ta
BKPRN | BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL
taru
ang
buletin
Mengintegrasikan
dan
Memperkuat
Wilayah di Sepanjang Koridor
Kekayaan Alam
Pekanbaru dan Dumai
untuk Indonesia
Pembangunan Koridor Ekonomi
dalam Pengembangan Wilayah
Tinjau Ulang Peran
Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu dalam ikut Mendorong
Pengembangan Wilayah Nasional
Kawasan Lumbung Ikan
Nasional Maluku
Akan Dikembangkan
Koridor Ekonomi Indonesia
dalam Penataan Ruang:
Suatu Perspektif
Hitam Putih
TransJakarta
Agenda BKPRN
MARET - APRIL 2011
Dr. Ir. Eko Luky
Wuryanto
Dr. Ir. Max Pohan Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA Drs. Syamsul Arif Rivai, M.Si, MM.
PENANGGUNG JAWAB
Ir. Iman Soedradjat, MPM. Ir. Deddy Koespramoedyo, M.Sc. Ir. Heru Waluyo, M.Com Drs. Sojan Bakar, M.Sc. DR. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM Ir. Basuki Karyaatmadja
PENASEHAt REDAKSI
DR. Ir. Ruchyat Deni Dj. M.Eng Ir. Iwan taruna Isa M. Eko Rudianto, M.Bus (It)
PEMIMPIN REDAKSI
Aria Indra Purnama, St, MUM.
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
Agus Sutanto, St, M.Sc
REDAKtUR PELAKSANA
Ir. Melva Eryani Marpaung, MUM.
SEKREtARIS REDAKSI
Indira P. Warpani, St., Mt., MSc
StAf REDAKSI
Ir. Dwi Hariawan, MA Ir. Gunawan, MA Ir. Nana Apriyana, Mt Wahyu Suharto, SE, MPA Ir. Dodi S Riyadi, Mt Ir. Indra Sukaryono Endra AtM, St, MSc Hetty Debbie R, St. tessie Krisnaningtyas, SP Listra Pramadwita, St, Mt, M.Sc Ayu A. Asih, S.Si M. Refqi, St Marissa Putri Barrynanda, St Heri Khadarusno, St
Penerbit: Sekretariat tim Pelaksana BKPRN Alamat Redaksi: Gedung Penataan Ruang dan SDA, Jl. Patimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 telp. (021) 7226577, fax. (021) 7226577 Website BKPRN:http://www.bkprn.org
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat tuhan Yang Maha Kuasa atas kesempatan yang selalu diberikan kepada kita untuk terus berkarya, dan Buletin tata Ruang edisi penerbitan kedua di tahun 2011 hadir kembali.
tema yang diangkat dalam penerbitan kali ini adalah “Mengintegrasikan dan Memperkuat Wilayah di Sepanjang Koridor”. tema ini sangat relevan dengan arahan Bapak Presiden RI dalam penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu strategi dalam Masterplan tersebut adalah mengembangkan Koridor Ekonomi Indonesia dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan di setiap koridor dengan pengembangan klaster industri dan atau kawasan berbasis sumber daya unggulan (komoditas).
Pengembangan Masterplan ini adalah sangat terkait dengan penataan ruang, karena mengandung beberapa unsur kunci yang memadukan secara integral pendekatan wilayah dengan pendekatan sektoralnya, dimana setiap pengembangan sektor tidak lagi bisa berdiri sendiri-sendiri, tapi terikat dengan konteks wilayahnya ke dalam jaringan pusat-pusat pertumbuhan. Lebih lanjut melalui koridor juga dimasukkan pertimbangan daya dukung lingkungan.
Rencana tata Ruang Wilayah memiliki peranan penting sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan yang merata dalam suatu wilayah dan berpengaruh terhadap terwujudnya pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan. Lebih lanjut, melalui strategi pengembangan koridor ekonomi diharapkan pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.
Harapan kami, penataan ruang ke depan dapat semakin lebih memberikan kontribusi yang nyata dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum Selaku Sekretaris tim Pelaksana BKPRN
dari
redaksi
Salam damai untuk pembaca setia Butaru..
Sejak dicetuskan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia pada Sidang Kabinet terbatas pada bulan Desember 2010 dan Raker Pemerintah pada Januari 2011, Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi menjadi topik utama yang dibicarakan berbagai kementerian dan lembaga terkait pembangunan belakangan ini. Adapun Strategi Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi yang tinggi, inklusif, adil dan berkelanjutan adalah mengintegrasikan 3 elemen yaitu: (i) Mengembangkan Koridor Ekonomi Indonesia, (ii) Memperkuat Konektivitas Nasional dan (iii) Mempercepat Kemampuan Iptek Nasional.
Gencarnya Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia yang dilontarkan akhir-akhir ini, melatarbelakangi kami untuk mengangkatnya sebagai tema utama pada edisi bulan Maret-April 2011 ini. Adapun pengertian Koridor Ekonomi adalah sebuah wilayah yang ditargetkan untuk menjadi inisiatif perkembangan dan proyek infrastruktur untuk menciptakan dan memperkuat basis ekonomi yang integral dan kompetitif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Mengembangkan koridor ekonomi adalah membangun pusat-pusat pertumbuhan di setiap koridor dengan pengembangan klaster industri berbasis sumber daya unggulan (komoditi). telah ditetapkan tiga kelompok koridor ekonomi yaitu pertama, Sumatera dan Jawa yang fokus pada sentra produksi dan pengolahan hasil bumi serta sebagai lumbung energi nasional. Kedua, koridor ekonomi Kalimantan dan Sulawesi sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. Ketiga, koridor ekonomi Bali-Nusatenggara dan Papua-Maluku sebagai pintu gerbang pariwisata nasional dan pendukung pangan nasional.
Dalam topik Utama edisi kali ini, redaksi mencoba untuk mengangkat artikel yaitu tinjau Ulang Peran Pengembangan Kawasan Ekonomi terpadu dan artikel Rencana Pengembangan Kawasan Lumbung Iklan Nasional Maluku. Pada Proil Wilayah, Koridor Pekanbaru - Dumai ditampilkan.
Pada rubrik wacana kali ini, akan dilontarkan sebuah pandangan terkait moda transportasi busway yang saat ini masih menghadapi tantangan ke depannya.
Selamat membaca
Redaksi
PROFIL TOKOH
Dr. Ir. Eko Luky Wuryanto
Deputi Menko Perekonomian
oleh :Dr. Ir A. Kamarzuki
TOPIK UTAMA
Tinjau Ulang Peran
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu dalam ikut Mendorong
Pengembangan Wilayah Nasional
oleh : firman Napitupulu
TOPIK UTAMA
Kawasan Lumbung Ikan Nasional Maluku Akan Dikembangkan oleh: Ir. Kartika Listriana, MPPM,
TOPIK UTAMA
Koridor Ekonomi Indonesia dalam Penataan Ruang: Suatu Perspektif
oleh: Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP,
(Deputi Menko Perekonomian
bidang Infrastruktur dan
Pengembangan Wilayah)
Mengintegrasikan dan
Memperkuat Wilayah
di Sepanjang Koridor
Dr. Ir. Eko Luky
Wuryanto
Prinsip Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia adalah pemanfaatan secara maksimal Sumber Daya Alam (SDA) di suatu wilayah bagi perkembangan ekonomi daerah yang menghasilkannya. optimalisasi SDA yang ada di suatu daerah, diharapkan akan mendorong terjadinya peningkatan aktiitas ekonomi serta terjadi peningkatan “jam kerja” di daerah tersebut, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
“Sumber daya pendanaan di luar APBN akan lebih efektif dan akan lebih bermakna kalau kita mengembangkan daerah-daerah yang relatif berkembang. Hal ini yang disebut pendekatan koridor, yaitu kita membesarkan pembangunan dulu baru kemudian menyebarkannya”, demikian tutur Eko Luky Wuryanto, Deputi Menko Perekonomian bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah.
Ditemui disela kesibukannya memimpin rapat terkait penyelesaian program pengembangan koridor ekonomi, doktor ekonomi dan pengembangan wilayah jebolan Cornell University, Amerika Serikat ini banyak melontarkan gagasan seputar pengembangan wilayah di Indonesia. tidak sekedar wacana, kepedulian Eko terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di Indonesia ini diwujudkan dengan terlibat aktif dalam penyelesaian strategi dan program pembangunan yang lebih nyata dan action oriented di sepanjang koridor wilayah Indonesia.
Pandangan-pandangan Eko tentang konsep pengembangan koridor ekonomi Indonesia diuraikannya secara lugas dalam wawancara yang berlangsung kurang lebih dua jam, bertempat di kantor beliau. Berikut adalah petikan wawancaranya.
Menurut pendapat Bapak, bagaimana kondisi perekonomian di Indonesia pada saat ini ?
Banyak kalangan yang melihat kondisi Indonesia saat ini seperti “gadis cantik” karena semua masyarakat ekonomi dunia itu melihat Indonesia punya strategi yang berhasil dalam menghadapi krisis global tahun 2008. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi makro yang intake tetap bertahan, stabil dan tidak berubah. Demikian juga dengan konsumsi masyarakat, dimana kondisinya juga tetap stabil. Memang ada sedikit penurunan, tetapi kita tidak seperti negara-negara yang begitu mengalami krisis global, pertumbuhannya ada yang menjadi negatif. Negara kita tetap positif pertumbuhannya, walaupun berkurang tetapi pertumbuhannya di atas nol.
