menjadi sebuah kota intelektual dan ilmu pengetahuan. Keempat, tersedianya koleksi buku yang sangat banyak di perpustakaan. Kelima, perhatian besar beberapa khalifah Fatimiyyah terhadap pembinaan dan pengembangan ilmu.

a. Ulama dan Ilmuwan

Ulama yang terkenal di zaman tersebut antara lain ialah Abu Hanifah an-Nu’man bin Abdullah bin Muhammad bin Mansur bin Ahmad bin Hayyun at-Tamimi al-Magrib (wafat 363 H/973 M), dari kalangan Syiah, dan Abu Bakr Muhammad an-Ni’ali al-Maliki (wafat 380 H/990 M) dari kalangan al-Malikiah. Ilmuwan populer di antaranya adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Abu Sa’id ‘Abd ar-Rahman bin Ahmad bin Yunus (wafat 400 H/1009 M), astronom Mesir terbesar yang berhasil menemukan pendulum dan ukuran waktu dengan ayunannya, dan Muhammad bin al-Hasan bin al-Haisam (wafat +430 H/1039 M), ahli optika yang terkenal dengan karya besarnya, Kitab al-Manazir. Kitab aslinya telah hilang, namun sempat diterjemahkan oleh Risner ke dalam bahasa Latin dan dipublikasikan pada tahun 1572 M. Ibn Haisam inilah yang membetulkan kekeliruan orang-orang Yunani tentang sifat penglihatan. Untuk pertama kali ia membuktikan bahwa sinar cahaya datang dari obyek luar ke mata, bukan dari mata lalu mengenai obyek di luar. Ia menyimpulkan bahwa retina adalah tempat penglihatan dan membuktikan bahwa kesan-kesan yang diperoleh mata dibawa ke otak melalui syaraf-syaraf mata itu.

(8)

tumbuhan-tumbuhan, Abu al-Fath Mansur bin Sahlan bin Muqasysyar (wafat pada masa pemerintahan al-Hakim bi Amrillah 386-411 H/996-1020 M), dan Abu al-Hasan ‘Ali bin Ridwan (wafat 460 H/1067 M).

Dinasti Fatimiyyah juga kaya dengan para juru dakwah Isma’iliyyah yang tidak hanya ahli di bidang agama tetapi juga ahli di bidang filsafat seperti Abu Hatim Ahmad bin Hamdan bin Ahmad al-Warasnani yang lebih dikenal dengan nama Abu Hatim ar-Razi (wafat 322 H/934 M), Abu Ahmad an-Nasafi (wafat 321 H/933 M), Ja’far bin Mansur al-Yamani (wafat 363 H/973 M), dan Abu Ya’qub as-Sijistani (wafat 331 H/942 M).

b. Perkembangan Berbagai Cabang Ilmu

Dengan banyaknya ulama dan ilmuan yang lahir dimasa pemerinthan Fatimiyyah maka berbagai cabang ilmu pun berkembang pesat. Halakah pengajian tersebar dimana-mana, baik di mesjid-mesjid maupun di rumah-rumah. Pusat-pusat pengkajian dan pengembangan ilmu tersebar di berbagai kota seperti di Kairo, Fustat, Iskandariyyah, Tinnis, Aswan dan Qus. Di antara kota-kota tersebut, Kairo merupakan kota yang paaling ramai dengan berbagai kegiatan keilmuan sehingga kota yang didirakan oleh Jauhar as-Siqili ini tidak hanya menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan Fatimiyyah, tetapi juga tumbuh menjadi pusat intelektual dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia Islam. Didalam perkembangan selanjutnya Kairo menjadi salah satu pusat perdaban dan kebudayaan Islam yang besar di samping Bagdad, Damaskus, dan Kordova.

c. Koleksi Buku

Gambaran dari kemajuan dinasti Fatimiyyah di bidang ilmu ini dapat dilihat pula dari banyaknya koleksi buku yang tersedia di perpustakaan-perpustakaan. Menurut al-Maqrizi, di perpustakaan istana al-Qasr asy-Syarqi al-Kabir terdapat 40 tempat penympanan buku, diantaranya satu tempat berisi 18.000 buku tentang ‘ulum al-qadimah (ilmu-ilmu klasik) yang dimaksud al-‘ulum al-qadimah, menurut Ahmad Amin, ialah ilmu-ilmu seperti filsafat, pengobatan, ketuhanan, dan sejenisnya.

(9)

Perbedaan informasi di atas menunjukan bahwa jumlah sesungguhnya buku yang ada diperpustakaan istana ini sulit diduga karena data akurat tentang itu tidak ditemukan. Yang jelas jumlah buku itu sangat banyak. Untuk ukuran di zaman tersebut yang belum ada mesin cetak seperti sekarang, jumlah buku yang tersedia di perpustakaan ini termasuk luar biasa, apalagi buku-buku itu tidak hanya berisi satu cabang ilmu, tetapi juga berbagai cabang, termasuk ilmu fikih dari seluruh mahzab.

