• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS AKAR INTOLERANSI MAHASISWA AKTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS AKAR INTOLERANSI MAHASISWA AKTI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS AKAR INTOLERANSI MAHASISWA AKTIVIS ISLAM DI INDONESIA

Dr. M. Fashihullisan, STP. MPd.

email: [email protected]

Abstrak

Utopia khilafah kembali bangkit pasca reformasi bersamaan dengan terbukanya ruang kebebasan dan demokrasi. Gerakan Islamis juga mulai masuk di kalangan mahasiswa terutama di perguruan tinggi umum non agama Islam. Mereka aktif melakukan kegiatan dakwah kampus dari musholla dan masjid yang telah ada di perguruan tinggi. Gerakan ini menawarkan angin surga melalui ide khilafah Islamiyah dan utopia solusi semua masalah bangsa. Hanya saja akar dari gerakan dakwah ini ternyata juga menyebarkan ide-ide intoleran di tengah kehidupan bangsa yang multikultural.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali akar-akar intoleransi melalui studi kasus mahasiswa salah satu PTN besar di Yogyakarta bernama Imam. Wawancara mendalam dilakukan selama kurang lebih enam bulan, dari pertengahan tahun 2016 sampai akhir 2016. Observasi juga dilakukan dari postingan dan ide-ide yang dituliskan di akun situs jejaring sosialnya.

Hasil penelitian menunjukkan dua hal utama yaitu: 1) Akar utama intoleransi adalah keyakinan bahwa nabi adalah pribadi yang akan marah apabila agamanya diganggu, dan 2) ketidak sabaran akan efektivitas gerakan dakwah melalui gerakan kultural.

Kata kunci: Intoleransi, marah, dakwah, kultural

A. Pendahuluan

Imam adalah remaja biasa-biasa saja yang lahir dan dibesarkan di kota kecil

Rembang, di suatu desa pinggiran kota. Kehidupan desa pingiran kota, dengan tingkat

ekonomi menengah kebawah yang dominan. Meskipun dekat dengan pesantren pesantren

tua di kota Rembang, kehidupan keagaamaan hanya nampak dalam tradisi-tradisi kematian

dan pengajian. Tahlilan dan juga yasinan merupakan warna keagamaan yang paling nampak

di permukaan.

Imam sekolah dari SD sampai SMP di Rembang, saat SMA maka bersekolah di kota

Pati, yang merupakan kota tetangga Rembang. Kota Pati memiliki sebuah sekolah SMA yang

(2)

Saat di Pati inilah Imam mulai belajar hidup terpisah dengan orang tua dan harus kos di kota

Pati.

Saat sekolah di Pati, Imam bukanlah sosok yang menonjol baik dalam sisi akademik

maupun sisi keorganisasian. Bukan merupakan siswa berprestasi di kelas, juga bukan siswa

yang aktif di organisasi kesiswaan. Sebagian besar kehidupannya hanya terfokus di sekolah,

di kos dan sesekali berjamaah di masjid.

Setelah lulus dari SMA, Imam diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di

Yogyakarta. Beberapa teman dekatnya saat di SMA sudah mulai tidak mengetahui aktivitas

kesehariannya di Yogyakarta. Seringkali Imam terlihat ikut kajian di masjid kampus,

berpakaian jubah dan jarang masuk kuliah.

Beberapa temannya akhirnya mengetahui Imam lebih banyak beraktivitas di luar

kampus dalam kajian ke-Islaman dan gerakan dakwah. Kuliah menjadi terbengkalai, dan

puncaknya tidak dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Kurang begitu jelas,

bagaimana respon keluarga saat Imam tidak lagi dapat menyelesaikan studi, tetapi beberapa

waktu setelah tidak dapat menyelesaikan studi, Imam menikah dan kemudian berkeluarga.

Imam di tahun 2016 sangat aktif di media sosial facebook, sebagai saluran pandangan

keagamaan dan pandangan politik. Saat ada isu tentang penista agama yang dilakukan Ahok

( Basuki Cahaya Purnama), Imam sangat aktif menulis update status dan juga menulis

link-link artikel yang provokatif. Hampir setiap hari puluhan komentar silih berganti ditanggapi

dan juga selalu melakukan aktivitas menyerang bagi pandangan yang dianggapnya berbeda

dengan yang dimiliki melalui facebook.