Bagaimana bila dibandingkan dengan Cina dan India yang penduduknya relatif lebih besar?
Dibandingkan dengan Cina dan India yang memang telah menjadi “macan” ekonomi dunia, kita memang belum seperti mereka karena mereka sudah lebih tinggi, tetapi kondisi kita dekat dengan kedua negara tersebut dibandingkan dengan Singapura atau thailand yang pertumbuhan ekonominya minus, apalagi dibandingkan dengan negara Eropa. Mungkin memang ekonomi kita kuat, dimana kita tidak terlalu terkena dampak krisis global, tetapi ha ini juga karena kita tidak banyak berhubungan dengan dunia luar.
Lebih konkritnya pak?
Artinya peran ekspor kita kecil, jadi ekonomi kita tidak bergantung banyak kepada pasar luar negeri. Kita lebih menggantungkan kepada pasar dalam negeri. Jadi ketika pasar luar negeri melonjak turun, kita tidak terlalu terpengaruh. Kita berada di nomor 17 di dunia, oleh karenanya kita masuk dalam kelompok G-20. Jadi keberhasilan kita mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas nol itu kemudian menempatkan kita berada di G-20.
Sejak krisis global 2008 kondisi dunia saat ini sudah berangsur-angsur pulih. Singapura sudah melonjak lagi, karena pertumbuhannya dari minus kemudian jadi plus sehingga seolah-olah pertumbuhannya sangat tinggi. Demikian juga dengan thailand dan filipina yang juga mengalami lonjakan.
Jadi perekonomian nasional kita mengalami kenaikan?
Indonesia memang mengalami kenaikan, tetapi tidak secepat Singapura, filipina atau thailand. Ekonomi kita jalannya pelan karena ternyata memang kondisi makro kita kuat, namun kondisi mikro tidak sekuat makro. Artinya balik lagi kepada ekonomi biaya tinggi, dimana di negara kita masih terjadi pola ekonomi biaya tinggi.
Menurut pendapat Bapak, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi kita?
Walaupun kita dipandang sebagai daerah yang sangat menarik untuk investasi, tetapi realisasi investasinya tidak secepat yang kita inginkan, karena banyak kendala di bidang infrastruktur. Sumber daya manusia banyak dan bagus, dan sumber daya alam tidak perlu diragukan. tetapi infrastruktur dan regulasi yang ada saat ini masih menyulitkan para investor. Mereka sangat ingin ke Indonesia, tetapi kemudian yang direalisasikan itu hanya portofolio lewat pasar modal, dimana di pasar modal memang cukup maju dan return nya menarik. tetapi yang diinginkan Indonesia itu adalah di sektor riil, karena begitu investor masuk dan mendirikan pabrik, ada transfer of know how, ada tenaga kerja yang terlibat, sehingga dipastikan pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat dengan cepat. Apalagi kalau investasi itu terjadi didaerah-daerah yang sangat potensial.
Bagaimana dengan kebijakan pengelolaan sumber daya alam negeri kita?
Kondisi saat ini, sumber daya (resources) ada di luar Jawa tapi pengambil keputusan masih di Jawa. Luar Jawa itu hanya dimanfaatkan untuk diambil sumber daya alamnya (dieksploitasi) dan langsung
Desain percepatan pembangunan ekonomi Indonesia memiliki
tiga strategi utama yaitu mengembangkan
koridor ekonomi nasional, memperkuat konektivitas nasional
dan mempercepat kemampuan sumber daya manusia serta
ilmu pengetahuan dan teknologi nasional.
diekspor (tidak diolah). Jadi daerah yang kaya akan sumber daya alam itu tidak mendapat nilai tambah dan tidak terjadi peningkatan kesejahteraan disana. Kita seharusnya berkomitmen, apakah kita bisa menyiapkan processing? Memang disadari untuk processing membutuhkan prasyarat, Ya, yang utama jelas harus ada energi dan yang kedua harus ada infrastruktur, kalau sumber daya manusia bisa mobile.
Lebih jauh, yang tidak kalah penting adalah kita harus memiliki strategi. Strategi tentang pengelolaan energi dan sumber daya mineral demikian penting karena yang lebih banyak memberi pemasukan untuk negara adalah dari energi dan sumber daya mineral seperti, migas dan batubara. Dalam hal ini, sebenarnya peran Kementerian Perindustrian lebih relevan. terlebih karena hilirnya sumber daya alam ada di kementerian tersebut. Jadi, pola pengelolaan ESDM seharusnya diubah, dari menjual mineral sebagai bahan mentah menjadi mineral setengah jadi.
Beberapa waktu lalu diselenggarakan kick-of meeting mengenai “Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025”, dimana penyelenggaranya adalah Menko Perekonomian. Apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya kegiatan tersebut ?
wilayah yang istilahnya ‘didengarkan orang’. Memang saat Repelita II pernah ada, tapi setelah itu tidak ada lagi. Kemudian Kementerian Perindustrian juga pernah mengeluarkan WPPI yaitu wilayah pusat pengembangan industri, dimana daerah WPPI I adalah wilayah Sumatera, wilayah WPPI II dan lain-lain, tetapi kemudian hilang.
Beberapa waktu yang lalu kita pernah mempunyai studi yang disebut sebagai koridor ekonomi, dimana dicoba dikembangkan regional development approach yang intinya tidak lain adalah pusat-pusat pertumbuhan.
Bagaimana kaitannya dengan Pengembangan Kawasan Andalan dan Pengembangan Kapet?
Sebenarnya sudah cukup lama pemerintah pusat ingin membangun pusat pertumbuhan di luar pulau Jawa. Beberapa waktu yang lalu telah disusun Rencana Pengembangan Kawasan Andalan, juga pengembangan KAPEt, hanya terkesan kurang berkembang. Hingga akhirnya ada pemikiran
pengembangan koridor, karena memang kita melihat pengalaman beberapa negara lain, seperti, India dan Greater Mekong Delta, yang mengembangkan koridor dan ternyata cukup berhasil.
Ketika dicermati lebih jauh, ternyata ada perbedaan Kawasan Andalan dengan
koridor dimana di pengembangan koridor ada penetapan prioritas pengembangan di wilayah koridornya. Koridor Sumatera misalnya, yang ditetapkan koridornya adalah wilayah pantai timur, karena memang pantai timur relatif lebih berkembang dibandingkan dengan pantai Barat. Konkritnya, bila ingin mengembangkan wilayah Sumatera, lebih baik kita konsentrasi dulu di pantai timur sebagai daerah pusat-pusat perkembangannya. Nanti diharapkan wilayah tersebut akan menularkan ke kawasan Barat. Jadi pusat-pusat pertumbuhannya pun kemudian ditetapkan di wilayah pantai timur Sumatera.
Memang akan dipertanyakan, apakah kita akan meninggalkan wilayah Barat Sumatera? Di awal kelihatannya memang demikian, karena dana kita terbatas. Jadi kita akan mengembangkan yang lebih maju dulu dengan program pembangunan pelabuhan dan bandara, kemudian untuk yang ke Barat kita batasi hanya pada jalur-jalur utama. Jadi wilayah Barat juga akan tetap dikembangkan misalnya dari Palembang itu jalur ekonomi yang ke Barat ke arah Bengkulu, dan dari Pekanbaru yang dikembangkan ke arah Padang. Lebih jauh kalau memang kita ingin mengembangkan Padang atau Bengkulu, yang diusulkan bukan program pertumbuhan tetapi lebih ke arah program pelayanan dasar seperti pendidikan dan air bersih.
Dilihat dari pemanfaatan APBN atau sumber daya
pendanaan di luar APBN akan lebih efektif dan akan lebih
bermakna kalau kita mengembangkan daerah-daerah
yang relatif berkembang. Hal ini yang disebut
pendekatan koridor,yaitu kita membesarkan
pembangunan dulu baru kemudian menyebarkannya.
Salah satu elemen utama strategi penyusunan Masterplan tersebut adalah dengan mengembangkan koridor ekonomi di Indonesia, mengapa dipilih koridor ekonomi sebagai sarana percepatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
Begini, kita lebih memilih
mengkonsentrasikan pertumbuhan ekonomi pada koridor-koridor ekonomi terlebih dahulu. Dengan asumsi investasi yang kita lakukan pada koridor ekonomi akan lebih cepat kembali dibandingkan yang kita investasikan di luar koridor. Koridor ekonomi yang dipilih adalah kawasan-kawasan yang lebih berkembang dibandingkan kawasan lainnya. Jadi multiplier ekonominya sudah jelas akan lebih banyak.
Bagaimana dengan pertumbuhan di luar koridor ekonomi?
Sebagaimana kita ketahui bahwa penyusunan Masterplan pada koridor ekonomi, memakai 3 pendekatan yaitu pertama koridor ekonomi; yang kedua adalah konektivitas; dan ketiga sumber daya manusia dan IPtEK.
Diharapkan pengembangan pada koridor ekonomi bisa dilaksanakan oleh swasta, sedangkan yang menghubungkan antara koridor ekonomi dan yang diluar koridor ekonomi dilaksanakan oleh pemerintah melalui mekanisme RPJM.
Dalam rangka melaksanakan program tersebut, dukungan apa saja yang diberikan oleh pemerintah ?
