• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MASLAHAH TERHADAP POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA : STUDI PEMIKIRAN ULAMA'LDII DI DESA SRUNI KEC. GEDANGAN KAB. SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS MASLAHAH TERHADAP POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA : STUDI PEMIKIRAN ULAMA'LDII DI DESA SRUNI KEC. GEDANGAN KAB. SIDOARJO."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Mochamad Saifudin

NIM. C01212082

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang berjudul ‘Analisis Ma܈laۊah Terhadap Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Dari Istri Pertama (Studi Pemikiran Ulama’ LDII Di Sruni Kec. Gedangan Kab. Sidoarjo)’. Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan nama baru dari sebuah organisasi yang telah beberapa kali mengalami perubahan nama. Dari Islam Jama’ah menjadi LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Indonesia) dan kemudian menjadi LDII seperti sekarang. Adapun pokok masalahnya dalam penelitian ini adalah, Bagaimana pandangan LDII di Sruni Gedangan Sidoarjo dalam hal izin berpoligami tanpa meminta persetujuan istri pertama?, Bagaimana Analisis Ma܈laۊah terhadap pandangan ulama’ LDII dalam hal Izin Poligami tanpa meminta persetujuan Istri pertama?

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menjawab permasalahan yang ada, dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode studi pustaka, dokumentasi, wawancara dan observasi untuk mendeskripsikan permasalahan yang ada, juga untuk mengetahui memaparkan permasalahan tentang berpoligami tanpa meminta izin dari istri pertama di Sruni Gedangan Sidoarjo. selanjutnya dianalisis dengan pola piker deduktif untuk memperjelas kesimpulannya.

Menurut pendapat ulama’ LDII, Dalam hal jumlah batasan orang yang mau berpoligami hanya 4 orang saja dan apabila lebih dari 4 harus diceraikan karna dalam ayat Al-Qur’an surat An-Nisaa’ sudah dijelaskan ‚maka kawinlah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat‛ menurut analisa beliau dalam huruf ‚wau’ itu di maknai ‚atau‛ bukan ‚dan‛, karena kalau di maknai ‚dan‛ maka wanita yang boleh di nikahi menjadi lebih dari empat. Menurut beliau orang yang boleh poligami lebih dari 4 hanya nabi Muhammad SAW. Karena beliau mampu lebih adil daripada kaumnya. Dan beliau juga menikahi wanita-wanita tersebut atas dasar perintah Allah SWT.

Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa Menurut pandangan ulama’ LDII disruni Gedangan Sidoarjo, bahwa jika seseorang ingin melakukan poligami tidak perlu meminta izin dari istri pertama dengan alasan di dalam Al-Qur’an dan Hadis tidak ada ketentuan mengenai hal tersebut. Sedangkan menurut analisis maslahah, maka pendapat tersebut bisa dikatakan maslahah karena berpoligami juga termasuik untuk kemaslahatan wanita yang ditinggal mati suaminya ataupun yang di thalaq.

(7)

ii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERSEMBAHAN ... ix

MOTTO ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 12

(8)

iii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II : KONSEP MA܇LAۉAH DAN POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM

A. Maṣlaḥah

1. Definisi Ma܈laۊah... 17

2. Pembagian Ma܈laۊah ... 20

3. Syarat-syarat Ma܈laۊah ... 23

B.Ma܈laۊah Dalam Perkawinan 1. Tujuan perkawinan ... 24

2. Melanjutkan keturunan ... 27

C. Poligami Dalam Hukum Islam 1. Pengertian poligami ... 30

2. Dalil-dalil mensyariatkannya poligami ... 32

3. Hukum poligami ... 37

4. Hikmah poligami ... 41

D. Aspek Pernikahan Dalam Hukum Islam 1. Pengertian pernikahan ... 43

2. Hukum Pernikahan ... 45

3. Tujuan Perkawinan ... 41

(9)

iv

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. PEMIKIRAN ULAMA’ LDII TERHADAP POLIGAMI TANPA

MEMINTA IZIN ISTRI PERTAMA

1. Pemikiran Ulama’ LDII Sruni Terhadap poligami tanpa meminta

persetujuan dari istri ... 54

2. Dasar Pemikiran LDII Tentang Poligami Tanpa Meminta

Persetujuan Istri Pertama ... 55

BAB IV : ANALISIS MA܇LAۉAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

A. Pandangan Ulama’ LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) terhadap

Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Istri ... 62

B. Analisis Ma܈laۊah Terhadap Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Dari Istri ... 65

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(10)

i

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERSEMBAHAN ... ix

MOTTO ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 12

(11)

ii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II : KONSEP MA܇LAۉAH DAN POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM

A. Maṣlaḥah

1. Definisi Ma܈laۊah... 17

2. Pembagian Ma܈laۊah ... 20

3. Syarat-syarat Ma܈laۊah ... 23

B.Ma܈laۊah Dalam Perkawinan 1. Tujuan perkawinan ... 24

2. Melanjutkan keturunan ... 27

C. Poligami Dalam Hukum Islam 1. Pengertian poligami ... 30

2. Dalil-dalil mensyariatkannya poligami ... 32

3. Hukum poligami ... 37

4. Hikmah poligami ... 41

D. Aspek Pernikahan Dalam Hukum Islam 1. Pengertian pernikahan ... 43

2. Hukum Pernikahan ... 45

3. Tujuan Perkawinan ... 41

(12)

iii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. PEMIKIRAN ULAMA’ LDII TERHADAP POLIGAMI TANPA

MEMINTA IZIN ISTRI PERTAMA

1. Pemikiran Ulama’ LDII Sruni Terhadap poligami tanpa meminta persetujuan dari istri ... 54 2. Dasar Pemikiran LDII Tentang Poligami Tanpa Meminta

Persetujuan Istri Pertama ... 55

BAB IV : ANALISIS MA܇LAۉAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

A. Pandangan Ulama’ LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) terhadap Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Istri ... 62 B. Analisis Ma܈laۊah Terhadap Poligami Tanpa Meminta Persetujuan

Dari Istri ... 65 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68 B. Saran ... 69

(13)

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah ikatan antara seorang laki-laki dan wali seorang

wanita atau yang mewakili mereka dan dibolehkan bagi laki-laki dan wanita

bersenang-senang sesuai dengan jalan yang disyariatkan.1 Allah SWT telah

mensyariatkan perkawinan dengan tujuan agar tercipta hubungan yang

harmonis dan bataan-batasan hubungan mereka. Tidak mungkin bagi seorang

wanita untuk merasa tidak butuh kepada seorang suami yang mendampinginya

secara sah meskipun dia memiliki kedudukan yang tinggi, harta melimpah

ruah atau intelektualitas yang tinggi. Begitu juga seorang laki-laki tidak

mungkin merasa tidak membutuhkan seorang istri yang mendampingnya2

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3 Oleh karna itu, untuk

mewujudkannya suami istri harus saling membantu dan saling melengkapi

agar masing-masing dapat berkembang guna mencapaikesejahteraan apiritual

dan material.

Prinsip perkawinan menurut Undang-undang perkawinan tahun 1974

adalah monogami, sedangkan poligami merupakan pengecualian. Prinsip

1

Musfir Aj-Jahroni, poligami dari berbagai presepsi, (Jakarta: Gema Insani Press 2002 M),5.

