• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA RUANG DALAM PERMUKIMAN PECINAN ASP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKNA RUANG DALAM PERMUKIMAN PECINAN ASP"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA RUANG DALAM PERMUKIMAN PECINAN (ASPEK YANG

TERLUPAKAN DALAM UPAYA REVITALISASI KAWASAN)

Oleh:

Jamilla Kautsary

Ir. Achmad Djunardi, MUP, Ph.D Ir. Sudaryono, S, M.Eng, Ph.D Ir. LEksono P Subanu, MURP, Ph.D

Disampaikan Pada:

Seminar Nasional Eco Urban Design Universitas Diponegoro

2008

LATAR BELAKANG

Fenomena kegiatan revitalisasi kawasan lama khususnya di Semarang selalu dipandang sebagai upaya esklusif untuk menjadikan kawasan sebagai artefak dan diidentikkan dengan pembuatan produk arahan desain kawasan dari pemerintah (bersifat top-down). Padahal tujuan utama dari konservasi khususnya revitalisasi bukan untuk mengembalikan kesan masa lalu, tetapi melestarikan apa yang ada dan mengarahkan perkembangnnya di masa yang akan datang (Catenese, 1984).

Demikian juga dengan upaya revitalisasi Kawasan Pecinan. Selama ini upaya yang dilakukan lebih banyak menyoroti upaya pengembangan kawasan sebagai kawasan wisata, perubahan struktur morfologi dan arsitektur bangunan. Upaya revitalisasi kemudian berkembang menjadi komoditas prospektif yang hanya memberikan keuntungan ekonomi bagi pihak tertentu khususnya pengusaha pariwisata dan pemerintah daerah. Hal ini menimbulkan kolusi kepentingan ekonomi yang bersifat jangka pendek dan merusak kearifan lokal yang memunculkan banyak persoalanl karena adanya perbedaan antara rahapan masyarakat dan kenyataan dalam upaya revitalisasi. Kondisi ini juga menyebabkan munculnya konflik aktivitas yang berdimensi ruang dan waktu yang pada akhirnya memunculkan respon negative masyarakat yang berupa penolakan warga terhadap upaya revitalisasi (Kautsary, 2005).

Bila ditelaah lebih dalam, penolakan masyarakat ini terjadi karena revitalisasi kawasan lebih banyak menggunakan teori perencanaan, urban design, arsitektur, pariwisata dan bahkan studi-studi yang lainnya yang hanya didasarkan pada tradisi disain tingkat tinggi (hight-design traditions), dengan teori-teori yang menitik beratkan pada hasil pekerjaan para perencana dan perancang, dan mengabaikan lingkungan-lingkungan yang didesain oleh rakyat biasa atau tradisi populer masyarakat akibatnya pemahaman budaya lokal terutama makna ruang terlalu dangkal(Rapopot, 1984).

Dari uraian di atas maka perlu kiranya untuk menemukan makna ruang pemukiman Pecinan yang mempunyai keterkaitan emosional dan kultur dengan masyarakat setempat. Studi ini diharabkan dapat memberikan sedikit sumbangsih terhadap pelestarian kawasan Pecinan, agar karakteristik unik dan interaksi positif antara ruang dan masyarakatnya tetap terjaga dengan baik.

KAJIAN TEORITIK

(2)

Terdapat tiga definisi budaya terkait dengan sistem budaya-lingkungan. Pertama menggambarkan jalan hidup yang khas dari suatu kelompok tertentu, kedua sebagai sistem maksud/arti, lambang, dan skhemata yang dipancarkan melalui kode simbolis, dan ketiga sebagai satuan strategi adaptip untuk bertahan hidup berhubungan dengan ekologi dan sumber daya (Rapoport, 1968).

