• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi analisis terhadap Putusan No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang wali adal dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula” (prespektif fiqih 4 madzab).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi analisis terhadap Putusan No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang wali adal dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula” (prespektif fiqih 4 madzab)."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA”

(PRESPEKTIF FIQIH 4 MADZAB)

SKRIPSI

Oleh: SILMA MILLATI

NIM. C71213136

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian kajian pustaka tentang studi analisis terhadap putusan No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. tentang wali ad{al dengan

alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula”

(perspektif fiqih 4 madzab). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No. 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. mengenai ad{al-nya seorang wali nikah dengan alasan

“calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula? dan bagaimana tinjauan 4 madzab fiqih mengenai ad{al-nya seorang wali nikah dengan

alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula? Data penelitian ini diperoleh dari Pengadilan Agama Nganjuk yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu memaparkan atau menjelaskan data-data yang diperoleh dan selanjutnya dianalisis dengan metode deduktif, dimulai dari hal-hal yang bersifat umum, yaitu tentang pertimbangan hakim. Dalam putusan Pengadilan Agama Nganjuk Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang wali ad{al

dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula, kemudian ditarik kepada hal-hal yang bersifat khusus kaitannya dengan analisis 4 madzab fiqih terhadap putusan Pengadilan Agama Nganjuk No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang wali ad{al .

Pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Agama Nganjuk Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj dimana alasan keengganan wali merupakan alasan yang tidak dibenarkan syara’. Pihak keluarga calon pemohon sudah melakukan pendekatan dan meminang ke pemohon tetapi kakak pemohon tidak mau menjadi wali pernikahannya, sehingga hakim memutuskan bahwa alasan keengganan wali tersebut tidak dibenarkan syara’. Hakim mempertimbangkan bahwa hubungan antara kedua pasangan tersebut begitu erat, sehingga jika tidak disahkan dalam suatu perkawinan maka ditakutkan timbul mafsadat yang lebih besar. Berdasarkan analisis fiqih 4 madzab, pertimbangan hakim dalam putusan No. 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang wali ad{al dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula” sudah benar. Ke empat

madzab, yaitu madzab Maliki, madzab Hambali, madzab Syafi’i, madzab Hanafi

yang berbeda pendapat hanya madzab Hanafi, sedangkan tiga madzab lainnya mempunyai dasar-dasar hukum yang sama bahwa alasan wali ad{al tersebut merupakan alasan yang tidak sesuai oleh syara’.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang perlu dicantumkan antara lain: pertama dalam mengambil keputusan hukum hendaknya mempertimbangkan dengan hukum-hukum para ulama lain. Kedua bagi seorang wali nikah apabila anaknya sudah berkehendak untuk nikah dan sekiranya tidak melanggar ketentuan syara’ maka berilah izin untuk menikah, karena izin dari orang tua merupakan suatu kebahagiaan bagi pasangan suami istri.

(7)

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

(8)

A. Pengertian Wali Ad{Al ... 20

1. Pengertian wali ... 20

1. Kedudukan wali dalam perkawinan ... 25

2. Pengertian wali ad{al ... 27

B. Dasar penetapan wali ad{al menurut 4 madzab Fiqih ... 33

BAB III PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR 0034/Pdt.P/2016/PA.NGJ TENTANG WALI AD{AL DENGAN ALASAN “CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA” A. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Nganjuk Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj Tentang wali Ad{al dengan Alasan Calon Suami Seorang Muallaf dan Khawatir Kembali Keagamanya semula ... 41

1. Wawancara Tentang Wali Ad{al Karena Alasan Calon Suami Seorang Muallaf Kembali Keagamanya Semula ... 41

(9)

ALASAN “CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA”

A. Analisis Terhadap Dasar Hukum Pertimbangan hakim

Mengabulkan Permintaan Pemohon Tentang Ad{al-Nya Seorang

Wali Nikah Dengan Alasan “Calon Suami Seorang Muallaf dan

Khawatir Kembali Keagamanya Semula” ... 50 B. Analisis 4 Madzab Fiqih Terhadap Terkabulkannya Permohonan Tentang Ad{al-Nya Seorang Wali Nikah Dengan Alasan “Calon

Suami Seorang Muallaf dan Khawatir Kembali Keagamanya

Semula” ... 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran ... 65

(10)

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang suci (mi@th@aqan ghali@zan)

antara seorang pria dan wanita sebagaimana yang disyariatkan oleh agama, dengan maksud dan tujuan yang luhur.1 Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nika@h})حاكن( dan zawa@j )جاوز(.2 Kata na-ka-h}a banyak terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti

kawin, sebagaimana di dalam surat An-Nisa@’ ayat 3:3

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat, dan jika

kamu takut tidak akan berlaku adik, cukup satu orang.”

Demikian pula terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an dalam arti kawin, diantaranya pada surat Al-Ahza@b ayat 37:



Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,2003),7. 2

Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam diIndonesia, (Jakarta:Kencana Prenada Media Grup, 2006), 35.

3

(11)

Artinya: Maka tatkala zaid telah mengakhiri keperluan (menceraikan) istrinya; kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) mantan istri-istri anak angkat mereka...4

Perkawinan merupakan sunnah Allah SWT yang bersifat alami dan berlaku umum pada setiap makhluk Allah SWT, baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang sengaja diciptakan dalam bentuk berpasang-pasangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Ya@si@n ayat

Artinya: “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari pada apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan tersebut berbentuk dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan yang berlainan bentuk fisik dan psikisnya. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang ditimbulkan oleh alam maupun sejarah, tetapi perbedaan tersebut mengandung hikmah yang sangat tinggi sebagai ketentuan Allah SWT untuk saling mengenal, sehingga menimbulkan kecenderungan kepada lawan jenis. Untuk mengikat kedua jenis manusia yang berlawanan jenis ke dalam tingkatan yang sah, maka disyariatkan perkawinan sebagai suatu lembaga

4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah ., 427. 5

(12)

kehidupan yang sah melalui akad nikah yang merupakan lambang keutamaan, kesucian dan stempel resmi bahwa mereka sudah diperbolehkan bergaul dan terikat dalam hubungan yang murni dan suci.

Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk berketurunan demi kelangsungan hidup manusia, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Sahnya suatu perkawinan yaitu adanya suatu keadaan dimana perkawinan telah dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun. Berdasarkan hukum Islam dan hukum Indonesia, yakni: adanya calon suami dan istri yag akan melakukan perkawinan, adanya wali dari pihak calon pengantin wanita, adanya dua orang saksi, dan si@ghat akad nika@h}.6 Perwalian adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan itu sendiri, karena seorang wali adalah orang yang harus ada pada saat dilangsungkannya suatu perkawinan.

Sebagai salah satu syarat sahnya perkawinan adalah adanya seorang wali, sebab itu wali menempati kedudukan yang sangat penting dalam perkawinan, seperti diketahui dalam praktiknya yang mengucapkan ikrar ijab adalah pihak perempuan dan yang mengucapkan ikrar qobul adalah pihak laki-laki, disinilah peranan wali yang sangat menentukan sebagai wakil dari pihak calon pengantin perempuan.7 Mengenai keberadaan wali yang sedemikian penting ini pernah di ungkapkan oleh Nabi Muhammad Saw

6

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat,...,46-47. 7

(13)

melalui hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi hadist, yang bermula dari Abu Musa Al-Asy’ari dan dari Aisyah ra dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau pernah bersabda:

.

Artinya : “Tidak ada nikah melainkan dengan adanya wali, siapa saja perempuan yang nikah tanpa memperoleh izin dari walinya maka nikahnya batal, batal, batal, kemudian jika perempuan itu tidak ada walinya maka penguasa (hakim) yang menjadi wali bagi perempuan yang tidak ada walinya itu.”8

Jika perempuan itu tidak ada walinya maka penguasa (hakim) yang menjadi pengganti bagi perempuan yang tidak ada walinya itu, pernyataan ayat hadist dari Nabi Muhammad Saw di atas cukup jelas, bahwa seorang wali tidak bisa diabaikan begitu saja bagi terselenggaranya suatu akad perkawinan yang tentu saja menghendaki hukum yang sah menurut pandangan syara’. Dalam hukum Islam terdapat beberapa macam-macam wali antara lain:

1. Wali nasab

Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai perempuan yaitu: ayah, kakek, saudara laki-laki, paman dan seterusnya.9

8

Muhammad bin Ali bin Muhammad As syaukani, Nailul Autar Syarah Muntahal Akbar, juz IV, (Beirut Darul Fikri, TT), 230.

9

(14)

2. Wali hakim

Wali hakim adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah, khusus untuk mencatat pendaftaran pernikahan dan menjadi wali nikah bagi perempuan yang tidak mempunyai wali atau perempuan yang akan menikah itu berselisih dengan walinya terhadap calon pengantin laki-laki.10

3. Wali maula

Wali maula yaitu wali yang menikahkan budaknya, artinya majikannya sendiri. Laki-laki boleh menikahkan perempuan yang berada dibawah perwaliannya bilamana perempuan tersebut rela menerimanya. perempuan di sini dimaksud adalah hamba sahaya di bawah kekuasaannya.

Bahwa dari urutan di atas wali nasab, namun adakalanya walinya ad{al

sehingga pernikahan harus menggunakan wali yang lain, bisa menggunakan wali hakim atau wali maula. Wali dikatakan ad{al apabila alasan-alasan itu tidak dibenarkan oleh syara’.11 Namun, jika alasan-alasan itu dapat dibenarkan oleh syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain atau lamaran ini belum dibatalkan, mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugas sebagai suami, dan sebagainya, maka wali tersebut tidak dapat dikatakan ad{al dan hak perwaliannya tidak berpindah ke wali hakim. Jadi, apabila calon mempelai memaksakan untuk melanjutkan dalam jenjang perkawinan dalam keadaan ini, yang mana alasan keengganan wali dapat dibenarkan syara’, maka akad nikahnya tidak sah, sebab hak kewaliannya

10

Masduqi, Fiqih, (Surabaya: Sahabat Ilmu, 1986), 57. 11

(15)

tetap berada pada wali tersebut. Penetapan wali hakim dilakukan setelah adanya putusan dari Pengadilan Agama tentang ad{al-nya wali.12

Adapun mengenai wali ad{al di jelaskan di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 23 yang berbunyi:13

1. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau ad{al atau enggan.

2. Dalam hal wali ad{al maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.

Selain itu di jelaskan di dalam PERMENAG Nomor 2 Tahun 1987:14

1. Bagi calon mempelai yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri atau wilayah ekstra teritorial Indonesia ternyata tidak memenuhi syarat atau mafqu@d atau berhalangan atau ad{al maka wali nikahnya dapat

dilangsungkan dengan wali hakim.

2. Untuk menyatakan ad{al-nya wali sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan putusan Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita.

3. Pengadilan Agama memeriksa dan menetapkan ad{al-nya wali dengan cara singkat atas permohonan calon mempelai wanita dengan menghadirkan calon mempelai wanita.

12

Proyek pembinaan sarana keagamaan Islam, Zakat, dan wakaf, Pedoman Pegawai...,29. 13

(16)

Perkara yang penulis teliti adalah putusan No. 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. tentang wali ad{al. Dalam rangka melangsungkan pernikahan, seorang perempuan mengajukan permohonan untuk mengabulkan penetepan wali ad{al di Pengadilan Agama Nganjuk disebabkan

wali nasabnya menolak untuk menjadi wali serta menolak menikahkan anak perempuannya dalam akad perkawinannya dikarenakan si calon suami

seorang muallaf, khawatir kembali keagamanya semula. Maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan di dalam skripsi ini mengenai.

“Studi analisis terhadap putusan No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. tentang wali ad{al dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali

keagamanya semula” (Perspektif fiqih 4 madzab).

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagaimana berikut:

1. Konsep perwalian menurut undang-undang wali ad{al dalam Islam. 2. Faktor-faktor yag melatarbelakangi wali enggan menikahkan putrinya. 3. Konsep peralihan wali nasab ke wali hakim (al-q@adl@i).

4. Pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam memutuskan perkara No. 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. tentang ad{al-nya wali

(17)

5. Dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam menetapkan perkara wali ad{al.

6. Tinjauan 4 madzab fiqih mengenai ad{al-nya seorang wali nikah.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas yang masih luas dan umum, maka penulis membatasi masalah dalam pembahasan ini sebagai berikut:

1. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. mengenai ad{al-nya seorang wali nikah

dengan alasan “Calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali

keagamanya semula.

