Manajemen Hutan Untuk Satwa Liar
(Studi Kasus Manajemen Hutan di Missouri, Amerika Serikat)
Disusun Oleh:
Afriansyah G352 170 171
PROGRAM STUDI BIOSAINS HEWAN DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MIPA
1. Hutan dan Manajemen
Hutan merupakan rumah, ekosistem mayoritas satwa teresterial dan sumber kehidupan di permukaan bumi. Hutan berfungsi sebagai penyokong kehidupan yang kompleks seperti sumber makanan, kayu, filtrasi air bersih serta fungsinya sebagai mitigasi bencana (banjir, longsor dan pengontrol iklim). Hutan dalam tujuan dan fungsinya menghadapi permasalahan yang beraneka ragam. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk menjaga agar tetap lestari memunculkan pemikiran-pemikiran untuk mengelola hutan dengan manajerial yang baku dan legal. Sehingga manajemen hutan pun sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan permasalahan yang dihadapi (Secretariat of the Convention on Biological Diversity 2009; UNHCR dan IUCN 2005)
Manajemen hutan dilakukan dengan memandang berbagai aspek baik sosial, ekonomi, budaya, hukum, budi daya tanaman hutan dan keperluan teknisnya. Termasuk memandang aspek estetika, pariwisata, daya dukung air, produksi hutan dan sumber hutan lainnya (Ministry of Forest and Range 2008). Manajemen hutan secara teknis dilapangan dapat juga diartikan sebagai seluruh keputusan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan secara berkelanjutan (Supratman dan Alam 2009)
Adapun manajemen hutan menurut simon (1999), pengelolaan (manajemen) hutan terbagi atas empat jenis diantaranya: (1) penambangan kayu (Timber extraction), (2) pengelolaan tanaman hutan, (3) pengelolaan sumberdaya hutan dan (4) pengelolaan ekosistem hutan. Manajemen hutan dalam tujuan konservasi satwa terintegrasi secara kolektif dalam pengelolaan ekosistem hutan. Manajemen seperi ini dilakukan di daerah konservasi di bawah pelaksanaan teknis Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Hutan yang dikelola badan ini diantaranya taman buru, hutn pelestarian alam, taman wisata alam dan hutan-hutan suaka alam (suaka margasatwa dan cagar alam) (Pasal 7 UU No,
41 Thn 1999 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6187/Kpts-II/2002).
2. Manajemen Hutan Konservasi
Keberadaan keanekaragaman hayati tertentu seperti amfibi, reptil, burung, mamalia dan satwa liar lainnya dipengaruhi oleh perencanaan dan tipe pengelolaan hutan (Burton et al. 2003). Hutan konservasi dalam tujuannya menjaga kelestarian ekosistem hutan dan biodiversitas didalamnya dilakukan secara terintegrasi dan terstruktur. BKSDA selaku pelaksana teknis melakukan pengelolaan dari unit terkecil hingga terpusat. Unit-unit manajemen ini secara mikro melaksanakan tugas berdasarkan fungsi lahan. Unit-unit yang bekerja dalam lahan yang berfungsi sebagai area konservasi biodiversitas dengan memperhatikan azas kekekalan hutan (Supratman dan Alam 2009).
Kawasan lindung menurut Secretariat of the Convention on Biological Diversity (2009) memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: a) Perlindungan biodiversitas dan proses
evolusi
b) Pencegahan dan menurunkan kemiskinan dengan mendukung mata pencahariaan c) Memastikan lahan atau tempat satwa untuk
berkembang biak, dari sisi lain menjadi penyokong ketahanan pangan (food
security) pada kondisi kritis.
d) Menyajikan tanaman-tanaman obat, komponen biokimia untuk industri farmasi dan penyeimbang ekologi yang mendukung aksi sebagai pembasmi penyakit (malaria sebagai contohnya)
e) Penyaringan air dan penyedia air bersih pada area pedesaan dan perkotaan di seluruh dunia
f) Mitigasi bencana alam dengan upaya sebagai pembatas dan zona penyokong dari badai banjir dan kekeringan
g) Membangkitkan ekonomi yang sangat tinggi dan sebagai aset kunci dalam industri pariwisata
3 | orcID: https://orcid.org/0000-0003-0200-3769
i) Perlindungan area dan hak dari masyarakat pribumi dan komunitas lokal, yang menyediakan sumber dan ruang untuk melanjutkan gaya hidup tradisional.
Hutan konservasi sebagai kawasan lindung sebagaimana di poin a diatas diharapkan menjadi upaya yang maksimal disertai manajemen yang terintegrasi.
3. Manajemen hutan untuk satwa liar
Satwa liar di suatu hutan membutuhkan makanan, sarang atau daerah perlindungan dan wilayah teritorial. Hutan menjadi berbagai macam habitat yang menyediakan segala kebutuhan tersebut, namun sering terganggu oleh kerusakan hutan yang terjadi (kebakaran dan tornado). Kerusakan yang terjadi dapat ditekan pengaruhnya dengan pengelolaan yang baik. Sehingga dapat dikatakan manajemen hutan adalah untuk menjaga keseimbangan tipe-tipe habitat dalam mendukung keragaman spesies (Conservation Commission of the State of Missouri 2003). Pengelolaan hutan dengan tujuan menjaga kelestarian satwa liar dapat tercermin dalam hutan suaka margasatwa. Wilayah yang dapat dikelola harus memenuhi beberapa kriteria yang diatur dalam pasal 27 PP no.28 Thn 2011 diantaranya: (1) merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan atau hampir punah, (2) memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi, (3) merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu dan atau (4) memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa.