Pengertian di atas menurut Rapoport (1968) adalah saling melengkapi dan bukan saling bertentangan. Dengan demikian kultur dimulai dari strategi adaptasi suatu kelompok di dalam pengaturan ekologis mereka, yang kemudian disandikan dalam teori schemata, lambang, dan beberapa visi dari suatu kondsi ideal, dan hal ini yang belanjut pada generasi berikutnya. Kondisi ini, pada gilirannya, akan mendorong ke arah jalan hidup tertentu dan cara bertindak, mencakup perancangan dan pengaturan lingkungan untuk kelompok tertentu yang dilihat sebagai norma dan gaya hidup tertentu yang penting dan khas, yang berbeda dengan golongan lainnya.

Ruang juga merupakan aspek dari lingkungan yang sangat penting. Hal ini bukan sebuah konsep yang umum atau simpel. Ruang lebih dari sekedar ruang fisik 3 dimensional. Pada waktu dan konteks yang berbeda akan menghasilkan jenis ruang yang berbeda, dan hal ini merupakan isu desain yang penting karena ruang terkait dengan sistem budaya dan lingkungnnya.

Perancangan Kota sebagai Suatu Organisasi Ruang, Waktu Arti dan Komunikasi.

Terkait dengan sistem budaya-lingkungan, kota-kota maupun permukiman merupakan perwujudan dari sistem pengaturan yang menggambarkan organisasi ruang, arti, komunikasi dan waktu.

a. Organisasi ruang. Perencana dan perancang pada dasarnya menangani organisasi ruang. Ruang dapat dipandang dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini dapat diperlihatkan dengan suatu ilustrasi, mengingat para perancang dan masyarakat sering memberi arti yang berbeda-beda terhadap konsep ruang. Ruang terbangun pada masyarakat tradisional adalah ruang yang disucikan dan sedangkan pada masyarakat modern ruang terbangun adalah ruang geometris. Lingkungan juga dapat dilihat sebagai serangkaian hubungan antara elemen-elemen dan manusianya (antara benda dan benda lain, antara orang dan benda dan antara manusia dan manusia). Hubungan –hubungan tersebut sebenarnya teratur dalam arti punya suatu pola dan struktur.

b. Organisasi arti. Desain dan rencana juga mewujudkan bayangan ideal dan menggambarkan harmonisasi antara ruang fisik dan ruang sosial. Desain dan rencana dalam organisasi ruang juga mencerminkan budaya dari kelompok atau individu yang terlibat. Desain dan rencana tersebut mewujudkan bayangan ideal dan menggambarkan keharmonisan hubungan (atau tiadanya) antar ruang fisik dan ruang sosial. Hubungan tersebut juga merupakan contoh dari pengorganisasian arti dan keduanya dapat dibedakan secara konseptual yang sering di ekspresikan dalam tanda, bahan/material, warna, bentuk, pemandangan dan yang lainnya.

(3)

d. Organisasi waktu. Lingkungan juga bersifat temporal dan dapat dianggap sebagai organisasi waktu, sebagai refleksi dan pengaruh dari organisasi waktu. Hal ini mungkin di pahami dalam 2 cara. Pertama cenderung mengarah pada struktur kognitif waktu pada skala yang luas sebagai aliran linier versus waktu yang berputar, orientasi masa depan versus masa lampau, bagai mana waktu dinilai dan bagaimana dibagi menjadi unit-unit dan sebaginya. Ke dua lebih mengarah pada tempo dan ritme dari aktivitas manusia dan kesamaan atau perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.

Ruang juga bisa dibedakan menjadi ruang yang didesain dan tidak didesain (dalam arti mengikuti aturan-aturan dan merefleksikan arti lingkungan yang ideal). Dua jenis sistem pengaturan diilustrasikan pada dua jenis ruang yaitu ruang geometrik abstrak dan ruang spiritual. Banyak permukiman dan perumahan hanya dapat dipahami dengan cara ini seperti beberapa kota kebudayaan tinggi seperti Cina, India dan yang lainnya. Kedua ruang ini menggambarkan ruang simbolik

Revitalisasi

Revitalisasi merupakan salah satu jenis pelestarian dengan mengadaptasikan bangunan lama yang sudah tidak tidak praktis lagi untuk melayani penggunaan baru danpada saat yang sama mempertahankan bentuk karakteristik orisinilnya. Revitalisasi dapat dilakukan tanpa atau dengan mengubah bentuk bangunan. Kadang memang tidak dapat dihindari bila ditilik dari analisis biaya manfaat tidak menguntungkan untuk dilestarikan, maka biarlah facade bangunannya saja yang dipertahankan agar pengamat bisa membayangkan wajah kota pada masa lalu (Budihardjo, 1991).