2. Tinjauan 4 madzab fiqih mengenai ad{al-nya seorang wali nikah dengan

alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya

semula.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. mengenai ad{al-nya seorang wali nikah

(18)

2. Bagaimana tinjauan 4 madzab fiqih mengenai ad{al-nya seorang wali nikah

dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali

keagamanya semula?

D. Kajian Pustaka

Penelitian tentang wali ad{al sudah banyak peneliti temukan di penelitian-penelitian terdahulu, meliputi berbagai sudut pandang. Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan perkara wali adhol di Pengadilan Agama Yogyakarta”(studi terhadap penetapan No.:

0018/Pdt.P/2010/PA.YK. oleh Hani Maria Ulfa, tahun 2013. Skripsi ini

memfokuskan pada pertimbangan hakim untuk memutuskan perkaranya di Pengadilan Agama Yogyakarta menggunakan hukum Islam saja.15 Hakim mempertimbangkan permohonan tersebut dengan alasan pemohon dengan calon suami pemohon umurnya sudah banyak 41 tahun untuk itu apabila tidak dilangsungkan pernikahan maka ditakutkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan.16

2. “ Analisis Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Gresik No. 0051/Pdt.P/2010/PA.GS. tentang wali adlal karena penceraian kedua orang tua. oleh Fithna Nurul Lailiy, Tahun 2010. Skripsi ini menjelaskan

15Hani Maria Ulfa, “Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan perkara wali „adal di Pengadilan

Agama Yogyakarta”(studi terhadap penetapan No.: 0018/Pdt.P/2010/PA.YK”,(Skripsi-UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013), 31.

16

(19)

kasus wali ad{al dengan alasan karena penceraiannya orang tua.17 Dalam

putusan di atas pertimbangan hakim Pengadilan Agama Gresik mengabulkan permohonannya demi hukum karena kedua calon tidak ada halangan untuk melangsungkan perkawinan, serta diantara keduanya tidak melanggar hukum dikarenakan demi kemaslahatan umat dan kebaikan agar tidak terjerumus dari perbuatan maksiat (zina).18

3. “Analisis Hukum Islam terhadap penetapan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo tentang wali adlal dalam perkara No. 0025/Pdt.P/2010/PA.Sda.

Oleh Baroatus Zamimah, Tahun 2011. Penulis ini mengonsentrasikan tulisannya pada bagaimana proses penyelesaian, pembuktian dan bagaimana pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam menetapkan perkara tersebut.19 Pengadilan Agama Sidoarjo mengabulkan permohonan pemohon dengan alasan keengganan wali merupakan alasan yang tidak dibenarkan syara’ yaitu ayah pemohon

menuduh calon suami pemohon sudah menyantet adik perempuan pemohon yang sekarang lagi sakit seperti kesurupan. Hakim juga mempertimbangkan bahwa hubungan antara kedua pasangan tersebut

17Fithna Nurul Laily, “Analisis Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Gresik No.

0051/Pdt.P/2010/PA.Gs tentang wali adlal karena penceraian kedua orang tua”, (Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010),13.

18

Ibid, 85. 19

Baroatus Zamimah, “ Analisis Hukum Islam terhadap penetapan hakim Pengadilan Agama

(20)

sudah sangat erat, sehingga tidak disahkan dalam suatu akad perkawinan maka ditakutkan timbul kemadharatan yang lebih besar.20

4. “Analisis Hukum Islam terhadap penetapan hakim Pengadilan Agama Surabaya tentang wali adhal karena perbedaan marga (penetapan No.

376/Pdt.P/2008/PA.Sby. Oleh Ghin Hisma Suprapti, Tahun 2010. Skripsi ini lebih menfokuskan kajiannya pada penolakan wali berdasarkan kepercayaan terhadap ajaran untuk menjaga keutuhan marga dan kemurnian nasab.21 Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam menetapkan wali ad{al tersebut keterangan akan ad{al-nya

wali pemohon dari berbagai pihak terkait dan alat bukti tertulis.22

5. “ Kajian hukum Islam tentang wali ad{al karena alasan tidak mendapatkan harta warisan di Pengadilan Agama Gresik (Studi kasus putusan Pengadilan Agama Gresik No. 23/Pdt.P/2006/PA.Gs.” Oleh M. Zainul

Hasan, tahun 2009. Skripsi ini lebih fokus kajiannya mengenai ad{al-nya seorang wali nikah karena alasannya tidak sesuai dengan syara’ yaitu tidak mendapatkan harta warisan. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Gresik dalam menetapkan wali ad{al tersebut keterangan akan

20 Baroatus Zamimah, “ Analisis Hukum Islam terhadap penetapan hakim Pengadilan Agama sidoarjo tentang wali adhol dalam perkara no. 25/Pdt.P/2010/PA.Sda”,...,77.

21

Ghin Hisma Suprapti, Analisis Hukum Islam terhadap penetapan hakim Pengadilan Agama

surabaya tentang wali adhlal karena perbedaan marga (penetaan no. 376/Pdt.P/2008/PA.Sby.)”,

(Skripsi IAIN Sunan Ampel, 2010), 8. 22

(21)

ad{al-nya wali pemohon dari berbagai pihak yang terkait dan alat bukti

tertulis.23

Sedangkan permasalahan penelitian dalam skripsi penulis ini, lebih fokus pada masalah tinjauan 4 madzab fiqih mengenai ad{al -nya seorang wali

nikah dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali

keagamanya semula”. Dalam penelitian ini peneliti lebih meninjau putusan

Pengadilan Agama mengenai perkara tersebut menggunakan fiqih 4 madzhab.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan hal-hal yang dijadikan dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam menetapkan putusan No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. mengenai ad{al-nya seorang wali nikah

dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali

keagamanya semula.”

2. Menganalisis tinjauan 4 madzab fiqih mengenai ad{al-nya seorang wali nikah dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula.”

23 M. Zainul hasan, “Kajian hukum Islam tentang wali

(22)

F. Kegunaan Hasil penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya dalam 2 hal, sebagai berikut:

1. Teoritis

Secara teoritis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan khazanah keilmuan Islam di bidang perkawinan terutama bidang keengganan wali, khususnya dalam studi kasus putusan No. 0034/Pdt.P/2016/PA Nganjuk tentang ad{al-nya wali nikah dengan alasan

“Calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya

semula”, dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi,

baik untuk peneliti maupun orang-orang yang menekuni hukum Islam dalam praktik mengenai wali ad{al.

