• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KONTEKS PENANGGULANGAN FEMINISASI KEMISKINAN DALAM PROGRAM JALIN MATRA (STUDI KASUS DI DESA REBONO KABUPATEN PASURUAN).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KONTEKS PENANGGULANGAN FEMINISASI KEMISKINAN DALAM PROGRAM JALIN MATRA (STUDI KASUS DI DESA REBONO KABUPATEN PASURUAN)."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KONTEKS

PENANGGULANGAN FEMINISASI KEMISKINAN DALAM

PROGRAM JALIN MATRA

(STUDI KASUS DI DESA REBONO KAB. PASURUAN)

Skripsi:

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Filsafat Politik Islam

Oleh :

LAILATUL WIDAD NIM: E04213048

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus Di Desa Rebono Kab. Pasuruan). Adapun rumusan masalah penelitian ini yang pertama, Bagaimana partisipasi perempuan dalam konteks penanggulangan feminisasi kemiskinan dalam program jalin matra, di desa rebono kab. Pasuruan. Kedua, Bagaimana upaya pemerintah untuk menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang kepala rumah tangga perempuan (KRTP). Sedangkan tujuan penelitian yang pertama, untuk mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam konteks penanggulangan feminisasi kemiskinan dalam program jalin matra, di desa rebono kab. Pasuruan. Kedua, untuk mengetahui upaya pemerintah dalam menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang kepala rumah tangga perempuan (KRTP).

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yaitu pendekatan studi kasus (case study approach). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif meliputi reduksi data, display data, Conclusion Drawing atau verification. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah Trianggulasi. sedangkan teori yang digunakan adalah konsep partisipasi perempuan dalam pembangunan, feminisasi kemiskinan. Pendekatan yang dipakai yaitu pendekatan GAD, yang mana pendekatan ini melihat perempuan sebagai subyek pembangunan (agen perubahan).

Hasil temuan penelitian ini adalah pertama, Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan dilaksanakan dengan mengintegrasikan penyadaran dan kepedulian gender yaitu tidak ditentukan hanya karena perbedaan normatif biologis tetapi oleh lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya. Fokus sasaran program dengan menempatkan Kepala Rumah Tangga Perempuan sebagai pusat perhatian, diposisikan sebagai pelaku (subyek) dengan meningkatkan perannya (gender role). Feminisasi kemiskinan merujuk pada adanya kenyataan sebagian besar warga miskin berjenis kelamin perempuan, “The Feminization of Poverty: Women, Work and Welfare”. salah satu faktor utama kemiskinan yang menimpa kaum perempuan di Desa Rebono adalah faktor yang pertama, yaitu suami meninggal atau janda, yang kedua, suami jatuh sakit bertahun-tahun. Kedua, upaya yang dilakukan untuk menangani masalah penanggulangan feminisasi kemiskinan yaitu melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….………….……….... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ………. ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ………... iii

PERNYATAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN……… iv

MOTTO ……….…... v

PERSEMBAHAN ……….…… vi

ABSTRAK ………. vii

KATA PENGANTAR ………..…………. viii

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….. xv

BAB I : PENDAHULUAN ……….. 1

A. LatarBelakang………….………... 1

B. BatasanMasalah ……….……… 5

C. RumusanMasalah ………...… 5

D. Pembatasan Masalah……… 6

E. Tujuan Penelitian ……… 6

F. Manfaat Penelitian ……….…. 7

G. Definisi Konseptual………. 8

H. Metode Penelitian ………... 13

I. Teknik Penentuan Infoman ……… 16

(8)

K. Metode Pengumpulan Data ……… 18

L. Teknik Analisis Data..……… 21

M. Teknik Validasi Data……….. 23

N. Sistemaika Pembahasan ……….… 24

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ………... 26

A. Partisipasi Perempuan Dalam Pembangunan……. 26

B. Posisi Perempuan Dalam Pembangunan.………… 29

C. Pendekatan Perempuan Dalam Pembangunan…… 32

D. Kebijakan Responsif Gender Dalam Pembangunan……….. 34

E. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan ……… 36

F. Feminisasi Kemiskinan……… 39

BAB III : SETTING PENELITIAN ………. 43

A. Sejarah Desa ……… 43

B. Proses Pelaksanaan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra di Desa Rebono………. 55

C. Indikator Keberhasilan Berdasarkan Monev Tim Pendamping Desa ……… 67

D. Kelebihan dan Kelemahan Pebelajaran Kepada Sekretariat Desa………. 67

(9)

Feminisasi Kemiskinan Dalam Program jalin Matra,

di Desa Rebono Kab. Pasuruan ………... 69

B. Upaya Pemerntah Untuk Menangani Kemiskinan Perempuan, Terutama Bagi Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP)………. 82

BAB V : PENUTUP ………... 89

A. Kesimpulan ……….….. 89

B. Saran ………. 90

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila dan UUD 1945 mengamanatkan penangananan kemiskinan kepada Negara. Negara dituntut komitmennya untuk mengurus masalah kemiskinan, sehingga kehadiran Negara ditengah-tengah permasalahan masyarakatnya menjadi nyata. Amanat Negara dalam konstitusi kepada pemerintah untuk mengurus rumah tangga miskin melalui kebijakan, program dan aksi kegiatan bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan serta keparahan dan kedalaman kemiskinan. Sehingga akan tercapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang sesungguhnya dengan indikator pertumbuhan ekonomi tinggi, diimbangi oleh penurunan angka kemiskinan dan disparitas serta kesenjangan semakin rendah.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada rakyat (people centered) yang inklusif dan mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based

(11)

2

serta dalam upaya untuk menumbuhkembangkan modal dasar capaian pembangunan pada periode pertama, maka pada periode kepemimpinan Pakde Karwo dan Gus Ipul 2014-2019 berkomitmen untuk meningkatkan dan memperluas program penanggulangan kemiskinan yang diwujudkan melalui Program Jalan Lain Menuju Mandiri dan Sejahtera (JALIN MATRA).

Program jalin matra merupakan program yang di desain secara khusus dan inklusif bagi masyarakat yang belum beruntung secara ekonomi, sosial, budaya (wong cilik) berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) Tim Nasional percepatan penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) program perlindungan sosial tahun 2011 dengan status 30% kesejahteraan terendah. Program Jalin Matra memiliki 3 kegiatan unggulan yang secara spesifik berbeda dari segi sasaran, yaitu: Jalin Matra Bantuan Rumah Tangga Sangat Miskin dengan sasaran rumah tangga sangat miskin, Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan dengan sasaran kepala rumah tangga perempuan, dan Jalin Matra Penanggulangan Kerentanan Kemiskinan dengan sasaran rumah tangga rentan miskin.

(12)

3

kemiskinan yang semakin berwajah perempuan tersebut memerlukan upaya khusus dalam rangka penanganannya.

Dibidang ketenagakerjaan, angka partisipasi kerja kepala keluarga perempuan secara nasional menunjukkan bahwa dari persentase kepala rumah tangga dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 14,42% ternyata hanya 60,67% saja yang bekerja. Atas dasar permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur merancang program untuk menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang kepala rumah tangga perempuan (KRTP) melalui program penanggulangan feminisasi kemiskinan. Program tidak hanya sebagai upaya jangka pendek untuk memberikan bantuan kepada KRTP tetapi terlebih daripada itu adalah sebagai program yang berkelanjutan dalam rangka untuk mengantisipasi adanya perangkap kemiskinan pada KRTP.1 Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi kacamata bagi Pemerintah Desa Rebono. Yang mana di Desa Rebono terbagi dalam beberapa Dusun dan dibatasi oleh Wilayah Desa tetangga.