Upaya revitalisasi kawasan lama bukan hanya sekedar usaha melestarikan bangunan, tapi sudah juga merupakan usaha menghidupkan ekonomi kawasan yang mengalami kemunduran Cohen, 1999). Upaya pelestarian pada saat ini merupakan usaha-usaha yang holistik yang bertujuan untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasar kekuatan sumber daya lama, dan melakukan suntikan kehidupan yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, serta melibatkan masyarakat dengan memperhitungkan nilai ekonomi. Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan termasuk keterlibatan total masyarakat untuk mengelola sendiri/people centered management (Laretna, 2000).

Suntikan kegiatan baru yang memanfaatkan budaya dalam suatu kawasan harus terkait erat dengan sistem budaya dan lingkungan yang dibangun oleh masyarakat lokal. Dukungan untuk membangkitkan kebanggaan terhadap apa yang akan dikembangkan sangat penting. Begitu pula dalam pemilihan aktivitas yang akan dihidupkan kembali perlu penanganan yang jeli. Kondisi ini menuntut pengelola yang mampu berkerja dekat dengan masyarakat lokal dan bersamaan dengan itu mampu mengembangkan jaringan dengan pihak luar sangat diperlukan (Boyer, 1994: 8).

METODE PENDEKATAN

(4)

Dengan pendekatan ini maka objek penelitian adalah kepala

keluarga yang lahir dan besar di lingkungan Pecinan Semarang

(sample purposiv

e) serta beberapa tokoh di luar objek penelitian

yang ditunjuk oleh informan sebelumnya untuk kepentingan

trianggulasi informasi. Implikasi dari pemilihan informan ini

peneliti tidak menentukan jumlah sampel terlebih dahulu. Sedang

teknik perekaman data melalui wawancara mendala

m,

observasi dan

foto-foto. Data dan informasi yang dikumpulkan berupa kata-kata,

penjelasan, gambaran, sketsa-sketsa, foto dengan catatan, naskah

wawancara, hasil pengamatan dan pencatatan. Data dan informasi

ini kemudian disajikan secara diskriptif (gambaran konteks/sifat

natural).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai naluri untuk

bertahan hidup tetapi karena adanya perbedaan lingkungan tempat

dimana

mereka

tinggal,

akan

memicu

munculnya

perbedaan

‘kehidupan’ yang mereka jalani dan akhirnya setiap suku bangsa

mempunyai corak yang berbeda-beda. Berbedaan ini dapat berupa

tatanan sosial, pemikiran bahkan juga memunculkan ajaran dan

spiritual yang berbeda pula. Kondidi inilah yang kemudian

menyebabkan

masing-masing

suku

bangsa

mempunyai

keunikan

tersendiri dan tercermin dari seni, budaya, tatanan sosial dan

sebagainya.

ui ui ui ui ui ui

GRAND THEORY

KONSEP PARAMETER TEORI

KONSEP KONSEP

TEMA TEMA TEMA

ABSTRAK

EMPIRIS

ui : unit informasi

(5)

Gambar 1. Struktur kawasan Pecinan Semarang, yang cenderung menunjukkan struktur yang grid-organik. Sumber: ICONOS SEMARAng 2004

Hal di atas juga akan mempengaruhi tatanan ruang pada

permukiman tradisional. Tatanan permukiman tradisional selalu

memiliki makna tertentu bagi masyarakat penciptanya. Tatanan yang

sama dengan makna yang berbeda akan memiliki struktur yang

berbeda pula. Demikian juga dengan tatanan dan maknan ruang pada

permukiman Pecinan Semarang yang terbentuk dari karakter sosio

kultural yang berkembang dan ada di permukiman ini.

