• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM SEJARAH (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM SEJARAH (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

(SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIALISME BELANDA)

Oleh: Kelompok II

JURUSAN PENDIDIKAN IPS EKONOMI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM

2013

MASNUN 151.116.056

(2)

A. LATAR BELAKANG SOSIAL, POLITIK

Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sedikit banyak di pengaruhi oleh latar belakang sosial politik, apalagi ketika zaman penjajahan Belanda, yang merupakan penjajah paling lama bertahan di Indonesia, hal ini menyebabkan kerusakan tatanan keislaman yang sudah ada di Indonesia saat itu, karena kaum kolonial belanda mempunyai misi yang ganda diantaranya Imperialis (Bangsa yang menjalankan politik menjajah Bangsa lain) dan kristenisasi.

Memang diakui bahwa belanda cukup banyak mewarnai perjalanan sejarah Islam di Indonesia. Cukup banyak peristiwa di Indonesia, baik sebagai pedangang, perorangan kemudian diorganisasikan membentuk kongsi-kongsi dagang yang diberi nama VOC, maupun sebagai aparat pemerintah yang menjajah dan berkuasa. Oleh sebab itu, wajar bila kedatangan mereka mendapat tantangan dan perlawanan dari penduduk pribumi, raja-raja, dan tokoh agama setempat.

Tujuan Belanda datang ke Indonesia, tidak lain adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal dagangnya yang pertama ke Indonesia tahun 1595, dibawah pimpinan Cornelis de Houtman Melihat hasil yang diperoleh Perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain yang berdiri juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. pada bulan maret 1602, perseroan-perseroan itu bergabung dan disahkan oleh Staten-General Republik dengan suatu piagam yang memeberi hak khusus kepada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang, berlayar, dan memegang kekuasaan dikawasan antara Tanjung Harapan dan Kepulauan Solomon, termasuk kepulauan Nuantara. Perseroan itu yang dikenal dengan VOC ( Vereenigde Oost Indische Compagnie).

(3)

Keadaan kerajaan-kerajaan Islam sendiri menjelang datangnya belanda di akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 ke Indonesia mengalami kemajuan, bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses Islamisasinya. Beberapa contoh diantaranya :

1. Kerajaan Malaka Islam di Sumatera Utara lebih di dominasi oleh daerah Aceh yang waktu itu berada pada masa kejayaan dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Karena Aceh merupakan pelabuhan transito, yang merupakan pelabuhan dagang, Aceh mencoba melakukan Ekspansi perluasan perdagangan dan perluasan Islam dengan menguasai Jambi, Tiku, Pariaman dan Bengkulu. Iskandar Muda wafat dalam usia 46 tahun pada 27 Desember 1636. Ia digantikan oleh Sultan Tsani, sultan ini mampu mempertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi setelah Ia meninggal dunia, 15 Februari 1641, Aceh berturut-turut dipimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Ketika itulah, Aceh mengalamai kemunduran. Daerah-daerah di Sumatera yang dulu berada dibawah kekuasaanya mulai memerdekakan diri.

2. Di Jawa pusat kerajaan Islam sudah pindah dari pesisir ke pedalaman, yaitu Demak ke Pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di jawa, diantranya :

1) Kekuasaan dan system politk didasarkan atas basis garis

2) Peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur, demikian juga pelayar jawa

3) Terjadinya pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya.

Kemajuan itu berubah menjadi kemunduran setelah datangnya bangsa barat. Kedatangan bangsa barat disatu pihak memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi kemajuan teknologi tersebut bukan dinikmati penduduk pribumi, melainkan tujuannya hanyalah untuk meningkatkan hasil penjajahanya. Jelasnya kehadiran belanda di Indonesia justru menimbulkan berbagai reaksi, yang dimulai sejak awal kedatanganya, seperti serangan Adipati Unus terhadap Portugis Malaka, Sultan Agung, Trunojoyo, Diponegoro,Perang paderi, perang Aceh, dsb.