Saat dilaksanakan aksi bela Islam, Imam dengan sangat bangga berangkat ke Jakarta

untuk membuktikan dukungannya. Adanya isu yang mengatakan bahwa peserta aksi bela

Islam dibayar, dibuktikan oleh Imam bahwa dia secara mandiri dan sukarela tidur di hotel

berbintang dengan biaya mandiri. Bukti foto sambil memegang kuitansi pembayaran pun

ikut di upload di facebook, disamping upload foto-foto dirinya diantara massa aksi.

Nada profokatif juga disampaikan di media facebook, yang mengatakan bahwa bukan

Islam sejati bila tidak mau ikut aksi membela Islam. Saat salah seorang temannya

(3)

macam itu tidak layak mengaku Islam. Tentu saja bersama teman-teman sepandangan, aktif

menyerang dengan tanpa argumentasi tetapi lebih sebagai pernyataan subyektif yang

bernada menyudutkan.

Bentuk perilaku intoleransi juga terlihat dengan menulis sebuah komentar, bahwa

mengapa salah satu propinsi di Kalimantan yang mayoritas Muslim, Gubernurnya harus non

Muslim. Bahkan meskipun tanpa dukungan data, dia mempertanyakan besaran sumbangan

gubernur pada pendirian salah satu tempat ibadah agama di luar Islam yang jumlahnya

cukup besar. Baginya ini merupakan masalah besar yang merupakan wujud ketidak adilan

bagi kehidupan ummat muslim. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumagit (2013),

menjadi konfirmasi bahwa isu hubungan minoritas dan mayoritas pemeluk agama

merupakan hal yang cukup sensitif dalam perilaku intoleransi.

B. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif studi kasus dengan menganalisis

fenomena kehidupan seseorang. Wawancara dilakukan secara langsung dengan obyek

penelitian, maupun dengan orang-orang yang terhubung dengan obyek penelitian.

Wawancara ini sebagian besar berkaitan dengan konfirmasi, respon dan

pandangan-pandangan obyek penelitian mengenai beberapa hal yang dibutuhkan dalam penelitian.

Observasi dilakukan melalui observasi di lapangan maupun observasi perilaku obyek

penelitian di media sosial. Data hasil observasi digunakan untuk melengkapi data wawancara

dan juga untuk menganalisis hasil data wawancara secara trianggulasi. Dimungkinkan

trianggulasi antar hasil data menjadikan proses penggalian data menjadi lebih menyeluruh

dan lebih valid.

Penelitian dilakukan mulai dari pertengahan tahun 2016 sampai akhir tahun 2016.

Pada tahap awal, penelitian dilakukan secara naturalistik yaitu tanpa sepengetahuan obyek

penelitian bahwa dirinya masuk dalam proses pengambilan data penelitian. Setelah data

yang masuk dirasakan cukup dan dirasakan obyektif, barulah peneliti memberi tahu kepada

(4)

C. Persepsi Tentang Pribadi Nabi Muhammad SAW

Imam sangat aktif membela diri saat ditanya mengapa dia harus marah-marah

terutama dalam kasus Ahok yang menurutnya merupakan penistaan terhadap agama Islam.

Menurutnya apa yang dilakukan merupakan bentuk menjalankan sunnah Rosul, karena

menurutnya ajaran Rosul diantaranya adalah harus marah saat Agama dilecehkan dan

dihinakan.

Salah satu argumentasi yang dibangunnya, bahwa indikasi Nabi menjadi marah saat

Agamanya dilecehkan adalah dengan terlibatnya Nabi dalam beberapa peperangan.

Peperangan menurutnya merupakan suatu ekspresi kemarahan Nabi, saat agamanya

dilecehkan dan dihinakan. Oleh karena itulah, ekspresi marahnya dengan menyerang pribadi

Ahaok baik secara pribadi maupun secara politik, merupakan suatu bentuk amaliyah

menjalankan ajaran Nabi sebagaimana Nabi saat melakukan peperangan.