Upaya manajemen hutan untuk satwa liar dapat dilakukan dengan merekayasa ataupun memodifikiasi habitat sesuai kebutuhan. Modifikasi habitat dapat dilakukan dengan mengontrol tegakan tanaman di suatu kawasan. Pengontrolan tegakan tanaman berdasarkan fungsinya terbagi atas tiga, diantaranya: (1) tegakkan muda, (2) tegakkan belum dewasa (remaja) dan (3) tegakkan dewasa (Conservation Commission of the State of Missouri 2003).
Tegakkan muda dapat dikontrol dengan memberikan ruang yang lebih. Pengontrolan
dapat dilakukan dengan pemangkasan kanopi tegakkan dewasa agar meningkatkan penetrasi cahaya masuk ke tanaman tegakkan muda (Gambar 1).
Pengontrolan ini meningkatkan produktivitas tanaman herba. Satwa liar yang sesuai dengan tegakkan ini diantaranya kadal endemik five-lined skink (Plestiodon fasciatus) (Gambar 4), kadal northern fence lizard
(Sceloporus undulatus) (Gambar 5), Kalkun
Meleagris gallopavo (Gambar 6), Burung Song
sparrow (Melopsiza melodia) (Gambar 7),
Burung Yellow breasted chat (Icteria virens) (Gambar 8), Kelelawar merah Lasiurus
borealis (Gambar 9), Rubah abu-abu Urocyon
cinereoargenteus (Gambar 10) dan Bobcat
(Lynx rufus) (Gambar 11) (Lampiran 1).
Gambar 1. Vegetasi dengan prioritas tegakkan muda (Sumber: Conservation Commission of the State of Missouri 2003)
Tegakkan belum dewasa (remaja) berupa tegakkan pohon usia dibawah 60 tahun dengan percabangan batang tampak terlihat masih kecil. Kondisi ini hanya sementara, mengingat tegakkan ini akan segera menjadi tegakkan dewasa (Gambar 2).
Satwa liar yang sesuai dengan tegakkan ini diantaranya Ular De Kays cokelat Storeria
dekayi (Gambar 12), Kadal Five-lined skink
(Plestiodon fasciatus) (Gambar 4), Belibis
Ruffed grouse (Bonasa umbellus)(Gambar 13),
Burung Hantu Eastern screech owl (Megascops asio) (Gambar 14), Burung Summer tanager
(Piranga rubra) (Gambar 15), Kelelawar
cokelat kecil Myotis lucifugus (Gambar 16),
Woodland vole (Microtus pinetorum) (Gambar
17) dan Tikus kaki putih Pereomyscus
leucopus (Gambar 18) (Lampiran 1).
Tegakkan dewasa berupa tegakkan berusia lebih dari 60 tahun dengan percabangan berukuran menengah hingga besar. Tegakkan ini merupakan habitat yang sangat baik dengan percabangan pohon yang banyak. Pada tegakkan pohon seusia ini mulai dijumpai banyaknya hewan yang bersarang di rongga atau lubang di batang pohon (Gambar 3).
Satwa liar yang sesuai dengan tegakkan ini diantaranya Salamander Ambystoma
maculatum (Gambar 19), Kadal Broadhead
skink (Plestiodon laticeps) (Gambar 20), Katak
pohon abu-abu Hyla versicolor (Gambar 21), Burung pelatuk Downy woodpecker (Dryobates
pubescens) (Gambar 22), Burung Ovenbird
(Seiurus aurocapilla) (Gambar 23), Burung
pengicau Kentucky warbler (Geolthlypis
formosa) (Gambar 24), Tupai abu-abu Sciurus
carolinensis (Gambar 25), Rakun Proycon
lotor (Gambar 26) dan Bajing tanah timur
Tamias striatus (Gambar 27) (Lampiran 2).
Daftar Pustaka
Conservation Commission of the State of Missouri. 2003. Forest management for
Missouri landowners. Missouri (US):
Missouri Department of Conservation. Ministry of Forest and Range. 2008. Glossary
of Forestry Terms in British Columbia. Http://www.for.gov.bc.ca, diakses pada tanggal 4 Januari 2018 Pukul 21.36 WIB. Burton PJ, Messier C, Smith DW, Adamowicz.
2003. Towards sustainable management of
the boreal forest. (CA): NRC Research
Press.
Simon H. 1999. Pengelolaan hutan bersama rakyat: Teori dan aplikasi pada Hutan Jati
di Jawa. Yogyakarta (ID): Bigraf
Publishing.
Secretariat of the Convention on Biological Diversity. 2009. Sustainable Forest
Management, Biodiversity and
Livelihoods: A Good Practice Guide.
Montreal (CA): Convention on Biological Diversity.
Supratman. Alam S. 2009. Manajemen Hutan. Makassar (ID): Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan Universitas Hasanuddin.
UNHCR dan IUCN. 2005. Forest management in refugee and returnee situation: a
handbook of sound practices. Genewa
(CH): SroKundig. Gambar 3. Vegetasi dengan prioritas tegakkan
5 | orcID: https://orcid.org/0000-0003-0200-3769
Lampiran 1.
Foto spesies-spesies hewan berdasarkan tipe tegakkan pohon muda dan belum dewasa
Lampiran 2.
Foto spesies-spesies hewan berdasarkan tipe tegakkan pohon dewasa.