2

Ibid., 13

3

(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id hukum Islam mengatur kehadiran poligami sebagai hal yang mudah. Namun

demikian dalam pelaksanaan poligami tersebut harus dibarengi dengan

keadilan terhadap istri yang penuh tanggung jawab

Al-Quran menerangkan poligami dalam surat An-nisa’ ayat 3:

ْ نِإَو

ْ

ْ مُت فِخ

ْ

ْالَأ

ْ

ْ اوُط ِس قُ ت

ْ

ِْف

ْ

ىَماَتَي لا

ْ

ْ اوُحِكناَف

ْ

اَمْ

َْباَط

ْ

مُكَل

ْ

َْنِ م

ْ

ءاَسِ نلا

ْ

َْن ثَم

ْ

َْثَاُثَو

ْ

َْعاَبُرَو

ْ

ْ نِإَف

ْ

ْ فِخ

ْ مُتْ

ْالَأ

ْ

ْ اوُلِد عَ ت

ْ

ْ ةَدِحاَوَ ف

ْ

ْ وَأْ

اَمْ

ْ تَكَلَم

ْ

ْ مُكُناَ َْأ

ْ

َْكِلَذ

ْ

َْن دَأ

ْ

ْالَأ

ْ

ْ اوُلوُعَ ت

ْ

-

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”.

Poligami dalam perundang-undangan dijelaskan pada pasal 3 ayat 2

undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yakni “pengadilan dapat

memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”. Apabila ditelaah, pasal

tersebut memberikan implikasi, bahwa poligami dapat dilakukan seorang pria

dengan persyaratan undang-undang.

Persyaratan poligami tersebut diatur dalam undang-undang pada UU no.1

tahun 1974 pada pasal 4 dan 5. Berikut juga mengenai tata cara

pelaksanaannya dalam peraturan pemerintah no.9 tahun 1974 tentang

penjelasan undang-undang no.1 tahun 1974 bab VIII pada pasal 40-44.

Dalam perkembangannya, Islam mengalami kemajuan yang pesat

dibandingkan agama-agama yang lain, yaitu dengan banyaknya penganut

(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Di Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya beragama Islam,

banyak organisasi keIslaman yang muncul diantaranya adalah Lembaga

Dakwah Islam Indonesia atau LDII. Lembaga Dakwah Islam Indonesia

(selanjutnya disingkat LDII) didirikan oleh H. Nurhasan Ubaidah pada tahun

1951 yang pada awalnya bernama Darul Hadits atau Islam Jama’ah.4 Islam

Jama’ah ini merupakan salah satu organisasi yang terkenal eksklusif. Eksklusif

adalah sikap yang memandang bahwa keyakinan, pandangan, pikiran dan

prinsip diri sendiri yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan,

pikiran dan prinsip yang dianut orang lain salah, sesat dan harus dijauhi.

Anggota dari kelompok ini terkenal tidak dapat berkerja sama dengan

kelompok lain yang tidak sealiran dan tidak seagama, akibatnya mereka

kurang bersifat terbuka dan juga kurang mau menerima pemikiran dari luar.5

Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan nama baru dari sebuah

organisasi yang telah beberapa kali mengalami perubahan nama. Dari Islam

Jama’ah menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Indonesia (LEMKARI) dan

kemudian menjadi LDII seperti sekarang. Islam Jama’ah merupakan sebuah

aliran atau lembaga kemasyarakatan yang bernaung di bawah pimpinan

seorang amir atau imam, yang sekaligus berfungsi sebagai sumber ajaran

4

H. Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2002), 73.

5

(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id (syari’at) bagi masyarakat yang dipimpinnya sesuai kepercayaan yang dianut,

dimana seorang imam atau amir mempunyai otoritas yang absolut.6

Ajaran-ajaran Islam Jama’ah yang tidak sesuai dengan LDII juga sudah

tidak digunakan lagi. Misalnya, masalah bai’at bagi anggota baru, sekarang

bagi siapapun yang akan menjadi anggota LDII boleh masuk tanpa harus

berbai’at kepada amir, karena istilah amir atau imam sendiri tidak digunakan

lagi dalam LDII yang ada adalah ketua umum dan istilah-istilah lain yang

biasa digunakan dalam sebuah organisasi.7

Adapun perbedaan yang mendasar dari ajaran Islam LDII dan Islam pada

umumnya yakni tentang poligami, dimana islam yang ada di Indonesia saat ini

mengikuti undang-undang perkawinan yang bilamana orang yang mau

berpoligami harus meminta izin istri pertama dan dilakukan di depan

pengadilan agama setempat.

Dan dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan K.H Abdullah

wasian beliau menuturkan bahwasanya seseoang yang ingin melakukan

poligami tidak perlu meminta izin istri pertama, akan tetapi kalau izin istri

pertama itu lebih baik. Beliau juga menjelaskan bila izin istri terutama itu

akan memperjelas nasab seorang anak karena diketahui istri pertama.8

Dari latar belakang di atas, melalui pengamatan penulis bahwa dijelaskan

dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa seorang

6

Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah, LC, Mengenal Aliran-Aliran Islam Dan Ciri-Ciri Ajarannya, (Jakarta : LPPI Riyadhus Sholihin, 2003), 100.

7

Dewan Pimpinan Pusat LDII, Direktori LDII Edisi Kedua, (Jakarta : Dewan Pimpinan Pusat LDII, 2002), 24.

8

(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang ingin melakukan poligami harus meminta izin kepada istri pertama dan

berproses di depan pengadilan agama namun di dalam ajaran LDII di daerah

Sruni Kec. Gedangan Kab. Sidoarjo, bila seseorang yang ingin berpoligami

dia tidak perlu meminta izin terlebih dahulu kepada istri pertama. Dengan

latar belakang itulah yang menjadikan penulis merasa tertarik untuk meneliti

lebih lanjut dan ingin mengkaji dalam bentuk skripsi.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

ditulis identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah

a. Alasan diperbolehkan berpoligami dan Tata cara mengajukan poligami.

b. Syarat-syarat diperbolehkan poligami.

c. Poligami menurut pandangan ulama’ LDII.

d. Dasar hukum dan pertimbangan ulama’ LDII di Sruni Gedangan

Sidoarjo.

2. Batasan masalah

Sedangkan untuk pembatasan masalah, sehubungan dengan adanya

suatu permasalahan di atas, maka untuk memberikan arah yang jelas dalam

penelitian ini penulis membatasi hanya pada masalah-masalah berikut ini :

a. Menganalisa tentang Bagaimana Pandangan ulama’ LDII Dalam Hal

(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b. Bagaimana relavansi pandangan ulama’ LDII dengan

perundang-undangan perkawinan di indonesia.

C.Rumusan Masalah

Merujuk dari latar belakang masalah tadi, penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan LDII di Sruni Gedangan Sidoarjo dalam hal izin

berpoligami tanpa meminta persetujuan istri pertama ?

2. Bagaimana Analisis Malaah terhadap pandangan ulama’ LDII dalam hal

Izin Poligami tanpa meminta persetujuan Istri pertama ?