(4)

1. Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah / Kolonial 2. Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukan rakyat

3. Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah-belah dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah

4. Janji dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan 5. Tujuan dapat menghalalkan segala cara.

Demikianlah, sejak Jan Pieters Zoon Coen (1587-1929) dengan meriam dan politk Machiavellinya menduduki Jakarta pada tgl 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia.

B. KEADAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KOLONIALISME BELANDA

Perkembangan pendidikan mulai merosot pada pertengahan abad ke 18. Sewaktu tanah jajahan di kembalikan kepada belanda pada tahun 1816, pendidikan berada dalam keadaan yang menyedihkan di tandai dengan tidak adanya satu sekolah pun di luar jawa.

Setelah pemerintah baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran Aufklarung atau Enlightenment memerintah di Indonesia, mulai diterapkan politik pengajaran liberal, yang berisikan antara lain: perluasan pengajaran bagi bumiputra, dan anak-anak Indonesia serta Tionghoa diperbolehkan memasuki sekolah-sekolah Belanda. Setelah pemerintah Belanda menyatakan politik etis maka bagi rakyat Indonesia terbukalah kesempatan untuk memasuki sekolah-sekolah, khususnya pendidikan rendah. Pada tahun 1907 atas perintah Gubernur Jenderal Van Heutz didirikanlah sekolah-sekolah desa. Pada awall abad 20 bermuncullah sekolah kelas satu, sekolah kelas dua, sekolah desa.

Dalam bidang pendidikan agama pemerintah Hindia Belanda, mempunyai sikap netral terhadap pendidikan agama disekolah-sekolah umum, ini dinyatakan dalam pasal 179 (2) I.S (Indische Staatsregeling) dan dalam beberapa ordonansi yang secara singkatnya sebagai berikut:

“Pengajaran umum adalah netral, artinya bahwa pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing. Pengajaran agama hanya boleh berlaku diluar jam sekolah”.

(5)

belum seimbang dengan populasi penduduk indonesia. Di tambah pula dengan tingkat penghasilan ekonomi masyarakat Indonesia yang rendah sehingga amat sedikit di kalangan bumiputra yang bisa memasuki dan melanjutkan ke sekolah-sekolah Belanda tersebut.

Berkenaan dengan itu, maka alternatif lain dari lembaga pendidikan yang lebih merakyat serta bersifat egalitarian (pandangan yg menyatakan bahwa manusia itu ditakdirkan sama derajat) adalah pendidikan di pesantren, surau atau dayah, maka lembaga-lembaga pendidikan itu adalah merupakan pilihan yang memungkinkan bagi masyarakat Indonesia, karena nya masyarakat muslim ketika itu banyak memasukkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan tersebut.

Pesantren dan sejenisnya dari segi sistem, metode dan materi berbeda dengan lembaga pendidikan sekolah yang di asuh oleh pemerintah Belanda. Dari segi sistemnya pesantren masih bersifat nonklasikal, metodenya berpusat kepada metode wetonan, sorogan, hafalan yang di sampaikan kepada pengajian kitab-kitab klasik, materinya semata-mata ilmu-ilmu agama saja. Sedangkan di sekolah-sekolah Belanda memakai sistem klasikal metodenya adalah seirama dan serasi dengan metode klasikal, materinya semata-mata pelajaran umum, disini tidak di ajarkan agama sama sekali.

Berkenaan dengan itu, kedua lembaga ini (pesantren dan sekolah), memiliki filosofi yang berbeda yang sekaligus melahirkan out put yang memiliki orientasi yang berbeda pula. Pada waktu itu muncullah perbedaan yang tajam antara ilmu agama dan ilmu umum, maka muncullah sistem pendidikan umum dan sistem pendidikan agama pada fase terakhir abad ke-19, serta di lanjutkan dan diperkuat pada abad 20.

Antara ke dua lembaga itu pilah dan terpisah tidak ada pertautan sama sekali, masing-masing berjalan sendiri-sendiri, mengenai hal ini Steenbrink, mendiskripsikan.