2. Praktis

Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat berguna dan manfaat bagi hakim Pengadilan Agama dan sebagai literatur atau bahan referensi serta studi banding Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara-perkara yang sama begitu pula dengan pihak yang berkepentingan dan sebagai bahan peneliti selanjutnya terkait masalah wali ad{al.

G. Definisi Operasional

(23)

pengertian terhadap istilah dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:

1. Studi analisis: studi tentang bahasa untuk memeriksa secara mendalam struktur bahasa.

2. Putusan No.0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj.: pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan mengenai wali ad{al dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula”.

3. Fiqih 4 madzab: sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain.

Dari penjelasan di atas dapat penulis tegaskan,bahwa penelitian ini bermaksud untuk menguraikan tentang kajian hukum Islam, Melihat tentang dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan wali ad{al karena calon suami

seorang muallaf khawatir kembali keagamanya semula dengan fiqih 4 madzab apakah menggunakan madzab Hanafi, madzab Syafi’i, madzab

Maliki atau madzab Hambali.

H. Metode penelitian

(24)

digunakan untuk meneliti, instrumen inti terletak pada peneliti, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif,

dan penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari generalisasi.24

1. Data yang dikumpulkan

Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka data yang dikumpulkan adalah sebagaimana berikut:

a. Data tentang dasar pertimbangan hukum hakim dalam menetapkan

perkara wali ad{al di Pengadilan Agama Nganjuk (perkara No.

0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj.

b. Data tentang 4 madzab fiqih mengenai ad{al-nya seorang wali nikah

dengan alasan “calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali

keagamanya semula.

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

sumbernya.25 Sumber data primer tersebut adalah putusan No.

0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. dimana data ini penulis peroleh dari pihak yang menangani perkara tersebut yaitu hakim dan panitera di Pengadilan Agama Nganjuk tersebut.

24

Sugiyino, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008) 9. 25

(25)

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang dibutuhkan sebagai

pendukung data primer.26 Data ini bersumber dari referensi-referensi

dan literatur yang mempunyai korelasi dengan data penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi dokumen

Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen atau

dilakukan melalui berkas yang ada.27 Dokumen yang diteliti adalah

putusan Pengadilan Agama Nganjuk tentang wali ad{al perkara No.

0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog 2 orang atau lebih yang dilakukan

oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.28

Wawancara ini dilakukan langsung dengan ketua Pengadilan, hakim dan panitera di Pengadilan Agama Nganjuk untuk memperoleh data

tentang perkara yang diteliti yakni perkara wali ad{al putusan No.

0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj.

26

Ibid, 16. 27

M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87 28

(26)

4. Teknik Pengolahan Data

Untuk mensistematis data yang telah dikumpulkan dan mempermudah peneliti dalam melakukan analisis data, maka peneliti mengolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber adalah sebagaimana berikut:

a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpulkan.29 Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data, dan memperbaikinya apabila masih terdapat hal-hal yang salah.

b. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematis sumber data.30 Melalui teknik ini, peneliti mengelompokkan data-data yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan yang telah direncanakan sebelumnya mengenai Putusan Pengadilan Agama Nganjuk No. 0035/Pdt.P/2016/PA.Ngj.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan meyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

29

Ibid, 90. 30

(27)

dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan keorang lain.31

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat umum yaitu tentang wali ad{al kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih khusus yaitu tentang wali ad{al dalam putusan perkara No. 0035/Pdt.P/2016/PA.Ngj.

I. Sistematika Pembahasan

Agar lebih mudah memahami dalam skripsi ini, maka penulis membagi skripi ini menjadi lima bab, yang saling berkaitan antara bab satu dengan bab yang lainnya. Dari masing-masing diuraikan lagi menjadi beberapa sub bab yang sesuai dengan judul babnya. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab Pertama : Pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran umum tentang skripsi yang berisikan latar belakang masalah, identifikasi dan

batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian,kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua : Bab ini membahas tentang wali ad{al. Secara umum

menurut hukum Islam meliputi menurut fiqih 4 Madzab mengenai apa yang

dimaksud wali ad{al , dasar hukum perwalian, macam-macam perwalian,

31

(28)

syarat-syarat menjadi wali, alasan-alasan dibolehkan dan menolaknya wali ad{al dan dasar penetapan wali ad{al..

Bab Ketiga : Bab ini merupakan bab yang menguraikan data hasil penelitian, berisi tentang deskriptif pertimbangan hakim dalam putusan

Pegadilan Agama Nganjuk No. 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj. tentang ad{al-nya

seorang wali Nikah dengan alasan “Calon suami seorang muallaf dan

khawatir kembali keagamanya semula”.

Bab keempat : Bab ini merupakan bab yang membahas analisis data. Dalam bab ini diadakan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dalam rangka mencari jawaban terhadap pertanyaan, sebagaimana yag dimuat dalam rumusan masalah pada bab satu.

(29)

A. Pengertian Wali Ad{al

1. Pengertian Wali

Kata wali menurut bahasa berasal dari kata al-wali@ (يلولا) dengan bentuk jamak auliya@’ (ء يلوا) yang berarti pecinta, saudara, penolong. Wali

menurut istilah adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain.1 Dia bertindak terhadap dan atas nama orang lain itu adalah karena orang lain itu memiliki suatu kekurangan pada dirinya yang tidak memungkinkan ia bertindak sendiri secara hukum, baik bertindak atas nama harta atau atas dirinya. Sayyid Sabiq mengatakan wali adalah sesuatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya.2 Menurut istilah fiqih yang dimaksud perwalian adalah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang. Orang yang diberi kekuasaan perwalian itu disebut wali.

Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

1

Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006), 69.

2

(30)

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3 Karena perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, maka perlu di atur syarat dan rukun tertentu agar tujuan disyariatkannya perkawinan tercapai. Sahnya suatu perkawinan dalam hukum Islam adalah dengan terlaksananya akad nikah yang memenuhi syarat dan rukun. Kaitannnya rukun nikah, jumhur ulama sepakat bahwa rukun nikah terdiri atas:4

a. Adanya calon suami. b. Adanya calon istri.

c. Adanya wali dari pihak pengantin wanita. d. Adanya dua orang saksi.

e. Sighat akad nikah;

Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mesti dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali merupakan rukun dalam perkawinan, menurut kesepakatan ulama secara prinsip.5 Dalam akad perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut, memang tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang jelas menghendaki keberadaaan wali dalam akad perkawinan. Namun dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk nash yang ibarat-nya tidak menunjuk

3

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2003),8 4

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) 45. 5

(31)

kepada keharusan adanya wali, tetapi dari ayat tersebut secara isyarat nash dapat dipahami menghendaki adanya wali. Ada pula ayat-ayat Al-Qur’an yang dipahami perempuan dapat melaksanakan sendiri

perkawinannya.

Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.6

Ayat di atas merupakan larangan menghalangi perempuan yang habis iddahnya untuk kawin. Malik berpendapat bahwa tidak ada nikah tanpa wali, dan wali menjadi syarat sahnya nikah. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Syafi’i.7 Abu Hanifah, Zufar, Asy-Sya’bi dan Az-Zuhri

berpendapat bahwa apabila seorang perempuan melakukan akad nikahnya tanpa wali, sedang calon suami sebanding, maka nikahnya itu boleh.8

6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah .(Bandung: CV.Penerbit Diponegoro, 2010), 35.

7

Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 409.

7 Ibid. 8

(32)

Surat Al-Baqarah ayat 221:9

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.

Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW:

Artinya: “Dari Abu Burdah ra. Dari abi Musa ra. Rasulullah Saw bersabda: tidak ada pernikahan kecuali seorang wali.” (HR.

Abu Daud)10

Maksud dalam hadist di atas adalah sebuah pernikahan tidak sah jika wali tidak ada, karena wanita tidak mempunyai kapasitas untuk menikahkan dirinya tanpa adanya seorang wali atau mewakilkannya kepada orang lain jika wali berhalangan untuk menikahkannya, jika ia lakukan hal itu maka nikahnya tidak sah.

Jumhur ulama yang terdiri dari Syafi’iyah, Hanabilah,

Zhahiriyah, dan Syi’ah Imamiyah membagi wali itu menjadi dua

kelompok:11

9

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, 35.

10

(33)

a. Wali dekat atau wali qar@ib ( يرقلا ىلولا) yaitu ayah dan kalau tidak ada ayah pindah kepada kakek. keduanya mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang akan dikawinkannya. ia dapat mengawinkan anaknya yang masih berada dalam usia muda tanpa minta persetujuan dari anaknya tersebut. wali dalam kedudukan seperti ini disebut dengan wali mujbir. Ketidakharusan meminta pendapat dari anaknya yang masih muda itu adalah karena orang yang masih muda tidak mempunyai kecakapan untuk memberikan persetujuan. Ulama Hanabillah menempatkan orang yang diberi wasiat oleh ayah untuk mengawinkan anaknya berkedudukan sebagai ayah.

b. Wali jauh atau wali ab’ad (دعباا ىلولا); yaitu wali dalam garis kerabat selain dari ayah dan kakek, juga selain dari anak dan cucu, karena anak menurut ulama jumhur tidak boleh menjadi wali terhadap ibunya dari segi dia adalah anak, bila anak berkedudukan sebagai wali hakim boleh dia mengawinkan ibunya sebagai wali hakim. Adapun

wali ab’ad adalah sebagai berikut:12

1. Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

2. Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada.

3. Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

11

Abdurrahman Al-Jaziri, Kitabul Fiqih ‘Alal Mazahibul al Arbaah, Qisem Al-Ahwalus Syakhsiyyah, Jilid IV, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2003) 32.

12

(34)

4. Anak saudara laik-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada. 5. Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

6. Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada.

7. Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada. 8. Anak paman se ayah.

9. Ahli waris kerabat yang lain kalau ada.

Ulama Hanafiyah menempatkan seluruh kerabat nasab, baik sebagai ashabah dalam kewarisan atau tidak. Menurut mereka yang

mempunyai hak ijbar bukan hanya ayah dan kakek akan tetapi semuanya mempunyai hak ijbar, selama yang akan dikawinkan itu adalah perempuan yang masih kecil atau tidak sehat akalnya.

Ulama Malikiyah menempatkan seluruh kerabat nasab yang ashabah sebagai wali nasab dan membolehkan anak mengawinkan

ibunya, bahkan kedudukannya lebih utama dari ayah atau kakek. golongan ini menambahkan orang yang diberi wasiat oleh ayah sebagai wali dalam kedudukan sebagaimna kedudukan ayah. berbeda dengan ulama Hanafiyah golongan ini memberikan hak ijbar hanya kepada ayah saja dan menempatkannnya dalam kategori wali qar@ib.

2. Kedudukan Wali dalam Perkawinan

Para ulama berpendapat tentang kedudukan wali dalam

(35)

perjanjian perkawinan. Alasannya adalah dari riwayat Muslim dari Ibnu Abbas Rasulullah Saw bersabda yang artinya “Perempuan yang janda

lebih berhak atas dirinya dari walinya. gadis diminta perizinannya dan perizinannya adalah diamnya”. Menurut madzab Hanafi, hadist di atas menerangkan sah pernikahan baik janda maupun perawan tanpa isyaratkan adanya perizinan wali, karena itu mereka menganggap izin wali bukan termasuk syarat sah nikah.

Madzab Syafi’i, Maliki, dan Hambali menganggap perizinan wali

merupakan syarat sah perjanjian perkawinan dimana perkawinan tanpa izin wali adalah tidak sah. Pendapat ini beralasan pada Al-Qur’an dan

hadist. Dari ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil antara lain pada QS. Al-Baqarah ayat 232:13 Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf.

Dalam ayat ini terdapat dalil yang sangat jelas tentang eksistensi seorang wali di mana Allah SWT melarang para wali dari menghalangi para wanita dari kembali kepada suami mereka dan sekiranya seorang wanita itu boleh menikahkan dirinya sendiri, maka sudah tentu tiada

13

(36)

artinya larangan Allah SWT dalam ayat tersebut dan tiada gunanya para wali menggunakan haknya melakukan ad{al .

Di dalam beberapa buah hadist dijelaskan tentang wali hakim yang dapat menggantikan kedudukan wali nasab apabila wali nasab tidak ada atau wali nasab enggan mengawinkan perempuan yang ada dibawah perwaliannya, padahal perjodohan antara keduanya seimbang. Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Maka apabila (wali nasab) enggan sulthanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali”.