Penyusunan Masterplan saat ini agak berbeda dengan penyusunan Masterplan di masa lalu, saat ini kita melibatkan pihak swasta, pemerintah daerah, dan lain lain. Pola yang dikembangkan dalam Masterplan adalah untuk memfasilitasi dunia usaha. oleh karena itu dalam Masterplan ini juga terdapat daftar dukungan-dukungan apa yang dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha dan hambatan-hambatan regulasi atau birokrasi apa yang ditemui oleh dunia usaha baik di pusat maupun di daerah. Selanjutnya, hasil inventarisasi ini kemudian disampaikan kepada pemerintah, dalam hal ini kementerian yang menanganinya. Sebagai contoh ada yang mengusulkan UU Ketenagakerjaan diganti, maka hal ini kita sampaikan ke Kementerian tenaga Kerja dan transmigrasi untuk ditelaah apakah mungkin untuk diganti seluruhnya atau hanya perlu direvisi sebagian. Kalau akan dilakukan penggantian/revisi berapa lama waktu yang diperlukan. Hal ini akan dilakukan melalui proses dialog antara Kementerian terkait dengan pihak swasta. Pada dasarnya apa yang disuarakan oleh pihak swasta akan kita minta tanggapannya kepada para menteri yang terkait. Demikian juga terkait sektor lain, kami akan meminta penjelasan kepada sektor yang bersangkutan sesuai dengan tugas kerjanya.
Menurut Bapak, bagaimana pola koridor ekonomi itu sendiri ?
Pola itu dapat digambarkan yaitu misalkan ada sekitar 20 proyek besar yang menjadi prioritas pemerintah, maka harus disusun katalisasi pelaksanaan proyek tersebut di dalam Masterplan sampai 2014. Harus diindentiikasikan proyek-proyek yang sudah menjadi kesepakatan antara pemerintah dan swasta pada tiap-tiap koridornya, sehingga bisa disusun jadwal pelaksanaannya. Kemudian disusun lagi prioritas pelaksanaan proyek berdasarkan keterlibatan pemerintah, semakin kecil keterlibatan pemerintah dalam proyek maka semakin tinggi prioritas proyek tersebut. Sebagai contoh Proyek Jalan tol
trans Jawa diharapkan selesai pada tahun 2014, dimana pada proyek ini keterlibatan pihak swasta menjadi hal yang utama. Kalau proyek ini jalan, diharapkan akan men-trigger pelaksanaan masterplan lainnya, sehingga lambat laun pihak investor akan memiliki kepercayaan diri bahwa ternyata memang program-program ini benar jalan.
Apabila Masterplan sudah selesai disusun, selanjutnya dibuat action plan yang nantinya akan diturunkan sebagai INPRES untuk hal-hal yang menjadi bagian pemerintah terutama yang kaitannya dengan infrastruktur dan regulasi, sehingga hal tersebut akan menjadi komitmen pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari Masterplan, nanti juga ada tim kerja yang akan terus memonitor pelaksanaan. tim kerja ini akan memonitor INPRES dan juga menyiapkan desk untuk wadah bertemunya swasta dan pemerintah dalam rangka menyelesaikan project showcase.
tertarik untuk investasi. Mereka akan membuat resort yang diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi, karena mereka sudah berhasil dimana-mana. Mereka mau datang (tertarik dengan Lombok), tetapi mereka meminta bandara yang representatif, akses jalan yang baik dari bandara ke lokasi serta fasilitas air bersih sebagai salah satu syarat sebelum mereka melakukan investasi. Pemerintah melalui proses yang cukup panjang pada akhirnya bisa menyediakan fasilitas yang diminta. Bandara sudah dibangun, jalan sudah diperlebar, air bersih juga sudah disiapkan, akan tetapi tiba-tiba Dubai krisis, sehingga tidak jadi berinvestasi, padahal permintaan mereka sudah dipenuhi oleh pemerintah. Jadi sebenarnya pemerintah bisa kalau mau berkonsolidasi untuk hal-hal yang seperti itu.
Lebih lanjut, diharapkan hal tersebut dapat diaplikasikan pada 20 proyek besar yang menjadi prioritas. Yang harus sangat dihindari adalah jangan sampai ada proyek prioritas yang banyak bersinggungan dengan UU yang bermasalah, agar kita bisa memperkirakan batas waktunya, pasti dalam prosesnya nanti ada regulasi yang diperbaiki akan tetapi diharapkan perbaikan regulasi tersebut tidak malah menjadi penghambat.
Program tersebut tentunya akan melibatkan banyak stakeholder, siapa yang akan menjadi fasilitatornya?
Kemenko Perekonomian dan Bappenas akan bertindak selaku fasilitator. Kita mengharapkan adanya dialog yang intensif antara pemerintah dan swasta, kalau pihak swasta misalnya sudah puas dengan jawaban dari pemerintah, diharapkan akan ada komitmen untuk berinvestasi. Sebetulnya dari proses dialog bersama ini, kita sudah bisa mengindikasikan besaran investasi yang akan ditanamkan sampai dengan 2014, yang disusun per sektor dan per koridor. Hal yang menjadi catatan utama adalah bahwa pihak swasta akan melakukan investasi, apabila dukungan infrastrukturnya dipenuhi atau permintaan dukungannya dipenuhi.
Bagaimanakah kendala-kendala yang akan dihadapi dalam merealisasikan program tersebut?
Begini, adalah sulit untuk menghimpun kemauan semua orang, mengingat ini merupakan proses yang pertama kali dilakukan. Kita belum melaksanakan diskusi yang intensif seperti yang dilakukan oleh Malaysia. Walaupun Malaysia sudah memiliki rencana pembangunan lima tahunan akan tetapi mereka juga membuat semacam Masterplan. tetapi bedanya di sana 400 orang bekerja secara intensif selama 2 bulan penuh dalam satu gedung, dimana dari 400 orang itu, 200 orang berasal dari pemerintah, dan 200 dari the best brain swasta dan dibantu oleh konsultan internasional.
Mereka dibebaskan dari tugas sehari-hari setiap hari bekerja di sana. Pemerintah menyediakan satu gedung milik Petronas yang disewa selama dua bulan untuk bekerja menyusun Masterplan. Setiap 2 minggu Prime Minister datang meninjau untuk menanyakan kemajuannya. Prime
Minister mengirimi surat secara langsung kepada 200 orang the best brain melalui perusahaan-perusahaan. Jadi tenaga yang dikirim oleh perusahaan bukan sembarangan orang. tadinya kita ingin mencontoh hal tersebut tetapi tidak dimungkinkan oleh karena berbagai hal.
Dalam kapasitas sebagai Deputi Menteri Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian, sejauh manakah keterlibatan Bapak dalam program tersebut ?
Kemenko Perekonomian tidak menyusun Masterplan ini dari awal, karena
pelaksanaannya serta mengkoordinir sektor-sektor yang nantinya menjadi sorotan dan dijadikan prioritas. Jadi kita akan meminta sektor-sektor untuk melaksanakan apa yang sudah dirumuskan dalam Masterplan tersebut.
Dalam program tersebut, keluaran seperti apa yang diharapkan serta seberapa besar pengaruh yang akan ditimbulkan terhadap perekonomian di Indonesia?
Kita sangat mengharapkan terjadinya pembangunan wilayah dan perekonomian yang lebih berimbang antara Pulau Jawa dan pulau lainnya. Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa sekarang ini Pulau Jawa masih mendominasi perekonomian Indonesia. Hal ini diindikasikan dari hampir 58% PDB nasional adalah dari Pulau Jawa. Pemerintah memprediksikan pada tahun 2025 PDB nasional akan naik 6 kali lipat menjadi 4300 Milyar USD dari PDB nasional yang saat ini sebesar 700 milyar USD. Diharapkan dari kondisi tersebut, kontribusi PDB dari Pulau Jawa cukup 54% saja. Artinya Pulau Jawa yang tadinya berkontribusi 450 milyar USD akan menjadi 2000-an milyar USD atau berarti hanya naik 3 kali lipat lebih. Sedangkan sisanya 250 milyar USD harus menjadi 2.000-an milyar USD atau berarti naik menjadi 8 kali lipat.
Bagaimana cara kita mencapainya?
Untuk mencapainya sudah tentu akan sangat membutuhkan energi yang banyak. Berapa energi yang harus dibangun di luar Jawa untuk membuat hal itu dapat terjadi?
Salah satu contoh adalah dalam eksploitasi aluminium , yang berasal dari bahan dasar alumina, dimana alumina berasal dari bauksit. Yang terjadi sekarang kita hanya mengambil bauksitnya dan
langsung diekspor tanpa diproses terlebih dahulu. Padahal jika kita bisa membuat alumunium di Kalimantan maka nilai ekonomisnya akan jauh menjadi lebih tinggi. Misalnya, 1 juta ton bauksit per tahun, yang dijual seharga 1 USD/ton jadi total yang kita dapatkan hanya 1 juta USD. Sedangkan kalau dijadikan alumunium bisa menjadi 30 juta USD, yang berarti ada 30 kali peningkatan value added, belum multiplier efect lainnya seperti penyerapan tenaga kerja yang sudah pasti juga akan meningkat. Disamping bauksit di Kalimantan, kita juga memiliki nikel di Sulawesi dan emas di Halmahera. Jadi yang dapat mendorong terjadinya semua itu adalah ketersediaan energi di setiap wilayah tersebut, yang dapat mendukung proses bahan-bahan mentah tersebut agar memiliki nilai tambah yang tinggi. Lebih lanjut, hal lain yang harus kita perhatikan adalah pemilihan pintu gerbang negara. Sebaiknya pintu gerbang negara tidak hanya di wilayah Barat
Sebaiknya pintu gerbang negara tidak hanya di wilayah Barat
Indonesia saja, tetapi juga di wilayah Timur, supaya terjadi
penyebaran pertumbuhan
Indonesia saja, tetapi juga di wilayah timur, supaya terjadi penyebaran pertumbuhan. Sebagai contoh, pintu gerbang laut bisa ditetapkan dengan 2 (dua) pilihan tempat, yaitu satu di Sumatera Utara (karena dilewati selat Malaka yang sangat ramai) dan satu lagi di Bitung (Sulawesi Utara). Jadi yang namanya lintas barang itu transitnya di dua tempat itu, yang ke arah Jepang lewat Bitung, yang ke Eropa lewat Sumatera Utara.
Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Riau masih tergabung di dalam Provinsi Sumatra yang berpusat di Medan, kemudian Provinsi Sumatra dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Provinsi Sumatra Utara, Sumatra tengah, dan Sumatra Selatan. Provinsi Riau mulai terlepas dari Provinsi Sumatra tengah tahun 1957, melalui UU Darurat No.19 tahun 1957, di mana Provinsi Sumatra tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatra Barat. Proses pemekaran tersebut tidak hanya terhenti pada tahun 1957 saja, akan tetapi berlanjut pada tahun 2002. Berdasarkan UU No.25 tahun 2002, Provinsi Riau melakukan pemekaran wilayah menjadi dua yaitu Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau yang bertahan hingga kini.
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2010, Provinsi Riau yang beribukota Pekanbaru ini memiliki luas wilayah sebesar 88.672,67 Km², dengan jumlah penduduk sebesar 5.543.031 jiwa dan kepadatan 62 jiwa/ Km². Secara administratif provinsi ini terdiri dari sepuluh kabupaten dan dua kota, yaitu Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Ke dua kota tersebut memiliki peran yang sangat penting terhadap pembangunan Provinsi Riau, Pulau Sumatra, bahkan Indonesia.
KEKAYAAN
ALAM
Pekanbaru dan Dumai untuk Indonesia
oleh: Redaksi Butaru
Pekanbaru dan Dumai
ditetapkan menjadi
bagian dari koridor
ekonomi khususnya
wilayah Sumatera.
Wilayah Administrasi Provinsi Riau
Dumai dan Pekanbaru merupakan wilayahyang memiliki banyak keunggulan baik dari kekayaan sumberdaya alam dan letak wilayah yang sangat strategis, sehingga Pemerintah pusat dan daerah sangat yakin untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu titik pertumbuhan ekonomi dengan skala Nasional. Dengan demikian wilayah tersebut ditetapkan menjadi bagian dari salah satu Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu Koridor Pantai timur Sumatra – Jawa Bagian Barat Laut (Koridor Sumatra) dengan tema pembangunan
“Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”.
Apa yang menjadi sektor unggulan di wilayah ini?
Melalui hasil produksi sawit pada tahun 2009 di Pulau Sumatra menjadikan Indonesia menduduki peringkat nomor 1 dunia dalam produksi kelapa sawit sebesar 19,3 Juta ton/ tahun atau sekitar 45% produksi dunia dan peringkat 1 dalam produksi karet sebesar 4,43% per tahun. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kontribusi hasil kelapa sawit dan karet dari Riau, di mana Pekanbaru dan Dumai terdapat di dalamnya, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Kota Pekanbaru dan Dumai ini memiliki kemampuan tinggi untuk tumbuh kembang mandiri dari hasil bumi dan kekayaan alam lainnya, sehingga banyak diminati investor lokal bahkan asing untuk menanam modal lewat kegiatan industri pengolahan yang sangat menjanjikan bagi Pemerintah, pihak investor sendiri, dan tentunya penduduk lokal.
Kota Pekanbaru di masa silam hanya berupa dusun kecil bernama Payung Sekaki yang terletak di pinggiran Sungai Siak. Dusun sederhana itu kemudian dikenal juga dengan sebutan Dusun Senapelan. Desa ini berkembang pesat, terlebih setelah lokasi pasar (pekan) lama pindah ke seberang pada tanggal 23 Juni 1784 terciptalah pasar baru yang identik dengan sebutan ”Pekan Baru”, nama yang hingga kini dipakai untuk menyebut Kota Pekanbaru.
Kota Pekanbaru diyakini
dapat dengan cepat
tumbuh dan berkembang
melalui jalur perdagangan
internasional dengan
memanfaatkan
lokasi simpul segi tiga
pertumbuhan
Indonesia-Malaysia-Singapura.
Sumber:BPS, Provinsi Riau, 2010
Potensi Perkebunan Pulau Sumatra tahun 2008
Provinsi Produksi Karet/Ton
Aceh 95,777.00 Sumatera Utara 475,307.00 Sumatera Barat 98,570.00 Riau 379,592.00 Jambi 332,256.00 Sumatera Selatan 572,282.00 Bengkulu 53,624.00 Lampung 74,702.00 Bangka Belitung 20,720.00 Kepulauan Riau 22,834.00
Provinsi Produksi Sawit/Ton
Aceh 709,021.00 Sumatera Utara 3,200,673.00 Sumatera Barat 898,640.00 Riau 5,072,834.00 Jambi 1,210,238.00 Sumatera Selatan 1,829,609.00 Bengkulu 355,945.00 Lampung 406,863.00 Bangka Belitung 407,174.00 Kepulauan Riau 10
lalu lintas angkutan lintas timur Sumatera. Menanggapi tantangan Pemerintah untuk menjadikan Indonesia peringkat 10 (sepuluh) besar di dalam pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah Provinsi Riau menyusun strategi pertumbuhan ekonomi melalui Kawasan Strategi dan Cepat tumbuh. Di antara 6 (enam) usulan Kawasan Strategis dan Cepat tumbuh di Provinsi Riau, Kota Pekanbaru termasuk salah satu di dalamnya. Pekanbaru akan dijadikan sebagai Kota Metropolitan dengan fungsi utama kota industri, perdagangan dan jasa serta pusat layanan permukiman dengan skala provinsi. Untuk menjadikan Kota Pekanbaru menjadi Kota Metropolitan, sudah selayaknya diperlukan perencanaan infrastruktur yang lebih matang untuk kedepannya dengan tujuan utama mendukung kegiatan industri, perdagangan, dan mempermudah mobilitas para penduduk. Rencana Jalan tol Pekanbaru - Dumai dengan total panjang ruas jalan tol 135,34 Km ini diyakini dapat memberikan pengaruh positif terhadap wilayah- wilayah yang dilalui dan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi.
tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Pekanbaru ini banyak ditopang dari adanya aliran investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri, banyaknya penanam modal atau perusahan melakukan aktivitas jual dan membeli barang modal untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa. Iklim usaha yang kondusif merupakan elemen penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu diperlukan hubungan yang harmonis antara investor, Pemda selaku pemegang wewenang melalui kebijakan, dan tentunya masyarakat setempat. Suatu wilayah dapat dikatakan maju dan berkembang jika penduduk yang ada di dalamnya sejahtera jauh dari masalah sosial. oleh karena itu pembinaan masyarakat merupakan salah satu misi Pemda Kota Pekanbaru dalam pembangunan Kota Pekanbaru. Pemda akan menyiapkan sumber daya manusia dengan menyediakan pelayanan pendidikan, tempat peribadatan, fasilitas kesehatan, dan tetap menjaga kebudayaan untuk mencipkatan SDM yang rukun, damai, berkualitas, sehat, dan sejahtera.
Iklim usaha yang kondusif
merupakan nyawa dari
pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Pekanbaru tahun 2006-2026, perkiraan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru selama kurun waktu tersebut adalah 7 (tujuh) persen, dengan perkiraan konstribusi yang terbesar berasal dari lapangan usaha industri pengolahan,
perdagangan, hotel dan restoran. Adapun beberapa Penanam Modal Asing (PMA) seperti Pt Caltex Paciic Indonesia, perusahaan minyak terbesar di Indonesia, atau Pt Indah Kiat Pulp and Paper yang bergerak di bidang usaha pulp dan kertas, dan di bidang kehutanan yaitu Pt Surya Dumai dan Pt Siak Raya yang ikut meramaikan aktivitas industri di Pekanbaru dan memberikan kontribusi terhadap PDRB.
Kota Dumai yang terletak di Provinsi Riau ini merupakan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis yang diresmikan sebagai kota pada 20 April 1999, dengan UU No. 16 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 setelah sebelumnya sempat menjadi kota administratif (kotif) di dalam Kabupaten Bengkalis. Kota Dumai yang merupakan kota terbesar nomor 2 (dua) di Indonesia setelah Manokwari ini yang berada 188 km dari Kota Pekanbaru dan memiliki SDA yang sangat melimpah. Sebelum pemekaran, Kota Dumai hanya dusun kecil di Pesisir timur Propinsi Riau, akan tetapi identitas ini telah berubah karena dengan melimpahnya SDA ini menjadikan Kota Dumai bagaikan mutiara di Pantai timur Sumatra. Selain itu, letak strategis yang terletak persis di Selat Malaka dan bertetangga langsung dengan Malaysia juga menjadikan Kota Dumai sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional dan Internasional seperti halnya Pekanbaru. Sekilas tentang Kota Dumai di atas, memberikan gambaran bahwa potensi luas wilayah yang besar, kekayaan SDA dan letak strategis dapat dijadikan sebagai modal utama di dalam pembangunan dan memajukan Kota Dumai dan Propinsi Riau khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Seperti halnya Kota Pekanbaru, Kota Dumai juga memiliki potensi dan unggulan pada bidang pertambangan , penggalian, dan industri pengolahan. Sebagaimana terbukti dalam pencapaian PDRB dari tahun 2005-2009, sektor pertambangan, penggalian, dan sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun selalu unggul dan bahkan menunjukan peningkatan.