D.Kajian Pustaka

Dalam penulisan proposal ini, maka terlebih dahulu dipaparkan mengenai

karya-karya terdahulu, yang relevan dengan pembahasan diantaranya sebagai

berikut:

1. Analisis Yuridis izin poligami dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, (Dani Tirtana, 2008 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).9 Skripsi ini

membahas tentang penyeselaian dalam hukum islam mengenai putusan

kontroversial sangatlah bisa dipahami melalui jalan kemanfaatan atau

kemaslahatan. Meskipun tidak sesuai ketentuan syarat alasan poligami,

dengan menimbang bahwa istri pemohon sudah mengizinkan suaminya

9

Dani Tirtana, “Analisis yuridis izin poligami dalam putusan pengadilan agama Jakarta Selatan”,

(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id untuk berpoligami dengan keikhlasan, maka untuk mengkomodir kedua

keinginan yang baik tanpa ada paksaan apapun dari berbagai pihak,

kemudian permohonan-permohonan tersebut dikabulkan. Selain itu juga

menghindari perbuatan zina yang akan menimbulkan masalah baru, maka

kiranya hakim melihat surat ar-Ruum yang maksudnya adalah kehidupan

tentram tanpa ada masalah dalam keluarga.

2. Permohonan izin poligami (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga

No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL).10 (M. Targhibul Hasan 2012 STAIN

SALATIGA), skripsi ini membahas Faktor-faktor yang menyebabkan

seorang suami mengajukan poligami dalam perkara permohonan ijin

poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL sebagai berikut: a. Isteri tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. b. Isteri tidak mau lagi

berkumpul dengan suami dengan alasan takut. c. Isteri mempunyai trauma

yang mendalam mengingat sudah mempunyai 5anak.

3. Tinjauan Hukum Islam terhadap perubahan perkara dari işbat nikah

poligami pernikahan sirri menjadi izin poligami (studi terhadap putusan

No. 0558/PDT. G/2012/PA. YK, 0004/PDT.G/2013/PA. YK,

0135/PDT.G/2013/PA. YK)11 (Hafis Anggi Athar Aulia 2014 UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta). Skripsi ini membahas tentang perubahan

permohonan perkara isbat nikah dari pernikahan sirri menjadi izin poligami

10

M. Targhibul Hasan, “Permohonan izin poligami (studi penetapan pengadilan agama salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL”, (Skripsi--STAIN SALATIGA: 2012)

11

Hafis Anggi Athar Aulia, “Tinjauan hukum islam terhadap perubahan perkara dari isbat nikah

(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id karena telah memenuhi syarat dan rukun sesuai dengan ketentuannya, maka

hakim dapat mengabulkan permohonan isbat nikah tersebut. Dalam skripsi

ini isbat nikah tidak bisa dilakukan karena rukun yang tidak terpenuhi

dalam yaitu ketiadaan wali nasab yang digantikan oleh seorang kiyai tanpa

adanya taukil ayah.

4. Izin poligami dalam Prespektif Hukum Islam (studi terhadap putusan

pengadilan agama Mataram 2009).12 Liga binankit 2012 UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang Dasar pertimbangan

hakim dalam memutuskan perkara izin poligami. di sini hakim

mengabulkan izin poligami karena melihat asas kumulatif yaitu pihak isteri

pertama telah menyetujui dan melihat landasan normatif, yakni al-Qur’an

surat an-Nisa’ ayat (3), walaupun asas alternatif tidak terpenuhi. Kemudian

pada perkara No. 27/Pdt.G/2009/PA.MTR. Hakim di sini mengabulkan izin

poligami walaupun bila ditelaah Pemohon tidak memiliki kekuatan

finansial dalam memberikan nafkah keluarganya apabila dilihat dari segi

penghasilan dan pekerjaannya. Pertimbangan Hakim mengabulkan izin

poligami dalam perkara ini karena melihat asas alternatif dan komulatifnya

terpenuhi.

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

12

(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan tentang izin berpoligami

menurut Ulama’ LDII di Sruni Gedangan Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui bagaimana analisis Malaah, terhadap pandangan

Ulama’ LDII di Sruni Gedangan Sidoarjo dalam hal poligami tanpa

meminta izin istri pertama.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini diupayakan

agar dapat memberikan kontribusi pemikiran di bidang hukum, sehubungan

dengan Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Dari Istri Pertama (Studi

Pemikiran LDII Di Sruni Kec.Gedangan Kab. Sidoarjo). Kegunaan penelitian

ini mencakup:

1. Kegunaan ilmiah, yaitu penelitian diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

yang berhubungan dengan poligami tanpa meminta persetujuan dari istri

Di samping itu dapat menjadi bahan acuan bagi yang akan meneliti lebih

luas masalah tersebut.

2. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi sehubungan dengan analisis yuridis terhadap poligami tanpa

meminta persetujuan dari istri, selain itu dapat dijadikan pertimbangan

(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

G. Definisi operasional

Penelitian ini membahas tentang Poligami Tanpa Meminta Persetujuan

Dari Istri Pertama (Studi Pemikiran LDII Di Sruni Kec.Gedangan Kab.

Sidoarjo). Untuk mempermudah pembahasan perlu adanya definisi operasional

yang jelas untuk menghindari kesalahpahaman sehubungan dengan judul

diatas, yaitu :

1. Pengertian Malaah

Kata Malaah semakna dan sewazan (setimbangan) dengan kata

al-manfaat, yaitu bentuk masdar yang berarti baik dan mengandung al-manfaat,

Malaah merupakan bentuk mufrád (tunggal) yang jama’nya (plural)

al-mahálih. Dari makna kebahasaan ini dipahami bahwa Malaah meliputi

segala yang mendatangkan manfaat , baik melalui cara mengambil dan

melakukan suatu tindakan maupun dengan menolak dan menghindarkan

segala bentuk yang menimbulkan kemadharatan dan kesulitan.13

Malaah Mursalah menurut istilah terdiri dari dua kata yaitu

Malaah dan Mursalah. Kata Malaah menurut bahasa berarti manfaat,

dan kata Mursalah berarti”lepas”. Gabungan dari dua kata tersebut yaitu

Malaah Mursalah menurut istilah, seperti dikemukakan abdul wahhab

khallaf, berarti” sesuatu yang di anggap maslahat namun tidak ada

ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak ada pula ada dalil

tertentu baik yang mendukung maupun yang menolaknya”. Sehingga ia

13

(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

disebut Malaah Mursalah (Malaah yang lepas dari dalil secara

husus).14

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Malaah

adalah mendatangkan segala bentuk kemanfaatan atau menolak segala

kemungkinan yang merusak. Lebih jelasnya Manfaat adalah ungkapan dari

sebuah kenikmatan atau segala hal yang masih berhubungan denganya,

sedangkan kerusakan adalah hal-hal yang menyakitkan atau segala sesuatu

yang ada kaitan denganya.15

2. Poligami : Kata Poligami berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Poli

atau Polus yang artinya banyak, dan kata gamain atau gamus yang berarti

kawin atau perkawinan, maka ketika kedua kata ini digabungkan akan

berarti suatu perkawinan yang banyak dan bisa jadi dalam jumlah yang

tidak terbatas. Namun dalam Islam poligami mempunyai arti perkawinan

yang lebih dari satu dengan batasan umumnya dibolehkan sampai empat

wanita ( Nasution, 2002:284). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

poligami diartikan dengan ikatan perkawinan dimana yang laki-lakinya

boleh mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama (Departemen P

dan K, 1994:261). Poligami juga diartikan sebagai perkawinan lebih dari

seorang istri (Mujib, 1994:261).