d. Perhatian Terhadap Pembinnaan dan Pengembangan Ilmu

Faktor utama yang membawa keberhasilan dinasti Fatimiyyah memperoleh kemajuan di bidang ilmu ialah perhatian yang besar dari para khalifah dan pejabat dinasti tersebut terhadap bidang ini. Perhatian itu digambarkan oleh Syed Ameer Ali antara lain dengan mengatakan, “Mereka membangun sekolah-sekolah tinggi, perpustakaan-perpustakaan umum dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan buku yang banyak dan alat-alat ilmu pasti. Di dalamnya bekerja sejumlah guru besar dan para asistenya. Masyarakat umum bebas memasuki perpustakaan tersebut dan memamfaatkan perbendaharaannya. Alat-alat tulispun diberikan secara cuma-cuma. Khalifah-khlaifah juga sering mengadakan seminar-seminar yang dihadiri oleh para guru besar dari berbagai akademi. Mereka dibagi ke dalam beberapa seksi seperti ilmu mantik, ilmu pasti, ilmu hukum dan kedokteran”.

Pembangunan Dar al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dar al-’Ilm (rumah ilmu) yang didirikan oleh al-Hakim pada tahun 1005 sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran syi’ah ekstrem. Untuk membangun institusi ini al-Hakim menggelontorlan dana 257 dinar yang digunakan untuk menyalin berbagai naskah, memperbaiki buku dan pemeliharaan. Kurikulumnya meliputi kajian tentag ilmu keislaman, astronomi dan kedokteran. Meskipun pada tahun 1119 ditutup oleh al-Malik al-Afdhal karena dianggap menyebarkan ajaran bid’ah.

(10)

5. Kemajuan dalam Bidang Sosial dan Kebudayaan

Kemajuan dalam bidang sosial masa dinasti Fatimiyyah perhatiannya terhadap kesejahteraan masyarakat sangat tinggi terbukti dengan dibangunnya perguruan tinggi, rumah-rumah sakit, pemondokan khalifah menghiasi kota baru di Kairo di samping itu pula tempat pemandian umum dan pasar-pasar di bangun dan dipenuhi oleh berbagai penduduk dari seluruh negeri.

Para khalifah sangat dermawan dan memperhatikan warga non Muslim, di bawah pemerintahannya non muslim diperlakukan dengan baik, apalagi pada masa pemerintahan al-Aziz, Ia adalah salah seorang khalifah Fatimiyyah yang sangat menghargai non-Muslim.

Kemudian orang Sunni pun menikmati kebebasan beragama yang dilaksanakan khalifah-khalifah sehingga banyak da’i-da’i Sunni yang belajar di Al-Azhar walaupun dalam masa pemerintahannya bersungguh-sungguh mensyi’arkan orang Mesir, akan tetapi mereka tidak melakukan pemaksaan kapada orang Sunni untuk mengikuti aliran Syi’ah itulah salah satu bentuk kebijakan pemerintahan yang dilakukan dinasti Fatimiyyah yang pengaruhnya sangat besar terhadap kemakmuran dan kehidupan sosial yang aman tentram.

Sebenarnya pranata sosial yang berlaku pada masa dinasti Fatimiyyah di Mesir ini mengikuti pranata-pranata yang berlaku bagi tiga khalifah sebelumnya dan dilandaskan pada aturan-aturan agama.

(11)

BAB III PENUTUP A. Simpulan

1. Dinasti Fatimiyyah telah banyak memberikan kontribusi pemikiran terhadap peradaban Islam baik dalam sistem pemerintahan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan, kemajuan ini mencapai puncaknya pada zaman al-Aziz yang bijaksana. Adapun kemajuan tersebut terlihat dari berbagai bidang dintaranya; Kemajuan dalam bidang administrasi pemerintahan, yang merupakan bentuk pemerintahan pada masa dinasti Fatimiyyah merupakan bentuk pemerintahan sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaanya khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus pemecatan pejabat tinggi dibawah kontrol khalifah. Dinasti Fatimiyyah memiliki dua opsi politik yaitu dalam negeri dan politik luar negeri.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Fatimiyah mencapai kondisi yang sangat mengagumkan, hal ini disebabkan dengan berkembangnya

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Anshary, Ahmad Hafiz. Khilafah Fatimiyyah, Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang http://www.hasrof.com/2013/12/peradaban-islam-pada-masa-dinasti.html

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok tani “Kerto Raharjo” adalah kelompok tani yang bergerak dibidang penangkaran benih. Kelompok tani ini beralamat di desa Sumber Porong kecamatan Lawang

Oleh karenanya, sistem billing yang dibangun pada riset ini juga harus tersedia dan cocok bukan hanya pada Rumah Sakit XYZ, tapi juga untuk rumah sakit lain yang

Selain dua hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan

Setelah proses pembelajaran yang dianggap tepat itu dilaksanakan, maka perlu untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Jepang sebelum dan

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian hukum ini.

Derajat polinomial digunakan sebagai nilai transformasi data pada kernel (10) metode Support Vector Machine. Sehingga semakin besar nilai derajat polinomial yang

*) Diisi untuk kerugian yang sudah terjadi maupun pasti akan terjadi loss dalam jumlah tertentu **) Diisi hanya untuk kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri,

Banyak laptop yang menggunakan LiIon menyatakan memiliki masa aktif 5 jam, tetapi ukuran tersebut dapat sangat bergantung pada bagaimana komputer tersebut digunakan. Hard Drive,