Jadi, keadaan yang dapat memungkinkan wali hakim sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada, wali nasab enggan padahal

keduanya sekufu’, wali nasab berada di tempat yang jauh sekitar 95 Km

dari tempat wanita yang ingin menikah, wali nasab dianggap hilang atau tidak diketahui keberadaannya hidup atau matinya, calon suami juga adalah wali nikah perempuan, wali nasab dalam keadaan berihram haji atau umroh.

3. Wali Ad{al

Kata ad{al berasal dari bahasa arab, yaitu)لضع - لضعي- لضع( yang

artinya mencegah atau menghalang-halangi.14 Wali ad{al adalah wali yang

enggan atau wali yang menolak, maksudnya adalah seorang wali yang

enggan atau menolak menjadi wali dalam pernikahan anak perempuannya dengan seorang laki-laki yang sudah menjadi pilihan anaknya. Dalam

14

(37)

Peraturan Menteri Agama nomor 2 tahun 1987 tanggal 28 oktober 1987 tentang wali hakim. Wali ad{al adalah wali nasab yang mempunyai kekuasaan untuk menikahkan mempelai wanita yang berada di bawah perwaliannya, tetapi tidak mau menikahkan sebagai layaknya seorang wali yang baik.

Dari definisi tersebut, wali ad{al mengandung lima unsur, yaitu:15 1. Penolakan (keengganan) wali untuk menikahkan calon mempelai

perempuan.

2. Telah ada permintaan atau permohonan dari calon mempelai perempuan agar dirinya dinikahkan dengan calon mempelai laki-laki. 3. Kafaah antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai

perempuan.

4. Adanya perasaan saling menyayangi atau mencintai di antara masing-masing calon mempelai.

5. Alasan penolakan (keengganan) wali tersebut bertentangan dengan

syara’.

Pada dasarnya hak untuk menjadi wali dalam perkawinan ada di tangan wali qar@ib, atau yang mewakili wali qar@ib atau orang yang diberi

wasiat untuk menjadi wali. Demikian pula ia berhak melarangnya kawin dengan seseorang apabila ada sebab yang dapat diterima, misalnya suami tidak sekufu atau karena si perempuan sudah dipinang orang lain lebih dulu, atau jelek akhlaknya, atau cacat badan yang menyebabkan

15

(38)

perkawinannya dapat difasakh-kan. Dalam hal-hal semacam ini wali qar@ib

adalah yang berhak menjadi wali dan haknya tidak dapat berpindah kepada orang lain, hingga kepada hakim sekalipun. Tetapi apabila wali tidak bersedia mengawinkan tanpa alasan yang dapat diterima, padahal si perempuan sudah mencintai bakal suaminya karena telah mengenal kafaahnya, baik agama, budi pekertinya, wali yang enggan menikahkan ini dinamakan wali ad{al. Jika wali tidak mau menikahkan dilihat dulu alasannya, apakah alasan syara’ atau alasan tidak syara’. Alasan syara’

adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran itu belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir, atau orang fasik (pezina dan suka mabuk) atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami.

Adapun penyebab wali ad{al adalah:16

1. Status sosial pada umumnya jika status sosial perempuan lebih tinggi dari status sosial laki-laki, orang tua beranggapan kalau anak gadisnya menikah dengan laki-laki yang statusnya lebih rendah, maka hanya akan membuat malu keluarga saja serta merasa harkat dan martabatnya turun.

2. Berbeda agama atau bukan setaraf pengamalan agamanya Sangat

dipahami jika berbeda agama menjadi penyebab seorang bapak

16

(39)

menolak anak gadisnya menikah dengan laki-laki yang berbeda keyakinan. Pada umumnya yang terjadi adalah seorang bapak melihat bahwa calon suami anaknya pengalamannya kurang, dengan kata lain, berbeda jauh pengamalan agama yang dilakukan bapaknya. Maka dengan hal tersebut dapat dipastikan si bapak enggan menikahkan anaknya dengan calon suaminya tadi.

3. Pernah mempunyai masalah sosial sulit antara keluarga wanita dengan keluarga pria. Maka sudah dipastikan pasti muncul penolakan, hanya laki-laki tidak memerlukan wali maka laki-laki dapat meminimalisir pertentangan dari keluarganya.

4. Status duda tentu saja sebagai orang tua status anak menjadi pertimbangan apakah jejaka atau duda, jika dudapun masih di pertimbangkan lagi, apakah duda karena cerai atau duda karena mati yang kerap menjadi masalah jika calon suami anak tersebut akan menikah dengan duda cerai.

5. Orang tua sudah mempunyai calon sendiri bagi anak perempuannya. Pada umumnya jika orang tua sudah mempunyai calon sendiri buat anak perempuannya sedangkan anak tersebut juga sudah mempunyai pilihan sendiri, maka kemungkinan besar yang terjadi adalah perselisihan antara orang tua dengan anaknya dikarenakan mereka sama-sama mempertahankan pilihannya masing-masing.

Memang tidak diragukan lagi bahwa pangkat, status sosial,

(40)

hal-hal yang dituntut dan tidak dikesampingkan dalam mencari dan memilih pasangan untuk wanita. Jika seluruh pertimbangan di atas sudah dijadikan prioritas utama di dalam menjatuhkan pilihan tanpa melihat pertimbangan agama dan akhlak, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tercela. Sehingga apabila terdapat orang tua yang menolak menikahkan anaknya yang disebabkan oleh hal yang tidak sesuai dengan syara’, maka wali tersebut disebut wali ad{al.

Ketentuan wali ad{al di atur dalam peraturan yang berlaku di negara kita yaitu Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no.2 tahun 1987 tentang wali hakim, yang berbunyi:

a. Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau luar negeri/wilayah ekstra teritorial Indonesia ternyata tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat atau mafqud atau berhalangan ad{al , Maka nikahnya

dapat dilangsungkan dengan wali hakim.

b. Untuk menyatakan ad{al-nya wali sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita.

(41)

Pasal 3 permenag Nomor 2 Tahun 1987

Pemeriksaan dan penetapan ad{al-nya wali bagi calon mempelai wanita warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal diluar negeri dilakukan oleh wali hakim yang akan menikahkan calon mempelai wanita.