Secara struktur Pecinan semarang memiliki pola grid yang

organic, dengan beberapa klenteng di ujung gang dan sungai yang

memgelilingi kawasan ini. Jika kita melihat lebih dalam terkait

dengan pola peletakan dan fungsi klenteng baik klenteng lokal

maupun lingkungan, maka struktur ini lebih mengarah ke fungsi

sebuah benteng yang akan melindungi kawasan pecinan dari musuh

(jaman dahulu) dan roh jahat yang akan memasuki kawasan. Walaupun

benteng ini secara fisk sudah tidak ada tetapi simbolisme

peletakan klenteng lingkungan dan klenteng lokal ini masih

menyimbulkan adanya suatu upaya perlindungan walaupun secara

imaginer.

Dari hasil wawacara dan perekaman mendalam terhadap

unit-unit informasi yang berupa pemikiran-pemikiran atau pendapat

individu dari masyarakat (tokoh masyarakat), juga terlihat

bahwa

di

dalam

kawasan

juga

ada

benteng-benteng

utuk

mempertahankan kehidupan perekonimian yang berupa aglomerasi

perdagangan yang mengelompok di setiap gang serta benteng rumah

untuk keselamatan penghuni.

Sepanjang gang Pinggir (centra perdagangan emas);

b) Sepanjang

gang

Lombok

(centra

perdagangan

makanan

khas/tradisional Cina);

c) Sepanjang gang Pedamaran (centra perdagangan jamu dan

kelontong);

d) Sepanjang gang Warung (centra perdagangan kain);

(6)

f) Sepanjang g

kebutuhan rit

g) Sepanjang

(campuran hun

h) Sepanjang ga

i) Sepanjang

pembuatan pin

Gambar 2. Delapan kl berada di daerah tus bagus untuk rumah at ibadah dimaksudkan un di depan klenteng (k merupakan gambaran j 1999- 2005)

3. Ho Kong Bio

7. Thien Hiem Kie

8. Khay Tjiana Sing On

gang Baru (centra perdagangan h

itus masyarakat Cina/Pasar Gang Ba

gang Gambiran, Belakang dan

unian/rumag tingga dan jasa);

gang Tengah (perkantoran dan jasa)

gang Besen (centra perdaga

intu/pagar besi) .

klenteng yang ada di Pecinan Semarang usuk sate dan menurut kepercayaan kaum

tau usaha. Pemanfaatan ruang tusuk sate ntuk menekan hawa buru dan membuang sial khusus jalan di gang Besen) merupakan j

jalan menuju surga atau kemakmuran (Su 1. T 2. Khong Tie Soe

6

5. L

4. Kwee Lak Kwa Ong

hasil bumi dan

aru);

gang Mangkok

);

angan dan jasa

yang kebanyakan m Tionghoa tidak e untuk bangunan l (Ciong). Jalan jalan besar yang umber: peneliti, . Tay Kak Sie

6.Tang Kee

(7)

Gambar 3..Aktivitas mulai parkir di pagi muat pada siang dan s sampai untuk kegiata data primer, 1999-200

di ruang jalan penggal jalan di Kawasa gi hari untuk pengunjung pasar Gang Bar sore, tempat berdo’a dan melakukan ritual an Warung Semawis pada tiam malam mingg

08)

(8)

Tabel I.

Perkembangan Fungsi Klenteng Dahulu dan Sekarang

No Nama Klenteng

Lokasi Fungsi Fungsi Klenteng

Dahulu Sekarang

Sebandaran Klenteng Tao

Sumber: Diolah dari berbagai sumber dan hasil induksi, 1999-2008

Semua aktivitas manusia berlangsung dalam ruang fisik. Ruang hanya berarti apabila dihuni oleh manusia, karena makna ruang diwujudkan oleh kehidupan manusia. Ruang tidak bisa ditanggapi secara komplet dari aspek fisik atau budaya secara terpisah. Ruang akan bermakna jika ruang mewadai dua makna sekaligus dimana ruang fisik mempunyai makna sosial dan ruang sosial selalunya dimanifestasikan oleh ruang fisik.