Kontribusi PDRB kota Dumai, terbesar dari sektor pertambangan dan penggalian serta industri pengolahan tersebut tidak lepas dari campur tangan dari perusahaan yang termasuk di dalam BUMN, para investor asing, serta mitra usaha lainnya yang ikut berperan aktif, khususnya di Dumai dengan tujuan berperan aktif dalam pertumbuhan perekonomian Riau dan Indonesia. Dengan menggunakan sumber daya alam serta potensi unggulan yang ada, sejak beberapa tahun silam telah berdiri tiga industri besar yang turut serta memajukan Dumai dengan potensi unggulan tersebut. Pt. CPI (dahulu Caltex Paciic Indonesia sekarang Chevron Paciic Indonesia) yaitu perusahaan asing eksplorasi minyak bumi, kemudian Pt. Pertamina yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pendistribusian minyak dan gas bumi dalam negeri, serta disusul oleh industri pengolahan minyak sawit (CPo) Pt. BKR (Bukit Kapur Reksa). Julukan Kota Dumai sebagai Kota Minyak tidaklah salah, julukan ini dapat dibuktikan dengan banyaknya perusahan besar yang berskala Internasional yang melakukan eksplorasi minyak bumi di Dumai Pt. Chevron Pasiic Indonesia
Kegiatan perindustrian Kota Dumai semakin diramaikan dengan timbulnya beberapa industri kecil atau home Industri, seperti pengolahan hasil pertanian seperti kelapa dijadikan VCo minyak kelapa murni dan kawasan industri yang strategis yaitu Kawasan Industri Dumai (KID) di Pelintung, Kawasan Industri Lubuk Gaung, Kawasan Industri Dock Yard, Kawasan Industi Bukit Kapur dan Kawasan Industri di Bukit timah, dan Kawasan Industri Pelintung yang dinilai telah maju lebih pesat dari kawasan industri lainnya. Pada Kawasan Industri Pelintung ini telah dibangun satu dermaga ekspor dengan kapasitas tiga kapal tanker sekali sandar, selain itu juga telah dibangun juga pabrik pupuk NPK dan telah berproduksi yang diyakini menjadi pabrik pupuk NPK terbesar di Asia tenggara.
Sumber Daya Alam dan Letak Strategis Menentukan Masa Depan Wilayah
Untuk mendukung pendistribusian barang dalam rangka ekspor barang, Dumai telah memiliki berbagai prasarana dan sarana pendukung transportasi seperti 9 unit pelabuhan besar yang berkualitas internasional, terdiri atas 4 unit dikelola dan dimiliki oleh Chevron dan 5 unit milik Pemerintah yang dikelola oleh Pt. PELINDo I yang dapat menampung kapal tanker dengan fasilitas pendukung seperti besar seperti kolam dan perairan pelabuhan, panduan, penundaan, layanan hal, eksploitasi, dan penyewaan peralatan, dermaga, kompleks kantor, gudang, bidang tempat pembuangan sampah, terminal penumpang.
Melihat adanya kawasan perindustrian yang terus berkembang, maka PEMKot Dumai merencanakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Dumai untuk rencana kedepan, seluas 231.533,12 Ha yang meliputi 5 kecamatan yang berlokasi persis di sebelah Selat Malaka, yaitu Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai timur, Kec. Bukit Kapur, Kec. Medang Kampai, dan Kec. Sungai Sembilan.
Seperti Kota Pekanbaru, Kota Dumai juga menjadi salah satu kawasan strategis dan cepat tumbuh di Provinsi Riau dengan menjadikan Kota Dumai fungsi utama kota industri, kawasan ekonomi khusus, dan menjadikan Kota Dumai sebagai exit dan entry point Provinsi Riau lewat beberapa perencanaan pelabuhan di Kota Dumai.
Dengan adanya kawasan industri besar maupun kecil tersebut tentunya memberikan dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan perekonomian Kota Dumai, dan juga yang paling terpenting adalah telah memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat di Kota Dumai sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan menurunkan angka pengangguran yang merupakan salah satu prioritas Pemerintah Provinsi Riau . Penurunan angka pengangguran Provinsi Riau telah terjadi sejak tahun 2004-2008, akan tetapi pada tahun 2009 kembali peningkatan sebesar 0.38% yang disebabkan oleh pencari kerja (migrasi) melebihi peluang yang ada. Peningkatan angka pengangguran tersebut merupakan tantangan bagi Pemerintah Riau untuk tahun ke depannya, walaupun peningkatan tersebut tidak terlalu besar. (MPB)
Dengan adanya kawasan
industri besar maupun
kecil tersebut tentunya
memberikan dampak
yang sangat positif bagi
perkembangan dan kemajuan
perekonomian Kota Dumai.
Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan ilmu pengetahuan-teknologi (IPtEK), yang digunakan dalam penyiapan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Pendekatan Koridor Ekonomi dan Dinamika Regional
dalam Pengembangan Wilayah
oleh: Dr. Ir. Abdul Kamarzuki, Asisten Deputi Bidang Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian
Pembangunan
Koridor Ekonomi
Indonesia merupakan salah satu negara yang memberi kontribusi cukup besar terhadap peran kawasan Asia dalam kekuatan pasar global, dimana lebih dari 50% penduduk dunia berlokasi di kawasan tersebut. Kekuatan dari konsentrasi pasar global ini telah memberi implikasi terhadap munculnya berbagai konsep atau pendekatan kerjasama antar negara di kawasan Asia, seperti Great-Mekong Sub-Region, IMt Growth triangle, BIMP East Asean Growth Area, Mekong-India Industrial Coridor, dan juga kerjasama transportasi, seperti trans-Asian Highway dan Railway, serta konsep-konsep kerjasama lainnya. fakta menunjukkan, bahwa kerjasama regional terebut telah memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut dan ditunjukkan dengan naiknya perdagangan intra-regional di kawasan Asia timur dari 30% di tahun 1990an menjadi 56% di tahun 2005 (ADB, 2007). Didukung adanya revolusi teknologi, khususnya teknologi informasi mendorong munculnya konsep-konsep kerjasama antar regional dalam suatu negara, seperti Delhi-Mumbai Corridor, Sabah Corridor Development Region dan Iskandar Development Region.
Konsep Pengembangan Koridor Ekonomi umumnya bertujuan untuk menarik investasi dan meningkatkan aktivitas ekonomi
Pendekatan Koridor Ekonomi yang telah dikembangkan di beberapa negara sebagai salah satu bentuk pendekatan dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonominya memiliki beberapa kisah sukses yang menunjukkan hasil-hasil positif, seperti:
• Great Mekong Sub-region telah berhasil meningkatkan pendapatan per kapita pada
kawasan tersebut dari sekitar US$ 630 pada tahun 1992 menjadi US$ 1100 di tahun 2006, atau menurunkan tingkat kemiskinan di Vietnam dan meningkatkan transaksi
perdagangan.
• Mekong-India Industrial Corridor telah berhasil meningkatkan aktivitas ekonomi antar
negara, terutama wilayah Utara dan timur negara tersebut.
• Delhi-Mumbai Industrial Corridor dalam 5 tahun terakhir telah berhasil dua kali lipat
meningkatkan penyerapan tenaga kerja (14,9%), tiga kali lipat meningkatkan produksi industri (24,6%) dan empat kali lipat volume ekspor (32%).
• Sabah Development Corridor telah berhasil meningkat nilai tambah dari industri melalui
transformasi dan pengembangan R&D sektor-sektor agro-industri, bio-teknologi, pariwisata dan logistik ke dalam kawasan.
Belajar dari pengalaman negara lain tersebut, keberhasilan pelaksanaan pendekatan “Pengembangan Koridor Ekonomi” dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi suatu negara ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
• Adanya political and good will dari Pemerintah dan seluruh stakeholders dalam
konsistensi pelaksanaannya.
• Didukung oleh ketersediaan hardware infrastructure yang memadai.
• Kemudahan informasi untuk mendukung daya saing usaha.
• Kemudahan prosedur perijinan dan jaminan dalam pengembangan usaha. • Akses atau kemudahan pergerakan barang dan orang.
• Pemerintahan yang bersih dan kuat.
Terdapat dua prinsip utama
pada pertumbuhan koridor
ekonomi yaitu penurunan
ongkos distribusi logistik dan
peningkatan kemudahan
terhadap pemanfaatan
ruang atau dapat disebut
akses terhadap aset negara,
bagi pengembangan
kegiatan ekonomi.
Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, seperti potensi demograi, kekayaan sumber daya alam, serta letak geograis yang strategis merupakan faktor-faktor yang sangat bermanfaat untuk tujuan percepatan pertumbuhan maupun perluasan pembangunan ekonomi.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, sejak 2009 lalu struktur penduduk Indonesia mulai menunjukkan memiliki angka dependency ratio (yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara usia tidak produktif dengan usia produktif) di bawah 50 persen atau yang sering disebut sebagai masa “Bonus Demograi”. Bila tingkat pendidikan secara umum diasumsikan akan terus membaik, produktivitas perekonomian negara ini sesungguhnya dalam kondisi premium.
