• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR LINGKU PENDIDIKAN BPK PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGANTAR LINGKU PENDIDIKAN BPK PENDIDIKAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Facebook TokohIndonesia.com Twitter TokohIndonesia.com YouTube TokohIndonesia.com Google Plus TokohIndonesia.com Berita Tokoh - Aplikasi Android Tokoh Indonesia

Ads: Linux Reseller Package (view mobile). Click here! Bapak Pendidikan Nasional

Sangat baik

Dibaca: 39702 | Suara: 10 Favorit: 0 | ?

66.17%

Social URL: http://tokoh.in/1502~qtokoh.in/1502 ?

Print Bio Kutip zoom in

zoom out font color bold

Bapak Pendidikan Nasional

Ki Hajar Dewantara | Tokohindonesia.com | rpr-pp

Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di sana.

Ki Hajar Dewantara Tambahkan untuk dibandingkan [Kartu TI :: Ki Hajar Dewantara]

[Daftar Biografi Ki Hajar Dewantara]

Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama Lihat Curriculum Vitae (CV) Ki Hajar Dewantara

QR Code Halaman Biografi Ki Hajar Dewantara Bio Lain

Click to view full article Syarwan Hamid

Click to view full article Martua Sitorus

Click to view full article Ribka Tjiptaning

(2)

Sandhy Sondoro

Click to view full article Marie Muhammad Click to view full article Iis Dahlia

BERITA TERBARU

TNI AL Tenggelamkan Empat Kapal Asing Pencuri Ikan 19 Aug 2015

Polisi Bongkar Praktik Penyuntikan Gas Bersubsidi di Tangerang 5 Jun 2015

Index

Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)

Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai Lihat Daftar Wartawan

wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain ulet sebagai seorang Lihat Daftar Wartawan

wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto

Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

(3)

pemerintah kolonial Belanda.

Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite

Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.

(4)

Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan

kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.

Setelah zaman kemedekaan, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Lihat Daftar Menteri

Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan Lihat Daftar Pahlawan Nasional

pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Lihat Daftar Presiden Republik Indonesia

Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang

diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)

Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)

(5)

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai

kemerdekaan yang asasi. e-ti | crs, dari berbagai sumber © ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Ditayangkan oleh redaksi - Dibuat 02 Mei 2004 - Pembaharuan terakhir 27 Feb 2012 Baru Dikunjungi

Favorit Saya

Anda harus login untuk menggunakan fitur ini Anda harus login untuk menggunakan fitur ini Beri Komentar

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1502-bapak-pendidikan-nasional

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, kitab risa>lah ahlu al- sunnah wa al-jama>’ah yang ia tulis sangat berpengaruh dan menjadi rujukan utama dalam kajian hadis ketika itu, kitab ini

Andika Sakali IAIN Gorontalo 163 Rayfikar Ilahude IAIN Gorontalo 164 Abdurrahman Abu Bakar IAIN Gorontalo 165 Muhammad Irianoor IAIN Banjarmasin 166 Sangaji Andi Setyawan

Process of increasing the density of a soil by mechanically forcing the soil particles

Dari penjelasan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah, yaitu apakah pemberian informasi dan sosialisasi, latar belakang pendidikan, jenjang pendidikan, lama

gg. Metode ini biasanya digunakan untuk menyambungkan 2 perangkat yang sama seperti komputer dengan komputer, switch dengan switch, hub dengan hub dll. Jadi jika

Analisis terhadap parameter perairan fisika, kimia muara sungai Way Belau menunjukkan masih memiliki kondisi kualitas air yang memenuhi standar baku mutu untuk biota

Erna Ratnaningsih dan Umi Lasmina, Hukum Keluarga, Masalah Perempuan, dan Anak, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, Cet. 119 bisa juga dilihat dalam Varia.. Suami, istri dan

Sineeih Budi