Dalam abad ke -19 khusus pada permulaan abad itu pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan sesudah pengajian AL-QUR’AN hampir di seluruh wilayah Indonesia pada masa ini pemerintah kolonial membuka lembaga pendidikan sendiri yang sama sekali tidak berhubungan dengan sistem pendidikan Islam.

(6)

Meskipun ada beberapa usulan yang seperti disebut diatas untuk memperbaiki pendidikan pribumi ternyata pemerintah Belanda tetap melaksanakan memilih untuk mengembangkan pendidikan sendiri, meskipun sebenarnya menurut Steenbrink ada beberapa pendapat memberikan penilaian positif terhadap sistem pendidikan asli Indonesia dalam perkembangan pendidikan modern.

Sebetulnya sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam, pada dasarnya tertolak dari sikap dan kebijakan mereka terhadap pendidikan Islam. Dalam kenyataan sejarah yang mereka alami bahwa muncul perlawanan-perlawanan dari umat Islam seperti perang paderi (1821-1827), perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1903), dan lain-lain, hal ini tentu menimbulkan sikap kehati-hatian pemerintah Belanda terhadap Islam.

Pemerintah Belanda pada mulanya tidak berani mencampuri masalah Islam, oleh karena belum adanya kebijakan yang jelas mengenai masalah ini. Disamping karena belum mengetahui pengetahuan mengenai Islam dan dan bahasa Arab, dan pada waktu itu Belanda belum mengetahui sistem sosial Islam. Barulah setelah datangnya Snouch Hurgronje pada tahun 1889, pemerintah kolonial Belanda mempunyai kebijakan yang jelas mengenai masalah Islam. Menurut Snouch Hurgronje membagi masalah Islam itu dalam 3 kategori, yakni:

1. Bidang agama murni atu ibadah 2. Bidang sosial kemasyarakatan 3. Bidang politik.

Tiap-tiap bidang memiliki alternatif pemecahan berbeda. Resep inilah yang kemudian dinamakan dengan Islam politik. Dalam kenyataan kenetralan itu tidak bisa terealisasi, banyak peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah Belanda guna mengawasi dan membatasi kegiatan Islam. Misalnya, peraturan (ordonansi) yang dikeluarkan tahun 1859 tentang masalah hajji. Ordonansi guru tahun 1905, yakni yang mewajibkan minta izin bagi guru-guru agama.

C. BERBAGAI KEBIJAKAN BELANDA DALAM BIDANG PENDIDIKAN ISLAM

(7)

kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula dibidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah westernisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah Barat di Indonesia selama ±3,5 abad. Ketika terjadi perang antara Rusia dengan Jepang pada tahun 1904-1905 M, raja Jerman mengirim pesan kepada raja Rusia yang berbunyi: “Melawan Jepang adalah panggilan suci untuk melindungi salib dan kebudayaan Kristen Eropa”. Itulah gambaran dari motif keagamaan orang barat terhadap Timur. Disamping itu sebagai bangsa penjajah pada umumnya mereka menganut pikiran Machiavelli yang menyatakan antara lain:

1) Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah.

2) Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat

3) Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah belah dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah

4) Janji dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan 5) Tujuan dapat menghalalkan segala cara.

Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panotogomo. Pada zaman Sultan Islam ini hitungan tahun Saka diasimilasikan dengan tahun hijriyah dan berlaku diseluruh negara. Nama hari dan bulan diambil dari Islam. Sedangkan hitungan tahunnya diambil dari Jawa. Hal itu menggambarkan adanya usaha mempertemukan unsur kebudayaan Islam dengan kebudayaan pribumi dalam hal-hal yang tidak merusak akidah dan ibadah.