Secara administratif, Desa Rebono terletak di wilayah Kecamatan Wonorejo Kabupten Pasuruan dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pajajaran Kecamatan Rembang, Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Candi Robo Kecamatan Sukorejo, Di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Krangking Kecamatan

1Pedoman Umum, Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan, Pemerintah Provinsi Jawa

(13)

4

Sukorejo, sedangkan disebelah Timur berbatasan dengan Desa Karangsono Kecamatan Wonorejo. Adapun, pembagian wilayah Desa Rebono terdiri dari Empat Dusun, antara lain: Dusun Asem Jajar I, Asem Jajar II, Rebono Timur, Rebono Barat. Yang masing-masing Dusun dipimpin oleh seorang kepala Dusun. Dengan dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama M. Dhopir, beliau menjabat dari tahun 2011-2017.

Berdasarkan data Administrasi Desa tahun 2014, jumlah penduduk Desa Rebono terdiri dari 3.165 jiwa dengan Rincian 1.683 laki-laki dan 1.482 perempuan. Data tersebut terlihat bahwa penduduk usia produktif pada usia 20-49 tahun sekitar 2026 atau hampir 1,56%. hal ini merupakan modal berharga bagi pengadaan tenaga produktif dan SDM. Tingkat kemiskinan di Desa Rebono tergolong sangat tinggi. Dari jumlah 2026 KK, sejumlah 567 KK tercatat sebagai pra sejahtera, 315 KK tercatat keluarga sejahtera 1, 207 KK tercatat keluarga sejahtera II, 212 KK tercatat keluarga sejahtera III, 106 KK sebagai sejahtera III plus. Jika KK golongan Pra-sejahtera dan KK golongan I digolongkan sebagai KK golongan miskin, maka lebih dari 50% KK Desa Rebono adalah keluarga miskin.2

Tingkat pendapatan Rata-rata penduduk Desa Rebono Rp. 600.000, secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa Rebono dapat teridentifikasi kedalam beberapa sektor yaitu: pertanian, jasa atau

2Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) Desa Rebono Kecamatan

(14)

5

perdagangan, industri, dll. Angka partisipasi kerja perempuan kurang lebih 60% sebagai petani, sedangkan angka kerja perempuan (perempuan kerja dan sebagai kepala rumah tangga) kurang lebih 30% sebagai buruh tani. Angaka Partisipasi Kerja di desa Rebono bisa disimpulkan yang mendapat bantuan sejumlah 28 KRTP. Meliputi: 16 KRTP yaitu dari Dusun Asem Jajar dan Rebono Timur (Kel. Mangga), dan 12 KRTP dari Rebono Barat (Kel. Dukuh). Dalam uraian pembahasan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dari hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Partisipasi Perempuan Dalam Konteks

Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus Di Desa Rebono Kab. Pasuruan).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat merumuskan suatu masalah, yaitu:

1. Bagaimana partisipasi perempuan dalam konteks penanggulangan feminisasi kemiskinan dalam program jalin matra, di desa rebono kab. Pasuruan?

(15)

6

C. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, dan agar penelitian ini tidak menyimpang dari rumusan masalah dan agar spesifik pembahasan skripsi ini, maka diperlukan pembatasan masalah dimana objek kajian ini adalah

membahas tentang “Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus Di Desa

Rebono Kab. Pasuruan).” Terutama yang akan dibahas oleh peneliti yaitu memfokuskan penelitiannya kepada penanggulangan feminisasi kemiskinan yaitu merupakan program yang di desain khusus untuk mengoptimalkan dan mengefektifkan program penanggulangan kemiskinan bagi rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga perempuan (KRTP). Seperti yang terjadi di Desa Rebono Kec. Wonorejo Kab. Pasuruan, serta bagaimana partisipasi seorang perempuan.

D. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan memperoleh informasi yang akurat sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

(16)

7

2. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang kepala rumah tangga perempuan (KRTP).

E. Manfaat Penelitian

Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam penelitian tentang Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus Di Desa Rebono Kab. Pasuruan) antara lain:

a. Manfaat Teoritis

Menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus Di Desa Rebono Kab. Pasuruan), dan mendapatkan penjelasan yang lebih tajam tentang upaya pemerintah untuk menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang kepala rumah tangga perempuan.

b. Manfaat Praktis

(17)

8

F. Definisi Konseptual

Untuk menghindari adanya kesalah pahaman dalam memahami judul dalam karya ilmiah ini dan untuk memperjelas interpretasi/pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan proposal yang berjudul “Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus Di Desa Rebono Kab. Pasuruan)”, maka akan dijelaskan istilah-istilah yang terangkai pada judul dan konteks kebahasaannya.

Partisipasi Menurut Sastropoetro (1995:11), partisipasi adalah keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan lahiriah-nya.

Perempuan Orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.

Penanggulangan Proses atau cara, perbuatan menanggulangi. Feminisasi Kemiskinan Menurut Moghadam (2005:7), adalah

(18)

9

Program Rancangan mengenai asas serta usaha (dalam ketatanegaraan, perekonomian, dsb) yang akan dijalankan.

Jalin Matra Jalan Lain Menuju Mandiri dan Sejahtera.

G. Telaah Pustaka

Telaah pustaka memuat hasil-hasil penelitian sebelumya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, dengan maksud untuk menghindari duplikasi. Di samping itu, untuk mewujudkan bahwa topik yang diteliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain dalam konteks yang sama serta menjelaskan posisi penelitian yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Alasan penulis

memilih judul ini karena dilihat dari kata “Feminisasi Kemiskinan” sangat

menarik untuk diteliti, dengan keadaan masyarakat Desa Rebono yang sangat miskin dan juga karena faktor SDM yang kurang memadai.

Hasil penulisan terdahulu tersebut antara lain:

a) Jurnal dan Riset Terdahulu

(19)

10

(20)

11

kemampuan seseorang untuk menentukan pilihan yang berarti baginya. Kedua, berupa struktur peluang, yaitu berbagai aspek yang membuat seseorang dapat berbuat sesuatu karena kemampuannya untuk memilih. Dengan dilibatkannya perempuan dalam

policy-making process berarti bahwa kelompok perempuan memiliki struktur peluang untuk menentukan kebutuhan dan kepentingannya, sehingga kebijakan yang ada menjadi lebih representatif bagi perempuan.3 2. Karya jurnal penelitian Triana Sofiani yang berjudul “Membuka

Ruang Partisipasi Perempuan Dalam Pembangunan”, 2009.