Indonesia juga adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di unia) dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet dan perikanan.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah dengan panjang mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Lokasi geograis Indonesia juga sangat strategi, dengan dilewati oleh satu Sea Lines of Communication (Selat Malaka) yang menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer dunia.
Kesemua faktor tersebut di atas membuat Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki leverage regional dan global karena memiliki hampir seluruh prasyarat untuk menjadi
front-line perekonomian dunia. Hal ini membentuk keunggulan dan keunikan atas masing-masing wilayah yang terwakili melalui pulau-pulau besar di Kepulauan Indonesia, yang akan menjadi
pilar-pilar pembangunan ekonomi wilayah ke depan atau yang diwujudkan dalam pengembangan koridor ekonomi Indonesia. Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia adalah
pengembangan kegiatan ekonomi utama melalui pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disertai penguatan konektivitas antar pusat-pusat ekonomi dan lokasi kegiatan utama serta fasilitas pendukungnya. Pengembangan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi terpadu dan kompetitif serta berkelanjutan dengan mempertimbangkan sistem perencanaan pembangunan yang ada (RPJP, RPJM, RtRWN dan lainnya) dan bertujuan terwujudnya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di dalam dan keluar koridor dalam rangka mewujudkan visi nasional.
Belajar dari pengalaman negara lain, implementasi
pengembangan koridor ekonomi untuk mendukung tercapainya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia ditentukan pada prinsip-prinsip:
• Koridor Ekonomi Indonesia tidak diarahkan pada kegiatan
eksploitasi dan ekspor sumber daya alam, namun lebih pada penciptaan nilai tambah;
• Koridor Ekonomi Indonesia tidak diarahkan untuk menciptakan
konsentrasi ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia untuk dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing;
• Koridor Ekonomi Indonesia tidak menekankan pada
pembangunan ekonomi yang dikendalikan oleh pusat, namun pada sinergi pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional;
• Koridor Ekonomi Indonesia tidak menekankan pembangunan
transportasi darat saja, namun pada pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut, dan udara;
• Koridor Ekonomi Indonesia tidak menekankan pada
Koridor Ekonomi merupakan kawasan yang terdiri dari wilayah-wilayah target
kebijakan, inisiatif pembangunan dan proyek infrastruktur yang bertujuan menciptakan dan memperkuat basis ekonomi yang terintegrasi dan kompetitif demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Penentuan usulan koridor ekonomi berdasarkan kekuatan wilayah yang sudah ada dengan harapan agar manfaatnya dapat dinikmati lebih cepat baik untuk wilayah tersebut dan juga daerah sekitarnya. Pendekatan pertama mempertimbangkan kebijakan pengembangan daerah, analisis spasial ekonomi, dan analisis transportasi daerah. Pendekatan kedua memperhitungkan analisis komprehensif melalui empat tahapan, yaitu menetapkan daerah pusat ekonomi dan jalur koridor, menghubungkan daerah pusat ekonomi yang paling memungkinkan, dan menetapkan fokus industri. Melalui kedua pendekatan ini ditentukan enam (6) Koridor Pembangunan Ekonomi.
Perwujudan strategis posisi Indonesia yang diwakili dengan posisi strategis kepulauan Indonesi tersebut dapat diwujudkan melalui pendeinisian peran strategis kepulauan atau koridor ekonomi Indonesia, berikut:
• Sumatera diposisikan sebagai “Sentra
Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”. Selain itu, Sumatera juga akan menjadi garis depan ekonomi nasional ke pasar Eropa, timur tengah, Afrika, Asia Selatan & Asia timur, serta Australia & oceania
• Jawa diposisikan sebagai “Pendorong
• Kalimantan diposisikan sebagai “Pusat
Produksi dan Pengolahan Hasil tambang dan Lumbung Energi Nasional”.
• Sulawesi diposisikan sebagai ‘’Pusat
Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional’’. Sulawesi juga diharapkan menjadi pintu garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia timur, Australia, oceania, Amerika Utara dan Selatan
• Bali – Nusa Tenggara diposisikan sebagai
• Papua-Kepulauan Maluku diposisikan
sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional” . Untuk mendukung posisi tersebut diperlukan upaya percepatan pembangunan infrastruktur.
Dengan diterapkannya pendekatan pengembangan koridor ekonomi bersama dengan 2 (dua) pilar pendekatan lainnya (pengembangan konektivitas dan pengembagan SDM dan IPtEK) di dalam MP3EI, PDB Indonesia diperkirakan akan bertumbuh lebih cepat, baik untuk daerah di dalam wilayah koridor ekonomi, maupun untuk di daerah di luar koridor ekonomi.
Pertumbuhan tahunan PDB nasional akan menjadi sekitar 12,7% secara nasional dengan pertumbuhan di dalam koridor 12,9% dan pertumbuhan di luar koridor 12,1%. Hal ini memberi harapan besar tercapainya cita-cita bangsa Indonesia tahun 2025 untuk “mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 10 besar dunia di tahun 2030 dan 6 besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif dan berkelanjutan”.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di kawasan non-koridor mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kawasan dalam koridor sebagai akibat terjadinya Spill over Efect dari kawasan koridor.
Pengembangan Koridor Ekonomi dalam menunjang MP3EI diwujudkan melalui 8 program utama, yaitu pertanian,
pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika dan pengembangan kawasan strategis, serta 22 aktivitas ekonomi utama sesuai dengan potensi dan nilai strategis aktivitas ekonomi utama tersebut di koridor yang bersangkutan. Pemilihan aktivitas ekonomi utama untuk masing-masing koridor tersebut didasarkan atas pertimbangan terhadap pandangan strategis kegiatan ekonomi dan kondisi atau kepentingan kegiatan ekonomi saat ini serta potensi unggulan pada masing-masing koridor ekonomi. Ke-22 aktivitas utama ekonomi tersebut adalah industri makanan-minuman, pertanian pangan, tembaga, nikel, batubara, karet, kelapa sawit, perikanan, peternakan, pariwisata, minyak dan gas bumi, tekstil, perkapalan,
Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia dan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
besi baja, peralatan transportasi, alutsista, perkayuan, kakao dan bauksit, serta kawasan strategis nasional (KSN) Selat Sunda dan Jabodetabek area.
Indonesia saat ini menjadi
salah satu negara tujuan
yang dijadikan tempat
untuk docking pergerakan
keuangan global melalui
pasar sekunder.
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
dalam ikut Mendorong Percepatan
Pengembangan Wilayah Nasional
oleh: firman Napitupulu
Kasubdit WIlayah II, Dit. Penataan Ruang Wilayah Nasional - Ditjen Penataan Ruang, Kementerian PU
Tinjau Ulang
Peran
PENGANtAR
Pada hari-hari belakangan ini kita dihadapkan pada suatu diskusi tentang bagaimana menyikapi kondisi perkembangan makroekonomi nasional yang dianggap memiliki momentum yang sangat baik. Momentum ini adalah anomali perkembangan politik global. Ketika dunia mengalami masalah, Indonesia malah diuntungkan.
Penyebab anomali ini adalah karena ketika pertumbuhan ekonomi dunia yang bergerak melambat akibat diterjang berbagai persoalan global seperti; gejolak politik negara-negara timur tengah, bencana alam tsunami di Jepang, dan administrasi pemerintahan Presiden obama yang sedang bermasalah dengan hutang dalam negerinya yang membuat gelombang besar pasar keuangan dunia, justru Indonesia saat ini menjadi salah satu negara tujuan yang dijadikan tempat untuk docking pergerakan keuangan global melalui pasar sekunder.
Berbagai kalangan baik dari unsur-unsur Pemerintah maupun para akademisi, dan pelaku usaha mencoba menguraikan gejala-gejala yang terjadi ini untuk mencari tahu langkah-langkah apa yang bisa antisipasi kedepan mengambil manfaat kesempatan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) setelah dua tahun terakhir ini, ekonomi Indonesia masuk dalam peringkat ke-16 terbesar di dunia. Kalau dihitung dari posisi, katakan 5 (lima) tahun yang lalu, tepatnya sejak 2006, PDB per kapita Indonesia naik hampir dua kali lipat menjadi 3.000,5 USD pada tahun 2010 kemarin. Kondisi ini semestinya disambut gembira karena menunjukkan kebijakan Pemerintah kelihatan berjalan sebagaimana sesuai rencana. Namun herannya, dari berbagai diskusi yang berkembang di luar sana, banyak pandangan yang pesimis bahwa prestasi tersebut akan berdampak positif bagi perkembangan wilayah nasional, khususnya masyarakat daerah-daerah tertinggal. Di tengah-tengah keraguan dan ketidakpastian akan kondisi itu, dengan analisis yang sederhana tulisan ini akan mencoba menguraikan situasi yang terjadi untuk melihat bagaimana sebaiknya kawasan pengembangan ekonomi terpadu diposisikan dapat memanfaatkan momentum ini untuk dapat tumbuh.
fENoMENA PERtUMBUHAN EKoNoMI NASIoNAL
Pertumbuhan
memang meningkat
namun kemampuan
daya beli masyarakat
justru menurun.
Kontribusi pendapatan per kapita tahun 2010 yang tidak merata itu digambarkan dengan rincian sebagai berikut; 40% pendapatan penduduk kelas bawah ternyata mengalami penurunan dari 21,5% menjadi 18,96%. Sementara pendapatan 40% kalangan masyarakat kelas menengah juga turun dari 37,5% menjadi 36,14%. Ironisnya justru kontribusi kelas elit yang jumlahnya 20%, kontribusinya meningkat menjadi 44,9% dari 41,9%. Kondisi kesenjangan ini jelas mencerminkan tidak semua masyarakat Indonesia dapat menikmati pendapatan 3.005 USD tersebut seperti yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi yang semestinya disambut gembira ini justru memunculkan ketimpangan yang tinggi di masyarakat.