Saat ditanyakan mengenai beberapa pendapat bahwa Nabi adalah pribadi yang

lembut, penuh kasih sayang, Imam dengan tegas membenarkan. Menurutnya pribadi nabi

yang lembut dan penuh kasih sayang adalah dalam kerangka kehidupan internal ummat

Islam dan kemanusiaan, serta bagian dari strategi Nabi saat gerakan dakwahnya masih

lemah. Menurutnya ajaran Nabi yang penuh kasih sayang dilakukan sebagai strategi untuk

mengatasi kelemahan saat pengikutnya belum kuat dan belum banyak, terutama saat

periode dakwah di kota Makkah.

Lebih jauh, kondisi itu sudah berbeda sekali saat Nabi sudah hidup di Madinah, saat

ummat Islam sudah kuat dan jumlahnya sudah besar. Nabi akan sangat marah dan

melakukan peperangan saat Islam dilecehkan oleh orang kafir. Inilah yang harus ditiru oleh

ummat Islam di Indonesia yang mayoritas, oleh karenanya sangat aneh apabila orang Islam

yang sudah kuat dan mayoritas tidak marah saat merasa dilecehkan oleh ummat lain, yang

baginya dianggap kafir.

Fashihullisan (2016), menyampaikan bahwa perilaku ini diperoleh dari proses belajar

mengenai persepsi dari apa yang dilakukan nabi secara kurang lengkap. Proses pengenalan

mengenai sikap nabi, perilaku nabi dan ajaran nabi hanya melalui saluran tertentu yang

(5)

sesuatu yang haram untuk dilakukan, karena keyakinan bukanlah pilihan tetapi suatu

kemutlakan tanpa penolakan sedikitpun.

Lebih jauh, Imam berpendapat bahwa momentum dihinakannya Islam oleh Ahok,

menjadi momentum pembuktian pribadi-pribadi muslim maupun ormas-ormas Muslim

tentang kesetiaannya pada nilai-nilai Islam. Saat orang muslim dan ormas muslim tidak

merespon dengan marah apa yang dilakukan oleh Ahok, itu merupakan suatu bentuk

kemunafikan. Menurutnya, orang dan ormas macam itu hanya mengaku Islam, tetapi

sesungguhnya tidak benar-benar Islam. Mereka tidak mengikuti ajaran Nabi yang akan

marah saat Islam dihinakan sehingga tidak layak mereka menyebut dirinya Islam.

Pandangan ini sungguh sangat sempit, karena mengidentifikasi ke-Islaman seseorang

dan suatu kelompok orang hanya dari suatu kasus yang belum pasti dan butuh pembuktian

panjang. Tuduhan penistaan agama oleh Ahok, secara faktual belum merupakan suatu

keputusan hukum yang mengikat karena awalnya Ahok hanya tertuduh, kemudian

meningkat menjadi tersangka dan baru terdakwa. Proses pengadilan masih belum

memberikan suatu keputusan, yang tentu saja bagi sebagian orang Islam dan mungkin ormas

Islam belum dalam kapasitas menilai Ahok sebagai seorang penista. Alasan semacam itu bagi

Imam sangat tidak dapat diterima, karena orang di luar Islam sama sekali tidak berhak

mengomentari apa yang ada pada ajaran Islam, apalagi ajaran kitab suci.

Pandangan Imam mengenai apa yang dilakukan oleh ormas keagamaan terbesar di

Indonesia yaitu NU sangat dangkal dan permukaan. NU tak lebih dari bentuk pragmatisme

politik, yang akan selalu mengambil untung dengan melakukan kolaborasi dengan kaum kafir

dan juga akan aktif memusuhi sesama muslim. Baginya, catatan penting bagi NU adalah saat

NU menjadi salah satu pilar pendukung Nasakom di era Soekarno, itu merupakan

penghianatan terbesar bagi ummat muslim semua. NU juga dipandang oleh Imam

melakukan hal serupa saat tidak marah dengan apa yang dilakukan oleh Ahok, bahkan

beberapa fungsionaris NU secara aktif mendukung Ahok, maka sangat beralasan apabila

Imam ikut menghujat NU baik secara keorganisasian maupun perorangan.