Isi Jurnal: Posisi dan peran perempuan dalam pembangunan, dalam realitasnya masih sebagai objek. Hal tersebut dipengaruhi oleh model pembangunan yang dijalankan, masih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (Economic Growt), sentralistik, cenderung ekploitatif dan menindas perempuan. Human capital perempuan yang rendah dalam bidang pendidikan ditambah pemahaman budaya yang bias gender, patriarkhi, juga menjadi sebab perempuan tersudut dalam posisi yang rentan. Dan yang paling ironis, perempuan sendiri tidak pernah merasakan bahwa semua yang terjadi menyudutkan dirinya, dianggap alamiah. Sehingga dalam konteks pembangunan perempuan menjadi kurang respons, masa bodoh atau menolak secara tidak langsung dari

(21)

12

program-program pembangunan. Oleh karena itu, perlu kiranya menciptakan ruang bagi perempuan dalam pembangunan sebagai strategi untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya. Upaya yang dilakukan harus didukung oleh political will dari pengambil keputusan dalam seluruh bidang pembangunan, sehingga diharapkan kesetaraan dan keadilan gender akan terwujud.4

Dari penelitian diatas, yang membedakan penelitian ini nantinya dengan penelitian yang sudah disebutkan yaitu: Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan melalui Pogram Jalin Matra, yang mana Program tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan dan mengefektifkan program penanggulangan kemiskinan bagi rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga perempuan (KRTP). Program Jalin Matra tersebut merupakan Program yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi, pada periode Kepemimpinan Gus Ipul dan Pakde Karwo 2014-2019. berupa bantuan sebesar Rp. 2.500.000,- setiap penerima bantuan, akan tetapi bantuan tersebut tidak berupa uang melainkan berupa Modal Usaha, tujuannya untuk peningkatan aset usaha atau pendapatan keluarga. Seperti yang ada di Desa Rebono Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan.

4Triana Sofiani, Membuka Ruang Partisipasi Perempuan Dalam Pembangunan,

(22)

13

H. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dimana penyajian data dilakukan tidak dengan mengungkapkan data secara numeric sebagaimana penyajian data secara kuantitatif serta dari sisi metodologis, tata cara mengungkapkan pemikiran seseorang atau pandangan kelompok orang adalah dengan menggunakan penelitian secara kualitatif.5 Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang terjadi pada subyek penelitian, misalkan untuk mengetahui persepsi, motivasi, dan tindakan. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus, yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.6

Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2003), menyatakan bahwa “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati”. Sedangkan menurut Sugiyono (2005), “metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah

5Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1994), 94.

(23)

14

eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci”. Tekhnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya) analisis data bersifat Induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Adapun ciri dan karakteristik dari penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan bersifat alamiah, bersifat dinamis dan berkembang, fokus terhadap penelitian apa yang akan diteliti, bersifat deskriptif, sasaran penelitian berlaku sebagai subjek penelitian, data penelitian bersifat deskriptif, berfokus pada proses dan interaksi subjek, subjek terbatas, pemilihan informan dilakukan terhadap informan kunci dari sumber data yang hendak diteliti, kontak personal secara langsung, mengutamakan data langsung (First Hand). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi terlibat hubungan antara peneliti dengan informan terjalin akrab, keabsahan data, kebenaran empirik, simpulan bersifat subjektif, bersifat fleksibel, pentingnya makna terdalam (Depth Meaning), proses pengumpulan dan analisis data secara simpulan.

(24)

15

lembaga dengan daerah atau subyek yang sempit.7 Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Penelitian case study merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu.8 Tujuan studi kasus adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus disifatkan sebagai suatu penelitian yang eksploratif dan deskriptif (Arikunta, (1989).

2. Lokasi Penelitian

Tempat dan lokasi yang diambil atau dibuat oleh peneliti untuk mencari dan menggali data tentang permasalahan yang sedang dibahas oleh peneliti terletak di Desa Rebono Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan.

Ada beberapa faktor peneliti meneliti di Daerah Desa Rebono, diantaranya:

1. Kondisi perekonomian masyarakata Desa Rebono yang sangat rendah, sangat tertinggal jauh dengan perekonomian Desa-desa yang lainnya. Tingkat kemiskinan di Desa Rebono tergolong sangat tinggi.

2. Karena faktor Sumber Daya Manusia yang kurang memadai.

(25)

16

3. Kurangnya kesadaran masyarakat Desa Rebono dalam hal pendidikan. Faktor yang menjadi pemicu utama yaitu faktor ekonomi.

4. Kebanyakan perempuan di Desa Rebono bekerja sebagai petani 60% atau buruh tani 30%, untuk membantu perekonomian dalam keluarganya.

I. Teknik Penentuan Informan

Informan penelitian dipilih dengan menggunakan teknik Purposive

Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.9 Sehingga dalam menentukan informasi penelitian, penulis memilih berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut bedasarkan kedudukannya dalam negara. Dari sini peneliti menentukan informan bedasarkan sumber-sumber berikut:

Adapun kriteria-kriteria penentuan Informan Kunci (key informan) yang tepat, dalam pemberian informasi dan data yang tepat dan akurat mengenai Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus di Desa Rebono Kab. Pasuruan) adalah sebagai berikut:

a. Unsur Pemerintahan Desa Rebono yaitu: Kepala Desa, Sekertaris Desa, Bendahara Desa.

(26)

17

b. Salah satu anggota dari PKK.

c. Penerima Bantuan atau rumah tangga sasaran. d. Pendamping KRTP.

J. Sumber Data

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Jadi dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data yang diantaranya:

1. Data Primer

(27)

18

2. Data Sekunder

Data sekunder ini peneliti dapat dari buku serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Jika dikaitkan dengan penelitian penulis, maka data sekunder peneliti diperoleh dari pengumpulan data dari pihak Kepala Desa Rebono beserta struktur desa, dan juga dari pendamping KRTP baik berupa dokumen atau arsip-arsip tertulis lainnya.

K. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data.10 Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data diperlukan suatu teknik untuk memudahkan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap obyek penelitian. Observasi adalah cara pengambilan data yang digunakan peneliti dengan melakukan pengamatan secara sistematis terhadap data yang berkaitan

(28)

19

dengan obyek penelitian tanda alat bantu pengumpulan data lain. Dalam hal ini peneliti mengamati secara langsung kejadian-kejadian ditempat penelitian.11 Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena:

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.

c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari.

d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.

e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.

f. Metode observasi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan di lokasi yang menjadi target penelitian. Untuk penelitian ini lokasi yang akan menjadi obyek penelitian terdapat di Desa Rebono.

(29)

20

b. Wawancara

Dalam penelitian kualitatif kata-kata dan tindakan yang utama. Untuk itu wawancara sangat penting dalam penelitian ini. Metode ini mengajukan pertanyaan secara langsung dengan informan yang diharapkan mendapat penjelasan pendapat, sikap dan keyakinan tentang hal-hal yang relevan dalam penelitian. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatapan muka anatara pewawancara dengan informan. Atau orang yang diwawancarai tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.12

Wawancara mendalam menurut Moeleong merupakan proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian serta bertatap muka untuk menggali informasi dari informan.13 Wawancara dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Penulis mengadakan wawancara dan tanya jawab secara langsung dengan beberapa masyarakat dan perangkat desa, serta pendamping KRTP, dan ibu PKK tersebut.

(30)

21

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan catatan atau kumpulan peristiwa yang telah didapat. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.14Peneliti menggunakan sarana media cetak dan media elektronik sebagai bukti yang relevan.

L. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.15 Miles and Huberman (1992:21-23), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif, berlangsung secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh atau cukup. Aktivitas dalam analisis data, yaitu: data reduction, data display, dan conclusion

drawing/verification.16

a. Data Reduction (reduksi data)

Dalam reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi dan pengtranformasian data mentah yang

14Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi “Mixed Methode” , (Bandung: Alfabeta, 2011), 240.