Dari uraian di atas, sisi fenomena apa yang dapat kita perkirakan terkait dengan konteks kebijakan pengembangan wilayah nasional kita. Pertama, kita boleh curiga bahwa sebenarnya dengan fenomena tersebut telah terjadi staglasi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia walaupun kita disuguhi peringkat pertumbuhan yang menggembirakan. fenomena staglasi ini artinya pertumbuhan yang tinggi pada kenyataannya tidak seindah aslinya, jika hal itu dikaitkan dengan fakta lapangan yang memperlihatkan semakin banyaknya masyakarat miskin dan tingginya tingkat pengangguran. Jadi staglasi hendak mengatakan bahwa pertumbuhan memang meningkat namun kemampuan daya beli masyarakat justru menurun.
Kedua, dengan kecurigaan pada butir pertama, kita dapat menduga bahwa pertumbuhan ekonomi nasional sebenarnya bersifat quasy. Hal ini dapat dijelaskan seperti ini.
Sebenarnya pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia saat ini terjadi pada secondary market yang tumbuh pesat karena adanya capital in-low yang deras yang masuk ke pasar domestik. Pasar saham Indonesia menjadi salah satu bursa pencetak keuntungan terbesar melebihi bursa saham regional, namun masuknya modal yang besar ini ke bursa saham Indonesia tidak dibarengi dengan kemampuan menyerap dana tersebut ke dalam industri dalam negeri. Bukti lain yang dapat kita lihat adalah bahwa penguatan nilai tukar rupiah kita yang hingga saat ini mencapai rata-rata 9.000 rupiah tidak mampu mengurangi deisit perdagangan Indonesia dengan China. Indonesia gagal memanfaatkan forum pakta perdagangan bebas Asean-China (ACftA) untuk mengurangi deisit perdagangan nasional dengan China. Sementara thailand, tidak seperti Indonesia, justru mampu memanfaatkan ACftA melalui produk-produk pertaniannya yang unggul. Bacaan dari fenomena butir kedua inilah yang selanjutnya mengantarkan kita kepada dugaan berikutnya yang akan memberikan analisis tentang kebijakan apa yang sebaiknya diambil oleh Pemerintah.
terakhir, kita boleh menduga bahwa dengan perkiraan-perkiraan yang terjadi sebagaimana yang diuraikan pada dua butir sebelumnya, bahwa pertumbuhan yang terjadi lebih banyak didorong oleh sektor-sektor yang bersifat capital intensive dimana sebagian besar masyarakat umumnya memiliki hambatan aksesibilitas untuk dapat berpartisipasi dalam sektor ini akibat rendahnya pendidikan, kurangnya informasi tentang kebijakan sektor keuangan bagi masyarakat berpendapatan rendah, ditambah birokrasi yang bertele-tele dalam penyaluran dana kepada pengusaha kecil yang umumnya berada di daerah-daerah terpencil. Persoalan lain yang klasik adalah tidak berminatnya industri padat karya untuk berinvestasi di daerah-daerah remote. Dugaan-dugaan di atas terkait ketimpangan pendapatan dan ketimpangan
Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu atau KAPET,
dari sisi lokasi dirancang sebagai
kawasan yang memiliki nilai
strategis secara geograis
yang diandalkan untuk cepat
tumbuh karena karena memiliki
keuntungan lokasional karena
kedekatannya dengan outlet,
memiliki infrastruktur yang
memadai, serta memiliki
komoditas-komoditas
unggulan yang menggerakan
pertumbuhan ekonomi daerah
sekitarnya,
Memahami bahwa konsentrasi pertumbuhan ekonomi nasional masih sangat bias Pulau Jawa dan membuat ketimpangan pembangunan antar wilayah, khususnya Pulau Jawa dan Luar Jawa maka diperlukan adanya kebijakan airmative action bagi wilayah-wilayah tertinggal oleh Pemerintah dalam upaya menjaga keseimbangan pembangunan antar wilayah melalui kepedulian Pemerintah untuk mendorong potensi latent kawasan-kawasan tertinggal agar dapat bertumbuh sama dengan kawasan-kawasan-kawasan-kawasan lainnya sudah terlebih dahulu maju. Airmative Policy bagi masyarakat dan wilayah yang miskin ini sudah diamanatkan dalam UUD 1945 yang tersirat dalam Preambule dan Pasal 33. Karena itu ketika Dilip K. Das dalam bukunya Emerging Growth Pole: the Asia-Paciic Economy (1996) sempat pernah mengkategorikan Indonesia kedalam the ASEAN-4 bersama-sama dengan Malaysia, thailand, dan Philippines, momentum apresiasi global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia saat itu memberikan inspirasi kepada pemerhati kebijakan publik dan Pemerintah untuk mengembangkan kebijakan tentang pusat-pusat pertumbuhan (growth poles) ala Indonesia untuk mengentaskan masalah disparitas pembangunan yang terjadi di wilayah Nusantara.
Pada masa itu kebijakan pengembangan Kawasan Ekonomi terpadu atau yang sering kita dengar dengan istilah KAPEt mulai dicanangkan melalui Keppres 89/1996 tentang KAPEt sebagai jawaban terhadap Keppres 54 tahun 1995 tentang Dewan Pengembangan Kawasan timur Indonesia (KtI). Semangat dari kedua Keppres tersebut adalah airmative policy atau keberpihakan khusus negara kepada kepada kawasan atau wilayah
Pelaksanaan kebijakan
pembangunan wilayah
atau kawasan skala besar
membutuhkan komitmen
yang tinggi dan konsistensi
kebijakan jangka panjang.
Untuk menunjukkan komitmen Pemerintah tentang keberpihakan terhadap kawasan tertinggal, khususnya dalam upaya percepatan pembangunan Kawasan timur Indonesia. KAPEt bahkan melalui PP 26/2008 tentang RtRWN sebagai implementasi UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan ekonomi. Konsepsi pengembangan KAPEt adalah penciptaan iklim kondusif bagi investasi melalui percepatan dukungan infrastruktur yang berbasis pada keunggulan lokal dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya.
PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAPEt
Harus diakui bahwa lambatnya pertumbuhan kawasan pengembangan ekonomi terpadu KAPEt lebih banyak disebabkan karena kurangnya komitmen Pemerintah. Semenjak ditetapkannya kebijakan KAPEt sebagai pendekatan untuk mengatasi masalah ketertinggalan pembangunan di kawasan timur Indonesia (KtI) pada tahun 1996 dan dikeluarkannya Keppres No. 150 tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi terpadu, upaya pelaksanaan kebijakan KAPEt ini mengalami hambatan karena terjadinya proses perubahan politik ketatanegaraan di Indonesia yang membuat kebijakan KAPEt terlupakan karena seringnya terjadi perubahan rejim pemerintahan yang berdampak terhadap ketidaksinambungan kebijakan politik Pemerintah dalam satu dekade belakangan ini.
Pelaksanaan kebijakan pembangunan wilayah atau kawasan skala besar membutuhkan komitmen yang tinggi dan konsistensi kebijakan yang jangka panjang. Pentingnya komitmen dan konsistensi yang tinggi dapat dilihat dari pengalaman Pemerintah China dalam mengembangkan Special Economic Zones di negaranya. Ketika pada 1979 kementerian negara yang bertanggungjawab terhadap bidang ekonomi mengusulkan pembangunan kota Boan Xian - yang saat ini dikenal sebagai Shenzen di Provinsi Guangdong, sebagai sebuah kawasan khusus yang dinamai Pearl River Delta Region yang berlokasi dekat Hong Kong, Macao dan taiwan, Deng Xiaoping selaku ketua partai komunis China yang sangat berpengaruh ketika itu langsung mengatakan agar rencana pembangunan kawasan Boan Xian atau Shenzen itu segera dilakukan.
Keseriusan Pemerintah China yang menganut sistem sosialis dalam mengejar
ketertinggalan pembangunan wilayahnya untuk bersaing secara global, dapat dilihat dari kebijakannya yang radikal dari sisi idiologi. Pemerintah China menjanjikan one state-two systems dalam kawasannya dimana sistem kapitalis dan sosialis diijinkan untuk co-exist. Selaku Ketua Partai Komunis yang sangat konservatif, Deng Xiaoping telah menunjukkan sikap selaku the cracker yang menganut asas see and do – melihat dan langsung bertindak. tidak seperti asas yang selama ini kita anut yang bersifat profesional-konvensional, yaitu
wait and see. Dalam waktu sepuluh tahun komitmen dan konsistensi Pemerintah China menunjukkan hasilnya yang sangat luar biasa. Keberhasilan ini terjadi karena komitmen dan konsistensi yang tinggi di tengah-tengah perubahan fokus kebijakan pembangunan kawasan, yang semula adalah kawasan yang berorientasi kepada penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan devisa negara, berubah menjadi kawasan ekonomi khusus yang berorientasi kepada kebijakan sebagai windows of technology, management, knowledge, and foreign policy. Dalam sepuluh tahun, Shenzhen telah menjadi kota yang sangat maju seperti kota New York dari yang semula seperti kota Menado ketika penulis menyiapkan artikel ini disana minggu lalu.