3. LDII : Lembaga Dakwah Islam ndonesia adalah organisasi yang ada di

Indonesia yang terkenal eksklusif dan memiliki cara pandang yang berbeda

dengan organisasi lainnya.

14

Satria Effandi M. Zein, M.A, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005) 148. 15

(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

H. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek

pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan.16

1. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri atas data primer dan

data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan

tindakan sebagai sumber data utama,17

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari responden,

yakni ketua LDII di Desa Seruni

3. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi dokumen

yang dihimpun dari kantor LDII DI Desa Seruni dan Peraturan lainnya

ataupun data pendukung yang diperoleh dari buku-buku atau jurnal

hasil penelusuran studi kepustakaan.

4. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh beberapa data yang di butuhkan, maka digunakan

beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut :

16 Wahdi Bahtiar, Metodologi Penelitian ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 2001), 1. 17

(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

a. Studi Pustaka

Penelitian ini dilakukan dengan telaah pustaka, dengan cara

data-data dikumpulkan dengan membaca buku-buku atau pun

perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yakni

tentang poligami tanpa meminta izin dari istri pertama.

b. Dokumentasi

Teknik dokumentasi ini di gunakan untuk mengumpulkan data dari

naungan LDII. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.18 Cara

mendapatkan data yang sudah ada dan di dokumentasikan pada instansi

yang terkait.

c. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab yang berlangsung secara lisan

antara dua orang/lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung

informasi-informasi atau keterangan-keterangan.19 Cara memperoleh

data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada

Narasumber, yaitu kepada beberapa pimpinan, kyai-kyai dan ustad-ustad

yang ada di Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Sruni Gedangan

Sidoarjo.

d. Observasi

Observasi pada intinya adalah sebuah proses pengamatan atau

pemantauan akan suatu Objek atau masalah yang dari situ akan di ambil

laporan atau kesimpulan.

18

Sutrisno Hadi, Metodologi Research( Jogjakarta : Fakultas Psikologi, 1991), 226.

19

(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Tujuan dari observasi adalah menggambarkan segala sesuatu yang

berhubungan degan objek penelitian, mengambil kesimpulan yang di

susun menjadi sebuah laporan yang relavan dan dapat bermanfaat

sebagai sebuah bahan pembelajaran atau studi.20

5. Teknik Pengolahan Data

pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat di beri arti dan

makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder

selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif, yaitu

dengan menuliskan, menjelaskan, dan memaparkan permasalahan tentang

berpoligami tanpa meminta izin dari istri pertama di Sruni Gedangan

Sidoarjo.

Analisis data penelitian kualitatif pada dasarnya sudah di lakukan

sejak awal kegiatan penelitian sampai ahir penelitian . dengan cara ini

dihrapkan terdapat konsistensi analisis data secara keseluruhan. Karena

mengingat penelitian ini bersifat deskriptif , maka di gunakan analisa data

filosofis atu logika yaitu analisa induktif.

Dalam penelitian ini digunakan metode induktif untuk menarik suatu

kesimpulan terhadap hal hal atau peristiwa-peristiwa dari data yang telah

20

(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang bisa di

Tarik kesimpulan.21

I. Sitematika Pembatasan

Agar pembahasan dalam Judul ini mempunyai alur pikiran yang jelas dan

terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis menyusun sistematika dalam

lima bab dari Judul ini meliputi:

Bab Pertama : Pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

definisi operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab Kedua : tinjauan umum penyusun menempatkan pembahasan

mengenai tentang poligami meliputi pengertian poligami, dasar hukum

poligami, pandangan para ulama, syarat-syarat poligami menurut syari’at

Islam, dan syarat-syarat poligami menurut peraturan perundang-undangan.

Bab Ketiga : data lapangan yang memaparkan gambaran umum tentang

profil LDII di Sruni Gedangan Sidoarjo, dan mengenai hasil wawancara

dengan ulama’ LDII.

Bab Keempat : merupakan analisis pandangan Ulama’ LDII tentang

poligami tanpa meminta izin dari istri pertama dan bagaimana tinjauan

yuridis terhadap pandangan Ulama’ di Sruni Gedangan Sidoarjo.

Bab ini merupakan inti pembahasan dalam skripsi ini, yang dimaksudkan

untuk memperoleh jawaban yang konkrit dari pokok masalah.

21

(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Bab Kelima : Kesimpulan Merupakan bagian terakhir dari skripsi atau

(29)

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB II

KONSEP MA܇LAۉAH DAN POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM

A. Malaah

1. Definisi Malaah

Malaah ) ةحلصم ) berasal dari kata şalaa (حلص) dengan

pernambahan “alif” di awalnya yang secara arti kata berarti “baik”

lawan dari kata “buruk” atau “rusak”. Ia adalah mashdar dengan arti

kata şaláh ( حاص ), yaitu “manfaat” atau “terlepas daripadanya

kerusakan”.1 Dalam bahasa arab Pengertian Malaah berarti“

perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia.”

artinya bahwa segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik

dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan

keuntungan atau kesenangan atau dalam arti menolak atau

menghindarkan seperti menolak kemudharatan atau kerusakan. Jadi

setiap yang mengandung dua sisi, yaitu menarik atau mendatangkan

kemaslahatan dan menolak atau menghindarkan kemudaratan.

Dalam mengartikan Malaah secara definitif terdapat

perbedaan rumusan di kalangan ulama’ yang kalau dianalisis ternyata

hakikatnya adalah sama.2

1. Al- Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin

dalam Bukunya Ushul Fiqh Jilid 2 menjelaskan bahwa

1

Amir Syarifudin, Ushul Fiqh jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2008), 366.

2

(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Malaah adalah sesuatu yang mendatangkan manfaat dan

menjauhkan dari kemudharatan. Yang dimaksud

mendatangkan manfaat dan menjauhkan dari kemudharatan

disini adalah memelihara tujuan syara’, yaitu: memelihara

agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan kata lain ini

semata-mata dilakukan demi kepentingan duniawi manusia

dan tidak bertentangan dengan tujuan syara’.