Sedangkan dalam penunjukkan wali hakim terdapat wali hakim terdapat dalam pasal 4 permenag Nomor 2 tahun 1987:

a.Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku pegawai pencatat Nikah (PPN) ditunjuk menjadi wali hakim dalam wilayahnya untuk menikahkan mempelai wanita sebagai dimaksud pasal 2 ayat 1.

b.Apabila di wilayah kecamatan, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan berhalangan atau tidak ada, maka kepala Seksi Urusan Agama Islam atas nama Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/kotamadya diberi kuasa untuk atas nama Menteri Agama menunjuk wakil/pembantu Pegawai Pencatat Nikah untuk sementara menjadi wali hakim dalam wilayahnya.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 23 yang

menyatakan bahwa:17

1. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali

nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau ad{al atau enggan.

17

(42)

2. Dalam hal wali ad{al maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.

Bila wali tidak mau menikahkan anak yang berada di bawah perwaliannya, maka pemohon dapat mengajukan permohonan wali ad{al

ke Pengadilan Agama agar menetapkan seseorang untuk menjadi wali hakim sebagai ganti dari wali yang ad{al tersebut.

B. Dasar Penetapan Wali Ad{al Menurut 4 Madzab

Dalam perkawinan seorang wali nikah tidak boleh enggan menikahkan anaknya apabila anaknya sudah benar-benar ingin menikah dengan calon suaminya dan di anggap calon suaminya sudah sesuai dengan kriteria. Wali merupakan salah satu rukun dalam perkawinan. Adanya wali nikah adalah suatu keharusan. Seorang wali berhak menilai calon pendamping buat anaknya, apakah benar-benar sekufu dan sesuai dengan keinginan semua keluarga, maka tidak salah jika wali mempunyai hak memaksa dan juga tidak salah apabila seorang anak menolak.

Apabila wali menolak menikahkan anaknya tanpa alasan yang sesuai dengan syariat agama, maka anak tersebut dapat mengajukan permohonan ke

Pengadilan Agama.18 Alasan wali yang dibenarkan oleh syariat agama apabila tidak mau menjadi wali yaitu calon suami jelek akhlaknya, wanita yang ada di bawah perwaliannya itu sudah dipinang oleh orang lain, calon

18

(43)

suami beda agama, dan tidak sekufu. Para ulama sepakat, bahwa untuk kriteria wali ad{al setidaknya ada dua syarat yang dapat dipenuhi, diantaranya adalah: lelaki yang melamarnya adalah sekufu, dan sanggup membayar

mahar mitsil.

Mengenai kesepakatan ulama di atas, pernah di ungkapkan oleh ibnu

rusydi di dalam kitabnya “Bida@yatul Mujtahid” dalam keterangannya: Para

ulama sepakat bahwa tidak dibenarkan bagi wali untuk mencegah anak perempuannya (dari kawin) tatkala ia berhadapan dengan pasangan yang sejodoh berikut dengan mahar mitsilnya.19

Begithu juga Sayyid Sabiq dalam kitabnya “Fiqih Sunnah” juga

memberi keterangan: “Dikalangan ulama telah ada sepakat bahwa sesungguhnya tidak ada hak bagi wali untuk menghalangi maulanya, apalagi melarangnnya untuk melangsungkan perkawinan, manakala ada yang menghendaki laki-laki yang sejodoh (dengannya) dan dengan membayar mahar mitsil.20

Dasar penetapan wali ad{al menurut 4 madzab fiqih yaitu madzab Maliki, madzab Hambali, madzab Hanafi dan madzab Syafi’:

1. Menurut Madzab Hanafi

Madzab Hanafi memberikan penjelasannya secara singkat yang

diungkapkan oleh Abdurrahman al Jaziri melalui kitabnya, bahwa

menurut ulama’ madzab Hanafi adalah Wali qari@b yang melakukan

19

Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid...,425.

20

(44)

pencegahan terhadap maulanya dari pernikahan dengan pasangan yang sekufu dengan membayar mahar mitsil, maka penyelesaiannya sama dengan penyelesaian wali yang ghaib yang sulit di temukan dan ditangnkan, dengan demikian perwaliannya tidak pindah kepada wali hakim, selagi masih ada wali yang lain yaitu Wali ab’ad.

Berikut kutipan penjelasan mereka (Hanafiah), mengenai wali ad{al sebagaimana penjelasannya sebagai berikut:

ا

Artinya: “ Apabila ada seorang bapak mencegah (melarang) anak

perempuannya yang masih kecil, dan ia telah patut untuk di kawinkan, lagi pula pasangan 6 calon suami telah sekufu dan dengan membayar mahar mitsil, maka dengan demikian wali yang bersangkutan (Bapak) adalah ad{al dan dengan demikian pula perwalian menjadi pindah kepada wali berikutnya, seperti kakek jika ada dan kalau kakek tidak ada maka kepada saudara sekandung dan seterusnya.21

2. Menurut Madzab Maliki

Dalam madzab Maliki, ulamanya ada kecenderungan sama dalam

menyampaikan pendapatnya mengenai wali ad{al ini dengan Madzab

Syafi’i, dalam pendapatnya dalam kalangan maliki menyatakan:

21

(45)

.

Artinya: “Tatkala ada seorang wali baik itu mujbir atau bukan, mengahalangi maulanya untuk kawin dengan pasangannya yang sekufu lagi pula si maula rela terhadapnya, maka perwalian tidak pindah pada wali yang jauh (Wali Ab’ad) akan tetapi berhak bagi si maulanya untuk melaporkan perkaranya kepada hakim, dengan maksud untuk mempertanyakan kepada si wali mengenai sebab-sebab itu dan masuk akal, maka hakim menyerahan urusan maula tersebut kepadanya, akan tetapi kalau tidak hakim memerintahkan pada si wali membangkan untuk mengawinkannya setelah di perintahkan hakim, maka hakim bertindak untuk mengawinkannya.22

Dalam keteranganya lain di jelaskan:

Artinya: “Sesungguhnya seorang wali di nyatakan ad{al itu manakala telah pasti bahwa apa yang dia lakukan memang dengan maksud mencegah/ melarang maulanya kawin, sebab kalau hanya untuk menolak orang yang melamar itu tidak bisa menunjukkan bahwasanya ia ad{al, bahkan terkadang untuk menarik kemaslahatan yang diajarkan wali untuk maulanya apapun dia adalah sesayang-sayangnya manusia terhadap perempuan, akan tetapi bila nyata-nyata dengan maksud merusak dengan sekali saja, hakim memerintah untuk mengawinkannya dan kalau tidak sanggup mengawinkannya, maka hakimlah yang mengawinkannya.23

22

Abdurrahman Al-Jaziri, Kitabul Fiqih ‘Alal Mazahibul al Arbaah, Qisem Al-Ahwalus Syakhsiyyah, Jilid IV, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2003) 32.