15 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 18.

(31)

22

terjadi pada catatan-catatan lapangan tertulis. Reduksi data dilakukan secara kontinyu melalui kehidupan kegiatan atau proyek diorientasikan secara kualitatif. Dalam mereduksi data, setiap penelitian akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian penelitian dalam melakukan reduksi data. Reduksi data merupakan proses berpikir sensitive yang memerlukan kecerdasan dan keluasaan wawasan yang tinggi.

b. Data Display (penyajian data)

Langkah yang kedua dari analisis model Miles and Huberman adalah display data atau model data. Model didefinisikan suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendiskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk yang paling sering dari data kualitatif adalah teks naratif. Teks dalam bentuk cerita dari catatan lapangan. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Disarankan dalam melakukan display data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja) dan chart.

(32)

23

Langkah yang ketiga adalah penarikan dan verifikasi kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Dalam penelitian kualitatif kesimpulan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

M. Teknik Validasi Data

(33)

24

dengan Trianggulasi. Adapun Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.17

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan Trianggulasi dengan sumber. Menurut Patton, trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

N. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan yang akan di bahas dalam skripsi ini diantaranya sebagai berikut:

Bab Pertama merupakan pendahuluan yang berisi: Latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, definisi konseptual, kegunaan penelitian, penegasan judul, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Secara umum, setiap sub-bab berisi uraian yang bersifat global, dan juga sebagai pengantar untuk memahami bab-bab berikutnya.

17Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Refisi, (Bandung: Rosdakarya, 2007),

(34)

25

Bab Kedua merupakan kerangka teori dengan judul Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra (Studi Kasus di Desa Rebono Kab. Pasuruan). Kerangka teori ini terdiri dari: Partisipasi Perempuan Dalam Pembangunan, Posisi Perempuan Dalam Pembangunan, Pendekatan Posisi Perempuan Dalam Pembangunan, Kebijakan Responsif Gender Dalam Pembangunan, Perempuan Dan Pembangunan Desa, Feminisme Dan Pemberdayaan Perempuan, Feminisasi Kemiskinan.

Bab Ketiga berisi tentang Setting Penelitian sebagai acuan kegiatan penelitian. Bagian ini disajikan tentang lokasi penelitian, profil desa, dan proses pelaksanaan dan evaluasi kegiatan penanggulangan feminisasi kemiskinan dalam program jalin matra di Desa Rebono, indikator keberhasilan berdasarkan monev tim pendamping desa, kelebihan dan kelemahan pembelanjaan kepada Sekretariat Desa.

Bab Keempat merupakan penyajian data dan analisis data. Adapun yang dibahas diantaranya: Partisipasi Perempuan Dalam Konteks Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Program Jalin Matra, Di Desa Rebono Kab. Pasuruan, Upaya Pemerintah Untuk Menangani Kemiskinan Perempuan, Terutama Bagi Rumah Tangga Yang Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP).

(35)

26

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Partisipasi Perempuan Dalam Pembangunan

Bahwa pada kenyataannya tujuan utama dari pembangunan yang ingin mewujudkan kesejahteraaan masyarakat masih jauh dari harapan, karena dalam perkembangannya pembangunan dilaksanakan dan direncanakan tanpa mempertimbangkan masalah gender. Hal ini menunjukkan bahwa program perencanaan pembangunan seharusnya ditinjau dari berbagai macam aspek kehidupan. karena disini tampak bahwa ternyata tak hanya aspek ekonomi dan politik saja yang berperan dominan terhadap pembangunan, melainkan juga aspek sosial kemasyarakatannya. WID (Women In Development) sebagai salah satu strategi yang diharapkan dapat menjawab persoalan tersebut, pada kenyataannya hanya menyentuh sisi praktis pemenuhan kebutuhan perempuan saja.

(36)

27

terhadap konsep WID. Kritik ini dipelopori oleh berbagai aliran feminisme. WID dianggap bagian dari agenda Dunia Pertama untuk mendominasi Dunia Ketiga. Konsep WID sendiri dianggap membawa bias feminis liberal, kelas menengah kulit putih, yang dianggap tidak memiliki kepentingan pembebasan kaum perempuan.

Pada 1974, ketika suatu konferensi tentang pengintegrasian perempuan ke dalam ekonomi nasional diselenggarakan di Weseley College, dan biro WID mulai dibuka di USAID, saat itulah disiplin ilmu baru tercipta. Sebagian literatur mereka sangat praktis, memusatkan perhatian kepada isu-isu yang langsung berkenaan dengan bagaimana mendorong partisipasi perempuan dalam program pembangunan. Sebagian lainnya merupakan orientasi kebijakan, yang melakukan analisis atas program pembangunan masa lalu yang cenderung memiskinkan perempuan, sampai mencari program apa, struktur kelembagaan yang bagaimana, dan berapa banyak sumberdaya yang harus disediakan untuk tujuan itu. Agenda utama program WID adalah bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan. Asumsinya, penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak berpartisipasi dalam pembangunan.1

Pelaksanaan partisipasi dapat tergambar dalam tangga partisipasi. Praktik partisipasi sebagai hak politik memerlukan keterlibatan langsung dari

1Happy Budi Febriasih, Chalida Maulina, M. Miftah Wahyudi, dkk, Gender Dan Demokrasi,

(37)

28

warga dalam pembuatan kebijakan publik sehingga terjalin sinergi antara warga, pemerintah dan masyarakat dalam membangun kepercayaan publik. Shery Arstein (Siti Irene, A.D., 2011:64) menjelaskan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam tangga partisipasi sebagai berikut:

Tabel 1. Tangga Partisipasi

Klasifikasi Uraian Tingkatan

1. Citizen Power Pada tahap ini sudah

terjadi pembagian hak,

2. Tokenisme Hanya sekadar formalitas

yang memungkinkan

3. Non Participation Masyarakat hanya

dijadikan objek.

Terapi

(therapy)

Manipulasi

(manipulation).

Ukuran partisipasi perempuan dalam pembangunan dapat dilihat dari:

a. Pelaku/ pelaksana.

(38)

29

Perempuan terlibat langsung terhadap pengendalian dari pelaksanaan kegiatan pembangunan.

c. Pengambil keputusan

Dalam proses pembangunan, partisipasi perempuan langsung terlibat dalam pengambilan keputusan suatu kegiatan pembangunan. Misalnya : sebagai ketua pelaksana kegiatan pembangunan.

d. Penasehat.

Partisipasi perempuan dalam pembangunan tidak hanya terbatas pada pelaku, pengendali dan pengambilan keputusan saja tetapi lebih tinggi lagi sebagai penasehat dalam proses pembangunan.

e. Penerima manfaat pembangunan

Hasil pembangunan juga harus bisa dinikmati oleh perempuan, hal ini memberi indikasi bahwa pembangunan yang direncanakan sudah mempertimbangkan perempuan sebagai penerima manfaat pembangunan.