2. Al- Syatibi, sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin dalam

Bukunya Ushul Fiqh Jilid 2 mengartikan Malaah itu dari dua

pandangan, yaitu dari segi terjadinya Malaah dalam

kenyataanya dan dari segi tergantungnya tuntunan syara’

kepada Malaah.

a. Dari segi terjadinya Malaah dalam kenyataan, berarti:

اَيرق ََرا اعرجْرَ ي اَم

رم

ََت َو رن اَسْن رْْا رة اَيَح

رهْيرضَتْقَ ت اَم رهرلْيَ نَو رهرتَشْيَع رم ا

َص ْوَا

اهاف ا

اةًيرت اَوْهَشلا

ىَلَع اةَيرلْقَعْلاَو

رق َاْط رْلا

Sesuatu yang kembali kepada tegaknya kehidupan manusia, sempurna hidupnya, tercapai apa yang di kehendaki oleh sifat syahwati dan aklinya secara mutlak.

b. Dari segi tergantungnya tuntunan syara’ kepada Maṣlaḥah,

yaitu kemaslahatan yang merupakan tujuan dari penetapan

hukum syara’. Untuk menghasilkannya Allah menuntut

(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3. Al-Thufi, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Hamid al-‘Alim

dalam bukunya al-Maqaşid al-ammah li al-Syari’ati al

-Islamiyyah mendefinisikan Maṣlaḥah sebagai berikut:

رد ْواصْقَم ََرا ىر دَؤامْلا ربَبَسلا رنَع ٌةَر اَبرع

ا

َد اَبرع رعرر اَشل

ًة

ًةَد اَع ْوَا

Ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara’ dalam

bentuk ibadat atau adat.

Definisi dari Thufi ini bersesuaian dengan definisi dari

al-Ghazali yang memandang Malaah dalam artian syara’ sebagai

sesuatu yang dapat membawa kepada tujuan syara’.

Dari beberapa definisi tentang Malaah dengan rumusan yang

berbeda tersebut dapat disimpulkan bahwa Malaah itu adalah

sesuatu yang dipandang baik oleh akal sehat karena mendatangkan

kebaikan dan menghindarkan keburukan (kerusakan) bagi manusia,

sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.

Dari kesimpulan tersebut terlihat adanya perbedaan antara

Malaah dalam pengertian bahasa (umum) dengan Malaah

dengan pengertian hukum atau syara’. Perbedaannya terlihat dari segi

tujuan syara’yang dijadikan rujukan. Malaah dalam pengertian

bahasa merujuk pada tujuan pemenuhan kebutuhan manusia dan

mengandung pengertian untuk mengikuti syahwat atau hawa nafsu.

Sedangkan Malaah dalam arti syara’ yang menjadi titik bahasan

dalam ushul fiqh, yang selalu menjadi ukuran dan rujukannya adalah

(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id harta benda, tanpa melepaskan tujuan pemenuhan kebutuhan manusia,

yaitu mendapatkan kesenangan dan menghindarkan ketidaksengajaan.

Menurut Said Ramadhan Al-Buthi, sebagaimana dikutip oleh

Firdaus dalam bukunya Ushul Fiqh, Kata Malaah semakna dan

sewazan (setimbangan) dengan kata Al-Manfaat, yaitu bentuk masdar

yang berarti baik dan mengandung manfaat, Malaah merupakan

bentuk mufrad (tunggal) yang jama’nya (plural) Al-Mashalih. Dari

makna kebahasaan ini dipahami bahwa Malaah meliputi segala yang

mendatangkan manfaat, baik melalui cara mengambil dan melakukan

suatu tindakan maupun dengan menolak dan menghindarkan segala

bentuk yang menimbulkan kemadharatan dan kesulitan.3

Inti kemaslahatan yang ditetapkan syari’ adalah pemeliharaan

lima hal pokok (al-kulliyát al kams). Semua bentuk tindakan

seseorang yang mendukung pemeliharaan kelima aspek ini disebut

Malaah. Begitu pula segala upaya yang berbentuk tindakan menolak

kemudharatan terhadap kelima hal ini juga disebut Malaah. Karena

itu, Al-Ghazali mendefinisikan maslahah sebagai mengambil manfaat

dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan syara’.4

2. Pembagian Malaah

a. Ditinjau dari tingkatan kekuatan Malaah

Maṣlaḥah didasarkan dengan ketentuan syariat lima

unsur pokok manusia atau yang biasa disebut dengan

3

Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), 80.

4

(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Maqashid Asy-Ayar’iyyah (tujuan-tujuan syara’). Kelima

unsur itu menurut Al-Ghazali yaitu, memelihara agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta. Maksud dari kelima unsur tersebut

adalah bahwasanya memelihara agama lebih di dahulukan dari

pada memelihara jiwa, memelihara jiwa lebih di dahulukan

dari memelihara akal, dan seterusnya.5

b. Ditinjau dari segi pemeliharaan Malaah

1) Al- Malaah al-dharuriyyah

Al-Malaah al-dharuriyyah adalah suatu kemaslahatan

yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia di dunia dan

di akhirat.6 Artinya kehidupan manusia tidak punya apa-apa

bila satu saja dari lima prinsip itu

tidak ada, karena itu Allah memerintahkan manusia

melakukan usaha bagi pemenuhan kebutuhan pokok tersebut,

segala sesuatu yang menimbulkan kemadharatan bagi kelima

prinsip tersebut maka Allah memerintahkan untuk

meninggalkannya, meninggalkan dan menjauhi larangan

tersebut masuk dalam tingkatan Malaah dharuri. Seperti

contohnya Allah melarang murtad untuk memelihara agama,

melarang membunuh untuk memelihara jiwa, melarang

meminum minuman keras untuk memelihara akal, melarang

(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id berzina untuk memelihara keturunan, dan melarang mencuri

untuk memelihara harta.7

2) Al- Malaah al-ajiyyah

Al- Malaah al-ajiyyah adalah sesuatu yang

diperlukan oleh manusia untuk memudahkan menjalani

kehidupan dan menghilangkan kesulitan, maksudnya jika

kemaslahatan ini tidak bisa dicapai maka, manusia akan sulit

untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta

mereka.

Contohnya yaitu terdapat keringanan dalam melakukan

ibadah, seperti diperbolehkan mengganti sholat dan puasa bagi

orang yang sedang sakit atau bepergian.8

3) Al- Malaah at-Tasiniyyah

Al- Malaah at-Tasiniyyah ini biasa disebut

kemaslahatan pelengkap (tersier), maksudnya yaitu

menetapkan hal-hal yang sekiranya pantas dan baik serta

menghindarkan sesuatu yang dipandang tidak baik oleh akal.

Dalam hal ini tercakup dalam pengertian akhlak mulia

(makarim akhlaq).

Contoh Malaah at-Tahsiniyyah dalam ibadah yaitu

adanya syariat menghilangkan najis, bersuci, menutup aurat,

mendekatkan diri kepada Allah dan lain sebagainya.

7Amir Syarifudin, Ushul Fiqh jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2008), 371.

(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Sedangkan contoh dalam kebiasaan hidup sehari-hari yaitu

bersikap sopan santun dalam hal makan dan minum serta

menghindar dari perbuatan keji dan di pandang kotor.9

3. Syarat-syarat Malaah

Ulama’ menetapkan hukum penetapan maslahah dengan

syarat-syarat sebagai berikut:

a. Yang pertama yaitu Malaah hakikat, yang dimaksud

Malaah hakikat yaitu menetapkan orang yang mentasyrĩ

’kan hidup pada suatu peristiwa, yang mendatangkan manfaat

dan menghilangkan madhorot.

b. Yang kedua yaitu kemaslahatan Umum, bukan kemaslahatan

perorangan. Yang dimaksud dengan kemaslahatan umum disini

adalah meyakinkan bahwa tasyri’ hukum terhadap suatu

peristiwa mendatangkan manfaat untuk orang banyak, atau

membuang kemadharatan, bukan kemaslahatan pribadi atau

orang yang sedikit jumlahnya.

c. Yang ketiga yaitu Tasyri’ itu tidak boleh bertentangan bagi

kemaslahatan hukum ini, atau prinsip-prinsip yang ditetapkan

oleh Nash dan ijma’. Tidak sah kemaslahatan ini diperlakukan

untuk menyatakan hak anak laki-laki dan anak perempuan

9

(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dalam masalah warisan. Kemaslahatan ini batal karena

bertentangan dengan Naşh Al-Qur’an.10

B. Ma܈laۊah Dalam Perkawinan

1. Tujuan perkawinan

Pada dasarnya tujuan dari perkawinan adalah untuk memenuhi

petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang

harmonis, sejahtera dan bahagia.11 Tujuan perkawinan yang ditulis

oleh Imam Al- Ghazalĩ, sebagaimana dikutip oleh Abdul Rohman

Ghazalĩ, adalah.12:

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan

b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan

menumpahkan kasih sayang

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima

hak serta kewajiban dan untuk memperoleh harta kekayaan yang

halal.

e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi

kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk

10

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul fIkih, diterjemahkan oleh Halimuddin, S.H. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 101.

11Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003),22.

(37)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan

dalam menjadikan hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan,

agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang

bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.13

Sebagaimana diungkapkan bahwa tujuan utama perkawinan

adalah untuk memperoleh kehidupan yang tenang (ketenangan) هنيكس

(cinta) ةدوم dan (kasih sayang) همحرو yang di sebutkan dalam surat

Al-Rum (30) 21:

ْنرمَو

رهرتاَياَء

ْنَأ

َقَلَخ

ْماكَل

ْنرم

اكرسافْ نَأ

ْم

اًجاَوْزَأ

اوااكْسَترل

اَهْ يَلرإ

َلَعَجَو

ْماكَْ يَ ب

ًةَدَوَم

ًةََْْرَو

َنرإ

رف

َكرلَذ

ٍتاَي َْ

ٍمْوَقرل

َنوارَكَفَ تَ ي

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”14

Menikah adalah sarana yang diciptakan oleh yang maha kuasa

untuk melangsungkan keturunan hambanya, menuju jalan terbaik

untuk menjaga manusia dari kerusakan moral, generasi dan kebiasaan

yang buruk, menikah juga sebagai sarana yang membedakan antara

perilaku manusia dengan hewan.15

Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa

13

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2011), 11.

14 Departemen Agama RI , Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT Qomariyah Prima Publisher,

2007), 30.

(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

rahmah. Kata Mawaddah yang dipergunakan dalam Al-Qur’an

sebagaimana tertera dalam surat ar-rum ayat 17 berbeda dengan kata

ubbun yang juga berarti cinta. Pengertian kata ubbun mempunyai

makna cinta pada harta benda, senang pada binatang piaraan, dan

sebagainya. Sedangkan kata Mawaddah mempunyai makna rasa cinta

yang dituntut melahirkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa

seseorang, serta bisa saling mengayomi antara suami istri. Apabila

kata Mawaddah ini dibarengi kata rahmah yang mempunyai makna

kasih sayang.16

Pengertian kasih sayang yang harus di miliki masing-masing

pasangan suami istri adalah kedua belah pihak harus memiliki sikap

saling pengertian dan bersedia mengorbankan unsur kepentingan

pribadinya serta saling menghormati hak dan kewajiban

masing-masing pihak. Sebuah pernikahan yang dilandasi Mawaddah wa

rahmah akan tercipta suatu bangunan rumah tangga yang kokoh dan

penuh kebahagiaan meskipun banyak problematika kehidupan yang

menggoyahkan keutuhan rumah tangga yang didirikan, namun bisa

diselesaikan dengan baik dan tidak terlepas untuk senantiasa

berlindung kepada Allah SWT.

Rumah tangga yang tidak tahan terhadap cobaan hidup yang

menimpanya sehingga terjadi perceraian, maka rumah tangga yang

didirikan itu menunjukan bahwa unsur Mawaddah wa rahmah telah di

16

(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Tarik oleh Allah SWT dan ini bukan berarti Allah SWT tidak

meridhoi pernikahan yang dilangsungkan. Mawaddah wa rahmah

tetap utuh dalam kehidupan rumah tangga tergantung kedua belah

pihak antara suami dalam mempertahankannya.17

2. Melanjutkan keturunan

Untuk melanjutkan keturunan, itulah dasar serta tujuan utama

disyariatkannya perkawinan yaitu mempertahankan keturunan agar

dunia ini tidak menjadi kosong dari jenis manusia. Pada hakikatnya,

diciptanya syahwat seksual pada diri manusia ialah sebagai

pembangkit dan pendorong dalam pencapaian tujuan itu. Laki-laki

diberi tugas untuk menyediakan benih, sementara wanita sebagai

lahan yang siap ditanami. Adapun syahwat dalam diri manusia

merupakan upaya untuk memproduksi anak melalui hubungan suami

istri (jima’).18

Tujuan reproduksi adalah untuk mengembangbiakkan manusia

di atas bumi:

افْ نَا ْنرم ْماكَل َلَعَج اََاَو

َْْرَب ْماكرج اَوْزَا ْنرم ْماكَل َلَعَجَو اًج اَوْزَا ْماكرس

ًةَدَفَح َو

ْماكَقَزَرَو

رتَبر يَطلا َنرم

.

19

Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik.

17

Ibid.,22.

18 Al-Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, Diterjemahkan oleh Muhammad Al-Baqir,

(Bandung: Penerbit Karisma, 1997), 24.

19 Departemen Agama RI , Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT Qomariyah Prima Publisher,

(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Tujuan pernikahan menurut perintah Allah SWT ialah untuk

memperoleh keturunan yang sah dengan mendirikan rumah tangga

yang damai dan sesuai dengan syari’at. Selain itu ada pula pendapat

yang mengatakan bahwa tujuan pernikahan dalam Islam selain untuk

memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga

sekaligus untuk membentuk keturunan dalam menjalani hidupnya di

dunia ini.20

Di samping memang merupakan hal yang dianjurkan,

hubungan dalam suatu perkawinan dengan tujuan untuk memperoleh

keturunan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sedemikian pentingnya sehingga membuat oran- orang shalih merasa

enggan menghadap Allah SWT dalam keadaan masih membujang.

Tujuan dilaksanakannya perkawinan untuk melanjutkan

keturunan ini meliputi empat aspek, yaitu:

1) Mencari keridhaan Allah dengan memperoleh anak demi

mempertahankan kelangsungan jenis manusia.

2) Mencari keridhaan Rasulullah SAW dengan memperbanyak umat

beliau yang kelak pada hari kiamat akan menjadi kebanggaannya

di antara umat-umat lain.

3) Mengharapkan berkah dari anak-anaknya yang saleh

sepeninggalnya.

20Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari segi

(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4) Mengharapkan syafaat dari anaknya apabila meninggal dunia

sebelumnya, yakni ketika belum mencapai usia dewasa.21

Aspek-aspek di atas merupakan hal yang sulit dimengerti apalagi

untuk orang-orang yang belum mengerti betul tentang syari’at agama

Islam, padahal ini merupakan hal yang paling penting yang diperintahkan

oleh Allah demi kelangsungan hidup manusia selain itu bagi yang

menjalankannya juga akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Allah SWT telah menciptakan kedua pasangan, laki-laki dan

perempuan, diciptakannya alat tubuh pada laki-laki, begitupun

diciptakannya Rahim dalam tubuh perempuan sebagai tempat untuk

melangsungkan perkembangbiakan, setelah itu dikuasakannya syahwat

kepada laki-laki dan perempuan untuk terlaksananya tugas mereka.

Demikian Allah menciptakan alat-alat tubuh pada manusia agar

digunakan sesuai dengan semestinya dan dengan sebaik-baiknya, sesuai

dengan sabda Rasulullah SAW : “lakukanlah pernikahan diantara kamu

agar kamu senantiasa mendapatkan keturunan”. Ini sudah jelas, Allah pun

juga telah menjelaskan hikmah-hikmah perkawinan tersebut, jadi tidak

ada alasan lagi bagi seseorang untuk tidak mau melangsungkan

perkawinan, jika seseorang tidak mau melangsungkan perkawinan berarti

orang tersebut sama saja tidak mau melanjutkan keturunannya dan

21

(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menyimpang dari tujuan fitrah serta melanggar hikmah dari perkawinan

tersebut.22

Tujuan perkawinan yang utama adalah untuk memperoleh

keturunan yang sah dan merupakan tujuan pokok dari perkawinan itu

sendiri, setiap orang yang melaksanakan pernikahan pastilah

menginginkan kehadiran seorang anak, bisa dibayangkan jika dalam

hubungan pernikahan suami istri tanpa mempunyai seorang anak, pastilah

kehidupan mereka akan terasa sepi, meskipun mereka hidup dengan harta

yang melimpah dan berkedudukan tinggi, pasti akan terasa belum

sempurna tanpa kehadiran seorang anak.23

C. Poligami dalam Hukum Islam

1. Pengertian poligami

Kata “poligami” berasal dari bahasa yunani pecahan kata dari

“poly” yang artinya banyak, dan “gamein” yang berarti pasangan,

kawin atau perkawinan. Secara epistomologis poligami adalah “suatu

perkawinan yang banyak” atau dengan kata lain adalah suatu

perkawinan yang lebih dari seorang, seorang laki-laki memiliki istri

lebih dari satu istri pada waktu bersamaan. Dalam kamus besar bahasa

Indonesia disebutkan bahwa pengertian poligami adalah ikatan

22Ibid.,26

23

(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id perkawinan yang salah pihak memiliki atau mengawini beberapa

lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan berpoligami

adalah menjalankan atau melakukan poligami.24

Ta’addud Az-Zaujaat (poligami) adalah perbuatan seorang

laki-laki mengumpulkan dalam tanggunganya dua sampai empat

orang istri, tidak boleh lebih darinya. Hal ini dijelaskan Allah dalam

firman-Nya:25                                                     .

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya) Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua,tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, tau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu

adalah labih dekat kepda tidak berbuat aniaya.”(Q.S. An-nisa’ ayat

3).26

Maksudnya berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni

isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat

lahiriyah. dan islam memperbolehkan poligami dengan syarat-srarat

tertentu, sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula

dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Ayat ini

membatasi poligami sampai empat orang saja.

24

W.J.S Poerwardaminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka 1984).693.

25

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 77.

26

(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Dalil-Dalil Mensyari’atkan nya Poligami

Agama Islam telah mengikis kekacauan yang terjadi pada

umat terdahulu dimana poligami tidak dibatasi oleh jumlah tertentu.

Ketika Islam datang para lelaki kabilah tsaqif banyak yang memiliki

10 orang istri, mereka adalah: Mas’ud Bin Mu’tib, Mas’ud Bin Amr

Bin ‘Umair, Urwah Bin Mas’ud, Sufyan Bin Abdullah, Ghailan Bin

Salamah, dan Abu ‘Aqil Mas’ud Bin ‘Amir Bin Mu’tib. Lalu Islam

membatasinya hanya empat istri saja, sehingga ketika masuk Islam

dan syariat poligami di turunkan, Ghailan, Sufyan, dan Abu ’Aqil

memilih empat orang istri mereka dan menceraikan 6 yang lain.

Sedangkan Urwah masuk Islam lalu wafat sebelum syariat poligami

diturunkan.27

Dalil disyariatkannya poligami berasal dari Al-Qur’an, sunnah

Rasulullah SAW dan ijma’. Ayat Al-Qur’an itu ialah firman Allah

SWT:                            

“maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua,tiga atau

empat.”(QS.4:3 ).28

An-Nasafi menjelaskan ayat di atas, ”maka nikahilah

perempuan-perempuan baik untukmu sejumlah bilangan tersebut

(empat), sedangkan lebih dari itu hukumnya haram. Jika anda

27

Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan Dalam Poligami, diterjemahkan oleh. Ahmad Sahal Hasan (Yordania: Daar An-Nafaais, 2002), 27.

28

(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id bertanya bahwa ayat tersebut hanya membolehkan seorang laki-laki

beristri dua, tiga atau empat, lalu apa maksud ungkapan jamak pada

kata matşnaa (dua-dua), tlulaatşa (tiga-tiga), dan rubaa>’

(empat-empat) ? Maka jawaban penulis adalah, bahwa ayat tersebut

ditujukan untuk orang banyak, maka redaksinya harus sesuai

dengannya yaitu dalam bentuk pengulangan bilangan seperti jika

anda mengatakan kepada sejumlah orang,” bagaikan uang 1000

dirham ini dua dirham - dua dirham, atau tiga dirham - tiga dirham,

atau empat dirham - empat dirham. ”jika anda tidak mengulanginya

maksudnya tidak dimengerti. Sedangkan pengunaan huruf wawu

untuk menunjukan bolehnya memilih antar bilangan-bilangan yang

disebutkan, jika yang digunakan adalah “aw” (atau), maksud

kebolehannya akan hilang.”29

Dalil dari sunnah Rasulullah saw adalah hadits yang

diriwayatkan oleh Qais bin Al-Haris ra:

رنْب رشْيَ ق ْنَع

ْرع َو اتْمَلْسَا : َل اَق ْث رر اَْْا

ْةَوْسرن ٍناَََ ىرد

اتْيَ تَاَف .

ىَلَص ْرَِلا

هج ام نبا هاور( اًعَ ب ْرَا َناهْ رم ْرَ تْخرا :َل اَقَ ف ، َكرل َذ اتْلاقَ ف : ْمَلَس َو رهْيَلَع اََا

)

Dari Qais bin Al-Haris ra. beliau berkata: ketika masuk islam, saya memiliki delapan istri. Saya menemui rosulullah saw dan menceritakan keadaan saya, lalu beliau besabda: pilih empat diantara

mereka. (H.R. Ibnu Majah)”

29

(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

اهَدْرع َو َمَلْسَا َيرفَقَ ثلا َةَمَلَس انْب رن َاْيَغ َنَا،اَماهْ َع اََا َيرض َر رهْيربَا ْنَع ،ْرِ اَس ْنَع

َلا اهَل َل اَقَ ف ،ٍةَوْسرن ارْشَع

َنا َررئ اَس ْقرر اَف َو اًعَ بْرَا ْكرسْمَا : َمَلَس و رهْيَلَع اًَا ىَلَص رِ

َرَ بْخَا

ر ي ررْزلا رنَع ،ْكرل اَم اَن

َن َاْيَغ َثْيردَح ،

.

Hadits kedua riwayat Ghailan Bin Salamah Ats-Tsaqifi masuk islam dalam keadaan beristri sepuluhorang yang ia nikahi di masa jahiliyah(sebelum masuk Islam), mereka semua masuk Islam bersamanya, maka Rasulullah saw memerintahkanya untuk memilih

empat diantara mereka.30

Sedangkan dalil dari ijma’ ialah kesepakatan kaum muslimin

tentang kehalalan poligami baik melalui ucapan maupun perbuatan

mereka sejak masa Rasulullah SAW sampai hari ini. Para sahabat

utama nabi melakukan poligami seperti Umar bin Khatab, Ali Abi

Thalib, Muawiyah Bin Abi Sufyan, Dan Muaz Bin Jabal ra. Poligami

juga dilakukan oleh ahli fiqih tabi’in (generasi pasca sahabat nabi),

dan lain-lain yang terbilang tidak banyak. Mereka mengakui orang

yang menikah lebih dari satu istri. Kesimpulanya bahwa generasi

salaf (terdahulu) dan khalaf (kini) dari umat Islam yang telah

bersepakat melalui ucapan dan perbuatan mereka bahwa poligami itu

halal.

Ada pendapat sangat minoritas yang disebutkan oleh Imam

Qurthubi yaitu pendapat kaum Syi’ah dan sebagian madzab Zhahiri

bahwa seorang muslim boleh menikah dengan sembilan perempuan

sekaligus.

Mereka berdalil dengan firman Allah:

30

(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id                            

“Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senagi dua, tiga, atau

empat.” (QS. 4:3).31

Bahwa ayat tersebut menjelaskan jumlah istri yang halal

dinikahi yaitu dua, tiga, dan empat dengan menggunakan huruf wawu

yang berfungsi membolehkan penjumlahan antara bilangan-bilangan

tersebut (sembilan).

Al-Qurthubi juga menyatakan bahwa sebagian madzhab

Zhahiri bahkan membolehkan seorang laki-laki beristri delapan belas

orang. Argumentasi mereka adalah ayat jamak Matşnaa (dua-dua)

sama dengan empat, tşulaata (tiga-tiga) sama dengan enam, dan

rubaa’ (empat-empat) berarti delapan, dan bila dijumlahkan menjadi

delapan belas.

Kedua pendapat ini jelas salah dan tidak berdasarkan kaidah

ilmiah sedikitpun, ia bertentangan dengan hadits-hadits yang

membatasi hanya empat orang istri seperti perintah Rasul kepada

orang-orang yang baru masuk Islam dan memiliki istri lebih dari

empat. Pendapat ini juga bertentangan dengan konsensus kaum

muslimin.

Al-Qanuji dalam bukunya Nail Al-Maram menjelaskan

kekeliruan pemahaman mereka terhadap ayat tersebut:

31

(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id “Argumentasi mereka bahwa menikah dengan sembilan orang istri

itu boleh dengan alasan bahwa huruf “wawu” berarti penjumlahan

adalah bukti kebodohan terhadap bahasa Arab. Kalau seandainya

Allah berfirman: ”Nikahilah dua dan tiga dan empat orang” mungkin

pendapat itu masih dapat diterima, tetapi redaksi ayat tidak

demikian. Penggunaan huruf wawu (dan) di dalam ayat tersebut

untuk menunjukkan kebolehan memilih antara dua istri, tiga istri dan

empat istri. Jika digunakan aw (atau), terdapat kesan bahwa yang

diperbolehkan hanyalah salah satu bilangan yang disebutkan (dua

saja, atau tiga saja, atau empat saja). Padahal bukan itu yang

dimaksudkan oleh Al Qur’an.32

Sebenarnya yang disebutkan oleh Al-Qurthubi bukanlah

pendapat umum kaum Syiah, ia hanya pendapat minoritas yang tidak

dianggap di kalangan Syiah. Yang menjadi pendapat utama Syiah

adalah kehalalan manikah dengan empat orang istri.

Menikah dengan sembilan istri hanya dikhususkan untuk

Rasulullah saw seperti yang disebutkan oleh Aththusi (seorang ulama

Syiah) dan Al-Mabsuth, dan bagi seorang budak hanya diperkenankan

memiliki dua istri. Ath-thusi berkata: “laki-laki hanya diperkenankan

menikah dengan empat orang perempuan, sedangkan budak laki-laki

hanya dua orang, karena dikhawtirkan tidak dapat berlaku adil jika

32

(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id lebih dari itu. Sedangkan Rasulullah saw diperkenankan menikahi

perempuan lebih dari itu karena beliau pasti dapat berlaku adil.”

Demikian pula pendapat yang dikenal di kalangan madzhab

Zhahiri , Ibnu Hazm berkata: “Tidak halal bagi siapapun menikahi

lenih dari empat perempuan merdeka atau budak, atau sebagian

merdeka, sebagian budak.”

Dengan demikian apa yang diriwayatkan dari sebagian

madzhab Zhahiri adalah pendapat minoritas yang tidak dijadikan

pegangan.

3. Hukum Poligami

Islam sebagai syari’at terakhir, universal serta merupakan

rahmat bagi seluruh alam telah mengabsahkan poligami yang telah

berjalan jauh sebelumnya. Hanya saja pengabsahan ini disertai dengan

pembatasan dan persyaratan-persyaratan tertentu, sebagaimana

dijelaskan dalam firman Allah SWT, surat An-Nisa ayat 3 :

                                              

Hai sekalian manusi

Referensi

Dokumen terkait

Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) pada Tikus Wistar ( Rattus norvegicus ) Jantan yang Dipapar Stresor Rasa Sakit Electrical Foot Shock selama 28

Penelitian PD-L1 untuk berbagai jenis tumor tengah berkembang pesat dan telah membuktikan ekspresi positif PD-L1 berhubungan dengan kondisi klinis yang lebih buruk

Keragaman sumber pendapatan petani di hulu DAS Sekampung yang berasal dari berbagai vegetasi tanaman penting dalam menjaga tutupan lahan sebagai wilayah tangkapan

Keberhasilan proses belajar mengajar tidak hanya ditentukan oleh siswa sebagai subjek yang belajar, tetapi juga oleh guru sebagai subjek yang membelajar..

Hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut: yang pertama kesadaran merek, persepsi kualitas, loyalitas merek secara individual berpengaruh signifikan terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi kotoran ayam dan dolomit terhadap ketersediaan dan serapan P pada tanah Inceptisol Kwala Bekala dan pertumbuhan

Selama ini, masyarakat Batak memang danggap sebagai masyarakat yang lugas, baik dalam perilaku maupun percakapannya. Implikasi umum dari kata Putra asli Batak yang

In this study, optimization assessment on electricity supply provision is conducted using HOMER (Hybrid Optimization Model for Electric Renewable) software developed by