Semenjak awal kebijakan
pengembangan kawasan
KAPET pada dasarnya
merupakan kebijakan yang
bersifat kepedulian sosial
negara terhadap wilayah
tertinggal agar mampu
mandiri sebelum mampu
berkompetisi di pasar bebas.
adalah ketika adanya kebijakan-kebijakan baru tentang pengembangan ekonomi nasional yang terkait dengan kewilayahan atau tepatnya kawasan, maka kebijakan pengembangan KAPEt selalu dilewatkan karena dianggap sudah tidak up to date atau merupak binatang lain yang dianggap tidak sesuai untuk dikaitkan. KAPEt menjadi seperti anak tiri dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Perhatikan saja misalnya dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dan yang terakhir dengan kebijakan Pemerintah terkait dengan kebijakan pengembangan Koridor Ekonomi untuk percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia 25 tahun mendatang, KAPEt sebagai kawasan yang sudah memiliki dukungan politik, pada awal pembahasan teknis hampir luput dari perhatian para pengambil kebijakan.
Karena kebijakan pengembangan KAPEt merupakan kebijakan yang bersifat airmative action, artinya pengembangan KAPEt sebagai kawasan ekonomi yang sengaja didorong, maka secara rasional KAPEt membutuhkan perhatian yang khusus dan komitmen yang tinggi yang semestinya dilandaskan pada kemauan politik Pemerintah lintas regim yang konsisten dan tidak boleh ada jeda sampai kawasan tersebut bisa lepas landas.
Namun seiring dengan perjalanannya hingga saat ini, kebijakan pengembangan KAPEt keberhasilannya dalam mengentaskan masalah disparitas pembangunan wilayah bagian Barat Indonesia dan wilayah bagian timur Indonesia banyak diragukan oleh berbagai kalangan, tidak saja oleh kalangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang seharusnya tetap memiliki komitmen untuk konsisten mendorong KAPEt dapat mencapai tujuannya. Keragu-raguan berbagai kalangan terhadap keberlangsungan kebijakan pengembangan KAPEt ini dapat dipahami. Kebijakan pengembangan KAPEt telah dimulai sejak
dikeluarkannya Keppres No. 89 tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi terpadu. Keppres tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi Keppres No. 150/2000, sejalan dengan perubahan lingkungan strategis selama satu dekade belakangan ini, terutama terkait dengan terjadinya perubahan tata kelola pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang semakin membatasi otoritas Badan Pengelola KAPEt di daerah. Semenjak itu berbagai fasilitasi khusus diberikan kepada KAPEt termasuk perhatian Pemerintah terhadap perlunya perubahan kelembagaan pengembangan dan pengelolaan KAPEt termasuk revisi Keppres No. 150/2000 yang draftnya sudah disiapkan semenjak tahun 2002, hingga saat ini tidak pernah dibahas dalam forum Badan Pengembang KAPEt untuk diputuskan bagaimana nasib KAPEt kedepan.
Keberadaan Badan Pengelola KAPEt di daerah saat ini sebagai lembaga yang bertanggungjawab untuk memfasilitasi proses peningkatan kualitas kawasan melalui pelaksanaan koordinasi instansi terkait di Daerah maupun di Pusat, serta bertanggungjawab untuk melakukan promosi disamping membantu Pemerintah Daerah dalam memberi pertimbangan teknis bagi permohonan perizinan kegiatan investasi pada KAPEt, berjalan “terengah-engah” dan dirasakan sangat tidak efektif bagi pengembangan kawasan KAPEt karena perannya yang dianggap tumpang tindih dengan struktur yang ada di dinas-dinas terkait.
REoRIENtASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAPEt
Sejak awal reformarsi, RPJM Nasional 1999-2004 telah memberikan landasan yang cukup kuat sebagai dasar bagi kebijakan pengembangan kawasan di Indonesia, khususnya untuk pengembangan KAPEt sebagai pendekatan pengentasan kawasan tertinggal yang menjadi tanggungjawab Pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok wilayah Nusantara.
Secara kewilayahan upaya pemerataan pembangunan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah belum dapat dikatakan berjalan seperti yang diharapkan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah yang sangat menyolok masih terlihat walaupun dikatakan bahwa indikasi pertumbuhan makroekonomi nasional telah menjelaskan adanya peningkatan yang singniicant. Karena itu, upaya
percepatan pembangunan ekonomi nasional yang mengutamakan pengembangan sektor-sektor strategis yang memiliki kontribusi besar terhadap PDB nasional memang perlu menjadi perhatian khusus, namun memberikan perhatian khusus dimana sebaiknya sektor-sektor strategis itu juga perlu dikembangkan agar dapat mendorong pertumbuhan daerah-daerah tertinggal, juga menjadi sangat penting. Karena itu beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam upaya mengembangkan KAPEt kedepan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengingat bahwa kebijakan pengembangan KAPEt merupakan perwujudan kepedulian negara terhadap masyarakat yang berada di wilayah tertinggal, maka pelaksanaan kebijakan pengembangan KAPEt harus dilakukan secara konsisten sampai pada level tertentu dimana wilayah tersebut sudah dianggap mampu untuk mandiri dalam berkompetisi secara ekonomi dalam pasar bebas, atau paling tidak pada level tertentu mampu secara mandiri untuk membuka kendala-kendala penghambat pembangunan. 2. Kementerian Pekerjaan Umum sebagai kementerian yang memiliki tupoksi pengembangan wilayah dapat mengambil peran sebagai leading sector pengembangan kawasan ekonomi, dengan menetapkan kebijakan program khusus yang mendukung kawasan binaan untuk pengembangan ekonomi terpadu di suatu wilayah tertentu yang akan dapat dijadikan
contoh bagi kawasan-kawasan lainnya di wilayah yang tertinggal. 3. Upaya mendorong percepatan pembangunan kawasan KAPEt harus dapat memanfaatkan kebijakan pengembangan kawasan-kawasan lain seperti kebijakan kerjasama ekonomi sub-region (KESR), pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kebijakan pengembangan Koridor Ekonomi (KE), dan kebijakan-kebijakan pengembangan ekonomi yang berbasis kawasan atau regional lainnya.
4. terkait dengan upaya penguatan kelembagaan KAPEt yang mampu mempercepat peran KAPEt dalam mendorong pertumbuhan wilayah melalui upaya-upaya integrasi kebijakan nasional terkait pengembangan kawasan ekonomi. Dalam kaitan itu perlu segera dilakukan upaya revitalisasi
kelembagaan atau manajemen pengembangan kawasan KAPEt yang lebih menekankan pada otoritas yang lebih luas kepada daerah untuk mengelola kawasan dengan dukungan investasi infrastruktur melalui kebijakan iskal yang longgar dan regulasi yang cukup luas.
5. Untuk menjamin upaya kebijakan penguatan peran KAPEt sebagai pusat pertumbuhan wilayah, disamping sebagai upaya untuk mengurangi disparitas pembangunan antara wilayah bagian Barat dan wilayah bagian timur Indonesia, pada tahun 2011-1014 agenda KAPEt harus memiliki fokus yang terarah kepada peningkatan kualitas kawasan agar dapat menarik investasi terutama dalam peningkatan kualitas infrastruktur kawasan dan peningkatan capacity building untuk penguatan peran kelembagaan Badan Pengelola KAPEt.
6. Mengingat kegiatan pengembangan industri global saat ini telah memasuki era perubahan radikal atau cracking zone, yang berorientasi pada peningkatan daya saing bisnis yang radikal, dimana kegiatan-kegiatan industri telah memanfaatkan informational technology sebagai alat untuk melakukan perubahan-perubahan yang bersifat exponential dan berlapis-lapis atau berganda untuk menjadi corporate crackers dalam memperbaharui budaya industri, maka upaya-upaya pengembangan kawasan ekonomi harus mampu melakukan pengambilan keputusan yang tidak lagi
konvensional (wait and see), tetapi berubah menjadi the crackers, melihat dan langsung bertindak (see and do). Keppres No.150 tahun 2000 seolah-olah seluruhnya menjadi menjadi tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum.
Maluku merupakan salah
satu provinsi dengan
bentuk kepulauan di
wilayah Indonesia bagian
Timur dan terdiri dari
beberapa gugusan pulau.
Lumbung Ikan Nasional Maluku
Akan Dikembangkan
oleh: Ir.Kartika Listriana, MPPM, Kasi Rencana tata Ruang dan Zonasi Wil. Kalimantan dan Maluku, Dit. tata Ruang Laut dan Pesisir dan Pulau-puau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kawasan
Sejak digelarnya Sail Banda 2010, Pemerintah telah menetapkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Maluku memiliki potensi produksi ikan tangkap sebesar 1,63 juta ton per tahun, tetapi yang sudah dimanfaatkan baru 21% atau sekitar 341,966 ton. Angka tersebut tidak termasuk potensi produksi budidaya ikan. Jelas bahwa kekayaan laut di Maluku masih perlu dikelola dengan lebih baik untuk kesejahteraan rakyat.
Maluku merupakan salah satu provinsi dengan bentuk kepulauan di wilayah Indonesia bagian timur dan terdiri dari beberapa gugusan pulau. Provinsi Maluku memiliki luas wilayah total sebesar 712.479,65 km2 dan 92,4% dari luas tersebut merupakan wilayah perairan laut (658.294,69 km2). Kondisi geograis inilah yang menjadi salah satu alasan kuat untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan lumbung ikan nasional di Maluku agar dapat segera mendongkrak peningkatan ekonomi daerah maupun ekonomi nasional.