Persepsi yang dibangun bahwa Nabi sangat tegas dan sangat marah dengan

(6)

tidak memahami bahwa terdapat keragaman dalam pemahaman keagamaan dan juga

keragaman hasil maupun proses penafsiran. Bahkan dirinya mengaku sangat tidak mengerti

tentang perbedaan madzhab, yang bagi kalangan pesantren dan kalangan NU merupakan

suatu bentuk kewajaran.

Saat diajak diskusi tentang tata bahasa Arab yang paling dasar, mengenai perbedaan

kata tunggal dan kata jamak, Imam sangat tidak peduli dan tidak mau mengerti. Baginya

penerjemahan Al Qur’an dari Kementerian Agama dalam bahasa Indonesia merupakan

sesuatu yang final, oleh karena itu konstruksi persepsi Nabi yang marah juga didapatkannya

dari memahami Al Quran lewat terjemahan dalam bahasa Indonesia. Bahkan dia secara satir

mengatakan bahwa proses belajar di pesantren terlalu menyita waktu, karena sudah cukup

belajar agama dari terjemahan Al Quran dan Hadist, meskipun terkadang sumbernya juga

hanya dari artikel di internet.

Inilah kerangka dasar mengapa Imam menjadi yakin bahwa intoleransi yang

dilakukan merupakan bentuk dari tafsir dari terjemahan teks Al Quran dan Hadist, yang

terkadang sumbernya sangat tidak dapat dipertanggung jawabkan. Identifikasi perilaku

marah nabi hanya dari proses tafsir terjemahan yang menyampaikan peperangan yang

dilakukan nabi, dan juga bagaimana nabi bermusuhan dengan orang kafir. Apa konteks di

seputar peperangan dan bagaimana konteks besar kemarahan nabi, tidak menjadi obyek

yang terlalu dipermasalahkan, karena baginya pesannya sudah jelas, Nabi marah apabila

agamanya diganggu, maka dia akan melakukan hal yang serupa dengan apa yang

dianggapnya dilakuan nabi.

D. Persepsi Tentang Tidak Efektifnya Dakwah Melalui Gerakan Kultural

Imam dibesarkan dari suatu pedesaan Jawa, yang tentu saja sudah melekat tradisi

Islam pedesaan di tanah kelahirannya. Imam mengaku bahwa di desanya setiap ada

kematian pasti dilaksanakan tahlilan. Begitu juga saat ada kelahiran maupun momentum lain

di desanya akan terlihat pelaksanaan selametan.

Menurutnya acara selametan dan tahlilan tidak membawa dampak apapun dalam

(7)

tetapi setelahnya akan tetap melakukan kebatilan yang sama. Masyarakat desa yang suka

mabuk-mabukkan dan judi, tetap saja tidak berubah perilakunya meskipun sekian ratus

forum tahlilan dan selametan telah didatangi.

Acara keagamaan yang bersifat kultural tersebut tidak lebih dari acara

kemasyarakatan, yang sebetulnya bukan merupakan bentuk pengamalan agama. Bahkan

menurut Imam, bapaknya juga seringkali menjadi pemimpin acara-acara tahlilan dan

selametan, tetapi dirinya tidak merasakan nilai-nilai keagamaan diterima dalam

kehidupannya. Semua aktivitas itu terjebak dalam aktivitas rutin yang menurutnya tidak

akan mampu merubah perilaku keagamaan masyarakat di pedesaan.

Hayami, et al (1987) lebih melihat fenomena ini sebagai suatu gejala kerusakan

pranata lokal oleh gempuran modernisasi, sehingga Imam menjadi tidak lagi yakin pada

efektivitas pranata dakwah kultural di lokal desanya. Imam lebih melihat bahwa gerakan

dakwah yang dikenalnya di kampus sebagai bentuk dakwah yang modern sehingga lebih

efektif dan optimal. Inilah yang menjadikannya lebih memilih model dakwah yang secara

fundamental mampu memisahkan secara jelas siapa lawan dan siapa kawan sehingga inilah

awal dari kemunculan nilai dasar intoleransi.