(9)

Tabel 2

Aktivitas, Fungsi Dan Bentuk Simbolisme Di Kawasan Pecinan

Unit Ruang Aktivitas dan atau Karakter yang tampak

Fungsi Bentuk Simbolisme Makna

Bangunan/Ruko - Perlindung - Tempat

tinggal/perlindunga baik dari cuaca atau gangguan lainnya

- Berdagang/berkarya - Tempat bekerja/bengkel/

berjualan/usaha dll

- Ruang toko

- Ruang kerja

- Penghidupan

- Berdo’a dan meletakkan sesaji

persembahan

- Tempat pemujaan pada

leluhur

- Kongpo ada di ruang

depan/ruang utama

- Bakti (Hsiao/Houw)

Klenteng - Berdo’a/Pemujaan

- Perayaan dewa/dewi

- Meletakkan sesaji

- Pemberian sedekah

- Tempat sembahyangan - Penempatang meja altar

dan patung mak co/ kong co atau altar leluhur

- Hubungan social

(Ceng Li)

- Bakti (Hsiao/Houw)

- Keseimbangan langit

dan bumi

- Pentas seni - Tempat berekspresi - Ruang terbuka untuk

panggung

- Ruang penerima tamu

- Ruang singgah

-

- Pegawasan - Pintu gerbang yang

menghubungakan dengan kawasan luar Pecinan

- Letak klenteng di ujung

gang

- Arah hadap klenteng

-

- Peletakan

patung/reliefe/gambar harimau putih, dewa pintu, tulisan Long-yai dan Hu-xiong

- Hiasan - Patung/gambar harimau

putih di depan klenteng/bangunan

- lukisan Long-yin atau

naga bersiul dan Hu-xiao

yang berarti harimau menggeram

- Patung/ukiran dewa pintu

- Perlindungan (menantang pengaruh jahat yang

mengganggu kelenteng tersebut)

- Melambangkan anak

(10)

Unit Ruang Aktivitas dan atau Karakter yang tampak

Fungsi Simbolisme Makna

Jalan Pergerakan kendaraan,manusia dan

barang

Ruang sirkulasi dan parkir Kehidupan

Bongkat muat barang Memajang barang dagangan Tempat berkarya

Ruang pamer Ruang kerja

Peletakan barang dagangan di ruang jalan Penempelan iklan

Arakan kong co/mak co Jalan lewat kong co/mak

co/Altar

Peletakan lampion Bakti (Hsiao/Houw)

Berdo’a/sujud di depan pintu Mempermudah hubungan antara

langit dan bumi

Meja altar di depan pintu

Pengapdian ‘Cung’ (setia).

Kawasan Klenteng di ujung jalan utama

masuk kawasan

-Penolak hawa buruk,

- Menghadang roh jahat

- Pos jaga

Posisi dan arah hadap kelenteng local dan lingkungan

Perlindungan

Kehidupan berkelompok sesuai

barang dagangan/suku

-Aglomerasi/keuntung-an ekonomi

- Menjaga keutuhan kelompok

Taponim jalan/gang Perlindungan

Pendirian klenteng di pusat aktivitas (dekat sungai)

Kemudahan pencapaian Klenteng masyarakat Rasa syukur

Pola Jalan Efisiensi Arah hadap/orientasi

jalan utara-selatan

(11)

Dari tabel di atas aktivitas yang ada baik yang dilakukan didalam rumah/ruko, di ruang jalan atau di dalam kawasan secara umum, bila dicermati secara lebih dalam, juga terlihat adanya keteratura diantara kesemrawuta yang ada. Pola-pola aktivitas baik jenis, lokasi dan karakter yang tampak yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut menunjukkan bahwa di dalam lingkungan fisik atau lingkungan geografis ada suatu lingkungan operasional di mana orang-orang bekerja dan mempengaruhi mereka. Di dalam lingkungan perseptual di mana orang-orang sadar secara langsung dan di mana mereka memberi arti simbolis, terdapat lingkungan tingkah laku di mana orang-orang tidaklah hanya peduli tetapi juga menimbulkan tanggapan terhadap tingkah laku yang sama. Ruang ini kenyataannya digunakan oleh kelompok sosial dan merefleksikan pola tingkah laku dan persepsi mereka (ruang sosial).

