• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN DAL (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN DAL (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN

DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

David Baniardy Nurrahman

davidbaniardy@students.unnes.ac.id

DATA BUKU

Nama/Judul Buku : Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan

Penulis/Pengarang : Muhammad Erwin, SH., M.Hum. Penerbit : Refka Aditama

Tahun Terbit : 2011 Kota Penerbit : Bandung

Bahasa Buku : Bahasa Indonesia Jumlah halaman : 211 Halaman

ISBN Buku : 978-979-1073-99-8

PEMBAHASAN BUKU

(2)

merugikan lingkungan sosial di sekitarnya. Banyak masyarakat yang mengeluh dan merasa dirugikan. Dari konsep tersebut dapat dikatakan bahwasnya pembangunan ini tidak memperhatikan ketiga pilar pembangunan tersebut. Mereka hanya memperhatikan bagaimana caranya pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik tetapi hal itu menimbulkan keresahan masyarakat dengan menghilangkan daerah resapan air. Disini hanya angka ekonomi yang diutamakan tetapi angka sosial dan lingkungan hidup tidak diperhatikan dalam konsep pembangunannya. Hal seperti inilah merupakan suatu eksploitasi terhadap lingkungan hidup. Penggundulan lahan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global tumpahan minyak di laut, ikan mati di anak sungai karena zat-zat kimia, dan punahnya species tertentu adalah beberapa contoh dari masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam literatur masalah-masalah lingkungan dapat dikelompokkan kedalam tiga bentuk yaitu pencemaran lingkungan (pollution), pemanfaatan lahan secara salah dan pengurasan atau habisnya sumber daya alam . Tetapi, jika dilihat dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, masalah-masalah lingkungan hanya dikelompokan ke dalam dua bentuk, yakni pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan hidup.

Pembedaan masalah lingkungan hidup ke dalam dua bentuk dapat dilihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang kemudian dicabut oleh UU NO 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).

Dalam buku ini, pengertian pencemaran lingkungan adalah sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, yakni :

Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan, sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pengertian perusakan lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 14, yaitu:

Tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fsik dan/ atau hayati yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup baik karena terjadinya pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost), dan terganggunya sistem alami (natural system). Substansi hukkum lingkungan yang mencakup sejumlah ketentuan-ketentuan hukum tentang dan berkaitan dengan upaya-upaya mencegah dan mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup. Van den Berg membagi hukum lingkungan ke dalam lima bidang, yakni: hukum bencana, hukum kesehatan lingkungan, hukum tentang sumber daya alam, atau hukum tentang sumber daya alam atau hukum konservasi, hukum tentang pembagian pemakaian ruang, hukum perlindungan lingkungan. Hukum penyelesaian sengketa lingkungan terdiri atas ketentuan-ketentuan hukum penyelesaian sengketa melalui proses peradilan dan tata cara penyelesaian sengketa di luar proses peradilan. Beberapa pokok bahasan dalam hukum penyelesaian sengketa lingkungan, antara lain, berkaitan dengan hukum acara di Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara, hak gugat, gugatan perwakilan, pembuktian, pertanggungjawaban perdata, negosiasi dan mediasi lingkungan.

(3)

kriteria baku kerusakan lingkungan, perlindungan tentang pemanfaatan sumber daya alam, sanksi-sanksi hukum pidana yang berkaitan dengan pengambilan dan pemanfaatan sumber daya alam.

Posner salah seorang sarjana penganjur terkemuka teori pendekatan ekonomi terhadap hukum, berpandangan bahwa teori pendekatan ekonomi terhadap hukum semestinnya menjadi landasan dan acuan bagi pengembangan dan analisis terhadap hukum pada umumnya. Dalam konteks penerapannya ke dalam hukum lingkungan, teori pendekatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dasar ilmu ekonomi yang memandang masalah-masalah lingkungan bersumber dari dua hal, yaitu kelangkaan sumber daya alam dan kegagalan pasar. Kelangkaan sumber daya alam menjadi sumber permasalahan dalam kehidupan manusia. Manusia mengandalkan sumber daya alam untuk dapat memenuhi keinginannya. Masalahnya adalah bahwa sumber daya alam tidak mungkin memenuhi semua keinginan manusia, oleh sebab itu perlu ada kebijakan dari pemerintah tentang alokasi pemanfaatan sumber daya alam. Kebijakan alokasi yang baik adalah kebijakan yang dapat memaksimmalkan kepuasan atau keinginan orang perorangan. Bagi para penganjur pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan misalkan pencemaran lingkungan dipandang semata-mata sebagai bentuk eksternaliti akibat pasar tidak memasukan seluruh unsur biaya yang semestinya dimasukan ke dalam harga dari produk yang bersangkutan. Jadi eksternalitas semata-mata dipandang sebagai akibat kegagalan pasar. Oleh sebab itu, pengaturan hukum lingkungan hanya dapat dibenarkan apabila hukum lingkungan berfungsi sebagai upaya rasional untuk memperbaiki kegagalan pasar dalam mengalokasikan penggunaan sumber daya alam secara efsien atau untuk mencapai pendistribusian kekayaan secara lebih adil.

Pengembangan hukum lingkungan berdasarkan teori hak dipengaruhi pleh flsafat moral atau etika. Aliran flsafat ini menganggap perbuatan yang menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan perbuatan jahat (evils) sehingga masyarakat atau negara wajib menghukum perbuatan semacam itu. Teori hak ini juga mencakup dua aliran pemikiran, yaitu libertarianisme di satu sisi dan aliran pemikiran tentang hak-hak hewan (animal rights) di sisi lain.

Bagi libertarianisme, jika sebuah sistem hukum mengakui keberadaan hak atas lingkungan hidup, maka hak itu berfungsi sebagai pelindung bagi perorangan pemegang hak untuk menolak keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan atau mengancam hak atas lingkungan hidup, meskipun keputusan atau kebijakan pemerintah secara ekonomi dianggap efsien.

Beberapa sarjana mengusulkan perlunya membangun etika ekologis dan perlindungan hak-hak hewan sebagai dasar bagi hukum dan kebijakan lingkungan hidup. Aldo Leopold mengusulkan perlunya konsep etika tanah (land etic), yaitu aturan perilaku untuk melindungi komunitas yang tidak saja terdiri atas manusia, tetapi juga mencakup tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Sebuah kebijakan dianggap baik apabila tidak mengancam integritas, stabilitas, dan keindahan komunitas.ndengan demikian Leopold menginginkan adanya perlakuan yang sama terhadap semua makhluk sebagai bagian dari komunitas etik.

(4)

mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak saja merugikan dirinya, tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan, serta mengubah atau mengarahkan kesukaan warga demi kebaikan masyarakat secara keseluruhan. Agar pendekatan paternalisme tidak melanggar kebebasan dan hak individual, pengaturan hukum atau kebijakan yang dibangun atas dasar teori paternalisme diperlukan keterbukaan institusi-institusi pemerintah dan individu-individu memiliki akses dalam proses politik yang menghasilkan kebijakan paternalisme negara. UULH 1982 merupakan sumber hukum formal tingkat undang-undang yang pertama dalam konteks hukum lingkungan modern di Indonesia. UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep –konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Disamping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup. Setelah UULH tahun 1982 berlaku selama sebelas tahun ternyata oleh para pengambil kebijakan di pemerintah, khususnya di lingkungan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan BAPEDAL, berpandangan, bahwa kegagalan dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akibat kelemahan penegakan hukum UULH 1982. Oleh karena itu pemerintah menyempurnakan UULH tersebut pada tahun 1997. Perkembangan terbaru adalah pemerintah mengundangkan UU No. 32 Taun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun 2009 No.140) yang menggantikan UULH 1997. UU ini secara normatif dan politik merupakan produk dari hak inisiatif DPR RI. Tetapi secara empiris peran Eksekutif, khususnya Kementrian Lingkungan Hidup sangat penting mempersiapkan RUUPPLH. Pengertian pembangunan berkelanjutab, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 3 UUPPLH, adalah “ upaya sadar dan terncana, yang memadukan lingkungan hidup sosial, ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keselamatan, kemampuan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa mendatang”.

Pengertian ekosistem sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 5 adalah “ tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.” Pengertian pelestarian fungsi lingkungan hidup dirumuskan dalam Pasal 1 butir 7, yaitu; “kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya.” Selanjutnya, konsep daya tampung lingkungan hidup dirumuskan sebagai berikut “ kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya.” Konsep daya dukung lingkungan berguna dalam kaitannya dengan pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Pengertian sumber daya alam dirumuskan Pasal 1 ayat 9 UUPPLH adalah, “unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya alam,, baik hayati maupun non-hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem”.

Dalam UUPPLH tidak lagi menggunakan konsep kewenangan negara, tapi kewenangan pemerintah yang dibedakan atas pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota. Perubahan konsep ini tampaknya didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep negara lebih luas karena mencakup pemerintah, teritorial dan warga negara. Negara dijalankan oleh pemerintah sebagai sebuah organisasi kekuasaan negara.

(5)

1. Menetapkan kebijakan nasional

2. Menetapkan norma-norma, standar, prosedur, dan kriteria.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang tersebut diatas, maka menarik untuk ditulis dalam sebuah skripsi yang berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru kelas IV di SD Negeri 24 Palembang tahun ajaran 2018/2019 yaitu, guru dalam kegiatan proses pembelajaran

Mosher (1987:198) memberi batasan bahwa petani adalah manusia yang bekerja memelihara tanaman dan atau hewan untuk diambil manfaatnya guna menghasilkan

Uji Aktivitas Antioksidan serta Penetapan Kadar Flavonoid Total dari Ekstrak dan Fraksi Daun Paitan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray), Prosiding Penelitian

SIMULASI PENJADWALAN PRODUKSI PADA INDUSTRI FURNITURE SEBAGAI SOLUSI ESTIMASI TOTAL WAKTU SELESAINYA ORDER..

waktu proses integrasi, dalam artikel ini dipaparkan teknis menurunkan beberapa skema implisit untuk menyelesaikan MNAPDB orde satu dengan asumsi bentuk fungsi

Persediaan karbon pada lahan hutan umumnya sangat tinggi baik dalam tubuh vegetasi, dalam tanah ataupun dalam bentuk serasah, dibandingkan dengan dengan lahan kakao.. Ini

Analisis kebutuhan anak tunalaras berdasarkan hasil asesmen, berdasarkan hasil asesmen yang telah diuraikan pada anak tunalaras kelas dua di SLB E Prayuwana Yogyakarta, mulai