Kritik pada kehidupan keagamaan kultural juga tidak berhenti pada tataran

masyarakat desa kelahiran, tetapi lebih dari itu Imam juga menggugat eksistensi pesantren

kultural yang berada di lingkungan NU. Pesantren-pesantren di Rembang tidak dikenalnya

sama sekali, bahkan tokoh nasional sekaliber Kyai Mustofa Bisri juga tidak dikenalnya dari

tempat hidupnya di Rembang. Meskipun rumahnya hanya berjarak kurang dari 5 km dari

kediaman Kyai Mustofa Bisri, tetapi justru secara pribadi dia tidak mengenal sama sekali

siapa dan bagaimana dakwah yang dilakuan oleh Kyai Mustofa Bisri. Menurutnya, apa yang

dialaminya serupa dengan yang dialami orang-orang di desanya, termasuk juga para

remajanya.

Imam baru mengenal Kyai Mustofa Bisri secara pribadi, saat sudah kuliah di

Yogyakarta. Teman-teman kuliahnya selalu menanyakan pada dirinya mengenai sosok Gus

Mus, sebagai seorang tokoh budaya, seniman dan ulama yang berkaliber nasional. Saat

(8)

baginya keberadaan tokoh besar itu tidak membawa dampak apa-apa dalam kehidupan

keagamaan di desanya.

Meskipun ada tokoh besar, menurutnya orang kampungnya juga tetap begitu-begitu

saja. Inilah yang menjadikan keyakinannya makin tumbuh, bahwa dakwah secara kultural

kurang efektif dan kurang optimal. Dirinya menjadi semakin yakin dengan pola dakwah

kampus, yang mampu merubah secara fundamental perilaku seseorang dalam keagamaan.

Dirinya cukup menjadi bukti betapa dakwah kampus yang sarat muatan idiologis dan bersifat

fundamental menjadikan dirinya menjadi lebih Islam.

Pengalaman itulah yang menjadikan dirinya terus aktif melakukan model dakwah

dengan cara yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh para mentornya. Baginya dakwah

kultural adalah dakwah tradisional yang cocok dalam kehidupan masyarakat di masa lalu,

bukannya pada kehidupan masyarakat kekinian. Pemanfaatan jejaring sosial dalam

penyebaran nilai-nilai fundamental keagamaan dan pembangkit emosional keagamaan

dinilainya lebih efektif merubah perilaku keagamaan, pandangan keagamaan dibandingkan

hanya terjebak dalam rutinitas ceremonial semacam tahlil dan selametan.

Pola dakwah semacam itu salah satunya adalah dengan cara semakin menajamkan

perbedaan dan hal-hal emosional. Salah satunya adalah dengan semakin menajamkan relasi

minoritas dan mayoritas dalam pemeluk agama di suatu kelompok masyarakat. Pengarus

utamaan isu ketimpangan mayoritas muslim oleh minoritas non muslim menjadi hal penting

yang harus selalu didengung dengungkan. Hal ini sebagai upaya mewujudkan kesadaran

kolektif bahwa Islam menjadi titik sentral kebenaran dan secara politis juga harus

diuntungkan.

Penajaman muslim dan kafir menjadi salah satu hal yang penting yang harus

dibiuskan pada seluruh umat muslim. Media jejaring sosial dan penyebar luasan

artikel-artikel intoleran yang penuh kecurigaan menjadi metode yang dianggap lebih efektif dalam

perubahan perilaku keagamaan. Inilah titik pangkal dari tradisi intoleransi yang cukup

penting selain argumentasi nabi yang marah dengan orang kafir melalui peperangan.