Dari kajian diatas dapat dilihat bahwa ada sebuah struktur imaginer yang terbentuk dari pemaknaan pada ruang fisik dan ruang sosial di kawasan pecinan, dapat dikatakan sebagai benteng berlapis. Benteng pertama dilindungi oleh benteng nyata (pada awallnya yang saat ini sudah dirobohkan), beteng ini didukung oleh peletakan klenteng masyarakat dan klenteng lokal sebagai penangkal roh jahat dan tempat pos penjagaan. Benteng kedua beropa perlindungan terhadap kegiatan perekonomian yang berupa algomerasi kegiatan, walaupun benteng ini sekarang mulai berubah menjadi spesifikasi, tetapi pada lingkun ini benteng perekonomian masih dapat dikenali. Benteng terakhir dapat dilihat jelas pada bentuk hunian masyarakat di pecinan. Faktoir keamanan merupakan terbenting bagi mereka, sehingga beberapa pengaman dapat dilihat pada bangunan di kawasan ini. Dari bentuk ini terlihat bahwa kawasa

n

juga memiliki makna keamanan. Pola benteng ini secara jelas dapat dilihat pada gambar berikut

Keterangan

Pelindung I: musuh (jaman dahulu) dan roh jahat

Pelindung II: Kehidupan perekonmian Pelindung III Keselamatan manusia Klenteng Masyarakat

Klenteng Lokal (orientasi jlan utama) Klenteng Lingkungan (ujung gang)

(Sumber: hasil analisis, 2008)

KESIMPULAN dan REKOMENDASI

Makna ruang yang dapat digali dari studi yang peneliti

lakukan dikawasan Pecinan komplek. Dari ruang-ruang fisik sebagai

wadah aktivitas, jika dikasi lebih lanjut ke ruang sosial akan

banyak makna yang membedakan ruang kawan ini dengan ruang

lainnya. Makna yang dapat dikenali antara lain berupa makna

penghormatan/bakti, pengapdian, , perlindungan, penghidupan, dan

keeimbangan.

Rekomendasi yang dapat diberikan dengan adanya makna-makna

ini, hendaknya dalam perencanaan ataupu upaya revilatlisasi

(12)

kawasan kita lebih elihat kearifan yang dibentuk oleh konsesnsus

masyarakat setempat, sehingga bentrokan aktivitas yang berdemensi

ruang dan waktu dapat dihindari

PUSTAKA BUDAYA DAN ARSITEKTUR PERMUKIMAN CINA

Text Books

Catanese, JA., 1983, ” Introduction to Urban Planning (terjemahan), Airlangga, Jakarta

Koentjoroningrat,….., “Manusia dan Kebudayaan di Indinesia” Djembana. LÜ Junhua., and Daniel Benjamin Abramson., 1997, “Vernacular

Architecture in Historic Chinese Cities”. Department of Urban Planning and Design of the School of Architecture at Tsinghua University Beijing, China.

Ma, J.C., and Fulong, Wu., 2005, “Restructuring the Chinese City:

Changing Society, Economy and Space”, First published, Routledge 2

Park Square, New York.

Norbet, Schnoenaver., 1992, “History of Housing”, McGill, University School of Architecture, Canada. (The Traditional Urban Houses in China)

Steinhardt, NS, 1984, “Chinese Traditional Architecture”, Chine Institute in America.

Rapoport, A., 1986, “Asal-Usul Budaya Pemukiman, dalam Pengantar Perencanaan Kota. Penyunting Catanese J. A., dan Snyder, terjemahan Sasongko, Airlangga, Jakarta

Rapoport, A., 1980, “Human Aspects of Urban Form: Toward a Man Environment Approach to Urban Form dan Design” 2nd Edition, Printed in Great Britain, Wheaton & Co. Ltd, Exeter. Oxfort: Pergamon Press. Williams. C. A. S, 2006, “Chinese Symbolism and Art Motifs”, Tuttle