B. Posisi Perempuan Dalam Pembangunan

Sulit dipercaya memang jika dikatakan bahwa, ada pembangunan akan tetapi kemiskinan, pengangguran, ketimpangan masih substansial. Dalam teori

(39)

30

down efect”” terhadap pembangunan. Berangkat dari asumsi dan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan suatu masyarakat yang demokratis antara perempuan dan laki-laki mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan saling mengisi satu dengan yang lainnya, sehinnga pertumbuhan ekonomi juga menjadi dinamis.2

Posisi perempuan dalam pembangunan memang seharusnya ditempatkan sebagai partisipan atau subjek pembangunan bukan sebagai objek sebagaimana yang terjadi selama ini. Realitas menunjukan bahwa posisi perempuan masih sebagai objek pembangunan, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: pertama, masih kuatnya faktor sosial dan budaya patriarki yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi yang berbeda. kedua, masih banyak perundang-undangan, kebijakan dan program pembangunan yang belum peka gender. ketiga, kurang adanya sosialisasi ketentuan hukum yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan secara menyeluruh. keempat, belum adanya kesadaran gender di kalangan para perencana dan pengambil keputusan. kelima, belum lengkapnya data pilah yang memaparkan posisi perempuan dan laki-laki secara jelas dalam bidang pembangunan di semua departemen. keenam, belum maksimalnya kesadaran, kemauan dan konsistensi perempuan itu sendiri. Dan ketujuh, kurangnya pengetahuan perempuan terhadap tujuan dan arah pembangunan,

(40)

31

sehingga perempuan kurang respon, masa bodoh atau menolak secara tidak langsung dari program-program pembangunan.

Usaha-usaha pembangunan selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sama bagi semua penduduk baik laki-laki maupun perempuan akan menambah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.3 Oleh karena itu, dengan pembangunan diharapkan bisa mengurangi berbagai permasalahan sebagaimana di atas. Hal tersebut sejalan dengan paradigma pembangunan modern yang menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multi dimensional.4 Dengan demikian, diperlukan responsif gender untuk memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat yang ditujukan untuk kesetaraan dan keadilan sehingga keterlibatan (involved) antara keduanya menjadi proporsional dalam setiap proses pembangunan.

Dalam buku Engendering Development yang diterbitkan World Bank menyebutkan bahwa, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok pembangunan yang akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan dan menjalankan pemerintahan secara efektif. Oleh

(41)

32

karena itu, pemerintah hendaknya memperhatikan masalah yang berkaitan dengan kesetaraan gender dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut: pertama, meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan gender.

Kedua, meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan, dalam meningkatkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan masyarakat.

C. Pendekatan Perempuan Dalam Pembangunan

Dalam konteks pendekatan yang pernah dipakai untuk meretas masalah terkait dengan posisi perempuan dalam pembangunan, menunjukkan dimana posisi perempuan. Pendekatan-pendekataan tersebut, yaitu: WID

(Women In Development), WAD (Women And Development), dan GAD (Gender And Development).5

WID (Women In Development), adalah suatu program peningkatan peranan perempuan yang menitikberatkan pada upaya mengejar ketertinggalan perempuan. Sehingga, perempuan mendapat kesempatan berpartisipasi yang sama dengan laki-laki dalam pendidikan, pekerjaan dan aspek kehidupan masyarakat yang lainnya. Konsep ini didasarkan pada

(42)

33

paradigma modernisasi, yang difokuskan pada inisiatif pengembangan teknologi, dengan maksud meringankan beban kerja perempuan (Yulia Cleves Mosse, 2007: 205). Dari berbagai peninjauan terhadap konsep WID, teryata paradigma modernisasi yang diusung dari konsep ini, justru semakin memarginalkan kaum perempuan.

WAD (Women And Development). Pendekatan ini berasumsi bahwa posisi perempuan akan menjadi lebih baik selama struktur internasional menjadi lebih adil. Konsep ini merupakan koreksi terhadap sistem perekonomian internasional, perubahan struktur internasional, dan pengurangan ketergantungan negara ketiga. Pendekatan ini cenderung kurang mengindahkan sifat penindasan gender khususnya perempuan. Posisi perempuan dilihat sebagai bagian dari struktur internasional dan ketidakadilan kelas, ketimbang sebagai akibat dari idiologi dan struktur patriarkhi. Pendekatan ini cenderung dilakukan dengan menitikberatkan pada kegiatan yang mendatangkan pendapatan perempuan dan kurang mengindahkan tenaga perempuan yang di sumbangkan dalam mempertahankan keluarga dan rumah tangga.

(43)

34

pembangunan. Kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki dalam wujud persamaan hak, kedudukan, kemampuan, peranan, kesempatan yang sama dalam pembangunan di segala bidang kehidupan menjadi modal utama adanya kesetaraan gender, sehingga baik jenis maupun imbalan kerja akan diberikan kepada laki-laki maupun perempuan secara proporsional. Hal ini sejalan dengan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidangnya tanggal 18 Desember 1979 yang telah menyetujui tentang konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on

the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).

D. Kebijakan Responsif Gender Dalam Pembangunan

Kebijakan Pemerintah mengenai penerapan pengarusutamaan gender dalam Pembangunan Nasional, berawal dari kesadaran adanya ideologi gender dan pergeseran paradigma untuk menyusun perubahan struktural relasi gender, maka GAD menjadi strategi dan pendekatan dalam Pembangunan Nasional. Melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 dimulailah pengarusutamaan gender/ PUG (gender mainstreaming) (Ministry of Women’s

(44)

35

politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan dan

kemasyarakatan”.6

Penerapan pengarusutamaan gender dalam Pembangunan Nasional merekomendasikan agar dapat mengupayakan peningkatan anggaran pemberdayaan perempuan secara bertahap sampai mencapai jumlah minimum 5 (lima) persen dari total APBN. Misalnya dalam, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009, yang memuat agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, disusun 5 (lima) sasaran pokok dengan prioritas dan arah kebijakan. Adapun sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender bagi peningkatan peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan yang tercermin dalam berbagai perundangan, program pembangunan dan kebijakan publik, membaiknya angka GDI

(Gender Related Development Index) dan angka GEM (Gender Empowerment Measurement), dan menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak.

Sejalan dengan paradigma otonomi daerah, maka Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah, Pemerintah Daerah bersama DPRD baik pada tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan

6Gadis, Arivia, dan Adriana Venny, ”Menggalang Perubahan: Perlunya Perspektif Gender

(45)

36

dapat bersikap proaktif dalam mengambil prakarsa agar kebijakan pembangunan daerah betul-betul mempertimbangkan laki-laki maupun perempuan untuk mendapatkan akses, kontrol, partisipasi serta manfaat dari seluruh investasi pembangunan di masing-masing daerah. Kondisi dinamis dimana laki-laki dan perempuan memiliki keseimbangan peran, hak, tanggung jawab, kesempatan, posisi yang sama dalam keluarga, masyarakat dan pembangunan agar memberikan pengaruh nyata bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dimana, Visi Pembangunan Pemberdayaan Perempuan yaitu “Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dan kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hal ini akan berdampak positif guna meningkatkan kualitas pelaksanaan pembangunan, terlebih utama yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender. Sehingga diharapkan dapat memiliki replikasi tinggi bukan hanya berdampak pada pembangunan keluarga yang berkualitas, tetapi juga meningkatkan peran perempuan dalam pengambilan keputusan.

E. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan

(46)

37

dalam menghadapi rekayasa sosial. Perempuan banyak yang menjadi korban sosial dan peralihan industri dalam pembangunan. Dalam hal ini gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan agar mendapat prioritas sebagai pengelola maupun penerima manfaat program, serta memiliki kesempatan yang sama dalam proses pengambilan keputusan pembangunan.7

Gerakan seperti ini bisa juga disebut sebagai gerakan feminisme yaitu kesadaran akan posisi perempuan yang rendah dalam masyarakat, dan keinginan untuk memperbaiki atau mengubah keadaan tersebut. Sedangkan Feminisme berasal dari kata latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki dimasyarakat. Akibat persepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeleminasi dan menemukan formula penyetaraan hak permpuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia (human being). Operasionalisasi upaya pembebasan diri kaum perempuan dari berbagai ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminis.

Pada abad ke-19, gerakan feminis mulai diwarnai oleh berbagai hasil studi perempuan perspektif gender atau studi gender atau studi tentang peran perempuan dalam pembangunan berwawasan gender atau berwawasan

7Abd. Basyid, Pemberdayan Masyarakat: Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat.

(47)

38

kemitrasejajaran. Sebagai suatu gerakan, titik tolak pembahasan feminisme harus mengacu pada definisi operasioal dan bukan dari definisi ideologis. Dengan demikian, feminisme hendaknya dilihat sebagai suatu seruan beraksi atau suatu gerakan dan bukan sebagai fanatisme keyakinan. Feminisme

sebagai suatu “gerakan” memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Mencari cara penataan ulang mengenai nilai-nilai di dunia dengan mengikuti kesamaan gender dalam konteks hubungan kemitraan universal dengan sesama manusia.

b. Menolak setiap perbedaan antar manusia yang dibuat atas dasar jenis kelamin.

c. Menghapuskan hak-hak istimewa ataupun pembatasan-pembatasan tertentu atas dasar jenis kelamin.

d. Berjuang untuk membentuk pengakuan kemanusiaan yang menyeluruh tentang laki-laki dan perempuan sebagai dasar hukum dan peraturan tentang manusia dan kemanusiaan.

Dengan demikian, inti gerakan feminisme lebih merupakan suatu kesadaran yang penuh dari perempuan mengenai ketidaklayakan dan distorsi (bias) ideologi yang diciptakan oeh kaum laki-laki. Berdasarkan hal ini, kaum perempuan mulai memikirkan cara bertindak dan tindakan konkret yang perlu dilakukan terhadap pengabaian potensi perempuan sebagai manusia.8

(48)

39

F. Feminisasi Kemiskinan

Menurut Moghadam, “feminisasi kemiskinan adalah pertumbuhan populasi perempuan yang hidup di bawah garis kemiskinan secara bersama”. Feminisasi kemiskinan juga mengandung arti suatu perubahan tingkat kemiskinan yang menyerang perempuan atau kepala rumah tangga

perempuan. Sedangkan menurut Chant, menambahkan bahwa “feminisasi

kemiskinan tidak hanya konsekuensi dari kurangnya pendapatan, tetapi juga hasil dari perampasan kemampuan dan bias gender yang hadir dalam

masyarakat dan pemerintah, serta juga akibat meningkatnya insiden “ibu” sebagai kepala rumah tangga tunggal”.

Perempuan mengalokasikan sebagian besar penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan lebih mementingkan kebutuhan dasar keluarganya dibandingkan dengan laki-laki. Dengan demikian, semakin besar penghasilan perempuan, semakin kecil kemungkinan anak-anak menderita kekurangan gizi. Dengan kata lain apabila berhasil untuk menanggulangi kemiskinan perempuan maka akan memiliki dampak ganda dan lebih besar (multiplier effect).9

Pengalaman perempuan dan laki-laki berbeda dalam kesenjangan dan ketidakberdayaan yang menyebabkan seseorang masuk dalam lingkaran kemiskinan. Sciences, ada 3 akar utama mengapa kemiskinan berwajah

9Pedoman Umum, Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan, Pemerintah Provinsi Jawa

(49)

40

perempuan. Proses pemiskinan dimulai dari 3 aspek yang terkait dengan perempuan, yaitu ketika ia berada dalam ruang privat keluarga, adanya nilai tentang pembagian kerja secara seksual, dan globalisasi.10 Kemiskinan memiliki wajah perempuan, ini merupakan kesimpulan dalam banyak literatur pembangunan yang melihat bagaimana perempuan tidak terwakili secara proporsional di antara kelompok miskin dan tak punya kekuasaan di dunia.11

Pada periode 1970-an, Diana Pearce pernah mengajukan konsep

tentang feminisasi kemiskinan dalam tulisannya berjudul “The Feminization of Poverty: Women, Work and Welfare”. Feminisasi kemiskinan merujuk pada adanya kenyataan sebagian besar warga miskin berjenis kelamin perempuan. Dalam pandangan Diana, salah satu faktor utama kemiskinan yang menimpa kaum perempuan adalah karena terpisahnya mereka dari suami atau pasangannya, entah karena faktor kematian, tetapi yang seringkali terjadi adalah karena sebab perceraian. Ada dua dampak yang mungkin muncul

dengan faktor ini. Di satu sisi, perempuan tersebut mendapat “kebebasan”

untuk memilih lapangan kerja. Tetapi di sisi lain, kemungkinan terbesar adalah terjadinya pemiskinan (pauperization) dan ketergantungan dalam memperoleh kesejahteraan. Persoalan kemiskinan yang dihadapi perempuan sejatinya tidak sama dengan laki-laki. Dalam konteks tersebut, Diana Pearce mengeksplorasi dua aspek yakni adanya perbedaan dalam sumber pendapatan

10Jurnal Perempuan, ”Mengurai Kemiskinan: Di mana Perempuan?”, No.42, Tahun 2005. 11 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s

(50)

41

yang mungkin menjadi penyebab kemiskinan perempuan dan sistem jaminan kesejahteraan terutama bagi perempuan miskin.12

Tidak mengherankan pula jika Fukuda Parr menyerukan bahwa perempuan lebih miskin daripada laki-laki. Dengan kata lain, kemiskinan diyakini memiliki dimensi perempuan. Di banyak masyarakat di dunia, perempuan memang menghadapi keterbatasan pilihan dan kesempatan dibanding laki-laki yang pada akhirnya menyebabkan keterbatasan dalam keterlibatan proses pembuatan kebijakan publik, akses dalam pekerjaan bahkan dalam menjalani kehidupan secara kreatif.13 Paling tidak ada dua madzhab pemikiran dalam wacana feminisasi kemiskinan dalam Thibos, Loucks dan Martin (2007) dan Pressman (2003). Pertama, adanya perubahan struktur dalam keluarga dimana perempuan menjadi kepala keluarga. Kedua, perubahan struktur dalam aktivitas ekonomi telah menyebabkan pergeseran kelompok perempuan ke dalam beberapa jenis pekerjaan khusus, adanya upah rendah serta rendahnya kesempatan kerja.

Selain itu, kemiskinan yang terjadi pada kaum perempuan juga rentan berdampak pada kemiskinan terhadap anak-anak. Ini terutama untuk kasus perempuan yang menjadi kepala rumah tangga. Hal ini sangat masuk akal mengingat keterbatasan perempuan dalam memenuhi kebutuhan standar hidup

12Diana,Pearce, “The Feminization of Poverty: Women, Work, and Welfare,” The Urban and Social Change Review, Special Issue on Women and Work, Vol. 11 Numbers 1 and 2, 1978. 13Fukuda Parr, Sakiko, “What Does Feminization of Poverty Mean? It Isn’t Just Lack of

(51)

42

keluarganya terutama anak-anaknya. Karena itu, cakupan wacana feminisasi kemiskinan sebetulnya tidak hanya mengenai perempuan tetapi juga terhadap keluarga khususnya anak-anak. Tidak adanya kemampuan untuk menjaga anak-anak dari ancaman kemiskinan pada akhirnya akan menyebabkan

“kemiskinan warisan” yakni suatu kondisi dimana anak-anak tidak memiliki kondisi hidup yang layak karena disebabkan oleh kondisi orang tuanya yang hidup di bawah standar kelayakan.

Dalam konteks kemiskinan berwajah perempuan tersebut, penting ditekankan bahwa penyebab kemiskinan tidak semata-mata hanya persoalan minimnya pendapatan karena bisa mengaburkan persoalan mendasar dari kemiskinan yang dialami perempuan. Lebih dari itu, perlu dipertegas dengan cara pandang human poverty atau kemiskinan kemanusiaan yang melihat penyebab kemiskinan secara multidimensi. Dalam perspektif kemiskinan kemanusiaan, penyebab kemiskinan ditengarai oleh minimnya kesempatan dan pilihan terhadap kebutuhan dasar hidup, misalnya kesempatan untuk hidup sehat, menikmati standar hidup yang layak, adanya rasa percaya diri, memiliki kehormatan dan memperoleh rasa hormat dari orang lain hingga keterbatasan untuk terlibat dalam proses pengambilan kebijakan terutama yang menyangkut kehidupan perempuan miskin.14

14M. Zainal Anwar, Organisasi Perempuan Dan Pembangunan Kesejahteraan, Yogyakarta:

(52)

43

BAB III

SETTING PENELITIAN

A. Sejarah Desa

Pada awal mulanya di Desa Rebono masih berupa hutan belantara, kemudian datanglah seorang musafir yang berasal dari Negeri seberang yaitu Saudi Arabia, setelah menjelajah bertahun-tahun ternyata cocok dan tinggal di daerah kami. Hari berganti minggu, bulan dan tahun musafir tersebut berteduh, anehnya setelah bertahun-tahun hidup di daerah kami beliau tidak membangun rumah melainkan menempati tempat strategis yang terdiri dari empat titik yang sampai saat ini masih dikenang dan diabadikan, keempat titik tersebut adalah: a. Batu Rajeh, b. Glendengan, c. Gua, d. Nengger.

Setelah beberapa tahun kemudian, empat titik itu tersebar kedaerah lain. sehingga datanglah orang dari suku Madura dan akhirnya bertemu dan mereka hidup berdampingan meskipun bahasanya berbeda dan selang beberapa tahun kemudian musafir dari arab itu melanjutkan perjalanan, sehingga perpisahan mereka mengadakan tasyakuran, di akhir tasyakuran dia

(53)

44

maka mereka sepakat membentuk daerah kami sebagai wujud sebuah DESA juga mengenang orang arab karena telah berjasa bagi mereka.

Maka nama Desa REBONO berasal dari nama arab yaitu

“ROBBANA” yang merupakan suatu do’a yang pernah dibaca oleh musafir

arab tersebut. Desa Rebono yang terdiri dari Empat Dusun dan disetiap Dusunnya ada salah satu tempat yang pernah di tinggali oleh musafir arab tersebut. Dari pemaparan tersebut Desa Rebono merupakan sebuah Desa yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Madura dan bahasa kesehariannya adalah bahasa Madura sampai saat ini.1

3. 1. Demografi

Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan Desa tahun 2010, jumlah penduduk Desa Rebono adalah terdiri dari 3.165 jiwa, dengan rincian 1683 laki-laki dan 1482 perempuan, sebagaimana tertera dalam tabel.

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No Usia Laki-laki Perempuan Jumlah Prosentase

1 0-4 57 62 119 20,9%

2 5-9 65 68 133 18,7%

3 10-14 101 112 213 11,6%

4 15-19 45 61 106 23,5%

5 20-24 123 126 249 10%

6 25-29 96 101 197 12,6%

7 30-34 175 181 356 7%

8 35-39 77 98 175 14,23%

1Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) Desa Rebono Kecamatan

(54)

Dari data di atas nampak bahwa penduduk usia produktif pada usia 20-49 tahun Desa Rebono sekitar 2026 atau hampir 1,56%. Hal ini merupakan modal berharga bagi pengadaan tenaga produktif dan SDM.

Tingkat kemiskinan di Desa Rebono termasuk tinggi. Dari jumlah 2026 KK diatas, sejumlah 567 KK tercatat sebagai Pra Sejahtera, 315 KK tercatat keluarga Sejahtera I, 207 KK tercatat Keluarga Sejahtera II, 212 KK tercatat Keluarga Sejahtera III, 106 KK sebagai sejahtera III plus. Jika KK golongan Pra-sejahtera dan KK golongan I digolongkan sebagai KK golongan miskin, maka lebih dari 50% KK Desa Rebono adalah keluarga miskin. Dalam pernyataan yang disampaikan Bapak Hamse selaku Bendahara desa adalah:

“Angka partisipasi kerja perempuan kurang lebih 60% sebagai petani, sedangkan angka kerja perempuan (perempuan kerja dan sebagai kepala rumah tangga) kurang lebih 30% sebagai buruh tani. Angaka Partisipasi Kerja di desa Rebono bisa disimpulkan yang mendapat bantuan sejumlah 28 KRTP. Meliputi: 16 KRTP yaitu dari Dusun Asem Jajar dan Rebono Timur (Kel. Mangga), dan 12 KRTP dari Rebono Barat (Kel. Dukuh)”.2

Secara administratif, Desa Rebono terletak di wilayah Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan dengan posisi dibatasi oleh wilayah Desa-desa

2Hamse, Wawancara dirumahnya, Pada tanggal 4 Nopember 2016, Pukul 14.30 WIB sampai

(55)

46

tetangga. Di Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pajajaran Kecamatan Rembang. Di sebelah Barat bebatasan dengan Desa Candi Robo Kecamatan Sukorejo. Di sebelah Selatan bebatasan dengan Desa Krangking Kecamatan Sukorejo, sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Karangsono Kecamatan Wonorejo.

Pembagian Wilayah Desa Rebono terdiri dari 4 Dusun yaitu: Asem Jajar I, Asem Jajar II, Rebono Timur, Rebono Barat. Yang masing-masing Dusun di pimpin oleh seorang kepala Dusun. Posisi kasun menjadi sangat berarti seiring banyaknya limpahan tugas desa kepada aparat ini. Dalam rangka memaksimalkan fungsi pelayanan terhadap masyarakat di Desa Rebono, dari keempat Dusun tersebut terbagi menjadi 10 Rukun Warga (RW) dan 25 Rukun Tetangga (RT).

Jarak tempuh Desa Rebono ke ibu kota Kecamatan adalah 10 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten adalah 27 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 60 menit.

3. 2. Aspek Pendidikan

(56)

47

akan mendongkrak tingkat kecakapan masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan dan lapangan kerja baru, sehingga akan membantu program pemerintah dalam mengentaskan pengangguran dan kemiskinan. Prosentase tingkat pendidikan Desa Rebono dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2 Tamatan Sekolah Masyarakat

No Keterangan Jumlah Prosentase

1 Buta huruf usia 10 thn ke atas 351 3,9% 2 Usia Pra-Sekolah 133 10,48%

3 Tidak tamat SD 313 4,48%

4 Tamat Sekolah SD 506 27,75% 5 Tamat Sekolah SMP 76 18,35% 6 Tamat Sekolah SMA 18 77,5% 7 Tamat Sekolah PT/Akademi 0 0%

Jumlah Total 1395 117,53%

Sumber: RPJM-Des tahun 2014-2019, Desa Rebono.

Dari data di atas, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Rebono hanya mampu menyelesaikan sekolah di jenjang pendidikan wajib belajar 9 tahun (SD dan SMP). Dalam hal kesediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dan mumpuni, keadaan ini merupakan tantangan tersendiri.

(57)

48

Manusia yang ada. Tingkat SDM yang rendah akan berpengaruh pada peningkatan perekonomian pada tiap-tiap keluarga. Faktor pandangan hidup masyarakat, bagi Ibu yang mempunyai anak perempuan cukup hanya menyekolahkan anaknya sampai di tingkat Sekolah Dasar karena anak perempuan yang sudah lulusan SD langsung dinikahkan. Pandangan mereka bahwa anak perempuan nantinya juga akan kembali pada dapur (macak, masak, manak). Perempuan dalam hal ini memiliki pandangan hidup yang rendah dan kecil kemungkinan angka partisipasi perempuan dalam hal membangun per ekonomian dalam keluarganya.

Sedangkan sarana pendidikan di Desa Rebono baru tersedia di tingkat pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP), sementara untuk pendidikan tingkat menengah ke atas berada di tempat lain yang relatif jauh. Sebenarnya ada solusi yang bisa menjadi alternatif bagi persoalan rendahnya sumber daya manusia (SDM) di Desa Rebono yaitu melalui pelatihan dan kursus. Namun sarana atau lembaga ini ternyata juga belum tersedia dengan baik di Desa Rebono. Bahkan beberapa lembaga bimbingan belajar dan pelatihan yang pernah ada tidak bisa berkembang.

3. 3. Aspek Kesehatan

(58)

49

Masyarakat yang produktif harus didukung oleh kondisi kesehatan. Salah satu cara mengukur tingkat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang terserang penyakit. Dari data yang ada menunjukkan adanya jumlah masyarakat yang terserang penyakit relatif cukup tinggi.

Adapun penyakit yang sering diderita antara lain demam berdarah, penyakit sistem otot dan jaringan pengikat. Data tersebut menunjukkan bahwa gangguan kesehatan yang sering dialami oleh penduduk adalah penyakit yang bersifat cukup berat dan memiliki durasi lama bagi kesembuhannya, yang disebabkan oleh perubahan cuaca serta kondisi lingkungan yang kurang sehat. Ini tentu mengurangi daya produktifitas masyarakat Desa Rebono secara umum.

Hal yang perlu dipaparkan disini yaitu terkait keikutsertaan masyarakat dalam KB. Terkait hal ini peserta KB aktif tahun 2010 di Desa Rebono berjumlah 1449 pasangan usia subur. Sedangkan jumlah tingkat kelahiran bayi yang melahirkan di puskesmas atau polindes yang tersedia di Desa Rebono berjumlah 315 bayi lahir pada tahun 2010. Hal inilah kiranya yang perlu ditingkatkan perhatiannya agar kualitas balita Desa Rebono ke depan lebih baik.

(59)

50

jasmani yang harus dipenuhi agar kita bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik. Dan dengan kesahatan tubuh yang terjaga kita bisa menjalankan pekerjaan dengan baik supaya bisa membantu pertumbuhan ekonomi dalam keluarga. Kalau dalam keluarga ada yang jatuh sakit, maka otomatis dalam keluarga tersebut tidak ada yang bekerja dan pendapatan ekonomi dalam keluarga ikut berkurang.

3. 4. Aspek Sosial Politik

Dengan adanya perubahan dinamika politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih demokratis, memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk menerapkan suatu mekanisme politik yang dipandang lebih demokratis. Dalam konteks politik lokal Desa Rebono, hal ini tergambar dalam pemilihan kepala desa dan pemilihan-pemilihan lain (pilleg, pilpres, pemilukada, dan pilgub) yang juga melibatkan warga masyarakat secara umum.

Untuk pemilihan kepala Desa Rebono, sebagaimana tradisi kepala desa di jawa, biasanya para peserta (kandidat) adalah mereka yang secara trah memiliki hubungan dengan elit kepala desa yang lama. Hal ini tidak terlepas dari anggapan masyarakat banyak di desa-desa bahwa jabatan kepala desa adalah jabatan garis tangan keluarga-keluarga tersebut. Fenomena inilah yang

(60)

51

diwariskan kepada anak cucu. Mereka dipilih karena kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan kedekatannya dengan warga desa. Kepala desa bisa diganti sebelum masa jabatannya habis, jika ia melanggar peraturan maupun norma-norma yang berlaku. Begitu pula ia bisa diganti jika ia berhalangan tetap.

Karena demikian, maka setiap orang yang memiliki dan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan dalam perundangan dan peraturan yang berlaku, bisa mengajukan diri untuk mendaftar menjadi kandidat kepala desa. Fenomena ini juga terjadi pada pemilihan Desa Rebono pada tahun 2007. Pada pemilihan kepala desa ini partisipasi masyarakat sangat tinggi, hampir 95%. Tercatat ada dua kandidat kepala desa pada waktu itu yang mengikuti pemilihan kepala desa. Pilihan kepala desa bagi warga masyarakat Desa Rebono seperti acara perayan desa. Setelah proses politik selesai, situasi desa kembali berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam pesta demokrasi desa berakhir dengan kembalinya kehidupan sebagaimana awal mulanya. Masyarakat tidak terus menerus terjebak dalam sekat-sekat kelompok pilihannya. Hal ini ditandai dengan kehidupan yang penuh tolong menolong maupun gotong royong.

Gambar

Tabel 1. Tangga Partisipasi
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Tabel 3.2 Tamatan Sekolah Masyarakat
Tabel 3.3 Mata Pencaharian dan Jumlahnya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPS di kelas IV Negeri

Semua anggotanya dapat berperan sebagai sumber informasi maupun penerima informasi (komunikan) secara bergantian. Dalam komunikasi kelompok ini arus komunikasi bersifat

Kehidan Dewi Kunti yang tidak selalu berjalan mulus menjadi daya tarik koreografer dalam proses penciptaan karya tari ini, namun hal positif yang diambil disini

Dari semua uraian di atas tampaknya bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara keterampilan sepakbola dengan beberapa unsur penting seperti aspek Persepsi

Penelitian sebelumnya yang dilakukan arisandy ambarita (2017) dengan judul Sistem Informasi Geografis Potensi Tanaman Pangan (Studi Kasus: Kabupaten Halmahera Barat

Produk tabungan haji di BPRS Asad Alif Sukorejo merupakan salah satu pendanaan yang kurang akan minat masyarakat untuk bergabung menggunakan produk tabunga haji, sehingga

Wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang termasuk dalam kategori in-dept interview dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara

a) Terlaksananya perumusan dan pengkonsolidasian Rencana Kerja Anggaran perusahaan (RKAP) dan Rencana Strategis (Renstra) lingkup organisasi dan human capital, kebijakan