(8)

Setelah Belanda dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari tokoh-tokoh politik dan agama yaitu pengeran Diponegoro, Imam Bonjol, Tengku Cik Di Tiro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin dan lain-lain, maka sejarah kolonialisme di Indonesia mengalami fase yang baru, yaitu Belanda secara politik sudah dapat menguasai Indonesia. Raja-raja didaerah masih ada, tetapi tidak dapat berkuasa penuh, baik disegi kewilayahan maupun dibidang ketatanegaraannya. Dengan demikian maka semua kekuasaan baik politik maupun ekonomi dan sosial budaya sudah berada ditangan penjajah. Belanda berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai dengan prinsip-prinsip kolonialisme, westernisasi dan kristenisasi.ketika Van den Boss menjadi Gubernur jenderal di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah-sekolah pemerintah. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan satu. Dan di tiap daerah Keresidenan didirikan satu sekolah kristen.

Gubernur Jenderal Van den Capellen pada tahun 1819 M mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda. Dalam surat edarannya kepada bupati tersebut sebagai berikut: “Dianggap penting untuk secepat mungkin mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat mentaati undang-undang dan hukum negara”.

Jiwa dari surat edaran diatas menggambarkan tujuan daripada didirikannya sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan agama Islam yang ada dipondok pesantren, masjid, mushalla dan lain sebagainya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf Latin.

Pada salah satu point angket yang ditujukan kepada bupati-bupati berbunyi:

“Apakah tuan bupati tidak sepaham dengan kami bahwa pendidikan yang berguna adalah sejenis pendidikan yang sesuai dengan rumah tangga desa”.

Jadi, jelas bahwa madrasah pesantren dianggap tidak berguna dan tingkat sekolah pribumi adalah rendah sehingga disebut sekolah desa, dan dimaksudkan untuk menandingi madrasah, pesantren atau pengajian yang ada didesa itu.

Politik pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas Islam didasari oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan rasa kolonialismenya.

(9)

bahwa orang yang memberikan pengajaran (baca pengajian) harus minta izin lebih dulu. Pada tahun itu memang sudah terasa adanya ketakutan dari pemerintah Belanda terhadap kemungkinan kebangkitan pribumi, karena terjadinya peperangan antara Jepang melawan Rusia yang dimenangkan oleh Jepang.

Pada tahun 1925 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang (kyai) boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu mungkin disebabkann oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyah, Partai Syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdatul Wathan dan lain-lain.

Pada tahun 1932 M keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonantie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme-Islamisme pada tahun 1928 M, berupa Sumpah Pemuda. Selain dari pada itu untuk lingkungan kehidupan agama Kristen diIndonesia yang selalu menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk menjaga dan penghalangi masuknya pelajaran agama disekolah umum yang kebanyakan muridnya beragama Islam, maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama. Yakni bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu agama sehingga sekolah pemerintah tidak mengajarkan agama. Dan pemerintah melindungi tempat peribadatan agama (Indische Staat Regeling pasal 173-174).

Jika kita melihat peraturan-peraturan pemerintah Belanda yang demikian ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan aktifitas madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam tempo yang tidak lama, pendidikan Islam akan menjadi lumpuh atau porak poranda. Akan tetapi apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah keadaan yang sebaliknya. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air hujan atau air bah yang sulit dibendung. Dibendung disini, meluap disana.

(10)

D. LEMBAGA PENDIDIKAN ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi(perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC.

Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan). Hal ini juga dikuatkan dari profil para guru di masa ini yang umumnya juga merangkap sebagai guru agama (Kristen). Dan sebelum bertugas, mereka juga diwajibkan memiliki lisensi (surat izin) yang diterbitkan oleh VOC setelah sebelumnya mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh gereja Reformasi.

Kondisi pendidikan di zaman VOC juga tidak melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk pribumi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi. Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya. Beberapa lembaga pendidikan yang adapa pada masa jaman penajajahn belanda adalah :

1. MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang pertama didirikan pada tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur asing. Sejak zaman jepang hingga sampai sekarang bernama SMP. Sebenarnya sejak tahun 1903 telah didirikan kursus MULO untuk anak-anak Belanda, lamanya dua tahun.

(11)

terdiri dari dua jurusan (afdeling= bagian), Bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan Bagian B (pengetahuan alam ) pada zaman jepang disebut sekolah menengah tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.

3. HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan golongan bumi putra atau tokoh-tokoh terkemuka. Bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda dan berorentasi ke Eropa Barat, khususnyairikan pada belanda. Lama sekolahnya tiga tahun dan lima tahun. Didirikan pada tahun 1860

4. Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah dan menerima sekolah lulusan bumi putra kelas III (lima tahun) atau sekolah lanjutan (vervolgschool). Sekolah ini didirikan bertujuan untuk mendidik tukang-tukang. didirikan pada tahun 1881

5. Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda dan lamanya sekolah tiga tahun menerima lulusan HIS, HCS atau schakel. Bertujuan untuk mendidik dan mencetak mandor jurusanya antara lain montir mobil, mesin, listrik, kayu dan piñata batu

6. Sekolah teknik (Technish Onderwijs) adalah kelanjutan dari Ambachtsschool, berbahasa Belanda, lamanya sekolah 3 tahun. Sekolah tersebut bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk menjadi pengawas, semacam tenaga teknik menengah dibawah insinyur.

7. Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs). Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan Eropa yang berkembang dengan pesat.

8. Pendidikan pertanian (landbouw Onderwijs) pada tahun 1903 didirikan sekolah pertaian Yang menerima lulusan sekolah dasra yang berbahasa penganatar Belanda, dll.

E. KURIKULUM PENDIDIKAN

Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Pendidikan Dasar

(12)

hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara,berdiri tahun 1630); Dll.

2. Sekolah Latin

Diawali dengan sistem numpang-tinggal In de kost di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah bahasa Latin. Setelah mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara permanent ditutup tahun 1670.

3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)

Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta. Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca, menulis, bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi dasar-dasar agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah materi bahasa Yunanu dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah ini hanya bertahan selama 10 tahun.

4. Sekolah Cina

Pada tahun 1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.

5. Pendidikan Islam

(13)

KESIMPULAN

Beberapa penjelasan diatas adalah merupakan sebagian dari uraian mengenai politik belanda terhadap Islam di Indonesia. Dengan gambaran demikian dapat pulalah diprediksikan bagaimana sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia.

Politik yang dijalankan pemerintah belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasarkan oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya yaitu Kristen dan rasa kolonialismenya. Sehingga dengan begitu mereka tetapkan berbagai peraturan dan kebijakan

Dalam bidang pendidikan, hal yang dirasakan umat Islam sangat diskriminatif atau merasa dibedakan adalah ordonansi guru tahun 1905. Ordonansi ini adalah mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru Agama. Ordinasi ini bisa digunakan oleh Belanda untuk menekan Islam.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Dra. Zuraini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, BUMI AKSARA, Jakarta, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Faris Ramadhan selaku Manajer Radio Perkasa FM juga menjelaskan tentang kendala yang dihadapi dalam menerapkan strategi komunikasi pemasaran untuk menarik

Saat proyektor akan digunakan untuk pertama kalinya, Anda dapat memilih bahasa yang diinginkan dan konfigurasi Mode Daya setelah layar pengaktifan ditampilkan.. Jika

Berdasarkan riwayat pasien yang sudah menjalankan pengobatan selama 5 bulan namun hasil BTAnya masih positif, maka dapat disimpulkan diagnosis pasien merupakan TB paru

Gerakan berjalan adalah gerakan yang menggunakan kaki kita untuk melangkah ke

Hasil uji BNT untuk perlakuan menunjukan bahwa pemberian ketiga jenis ekstrak pada umpan tidak ada perbedaan terhadap hasil tangkapan; tetapi pemberian ekstrak power bait dan

Tujuan Penelitian ini adalah mengembangkan mesin pemotong bagian atas gelas plastik bekas kemasan minuman (yang menyerupai gelang) dengan menggunakan motor listrik dan

Para karyawan koperasi sudah cukup mahir dalam mengoperasikan komput er, hal ini dapat di lihat dari hasil t abel 3 yang menunjukan 80,5% responden t elah

Sudiyono (2002) menyebutkan terdapat enam asumsi model cobweb yang harus di penuhi, pertama harga ditentukan oleh struktur persaingan yang terjadi pada proses