Tidak hanya mengkafirkan orang di luar Islam, pengkafiran juga mulai dilakukan

(9)

mereka. Dja’far ( 2014) melihat gejalan ini sebagai sebuah gejala ta’firi, dimana ada upaya untuk menganggap orang lain yang tidak sejalan sebagai kafir. Sikap ta’firi ini juga

diperlihatkan dengan sikap penolakan terhadap pandangan demokrasi, sehingga tidak

menerima perbedaan pandangan dan tidak menerima keragaman.

E. Kesimpulan

Penelitian dengan pendekatan studi kasus dengan obyek Imam memperoleh temuan

beberapa hal penting yaitu:

1. Identifikasi bahwa Nabi akan marah saat agamanya diganggu menjadi alasan pembenar

kemarahan Imam sehingga wajar untuk bersikap intoleran. Argumentasi Nabi marah

didapatkan dari fakta bahwa Nabi sering berperang dengan orang kafir. Sangat tidak logis

baginya orang yang berperang itu tidak marah, sehingga peperangan Nabi merupakan

bentuk kemarahan nabi pada orang kafir. Semua orang yang berperang menurutnya

didasarkan pada suatu kemarahan dan latar belakang kemarahan adalah diganggu,

dihinakan dan dinistanya Islam sebagai agama oleh orang kafir.

2. Dakwah Islam melalui gerakan kultural dianggap tidak lagi efektif, karena hanya terjebak

pada rutinitas dan seremonial belaka. Seseorang atau masyarakat yang melakukan

seremono tahlilan dan selametan, tidak akan berubah perilaku keagamaannya. Oleh karena

itulah diyakini bahwa dakwah keagamaan yang lebih mengedepankan perubahan nilai-nilai

fundamentalis keagamaan dirasakan akan lebih efektif. Perubahan nilai-nilai fundamental

itu diantaranya adalah dengan semakin menjelaskan siapa insider dan siapa outsider.

Saran

1. Diperlukan upaya yang terus menerus untuk mengkampanyekan perilaku Islam yang

rohmatan lil alamin, diantaranya dengan menjelaskan secara gamblang mengapa dan

bagaimana Nabi berperang. Fakta bahwa nabi berperang dalam perspektif defensif,

ternyata telah mampu dimanipulasi sedemikian rupa sehingga seakan-akan merupakan

(10)

2. Diperlukan review mendalam mengenai efektivitas dakwah melalui cara-cara kultural,

terutama dalam melakukan reformulasi dakwah dan inovasi dakwah. Masyarakat yang

terus berkembang, menjadikan format dakwah harus mengalami transformasi, meskipun

tanpa harus ditinggalkan secara keseluruhan. Bagaiamanapun dakwah kultural merupakan

suatu upaya dakwah merangkul dan dakwah pembiasaan, hanya saja memiliki kelemahan

kurang progresif dan cenderung stagnan.

Pustaka

Dja’far, AM. 2014. Memperjuangkan Wajah Islam Toleran dan Damai. Wahidinstitute.org. 18 November 2014.

Hayami, Y. and Kikuchi, M. 1987. Dilema Ekonomi Desa Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Penerjemah Zahara D. Noer. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Fashihullisan, M. 2016. Dibangun Persepsi Nabi Tukang Marah dan Tukang Perang. Intelektualmudanu.com. 28 Oktober 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji terbaik dari ketiga pelarut yang digunakan yaitu etil asetat yang bersifat membunuh bakteri dengan hasil uji aktivitas zona hambatan sebesar 4,73 mm

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah profitabilitas, kepemilikan manajerial, kebijakan dividen, kebijakan hutang dan keputusan

Implementation And Analysis High Availability Network File System Based Server Cluster Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan untuk pengujian sinkronisasi data

Meningkatkan Self Esteem Pada Siswa SMP Korban Bullying Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk

Dalam menjalankan hak dan kebebasanya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang- undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin. pengakuan

Hasil penelitian menunjukkan (1) bahwa orang tua yang bekerja sebagai anggota TNI di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga dalam membentuk

Terbukti bahwa penyemprotan desinfektan kombinasi glutaraldehid dan poli dimetil ammonium klorida sangat efektif dalam membasmi mikroorgaisme yang terdapat pada kandang ayam

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh