• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis kasus Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, siswa kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis kasus Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, siswa kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

TAHAP PERKEMBANGAN MENULIS PERMULAAN SISWA AUTIS :

KASUS RIFKI LAZUARDI DAN FATHONI DEWANTOKO, SISWA

KELAS II DI SLB CITRA MULIA MANDIRI, MAGUWOHARJO,

DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007/2008

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh

DWI RETNOWATI

041224025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Retnowati, Dwi.. 2008.Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Siswa Autis: Kasus Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, Siswa Kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Depok, Sleman, Yogyakarta, Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi. S1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh siswa autis kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, SLeman, Yogyakarta, tahun ajaran 2007/2008. Rumusan masalah utama penelitian, yaitu: (1)Bagaimanakah tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Khususnya Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko? (2) Adakah perbedaan tahap perkembangan menulis permulaan antara Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko? Teknik pengumpulan data menggunakan tes menulis, pengamatan (observasi), wawancara terhadap dua orang guru yang mengampu masing-masing siswa autis tersebut. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen peneliti menggunakan teknk triangulasi, yaitu dengan cara mencocokkan data yang diperoleh dengan data hasil wawancara terhadap dua orang guru yang mengampu kedua siswa. Instrumen tes menulis di analisis dengan cara menilai dan menyimpulkan hasil pekerjaan siswa menggunakan kriteria Penilaian Acuan Patokan hasil wawancara dianalisis dengan cara mentranskip hasil wawancara, mengkoding hasil transkip wawancara, kemudian mendeskripsikannya. Hasil pengamatan (observasi) disimpulkan dengan cara mendeskripsikan hasil pengamatan.

Hasil umum analisis deskriptif menunjukkan bahwa tahap perkembangan kemampuan menulis yang dialami Rifki Lazuardi adalah tahap pra menulis, tahap menebalkan huruf, tahap identifikasi huruf, tahap menyalin huruf vokal, tahap menyalin huruf konsonan, tahap dikte huruf vokal, tahap dikte huruf konsonan, tahap menyalin kata, sedangkan tahapan perkembangan menulis yang dialami oleh Fathoni Dewantoko adalah tahap pra menulis, tahap identifikasi huruf, tahap menyalin huruf vokal, tahap menyalin huruf konsonan, tahap menyalin kata.

Terdapat perbedaan dalam tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko. Tahapan yang dilalui oleh Rifki Lazuardi dalam perkembangan menulis permulaan jauh lebih banyak daripada tahapan perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh Fathoni Dewantoko. Dalam perkembangan menulis permulaan menulis permulaan Rifki Lauardi mengalami delapan tahap, sedangkan Fathoni Dewantoko hanya mengalami lima tahap. Ada 2 tahap perkembangan dalam menulis permulaan yang tidak dilalui oleh Fathoni Dewantoko. Tahapan itu antara lain adalah tahapan menebalkan huruf dengan cara menebalkan titik-titik untuk membentuk huruf, dan tahapan dikte huruf. Tahap menebalkan huruf tidak ia lewati karena Fathoni Dewantoko mengalami cacat pada matanya sehingga tidak dapat melihat garis atau titik dengan jelas.

(5)
(6)

ABSTRACT

Retnowati, Dwi. (2008). Development Stage of Early Writing Skills on Autistic Students; A Study Case on Rifki Lazuardi and Fathoni Dewantoko, Second Grade Students of Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Academic Years 2007/2008. An Undergraduate Thesis: Department of Language, Indonesia Letters, and Vernacular Education, Faculty of Teachership Education, Sanata Dharma University.

The aim of this research is to describe the developmental stage of early writing skills on autistic second grade students of Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, on the academic year 2007/2008. The main problem formulations in this research are: (1) “How does the development stage of early writing skills on autistic second grade student of Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, especially Rifki Lazuardi and Fathoni Dewantoko?” (2) “Are there differences on the development stage of early writing skills on Rifki lazuardi and Fathoni Dewantoko?” Data collection is applied using writing tests, observation, and interview toward two teachers that teach the pupils mentioned. In order to acknowledge the validity and reliability of the instrument, it was brought and discussed with the professional who are the headmaster of Citra Mulia Mandiri SLB and the teachers of the pupils mentioned. The tests instruments were analyzed by grading and summarize the students’ result using standard matrix criteria. The interviews were analyzed by transcript, coding it, and describe it. The observation result was summarized.

The general descriptive analysis showed that the development stage of writing skills on Rifki Lauardi and Fathoni Dewantoko which was started from early stage (simple one to the more complex one). The stages experienced by Rifki Lazuardi were: pre-writing, tracing, identifying, copying vocals, copying consonants, dictating vocals, dictating consonants, and copying words. Were else experienced by Fathoni Dewantoko were: pre-writing, identifying letters, copying vocals, copying consonants, copying words.

Rifki Lazuardi and Fathoni Dewantoko experienced difference stages of early writing skills. Rifki Lazuardi experienced much more early writing skills stages than Fathoni Dewantoko did. There were eight stages on Rfiki Lazuardy and only five stages on Fathoni Dewantoko. There are several early sriting skills stages that Fathoni Dewantoko missed. Those stages are tracing letters made of dots and dictating letters. Fatoni Dewantoko skips tracing stages for he has an eye sight defect that made him unable to see line and dots visibly.

(7)
(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

TAHAP PERKEMBANGAN MENULIS PERMULAAN SISWA AUTIS: KASUS RIFKI LAZUARDI DAN FATHONI DEWANTOKO, SISWA KELAS II DI SLB CITRA MULIA MSNDIRI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA, TAHUN AJARAN 2007/2008

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demukian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demukian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Pada tanggal 24 Oktober 2008

Yang menyatakan

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selama mengadakan persiapan sampai penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. B. Widharyanto, M.Pd selaku dosen pembimbing, yang memberikan bimbingan kepada penulis dengan penuh dedikasi dan kesabaran sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Drs. J. Prapta Diharja, S.J, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Ibu Eny Winarti, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SLB Citra Mulia Mandiri

Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

4. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang dengan sabar memberikan bimbingan belajar selama penulis di bangku kuliah.

(10)

6. Kakek dan Nenek yang selalu memberikan doa dan semangat pada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Suamiku tercinta yang selalu memberikan doa dan cinta sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Adikku Dian yang telah memberiku semangat agar skripsi ini selesai. 9. Sahabatku Dian yang telah banyak membantuku baik nasehat, motivasi,

dan doanya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak dukungan sehingga skripsi ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna pengembangan dan menyempurnakan penelitian ini akan penulis terima dengan senang hati. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………i

HALAMANPERSETUJUAN PEMBIMBING………...ii

HALAMANPENGESAHAN………..iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………...iv

MOTO………...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...vi

ABSTRAK………vii

ABSTRACT………..ix

KATA PENGANTAR………..xi

DAFTAR ISI……….xiii

DAFTAR TABEL……….xvi

DAFTAR LAMPIRAN………..xvii

DAFTAR GAMBAR………...xviii

BAB I PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang Masalah …...……….1

B. Pembatasan Masalah ………...9

C. Rumusan Masalah ………. ………...9

D. Batasan Istilah…. ………10

E. Tujuan Penelitian …………... ………..10

(12)

G. Sistematika Penyajian………..………11

BAB II LANDASAN TEORI………12

A. Penelitian yang Relevan ………..15

B. Kerangka Teoritis………..…115

1. Autisme dan Gangguan Perkembangan………16

2. Anak dengan Kebutuhan Khusus………23

3. Penanganan Anak Autis………..25

4. Perkembangan Perilaku Anak Normal………28

5. Perkembangan dan Pemerolehan Bahasa Anak………...41

6. Pengajaran Menulia Permulaan……….46

7. Pengertian Belajar Mengajar………..48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….48

A. Jenis Penelitian …...………...………...…...48

B. Subyek Penelitian………...………..………50

C. Jenis Data………..50

D. Instrumen Penelitian………...52

E. Keandalan Instrumen……….52

F. Teknik Pengumpulan Data……….54

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian………..55

H. Teknik Analisis Data………..59

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA………….………..59

(13)

1. Observasi………...63

2. Saat Pembelajaran………65

3. Wawancara………67

B. Pembahasan………...67

1. Deskripsi Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Rifki Lazuardi………67

2. Deskripsi Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Fathoni Dewantoko………73

3. Perbedaan Tahapan Perkembangan Menulis Permulaan Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko………79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...79

A. Kesimpulan ………...79

B. Saran……..……….81

DAFTAR PUSTAKA………...83

LAMPIRAN ………....

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Instrumen Penelitian...2

LAMPIRAN 2 : Lembar jawaban menebalkan huruf vokal...3

LAMPIRAN 3 : Lembar jawaban menebalkan huruf konsonan...4

LAMPIRAN 4 : Lembar jawaban menyalin huruf vokal...5

LAMPIRAN 5 : Lembar jawaban menyalin huruf konsonan...6

LAMPIRAN 6 : Lembar jawaban menyalin kata...7

LAMPIRAN 7 : Lembar jawaban dikte huruf vokal dan konsonan...8

LAMPIRAN 8 : Lembar jawaban melengkapi kata...9

LAMPIRAN 9 : Lembar penilaian identifikasi huruf...10

LAMPIRAN 10 : Hasi penilaian identifikasi huruf Rifki Lazuardi...11

LAMPIRAN 11 : Hasil penilaian identifikasi huruf Fathoni Dewantoko...12

LAMPIRAN 12 : Hasil pekerjaan Rifki Lazuardi...13

LAMPIRAN 13 : Hasil pekerjaan Fathoni Dewantoko...23

LAMPIRAN 14 : Data hasil tes pra menulis ...33

LAMPIRAN 15 : Data hasil tes menulis permulaan ...34

LAMPIRAN 16 : Data perbedaan tahap perkembangan Rifki dan Fathoni...36

LAMPIRAN 17 : Laporan perkembangan Rifki lazuardi...37

LAMPIRAN 18 : Laporan Perkembangan Fathoni Dewantoko...46

LAMPIRAN 19 : Buku catatan Rifki Lazuardi……….68

LAMPIRAN 20 : Buku catatan Fathoni Dewantoko……….83

LAMPIRAN 21 : Transkip wawancara guru 1………..98

LAMPIRAN 22 : Transkip wawancara guru 2………101

LAMPIRAN 23 : Dokumentasi identifikasi huruf………...105

LAMPIRAN 24 : Dokumentasi menulis huruf………107

LAMPIRAN 25 : Ijin Penelitian………..109

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rifki Lazardi sedang menulis huruf………69

Gambar 2. Rifki Lazuardi sedang belajar identifikasi huruf vokal………69

Gambar 3. Rifki Lazuardi sedang identifikasi huruf konsonan………69

Gambar4. Rifki Lazuardi sedang menulis dengan bantuan guru………70

Gambar 5. Fathoni Dewantoko sedang belajar identifikasi huruf………74

Gambar 6. Fathoni Dewantoko sedang belajar menulis huruf vokal………74

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya anak berhak memperoleh pendidikan yang layak. Tetapi pada kenyataannya masih banyak anak yang belum memperoleh pendidikan yang memadai. Di samping kurangnya dukungan dari orang tua dan

kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap anak kurang mampu, ternyata ada hal yang lebih utama, yaitu kesadaran dari anak untuk menuntut ilmu sebagai suatu kewajiban bukan suatu tekanan atau paksaan. Seharusnya di zaman yang semakin modern ini, pendidikan harus tetap menjadi nomor satu, karena kalau tidak, kita akan semakin terbelakang dan tertinggal dari yang lainnya.

Pendidikan merupakan proses belajar yang mencakup suatu proses dalam keseluruhan kurun waktu kehidupan individu yang secara terus-menerus sejak masa prenatal sampai akhir hayat. Pendidikan tidak hanya berlangsung secara formal melalui sekolah-sekolah tetapi dapat pula

pendidikan non formal yaitu melalui kursus-kursus atau lembaga-lembaga. Di dalam pendidikan terdapat suatu proses berpikir yang logis sistematis juga terdapat berbagai macam pengolahan informasi yang telah diperoleh. Pendidikan dapat pula diartikan sebagai usaha sadar, sengaja, dan

(17)

Banyak anak yang kurang mendapatkan perhatian dalam bidang pendidikan, khususnya bagi mereka anak-anak yang memiliki kecacatan mental. Mereka tidak bisa bersekolah layaknya anak normal. Dibutuhkan sekolah atau lembaga khusus untuk menampung anak-anak yang memiliki kelainan cacat mental. Dalam pengajarannya pun dibutuhkan metode dan pengajaran khusus yang tidak bisa dilakukan oleh kebanyakan orang. Pendidikan khusus untuk anak cacat mental dilakukan guna membimbing mereka agar mereka juga merasakan hak memperoleh pendidikan yang layak. Di dalam pengajarannya dibutuhkan guru atau pengajar yang telah ahli dibidangnya.

Banyak anak-anak yang memiliki kelainan ketika ia dilahirkan. Hal itulah yang akan menjadi hambatan dalam perkembangannya jika ia tidak diperhatikan, serta kurangnya kepedulian dari orang tuanya. Saat ini anak dengan kelaianan hambatan perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang cukup drastis. Anak special needs atau anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam

(18)

Kelainan perilaku yang serius dan semakin banyak dijumpai yaitu autisme masa anak-anak (autisma infantil). Autisma berasal dari kataauto yang berarti sendiri. Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Mereka cenderung lebih suka asyik terhadap dirinya sendiri. Penyimpangan ini disebut autisma dan para penderitanya disebut autis (Handojo, 2003). Autisme merupakan masalah yang paling berat yang dihadapi oleh orang tua dan itu harus diatasi sejak dini serta membutuhkan penanganan yang khusus. Di sini perhatian dan dukungan lebih banyak dari banyak pihak dibutuhkan untuk penanganan anak autis. Tidak hanya dukungan dari keluarga, dukungan dari masyarakat dan pemerintah pun turut menjadi hal yang utama guna penanganan anak autis ini.

Anak autis tidak dapat bersekolah seperti layaknya anak normal pada umumnya. Dibutuhkan sekolah atau lembaga khusus yang mampu

(19)

sistemone on one. Dalam artian satu guru mengampu satu siswa dalam

pembelajarannya. Hal ini dikarenakan kondisi anak autis antara anak yang satu dengan anak yang lain berbeda-beda. Kondisi siswa yang berbeda inilah yang menyebabkan merekla membutuhkn perhatian dan pengawasan ekstra dari orang yang telah ahli dibidangnya.

Pembelajaran yang sesuai denmgan kondisi anaka akan mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar. Proses belajar anak autis ini berbeda dengan proses pembelajaran pada anak-anak normal pada umumnya. Dibutuhkan waktu yang lama agar si anak dapat mencapai taraf pembelajaran yang lebih tinggi. Pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa.

Penyandang autisme memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa, baik bahasa secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu siswa autis

membutuhkan metode dan penanganan yang khusus dalam pengajarannya. Anak yang mengalami penyimpangan perilaku seharusnya lebih mendapatkan perhatian yang khusus dari banyak pihak, terutama dari orang tuanya. Pada masa awal perkembangannya seharusnya lebih diperhatikan pada

perkembangan bahasanya agar anak-anak tersebut tidak terlalu jauh

(20)

Piaget memandang perkembangan intelektual berdasarkan

perkembangan struktur kognitif. Semua anak melewati setiap tahap tersebut secara hierarki, artinya anak tidak dapat melompati suatu tahap tanpa melaluinya. Piaget dan kawan-kawan mengidentifikasikan empat tahap perkembangan kognitif anak-anak yaitu: tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap pra operasional (2-7 tahun), tahap operasi konkret (6-11 tahun atau 6-12 tahun), dan tahap operasi formal (11-14 tahun).

Anak yang mengalami gangguan perkembangan seringkali mengalami kesulitan dalam menguasai suatu keterampilan berbahasa, baik lisan maupun tulis. Dalam menguasai keterampilan berbahasa itu dibutuhkan aspek-aspek yang mendukung agar pembelajaran akan berhasil. Rofi’udin dan Zuhdi (1999), mengungkapkan ketiga aspek yang berperan dalam pembelajaran yaitu, kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan dimensi psikomotorik. Kesuksesan dalam pembelajaran akan berhasil seiring dengan tahap

perkembangan kemampuan kognitif seorang anak. Untuk menguasai seluruh keterampilan tersebut tidak mungkin diperoleh secara tiba-tiba, diperlukan adanya suatu proses yang panjang, hingga pada akhirnya anak dapat

menguasai suatu keterampilan tersebut. Semua tahap ini selalu diawali dengan proses permulaan hingga pada akhirnya mendapatkan suatu hasil yang

diinginkan dengan ketercapaian tujuan pembelajaran seperti yang sudah ditentukan.

(21)

suatu tahap yang bertingkat. Tahapan itu dimulai dari yang rendah sampai pada tingkatan yang tinggi mengikuti proses perkembangan kognitif anak. Seperti halnya perkembangan membaca, perkembangan anak dalam menulis juga terjadi secara perlahan-lahan. Dalam tahap ini anak perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer pikiran ke dalam tulisan.

Masalah yang dimiliki anak-anak penyandang autisme saat mempelajari kata-kata sederhana adalah begitu banyak kalimat mereka memiliki ciri ekolali (membeo/mengulang kata) dan mengapa penggunaan bahasa mereka sering tidak memiliki kreativitas dan daya cipta, dan membatasi diri pada pengulangan kalimat yang telah diucapkan orang lain (Peeters, 2004:66). Namun demikian, bahasa harus menjadi bagian dari diri penyandang autisme. Mereka harus mengenal dan menguasai bahasa agar dapat berinteraksi sosial.

Tentu saja pengajaran bahasa pada penyandang autisme tidak langsung dengan mempelajari bahasa berupa kalimat lengkap. Dengan demikian, perlu adanya tahapan-tahapan dalam mengembangkan bahasa. Tahapan-tahapan perkembangan bahasa selalu dimulai dengan kalimat satu kata atauholoprase yang telah mencerminkan suatu hubungan konseptual (Mar’at, 2005:58). Dari

(22)

benda-benda, kejadian, dan orang lain. Hingga pada akhirnya pengenalan kata dan tanda baca. Begitu tahap berikutnya telah dirambah, tahap sebelumnya tetap dimunculkan kembali. Cara semacam ini dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui daya konsentrasi dan pemahaman penyandang autisme terhadap bahasa.

Merasuknya bahasa pada diri penyandang autisme diawali dengan kontak mata. Kontak mata sangat perlu agar perhatian penyandang autisme terfokus dan mereka mengenal lawan bicara. Dari kontak matalah dapat diketahui kesiapan penyandang autisme untuk belajar bahasa dalam bentuk rentetan kata-kata bermakna. Setelah kontak mata, tahap selanjutnya adalah kontak fisik. Lewat sentuhan dan rabaan, penyandang autisme dikenalkan pada benda dan kata, situasi dan kata, atau tempat dan kata.

(23)

Menurut Rofi’udin dan Zuhdi (1999:76) menulis dapat dipandang

sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi: pra menulis, penulisan draf, revisi, penyuntingan, dan publikasi atau pembahasan. Selanjutnya, menurut Tarigan (1984:3) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergnakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis maka sang penulis harus trampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.

(24)

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah yang diteliti adalah tahap perkembangan menulis permulaan pada siswa autis. Penelitian tentang tahap perkembangan menulis permulaan ini dilakukan untuk melihat bagaimanakah tahap perkembangan siswa autis dalam menguasai suatu keterampilan berbahasa, khususnya bahasa tulis, serta untuk mengetahui adakah perbedaan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Penelitian ini dilakukan terhadap 2 orang siswa autis kelas II, SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Peneliti hanya mengambil 2 orang siswa dari 7 orang siswa kelas II. Dibandingkan dengan siswa kelas II yang lain, kedua siswa, yaitu Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko sudah dapat bersoaialisasi dan berkomunikasi dengan baik terhadap orang lain. Oleh karena itulah, peneliti memilih subyek penelitian kedua anak tersebut.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, khususnya Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko?

(25)

D. Batasan Istilah

1. Tahap adalah bagian dari suatu perkembangan (pertumbuhan) yang ada awal dan akhirnya, bagian dari urutan, tingkat, atau jenjang (KBBI). 2. Perkembangan merupakan perubahan menuju tingkat yang lebih sempurna

(KBBI).

3. Menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan, 1984:3).

4. Anak autis adalah anak yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Mereka cenderung lebih suka asyik terhadap dirinya sendiri, penyimpangan ini disebut autisma dan para penderitanya disebut autis (Handojo, 2003).

E. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk.

1. Mendeskripsikan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, siswa SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.

(26)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak antara lain.

1. Guru dan Calon Guru.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna dalam meningkatkan proses belajar mengajar bahasa Indonesia di SLB Citra Mulia Mandiri. Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar guru dapat menerapkan pola-pola pembelajaran yang tepat sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa didiknya.

2. Siswa.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan minat siswa-siswi SLB Citra Mulia Mandiri dalam belajar bahasa Indonesia. Dengan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan motivasi dalam belajar bahasa Indonesia.

3. Penulis.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Farita Wijayanti (1999) berjudul Pelaksanaan Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan untuk Anak Tunalaras Kelas II di SLB Bagian E Prayuwana Yogyakarta. Penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan pengajaran membaca dan menulis permulaan untuk anak tunalaras kelas II di SLB Bagian E Prayuwana, Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam pengajaran membaca dan menulis permulaan kelas II di SLB/E Prayuwana Yogyakarta tergantung kepada 7 komponen utama yaitu: (1) kondisi siswa, (2) kondisi guru, (3) tujuan pengajaran, (4) materi pelajaran, (5) strategi belajar mengajar, (6) metode pengajaran, (7) teknik pengajaran.

(28)

mengajarkan membaca permulaan yaitu dengan metode ejaan. Untuk pengajaran menulis permulaan di kelas II SLB/E, Prayuwana, Yogyakarta dilaksanakan dengan menggunakan ejaan. Metode ini diterapkan oleh siswa yang belum dapat menulis. Pengajaran menulis permulaan untuk siswa yang sudah mampu menulis yaitu berupa menulis kalimat dengan tulisan tegak bersambung, penggunaan huruf kapital pada awal kalimat, menuliskan kata-kata sederhana yang dibacakan guru. Di dalam Teknik Pengajaran, teknik untuk mengajarkan menulis permulaan yaitu dimulai dengan pengenalan huruf, menulis suku kata dan kalimat dari huruf-huruf yang telah dikenal.

(29)
(30)

B. Kerangka Teori

1. Autisme dan gangguan perkembangan

Menurut Peeters (2004), Autisme ditempatkan di bawah kategori gangguan perkembangan pervasif antara retardasi mental dan gangguan perkembangan spesifik. Di bawah kategori retardasi mental, dapat dikatakan bahwa perkembangan menjadi lambat. Seseorang yang mengalami retardasi mental dalam menjalani tahapan perkembangan sama seperti anak normal pada umumnya, tetapi sangat lambat. Usia mentalnya selalu lebih rendah dari usia sebenarnya. Di bawah kategori gangguan perkembangan spesifik dihadapkan kepada perkembangan yang lambat atau tidak normal pada suatu bidang kemampuan tertentu. Seseorang yang memiliki gangguan ini mengalami kesulitan yang luar biasa dalam belajar.

(31)

Ungkapan gangguan pervasif merupakan cara untuk menjelaskan apa yang terjadi pada anak autis. Anak yang mengalami kombinasi kesulitan dalam perkembangan komunikasi, pemahaman dan imajinasi sosial, dan jauh lebih lagi mengalami kesulitan-kesulitan spesifik dalam memahami apa yang mereka lihat dan dengar.

Autisme tidak dikelompokkan dalam penyakit mental. Istilah “penyakit mental” menunjukkan bahwa bentuk perawatan mula-mula bersifat

psikiatrik atau kejiwaan. Ketika perawatan psikiatrik terbukti cukup berhasil maka kemudian diberikan perhatian kepada beberapa bentuk asuhan dan didikan.

Dalam kasus gangguan perkembangan pervasif, pendidikan khusus merupakan prioritas pertama dalam perawatan. Perbedaan antara gangguan perkembangan pervasif dan penyakit mental adalah menyangkut tujuan akhir perawatan. Seseorang yang sakit mental, dulu pernah “normal” sehingga

diusahakannya untuk membuatnya normal kembali. Dalam kasus autisme kita harus diterima bahwa gangguan perkembangannya bersifat permanent (tetap). Karena itu tujuan perawatannya adalah untuk mengembangkan berbagai kemungkinan-kemungkinan dalam keterbatasannya. Dengan kata lain mempersiapkan diri anak untuk menghadapi kehidupan dewasanya sehingga bisa berintegrasi (menyatu) dalam masyarakat dengan baik.

2. Anak dengan Kebutuhan Khusus (Special Needs)

(32)

ilmiah bahwa semua anak yang bersikap mengarah pada dirinya sendiri karena sebab apapun disebut autistik. Penyandang autisme seakan-akan merasa hidup sendiri. Menurut Hitipeuw (1990:17), Autisme diartikan sebagai penyimpangan yang terjadi pada anak-anak sejak usia dini sekali yang ditandai dengan adanya gangguan dalam perkembangan bahasa, komunikasi sosial, intelegensi, dan perilaku-perilaku individu yang mengalami gangguan. Penyandang autisme mempunyai tingkah laku yang tidak lazim daripada anak-anak yang normal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi,1990), autisma adalah gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Sedangkan autistik adalah terganggu jika berhubungan dengan orang lain. Rapin dalam Dardjowidjojo (1991:109) memberikan pengertian bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan bahasa yang berat. Gejala utamanya berhubungan dengan sosialisasi, komunikasi, dan bermain.

a. Ciri-ciri Autisme

Peters (2004) menyebutkan bahwa dalam perkembangan anak abnormal yang terganggu sebelum usia 3 tahun akan menunjukkan keterlambatan dan fungsi abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut.

(33)

2) Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial. 3) Permainan simbolik atau imajinatif.

Adapun ganggguan kualitatif dalam berkomunikasi menurut Peeters (2004) ditunjukkan oleh paling sedikit salah satu dari keadaan berikut.

1) Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gestureatau mimik muka sebagai alternatif dalam berkomunikasi). 2) Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau

melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.

3) Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifatidiosinktratik (aneh).

4) Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (2004:1).

Gunawan juga menambahkan lima gejala adanya ganguan perkembangan pada anak penyandang autisme, yaitu: gangguan komunikasi, gangguan interaksi, gangguan perilaku, gangguan emosi, gangguan persepsi sensori.

(34)

mempertahankan percakapan. Anak cenderung berkomunikasi dengan bahasa tubuh, mengulang-ulang kata bahkan anak sering meracau dengan bahasanya sendiri.

Terganggunya interaksi menyebabkan anak mengalami gangguan dalam hal hubungan dengan orang-orang sekitar seperti kurang responsive terhadap isyarat sosial, anak tidak mau menatap mata lawan bicaranya, apabila dipanggil tidak menengok, anak tidak mau mengekspresikan rasa senang atau keinginannya bahkan anak akan lebih senang menyendiri tidak mau bermain dengan teman sebaya.

Anak yang mengalami gangguan perilaku akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: anak cenderung cuek terhadap lingkungan dan terlalu asyik dengan dunianya sendiri, anak akan bersikap semaunya sendiri, sangat sulit diatur. Semakin lama perilaku anak menjadi semakin tidak terarah, suka menyakiti dirinya sendiri, taruntum (mengamuk) dengan sebab yang tidak jelas.

(35)

mencium benda, menutup telinga bila mendengar suara yang keras dengan nada tertentu, anak snagat tahan terhadap sakit, dan kecenderungan anak yang tidak suka memakai bahan yang kasar.

b. Penyebab Autisme

Handoyo (2003) menyebutkan adanya 5 penyebab anak menderita autisme.

1) Adanya kelainan pada otaknya. Ada tiga lokasi otak yang ternyata mengalami kelainan neuro-anatomis, yang disebabkan oleh faktor keturunan, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigen serta akibat polusi udara, air, dan makanan. Gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ-organ yaitu pada usia kehamilan antara 0-4 bulan.

2) Adanya kelainan anatomis pada lobus patietalis, cerebellum dan sistem limbiknya. 43% penyandang autisma mempunyai kelainan padalobus parietalis otaknya yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.

3) Kelainan pada otak kecil (cerebellum). Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar bahasa, dan proses atensi (perhatian).

(36)

bertangung jawab terhadap berbagai rangsangan sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.

5) Faktor genetika diperkirakan penyebab utama dari kelainan autisma. Itu dikarenakan dengan adanya kelainan kromosom pada anak autisma.

c. Jenis-Jenis Autis

Handojo,(2003) menggolongan autis ke dalam 3 bagian. 1) Autisme infantil atau autisme masa kanak-kanak.

(37)

2) Sindroma Aspeger

Ini mirip dengan autisma Infantil, dalam hal kurang interaksi sosial. Tetapi mereka masih mampu berkomunikasi cukup baik. Anak sering memperlihatkan perilaku tidak wajar dan minat yang terbatas. Anak mampu mengikuti kegiatan sekolah dengan prestasi rata-rata atau di atas rata-rata.

3) Attention Deficit (hyperactive) Disorder atau AD(H)D.

ADHD dapat diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas atau GPPH. Gejala anak dengan ADHD sekilas mirip dengan autisma, tetapi memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi sosial jauh lebih baik. Orang sering menyebut anak tipe ini dengan anak hiperaktif.

Anak yang hiperaktif sering bermain dengan jari tangan, tidak bisa duduk diam saat anak lain duduk dengan manis. Ia akan berlari dan memanjat berlebihan. Gejala GPPH terdiri dari tiga gejala umum yaitu: inatensivitas atau tidak ada perhatian atau tidak menyimak,impulsivitas atau tidak sabaran, bisa impulsive motorik dan impulsive verbal atau kognitif, danhiperaktivitas atau tidak bisa diam.

4) AnakGifted.

(38)

Biasanya kegeniusan hanya pada satu bidang tertentu dan tidak pada semua disiplin ilmu atau keterampilan.

3. Penanganan Anak Autis

Deteksi dini pada anak dengan kebutuhan khusus atau anak dengan perkembangan hambatan perilaku ini merupakan suatau hal yang teramat penting. Handojo, (2003) menyebutkan gejala-gejala anak autis yang harus diwaspadai sejak dini.

a. Anak usia 30 bulan belum bisa bicara untuk komunikasi. b. Hiperaktif dan“cuek” kepada orang tua dan orang lain. c. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.

d. Adanya perilaku aneh yang diulang-ulang.

Terapi sejak dini harus dimulai sebelum anak berusi 5 tahun. Perkembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada usia sebelum 5 tahun, puncaknya terjadi pada usia 2-3 tahun oleh karena itu terapi setelah usia 5 tahun oleh karena itu pelaksanaan terapi setelah usia 5 tahun hasilnya akan berjalan lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak menjadi lambat menjadi 25% dari usia sebelum 5 tahun. Tetapi meskipun anak sudah mencapai usia 5 tahun tetap dilakukan terapi. Untuk penanganan anak autis terdapat beberapa jenis terapi (Handojo: 2003). a. Terapi perilaku

(39)

anggota keluarga dirumah harus bersikap konsisten dalam menghadapi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan perilaku asosial (tidak wajar).

b. Terapi biomedik (obat, vitain, mineral, food supplements).

Obat-obatan juga dipakai terutama untuk penyandang autisma, tetapi sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati dosis dan jenisnya sebaikanya dilakukan oleh dokter spesialis yang memahami dan mempelajari autisme. Baik obat maupun vitamin hendaknya diberikan secara sangat berhati-hati karena dapat menimbulakn efek yang tidak dikehendaki.

c. Sosialisasi ke sekolah regular

Anak dengan kelaiana perilaku, terutama penyandang autisma yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik, dapat dicoba untuk masuk kesekolah ‘normal’ sesuai dengan

umurnya. Perlu diingat bahwa terapi perilakunya jangan ditinggalkan, karena sangat besar kemungkinan terjadiregresi yaitu perkembangan perilaku anak mundur kembali.sebaiknya keikutsertaan di sekolah normal tetap dibarengi dengan penanganan perilaku yang tetap terus dikembangkan dan dipelihara.

d. Sekolah (pendidikan) khusus

(40)

khusus tidak dapat disamakan dengan pendidikan normal, karena kelainannya sangat bervariatif dan usia mereka berbeda-beda. Tata cara pelaksaannya sangat jauh berbeda dengan pendidikan normal. Kalau di pendidikan normal seorang guru dapat menangani beberapa anak sekaligus, maka untuk anak dengan kebutuhan khusus, biasanya seorang terapis hanya mampu menangani anak pada saat yang sama (One-On-One).

C. Perkembangan Perilaku Anak Normal

Setelah membahas mengenai anak-anak autis sebaiknya kita juga harus mengetahui perkembangan perilaku anak-anak normal. Hal ini sangat penting untuk mengetahui sejauhmana keterlambatan anak-anak yang mengalami hambatan perkembangan perilakunya disbanding dengan anak normal pada ummnya.

Perilaku adalah semua tindakan atau tingkah laku seseorang individu, baik kecil maupun besar, yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan (oleh indra perasa di kulit, dan bukan dirasakan oleh hati) oleh orang alin atau diri sendiri. jadi perilaku meliputi bicara atau suara, gerakan-gerakan atau aksi-aksi baik berupa gerakan yang beraturan atau tidak beraturan, tertuju ataupun tidak tertuju, sengaja ataupun tidak sengaja, berguna atau tidak berguna ( Handojo, 2003:10)

(41)

diperoleh dari individu lain ataupun lingkungan sekitarnya. Penyebab internal dapat berasal dari sikap atau attitude, dan emosi yang didasari oleh watak dan kepribadian seseorang. Setiap perilaku juga memberikan suatu akibat atau consequence, baik bagi individu itu sendiri, orang lain ataupun pada lingkungannya.

Tabel berikut akan menjelaskan secara singkat tentang perkembangan perilaku anak normal sampai pada usia 6 tahun.

Tabel 1. Perkembangan perilaku anak normal.

Usia Kemampuan Motorik Kemampuan wicara

Lahir Fiksasi pandangan Bereaksi terhadap suara

5 minggu Tersenyum sosial

2 bulan Mengikuti benda di garis tengah

3 bulan Telapak tangan terbuka Guu guu

4 bulan Menyatukan kedua tangan Orientasi terhadap suara a-guu, aguu, mengoceh

5 bulan Meraih unilateral Mengoceh

dadadada(menggumam) 6 bulan Memeriksa benda Menoleh kepada suara bel fase

II 7 bulan Memeriksa benda

8 bulan Memeriksa benda Mengerti perintah “tidak boleh” 9 bulan Membuka penutup maianan Dada

Menoleh pada suara bel fase III 10 bulan Melemparkan benda

11 bulan Meletakkan kubus dibawah gelas Mengerti perintah ditambah mimik

Mama dan kata pertama selainn mama

12 bulan Melepaskan benda dengan sengaja

Mencoret

Memasukkan biji ke dalam botol Minum dari gelas sendiri

Menggunakan sendok

Kata kedua

13 bulan Kata ketiga

(42)

Menyusun 2 kubus 16 bulan Menyusun 3 kubus

Melepaskan biji spontan

17 bulan Menunjuk 5 bagian badan yang

disebutkan 7-20 kata 18 bulan Membuat garis secara spontan

21 bulan Kalimat pendek 2 kata

24 bulan Kereta api dengan 4 kubus Membuka baju sendiri

50 kata

Kalimat terdiri dari 2 kata 25-27 bulan Membuat garis datar dan tegak

30 bulan Kereta api dengan cerobong asap Meniru membuat lingkaran 3 tahun Membuat lingkaran spontan

Membuka kancing

250 kata

Kalimat terdiri dari 3 kata 4 tahun Memasang kancing Kalimat terdiri dari 4-5 kata

Bercerita

Menanyakan arti suatu kata Menghitung sampai 20 5 tahun Mengikatkan tali sepatu

6 tahun Membuat tangga dan dinding dari beberapa kubus tanpa contoh

Berikut ini Tabel perbedaan antara perilaku bayi autisme dan bayi normal yang dikemukakan oleh Bambang Hartono dkk; dalam Sultana M.H. Faradz dkk; (2002:107).

Tabel 2. Perbedaan antara perilaku bayi autismo dan bayi normal.

Bayi Autisme Bayi Normal

Komunikasi Komunikasi

 Tidak ada kontak mata.  “Menyelidiki” wajah ibunya.

 Seperti tuli.  Gampang bereaksi terhadap

bunyi.  Pada awalnya bahasa

berkembang lalu mendadak berhenti.

 Kamus kata dan kemampuan gramatikalnya bertambah.

Hubungan Sosial Hubungan Sosial

 Tak peduli terhadap orang yang datang maupun pergi.

(43)

 Melakukan serangan fisik tanpa sebab yang jelas.

 Marah bila lapar dan kecewa.  Sulit diajak kontak. Mengenal wajah yang telah

akrab lalu tersenyum. Kemampuan dalam bereaksi

terhadap lingkungan

Kemampuan dalam bereaksi terhadap lingkungan

 Selalu terpaku pada satu aktivitas.

 Berpindah dari kegiatan satu ke lainnya.

 Melakukan gerakan aneh seperti menggoyang-goyang benda berulang-ulang.

 Menggunakan anggota tubuhnya secara bermakna, seperti meraih objek atau mendapatkan benda.  Menghisap atau menjilat

boneka.

 Bermain dengan boneka.  Seperti tidak sensitif terhadap

nyeri.

 Mencari kepuasan dan menghindari nyeri.

5. Perkembangan dan Pemerolehan Bahasa Anak

a. Konsep Dasar Perkembangan

Budiman (2006) dalam bukunya yang berjudul Memahami Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar, mengemukakan 4 istilah yang terkait dengan konsep perkembangan (development), yakni pertumbuhan (growth), kematangan (maturation), belajar (learning), dan latihan (exercise). Secara konseptual keempat istilah ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah keempatnya ini terjadi perubahan (changes). Sedangkan perbedaannya adalah perubahan pada pertumbuhan dan kematangan lebih bersifat alamiah sedangkan perubahan pada belajar dan latihan lebih bersifat disengaja dan bertujuan. Perubahan-perubahan yang terjadi baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun latihan itulah yang disebut perkembangan (development).

(44)

Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu ,2004)

Menurut Syamsu (2004) terdapat beberapa ciri-ciri perkembangan yaitu terjadinya perubahan dalam aspek fisik dan psiskis. Aspek fisik berupa perubahan tinggi, berat, serta organ-organ tubuh yang lainnya. Terjadi perubahan dalam proporsi aspek fisik yang berupa proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya, dan aspek psikis terjadi perubahan imajinasi dari yang hanya tertuju pada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada ornag lain atau kelompok besar.

(45)

Pada pertumbuhan sering terjadi perbedaan dalam kecepatan pertumbuhan. Artinya setiap anak mempunyai kecepatan yang berbeda-beda dalam setiap tahap pertumbuhan, yang akan mengakibatkan perbedaan dalam keseluruhan bentuk tubuh dan fungsinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Kartini, 1997).

1) Faktor sebelum lahir. Terjadi ketika anak masih dalam kandungan ibu, contohnya terjadi kekurangan nutrisi pada ibu dan janin, keracunan sewaktu bayi ada dalam kandungan.

2) Faktor ketika lahir. Kelainan yang terjadi sewaktu bayi dilahirkan. Contohnya karena ada tekanan dalam dinding rahim ibu sewaktu dilahirkan sehingga terjadi pendarahan pada bagian kepala bayi (intracranial haemorhage).

3) Faktor sesudah lahir. Terjadi karena pengalaman traumatik (luka-luka) pada kepala bayi.

4) Faktor psikologis. Terjadi karena bayi yang ditinggalkan oleh orang tuanya atau karena sebab-sebab yang lain sehingga anak dititipkan pada lembaga-lembaga tertentu, sehingga anak mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan kekurangan kasih sayang.

Tahap-tahap dalam suatu perkembangan (Kartini, 1997). 1) Masa Pra-lahir.

(46)

artinya proses dalam suatu pertumbuhan berlangsung secara deferensiasi dari bagian kepala sampai pada bagian ujung/ekor. Pertumbuhan janin sebelum dilahirkan terjadi sangat cepat pada berbagai jaringan tubuh. Kehidupan pada masa pra-lahir mulai “mempengaruhi” pertumbuhan fetus dan janin dalam rahim sang ibu.

2) Masa jabang bayi ( neonatus ) = 0– 2 minggu.

Masa yang terjadi sejak seorang bayi dilahirkan sampai berumur 2 minggu. Suatau masa yang disebut masa penyesuaian terhadap kehidupan barunya, yang sangat berbeda denngan kehidupan ketika dalam rahim. 3) Masa Bayi : 2 minggu– 1 tahun.

Masa yang sering sekali disebut sebagai masa vital karena perkembangan bayi menjadi pondasi yang kokoh untuk perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya. Pada masa ini bayi sangat bergantung pada orang lain.

4) Masa 2-5 tahun

(47)

dimana pergaulan anak menjadi lebih luas. Ketrampilan pada bidang fisik, motorik, mental dan emosi sudah meningkat.

5) Masa 6- 11 tahun

Pada masa ini sering disebut sebagai masa intelektuil atau masa tenang/ latent, dimana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya.

6) Masa Anak-Anak =12-14 tahun.

Masa ini sering dibagi menjadi masa anak dini, masa pra-sekolah, dan masa anak sebelum menjelang remaja. Pada masa ini anak mulai belajar banyak tentang seluruh aspek kehidupan.

7) Masa Remaja 13/14 - ± 21 tahun.

Merupakan masa peralihan dari dunia anak-anak menuju dewasa, yang ditandai dengan terjadinya kematangan pada kelenjar-kelenjar kelamin yaitu menarche (haid) pada anak perempuan dan keluarnya air mani pada anak laki-laki. Pada masa ini terjadi perubahan fisik secara hebat yang dialami oleh sang anak.

(48)

perubahan ini terjadi secara terus menerus pada setiap tahapan perkembangan berikutnya dengan cara yang sama disebut suatu kontinuitas. Disebut kontinuitas karena yang terjadi pada perkembangan sebelumnya akan diteruskan pada perkembangan selanjutnya. Tetapi pada saat tertentu akan terjadidiskontinuitas.

(49)

Lingkungan (environment) merupakan faktor penting disamping hereditas yang menentukan perkembangan individu. Lingkungan itu meliputi fisik, psikis, sosial, dan religius. Sigelman dan Shaffer dalam Syamsu (2004) mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan merupakan “berbagai peristiwa, situasi atau kondisi di luar organisme yang

diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu”.

Lingkungan ini terdiri atas: fisik yaitu meliputi segala sesuatu dari molekul yang ada di sekitar janin sebelum lahir sampai kepada rancangan arsitektur suatu rumah, dan sosial yaitu meliputi seluruh manusia yang secara potensial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan individu.

Lingkungan perkembangan siswa yang berpengaruh terhadap perkembangan adalah lingkungan keluarga, sekolah, kelompok sebaya, dan masyarakat. Lingkungan keluargalah yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap perkembangan siswa. Soelaeman (1978: 4-5) mengemukakan pendapat para ahli mengenai pengertian keluarga.

a) FJ Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu: Dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan clan atau marga, Dalam arti sempit keluarga meliputi orangtua dan anak.

(50)

keturunan, kehidupan ekonomis yang diselenggarakan dan dinikmati bersama, dan kehidupan rumah tangga.

Dalam perkembangannya menuju kedewasaan, tiap individu pastilah mengalami fase-fase perkembangan. Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai cirri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan). Penggolongan fase-fase perkembangan individu adalah sebagai berikut:

Tahap Perkembangan Usia

Masa usia pra sekolah Masa usia Sekolah Dasar Masa usia sekolah menengah Masa usia mahasiswa

0-6 6-12 12-18 18-25

Setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa hereditas tertentu. Ini berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orangtuanya. Karakteristik tersebut menyangkut fisik (struktur tubuh, wrana kulit, dan bentuk rambut) dan psikis atau sifat-sifat mental (eperti emosi, kecerdasan dan bakat). Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Perkembangannya, tergantung pada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya.

(51)

dan budaya. Pada periode ini, remaja memperoleh kesadaran yang jelas tentang apa yang diharapkan masyarakat darinya.

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa (fase) remaja. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka, dalam Yusuf, Syamsu: 2004). Apabila remaja gagal dalam mengembangkan rasa identitasnya, maka remaja akan kehilangan arah. Dampaknya mereka mungkain akan mengembangkan perilaku menyimpang (denlinquent), melakukan kriminalitas, atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat.

b. Perkembangan Bahasa Anak

Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain lewat berbagai cara. Meskipun anak yang satu dengan anak yang lain berbeda, ada hal-hal yang umum yang terjadi pada hampir setiap anak. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak, perkembangan bahasa lisan dan tulis yang terjadi pada mereka, dan perbedaan individual dalam pemerolehan bahasa sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka belajar membaca dan menulis permulaan.

(52)

mengucapkan sejumlah besar kata. Namun perkembangan bahasa tidak berhenti ketika seorang anak sudah mulai bersekolah atau ketika dia sudah dewasa. Proses perkembangan terus berlanjut sepanjang hayat.

Bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun, sebelum dapat mengucapkan satu kata. Mereka memperhatikan muka orang dewasa dan menanggapi orang dewasa, meskipun tentu saja belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya. Mereka juga dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa ( Eimas, lewat Gleason, 1985:2).

Selanjutnya ketika berumur satu tahun, bayi mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya bermain dengan jari-jari tangan dan jari-jari kakinya. Seperti halnya kemampuan berjalan, kemampuan berbicara anak-anak seluruh dunia mulai pada umur yang hampir sama dan dengan cara yang hampir sama pula. Perkembangan bahasa pada periode ini disebut perkembangan pralinguistik pada masa perkembangan selanjutnya, yakni pada usia remaja, terjadi perkembangan masa yang paling penting, periode ini menurut Gleason merupakan umur yang sensitif untuk belajar bahasa. Remaja menggunakan gaya yang khas dalam berbahasa, sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri ( Zuchdi dan Budiasih:1997).

(53)

disekitar anak misalnya mama, papa, meong, maem, dsb. Perkembangan fonologis mulai tampak pada periode umur ini, demikian juga perkembangan semantik yaitu pengenalan makna oleh anak.

Selanjutnya ketika anak kira-kira berusia dua tahun, setelah mengetahui kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata petunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya digunakan. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya anak-anak mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek (Zuchdi dan Budiasih, 1997).

(54)

Keterampilan berpikir diperlukan agar semua aspek keterampilan berbahasa berkembang. Piaget, Bruner, dan Vygotsky mengemukakan teori-teori perkembangan kognitif yang paling komprehensif. Ketiga pakar tersebut mengetahui bahwa ada hubungan antara pikiran dan bahasa, tetapi mereka berbeda dalam hal cara pikiran dan bahasa itu berhubungan.

Vygotsky yakin bahwa bahasa merupakan dasar bagi pembentukan konsep dan pikiran. Kegiatan berpikir tidak mungkin terjadi tanpa menggunakan kata-kata untuk menggungkapkan buah pikiran. Ditegaskan bahwa bahasa diperlukan untuk setiap kegiatan belajar. Vygotsky membagi perkembangan ke dalam dua jenis, yakni: konsep yang spontan dan konsep yang tidak spontan. Konsep yang spontan terjadi pada anak dengan sendirinya, misalnya pada pengalaman yang tiba-tiba, dan merupakan perilaku yang tidak disadari. Konsep yang tidak spontan, atau disebutnya konsep yang berhubungan dengan pengetahuan yang diperoleh di sekolah, terjadi dengan disadari dan jelas diketahui lakunya. Kedua konsep ini menurut Vygotsky saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi (Gunarsa, 44:1981)

(55)

Dalam pandangan ini organisme aktif mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Piaget dalam Zuchdi dan Budiasih (1997) mengungkapkan bahwa ada penahapan dalam perkembangan ini yang dicapai oleh anak pada waktu yang tidak sama, tetapi urutannya selalu tetap, tidak bervariasi. Piaget yakin bahwa perkembangan kognitif anak mendahului perkembangan bahasanya. Piaget, ilmuwan yang mendalami perkembangan kognitif individu menawarkan empat fase perkembangan kognitif yang sangat aplikatif bagi suatu proses pendidikan. Piaget mengganggap hal belajar sebagai suatu proses yang aktif dan harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak. Tahap-tahap perkembangannya yaitu periode sensori motor, periode pra-operasional, periode konkret operasional, dan periode formal operasional. Kebanyakan pembelajaran bahasa terjadi pada akhir periode sensorimotor dan selama fase pra-operasional. Pada periode ini anak memperoleh bahasa dengan cepat.

Perkembangan fase-fase kebahasaan menurut Piaget dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tahap/ Masa Umur Kekhususan

I/ sensori-motor 0-2,0 th Perkembangan skema

melalui

refleks-refleks untuk mengetahui dunianya. Mencapai kemampuan dalam mempersepsikan ketetapan dalam obyek. II/ Pra-operasional 2,0-7,0 th Penggunaan symbol dan

(56)

III/ Konkrit-operasional 7,0-11,0 th Memcapai kemampuan untuk berpikir sistimatik terhadap hal-hal atau obyek-obyek yang konkret. Mencapai kemampuan

mengkonversasikan. IV/ Formal-operasional 11,0-dewasa Mencapai kemampuan

untuk berpikir sistematik terhadap ha-hal yang abstrak dan hipotesis. Bruner dalam Zuchdi dan Budiasih (1997) seperti halnya Piaget yakin bahwa anak-anak mengalami perkembangan kognitif menurut fase-fase tertentu. Bruner mengidentifikasi adanya tiga fase perkembangan.

a. Pertama disebut periode enaktif, dari lahir sampai umur satu tahun, yaitu periode melakukan tindakan dan pekerjaan.

b. Kedua adalah periode ekonik, saat berkembangnya khayalan, yang pada umumnya terjadi pada satu sampai empat tahun.

c. Ketiga disebut periode simbolik. Periode ini dimulai pada waktu anak berumur empat tahun dan berlangsung sepanjang kehidupan. Anak belajar menggunakan simbol, khususnya bahasa.

6) PENGAJARAN MENULIS PERMULAAN

Menulis berarti “(a) membuat huruf (angka dsb) dengan pena, pensil,

kapur, dsb), (2) melahirkan pikiran atau perasaan” ( Depdikbud, 1995:1079).

(57)

dapat membaca simbol-simbol grafis itu, sebagai bagian penyajian satuan-satuan ekspresi bahasa. Tarigan berpendapat bahwa menulis adalah menurunkan/ melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 1984:21). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah melukiskan lambang-lambang atau simbol grafis yang dapat dipahami oleh orang lain.

Menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang sifatnya fleksibel, karena perkembangan menulis anak terjadi secara perlahan-lahan. Dalam tahap ini anak perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer pikiran ke dalam tulisan. Rangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi : pramenulis, penulisan draf, revisi, penyuntingan, dan publikasi atau pembahasan. (Rofi’uddin dan Zuchdi, 1999:76).

Yang termasuk kategori pramenulis adalah melemaskan lengan dengan menulis di udara, memegang pensil dengan benar, melemaskan jari dengan mewarnai, menjiplak, menggambar, melatih dasar menulis (garis tegak, miring, lurus, lengkung). Pengajaran menulis (permulaan) difokuskan pada penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan kalimat sederhana, dan tanda baca.

(58)

prafonemik anak sudah mengenali bentuk dan ukuran huruf, tetapi ia belum dapat menggabungkan huruf untuk menuliskan kata. Dia belum dapat menguasai prinsip-prinsip fonetik, yakni huruf mewakili bunyi-bunyi yang membentuk kata. Bimbingan yang perlu diberikan pada anak yag berada pada taraf ini dapat berupa: bacakan dengan keras kata-kata yang dekat dengan dunia anak, berikan contoh penulisan huruf, dan jelaskan bentuk serta ukurannya.

Dalam tahap fonemik awal anak sudah mulai mengenali prinsip-prinsip fonetik, tahu cara kerja tulisan, tetapi keterampilan mengoperasikan prinsip fonetik sangat terbatas. Akibat dari terbatasnya keterampilan ini, anak seringkali menuliskan kata dengan satu atau dua huruf saja.

Dalam tahap nama-huruf (menguasai huruf) anak mulai dapat menerapkan prinsip fonetik. Dia sudah dapat menggunakan huruf-huruf untuk mewakili bunyi yang membentuk satu kata. Tulisan yang dihasilkan seringkali belum dapat dibaca, termasuk oleh anak itu sendiri. bimbingan yang dapat diberikan pada anak yang berada dalam tahap nama-huruf adalah: latihan penulisan kata/kelompok kata serta cara mengucapkannnya.

(59)

maknanya dalam konteks. Dan tahap terakhir adalah anak dapat menerapkan dengan baik semua sistem tatatulis.

Menurut Zuchdi dan Budiasih (1997) Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang sifatnya produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan menghasilkan dalam hal menghasilkan tulisan. Menulis merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis menulis dengan baik.

Kemampuan-kemampuan yang diperlukan itu dapat diperoleh melalui proses yang panjang. Sebelum sampai pada tingkat mampu menulis, siswa harus mulai dari tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan lambang-lambang bunyi. Pengetahuan dan kemampuan yang diperolah pada tingkat permulan pembelajaran menulis permulaan itu, akan menjadi dasar peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa selanjutnya ( Zuchdi dan Budiasih:1997).

(60)

merupakan kemampuan tahap awal atau tahap permulaan. Oleh sebab itu, pembelajaran menulis di kelas I dan kelas II disebut pembelajaran menulis permulaan, sedangkan di kelas II, IV, V, dan VI disebut pembelajaran menulis lanjut ( Zuchdi dan Budiasih, 1997:62).

Pada KTSP untuk satuan pendidikan dasar SD/MI Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, untuk kelas I dan II mata pelajaran menulis masih berada pada taraf permulaan, sedangkan untuk kelas III sampai kelas VI berada pada taraf menulis lanjut. Demikian juga di Sekolah-sekolah Luar Biasa yang tingkatannya setara dengan jenjang pendidikan di SD yaitu SDSLB/B.untuk mata pelajaran menulis juga dibagi dalam dua tahap yaitu keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjutan.

Dalam KTSP untuk SD/MI disebutkan bahwa yang termasuk kategori menulis permulaan diantaranya adalah: menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, dan menyalin huruf, kata, gambar, dan kalimat sederhana. Pengajaran menulis permulaan difokuskan pada penulisan bentuk huruf, penulisan kata, dan penggunaan kalimat sederhana.

Dalam kurikulum untuk SDLB/B juga disebutkan bahwa untuk kelas I dan II mata pelajaran menulis berada pada taraf menulis permulaan yang meliputi: menjiplak, mencontoh, dan menyalin tulisan, kata, gambar, atau kalimat sederhana.

(61)

mengapa metode SAS ini dipandang baik ialah:1. metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa yang terkecil ialah kalimat, 2. metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak, dan 3. metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.

Cara penerapan metode SAS dalam pembelajaran menulis. Dalam penerapannya guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Guru menuliskan sebuah kalimat sederhana

2. Kalimat tersebut diuraikan/dipisah-pisah ke dalam kata-kata. 3. Kata-kata dalam kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya. 4. Suku-suku itu diuraikan lagi atas huruf-hurufnya.

5. Setelah guru melakukan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi menjadi suku kata.

6. Setelah semua siswa selasai, guru merangkaikan suku-suku menjadi kata. 7. Kata-kata tersebut dirangkaikan lagi menjadi kalimat esperti semula.

7) Pengertian Belajar Mengajar

(62)

Menurut Sudjana (1989:28) belajar bukanlah menghafal dan mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamnannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannnya, kecakapan dan kemampuannnya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Imron (1999) mendefinisikan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.

(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian jenis deskriptif kualitatif. Data-data yang diperoleh dari lapangan berupa kata-kata, gambar, dan bukan berupa angka-angka. Data selama penelitian berlangsung kemudian disajikan ke dalam bentuk kata-kata tertulis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk membuat deskripsi tentang fenomena yang diselidiki dengan cara mengumpulkan data-data kualitatif atau karakteristik fenomena tersebut secara faktual dan cermat (Hadjar, 1996:274).

B. Subjek penelitian

(64)

Penelitian ini dilakukan terhadap 2 orang anak autis kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. SLB Citra Mulia Mandiri menangani 29 anak autis dengan tingkat dan kondisi yang berbeda-beda. Dari 29 siswa yang terdaftar, hanya ada 16 siswa yang masih aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Peneliti hanya mengambil 2 orang siswa dari 7 orang siswa kelas II sebagai subyek penelitian. Dua orang siswa ini dipilih karena kedua anak tersebut, yaitu Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko sudah dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dibandingkan dengan siswa kelas II yang lainnya. Peneliti memilih subjek kelas II karena materi pelajaran untuk menulis permulaan di SLB Citra Mulia Mandiri diajarkan di kelas II. Kedua anak autis tersebut memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut.

1. M. Rifki Lazuardi, umur 9 tahun, termasuk jenis autis Infantil, yaitu autis yang terjadi pada masa kanak-kanak.

Adapun ciri yang ditunjukkan adalah:

a Anak kurang bisa berkomunikasi dengan orang lain, b Sering menangis tanpa sebab yang jelas,

c Anak sulit memperhatikan orang lain, misalnya tidak menghiraukan perintah.

2. Fathoni Dewantoko, umur 9 tahun, termasuk ke dalam jenis spectrum autisma, Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH).

Adapun ciri yang ditunjukkan adalah:

(65)

b. Anak sulit mengidentifikasikan dan menyatakan emosi yang dirasa, misal : marah, senang, atau takut,

c. Kemampuan anak di bawah rata-rata, dengan gejala perilaku antara lain merusak barang, mudah marah, suka membangkang, takut hal baru, sulit bicara, dan keras kepala,

d. Anak sulit memahami instruksi yang diberikan,

e. Konsentrasi sangat mudah beralih dan sulit ditarik kembali.

C. Jenis Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian selama penelitian ini berlangsung. Data primer yang akan dicari adalah melalui tes menulis dan pengamatan (observasi). Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (tidak langsung dari obyek yang diteliti). Data sekundernya berupa catatan mengenai perkembangan siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan wawancara terhadap 2 orang guru yang mengampu masing-masing anak.

D. Instrumen Penelitian

(66)

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Tes Menulis

Soal tes menulis berupa soal- soal tulis yang berbentuk soal uraian (esai) yang disusun berdasarkan tahapan keterampilan menulis permulaan yang dialami anak. Adapun soal tes sebagai berikut.

Soal untuk tes pra menulis

a. Buatlah garis vertikal, horizontal,dan garis lengkung! Soal tes menulis permulaan

a. Tunjukkan huruf-huruf berikut kemudian bacalah! b. Tebalkanlah huruf-huruf vokal berikut:a, i, u, e, o!

c. Salinlah huruf-huruf vokal berikut:a, i, u, e, o!

d. salinlah huruf-huruf konsonan berikut:b, c, d, f, g, k, m, n, p! e. Salinlah kata-kata berikut: bola, apel, ikan, meja, kuda. f. Tulislah huruf-huruf vokal yang dibacakan guru! g. Tulislah huruf-huruf konsonan yang dibacakan guru!

h. Lengkapilah kata berikut dengan huruf yang sesuai: b…la, …pel, …kan, k…da !

2. Lembar wawancara

(67)

akan berkembang sesuai dengan jawaban dari informan. Secara garis besar daftar pertanyaan untuk wawancara adalah sebagai berikut.

a. Sudah berapa lama ibu mengajar di SLB ini?

b. Bagaimana pembelajaran yang diterapkan di SLB Citra Mulia Mandiri ini?

c. Pelajaran apa sajakah yang diajarkan kepada siswa?

d. Untuk kegiatan menulis bagaimana tahap pembelajaran yang ibu ajarkan kepada anak?

e. Tahap manakah yang ibu rasa paling sulit dan paling lama dalam pengajarannya?

F. Keandalan Instrumen

(68)

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut .

1. Data mengenai tahap- tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis dikumpulkan melalui :

a. Tes

Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara tertulis atau lisan atau perbuatan. Dalam penelitian ini tes yang akan digunakan adalah tes menulis. Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan atau kemampuan menulis siswa sebagai hasil dari suatu proses belajar. b. Portofolio

Portofolio didapat oleh peneliti dari pihak sekolah yakni guru yang bersangkutan, yang menangani kedua anak tersebut. Portofolio berisi laporan kegiatan siswa dan perkembangan anak selama mengikuti proses belajar mengajar.

c. Pengamatan atau observasi

(69)

d. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut ( Moleong, 2001: 135).

Dalam penelitian ini, wawancara akan diadakan dengan cara bebas terpimpin artinya pewawancara sebelum mengadakan wawancara menuliskan garis besar pertanyaan yang

Gambar

Gambar 2. Rifki Lazuardi sedang belajar identifikasi huruf vokal………………69
Tabel berikut akan menjelaskan secara singkat tentang perkembangan
Tabel 2. Perbedaan antara perilaku bayi autismo dan bayi normal.
Tabel 3 berikut:
+3

Referensi

Dokumen terkait

tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau atap rumah. e) Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk ke dalam sumur

Teknik penggumpulan data menggunakan Observasi partisipasif, dokumentasi, wawancara dan Instrumen Pengolahan Data, Teknikanalisis data pada penelitian ini menggunakan

Gemilang, Galih, 2012, Kajian Sumur Resapan Dalam Mereduksi Debit Banjir Pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat , Tugas

Hasil penelitian menunjukkan, (1) validitas soal Ekonomi menghasilkan 96% valid, soal Akuntansi paket A 86,67%, dan soal Akuntansi paket B sebesar 80%; (2)Soal Ekonomi,

Dari segi lain, filsafat juga bisa kita pahami sebagai suatu sikap hidup, sebagai suatu metode, sebagai kelompok persoalan, sebagai kelompok teori atau sistem pemikiran,

melalui proses pemanasan bahan-bahan, seperti terak dari peleburan besi, tanah liat, diatome, abu terang, abu sabak, batu serpih, batu lempung, perlit dan vermikulit;.. 4)

Seluruh pimpinan, dan seluruh sivitas akademik FISIP UMM mengucapkan Selamat kepada saudara Muhammad bin Abdul Manan, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Angkatan Tahun

Pada populasi manusia yang ditunjukkan pada Gambar 4, jika efektifitas vaksinasi pada manusia ditingkatkan, maka banyaknya manusia terpapar dan terinfeksi mengalami penurunan,