Publishing, Singapore

Researches

Mutiari, Dani .,2007, ”Landasan Konsep Arsitektur Rumah Toko Cina: di Kawasan Sekitar Pasar Gedhe Surakarta”. Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)

Mutiari, Dani., 2005, “Tipologi dan Morfologi Permukiman Cina di Surakarta: Studi Kasus di Kampung Pecinan Pasar Gedhe Surakarta”. Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)

Kautsary, J., 2008,“Budaya dan Ruang pada Permukiman Tradisional Pecinan Semarang”, Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)

Kautsary, J., 2007, “Model Pengembangan Permukiman Tradisional Pecinan Sebagai Kawasan Wisata Budaya (Hibah Bersaing dikti 2007)

Kautsary, J., 2007,“Karakteristik Psikologis, Sosial dan Budaya Masyarakat Pecinan Semarang”, Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)

Kautsary, J., 2005, ”Konflik Kepentingan di Kawasan Permukiman Wisata Budaya Pecinan Semarang (Proceedings Seminar Nasional Arsitektur Lingkungan dan Pariwisata Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Hal. III-6 - III-14, ISSN 979-25-0021-9: 10 September 2005)

Kautsary, J., 2005, “Penolakan Masyarakat Pecinan terhadap Kebijakan dan Program Revitalsasi Kawasan”, Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta

(tidak dipublikasikan)

(13)

Kautsary, J., 2002, “Optimalisasi Ruang Terbuka Kawasan Pecinan sebagai Lingkungan Pejalan Kaki: Suatu Strategi Pendukung Revitalisasi Kawasan Little Netherland sebagai Kawasan Wisata Arsitektural”, Dikti, Jakarta.

Kautsary, J., 2001, “Identifikasi Potensi Ruang Terbuka Kawasan Pecinan Sebagai Kawasan Pejalan Kaki”, Dikti, Jakarta.

Kautsary, J.,1999, “Identifikasi Potensi Road Form dan Townscape Kawasan Pecinan Semarang”, Kopertis Wilayah VI, Jawa Tengah.

Johannes Widodod, 1988, “Chinese Settlement in Changing City”, Katholieke Universieit Lauven. Belgium (Tidak dipublikasikan)

Gambar

Gambar 1. Struktur kawasan Pecinan Semarang, yang
Gambar 2. Delapan klberada di daerah tusbagus untuk rumah atibadah dimaksudkan undi depan klenteng (kmerupakan gambaran j1999- 2005) klenteng yang ada di Pecinan Semarang usuk sate dan menurut kepercayaan kaum tau usaha
Gambar 3..Aktivitas mulai parkir di pagimuat pada siang dan ssampai untuk kegiatadata primer, 1999-200  di ruang jalan penggal jalan di Kawasagi hari untuk pengunjung pasar Gang Barsore, tempat berdo’a dan melakukan ritualan Warung Semawis pada tiam malam mingg08) an Pecinan, ru, bongkar al keagamaan gu (Sumber:
Tabel I.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengumpulan, pengolahan dan analisis terhadap data penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: dari hasil perhitungan dan hasil uji multikolinieritas,

Integrasi tauhid dalam konsep berpikir yang sistematis dan komprehensif Pemutaran Film Ceramah Diskusi Penugasan TM: 2 x 50” BT+BM: (1+1) x (2x60”) − Mahasiswa

Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen  pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti bahwa kepatuhan wajib pajak badan diperiksa lebih tinggi daripada kepatuhan wajib pajak badan tidak diperiksa, dan ukuran

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku maka Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 14 Tahun 2002 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga (Lembaran

Perdamaian Antar Umat Beragama). Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan Vol: XV, No.. Berbicara mengenai perbedaan agama, perbedaan paham agamapun menjadi salah satu

kelompok kontrol. Kesimpulan dan Saran.. Berdasarkan hasil dari analisa data dan perhitungan uji statistik, dapat diambil kesimpulan bahwa Ada perbedaan pengaruh core

Sumber Elvinaro 2010:115.. Komunitas merupakan istilah yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari pada berbagai kalangan. Dalam memaknakan komunitas pun berbagai