23

(46)

Ibnu Rusydi berpendapat, menurut keterangan di dasarkan pada petunjuk hadist yang di riwayatkan oleh Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, yaitu:

Artinya: “Maka apabila terjadisengketa, hakim adalah wali bagi

seorang yang baginya tidak punya wali.24

Dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam madzab Maliki bagaimana problema dan penyelesaian wali ad{al itu melihat seorang hakim dan bagi hakim berkewajiban menggantikannya (sebagai jalan menuju jalan penyelesaian) bila dalam wali yang bersangkutan tetap dalam sikap ad{al, dengan demikian ulama madzab Maliki berpendapat yakni melalui wali kerabat yang lain (selain wali qari@b) guna mencapai penyelesaiannya.

3. Menurut Madzab Syafi’i

Mengenai pembahasan wali ad{al, madzab Syafi’i kedua sama-sama melibatkan seorang penguasa (hakim) sebagai pengendalinya. seorang penguasa (hakim) adalah dialah yang berwenang untuk memproses dan mengusut permasalahan wali yang dalam keadaan walinya ad{al setelah mendapat laporan/pengajuan dari maula wali ad{al tersebut.

24

(47)

Dalam keterangan yang lain Imam Syafi’i menjelaskan bahwa

perpindahan wali/pergantian wali atas diri wali ad{al kepada hakim. Ini terjadi apabila yang ad{al itu dari wali dekat (qari@b), sedang wali yang lain

yaitu wali ab’ad tidak bisa menggantikan, maka hakimlah yang berwenang untuk menggantikan.25

Dapat diperoleh kesimpulan bahwa dalam madzab Syafi’i wali ad{al akan tampak dan nyata sebagai suatu problema dalam perwalian,

manakala telah dihadapkan dan dibuktikan oleh hakim mengenai kead{alannya. hakim berkewajiban untuk mengupayakan agar perkawinan

maulanya bisa berlangsung pertama dengan perintah untuk mencabut kead{alannya yaitu dengan sanggup melangsungkan perkawinannya, dan

apabila dia masih mencegah (membangkang) maka kewajiban bagi hakim untuk menempuh cara kedua yaitu pergantian wali.

Dalam hal ini akan dilakukan oleh hakim sendiri untuk mengawinkan,26 karena dalam hal wali ad{al tidaklah gugur hak perwaliannya, maka dari itu hakim yang berhak menggantikannya.

4. Menurut Madzab Hambali

Madzab Hambali memberikan penjelasan mengenai wali ad{al, wali yang ad{al itu adalah wali qar@ib, maka dengan demikian perwalian

25

Al-Faqih Abu Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, ..,.419.

26

(48)

berpindah kepada wali ab’ad .27 Syekh Abdurrahman Al Jaziri berpendapat dalam keterangan, yakni hampir sama dengan pendapat Hanabillah mengenai wali ad{al ini, pendapat beliau sebagai berikut:

.

Artinya: “ Apabila ada seseorang yang mempunyai hak

perwalian (wali) mencegah maulanya dari kawin dengan calon (suami) yang telah ia cintai, dengan memberi mahar, dan dia telah mencapai umur sembilan tahun bahkan lebih (lebih telah baligh), sikap wali tersebut tidaklah sebagai kead{alan wali terhadap maulanya. (bila wali itu ad{al) maka perwalian berpindah kepada hakim, karena dialah yang berkewenangan untuk mengawinkan atas diri maula yang di wali mencegah dari kawin,baik itu wali mujbir maupun bukan mujbir. 28

Madzab Hambali dalam hal ini ulamanya cenderung dalam proses dan penyelesaian wali ad{al dengan melalui seorang hakim, dan hakim pula sebagai penggantinya manakala ia (wali yang bersangkutan) tetapi dalam kead{alannya. Namun demikian ada diantara mereka yang

berpendapat lain, yakni penyelesaian wali ad{al dengan melalui wali kerabat yang lain (walaupun wali yang jauh sekalipun), baru kemudian pindah ke hakim, setelah mereka tidak bisa di harapkan untuk tampil sebagai wali.

27

Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram Jilid 2(Jakarta Timur: Darus sunnah Press, 2010) 629.

28

(49)

Berdasarkan dasar-dasar penetapan wali ad{al di atas, bahwa menurut fiqih 4 madzab penetapan tersebut sudah benar sesuai dengan dalil-dalil baik yang termuat di dalam kitab-kitab maupun terdapat di Al-Qur’an. Diantara ke-empat madzab tersebut yang memiliki fikiran

yang sama terdapat pada madzab Maliki, madzab Syafi’i, madzab

(50)

DENGAN ALASAN “CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA”

A. Wawancara Tentang Wali Ad{al Karena Alasan Calon Suami Seorang

Muallaf Dan Khawatir Kembali Keagamanya Semula.

Menurut pendapat dari seorang Bapak ketua majelis persidangan dalam perkara Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA.NGJ, yaitu Bapak Drs. Muh. Mahfudz mengatakan bahwa:

“ Yang saya pahami tentang permasalahan antar Pemohon dengan

Termohon dalam perkara ini adalah mengenai wali ad{al yang sebenarnya permasalahan ini sangat sepele, termohon yaitu kakak kandung pemohon yang menjadi wali nikah pemohon tetap bersekukuh tidak mau menjadi wali nikah pemohon.1

Bapak Drs. Sunaryo, M.Si menambahkan bahwa:

“Selain itu alasan dalam pertimbangan hakim mengenai putusan

tersebut dimana permohonan (penggugat) dikabulkan permohonannya berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan disebabkan karena tidak hadirnya termohon, sehingga dengan pertimbangan tersebut maka hakim

mengabulkan permohonan pemohon berdasarkan faktor tersebut”.2

1

Mahfudz, Wawancara, Nganjuk pada tanggal 28 November 2016. 2

(51)

Menurut hakim anggota yaitu Bapak Drs. H. A. Bashori. MA, beliau mengatakan bahwa:

“ Alasan yang sangat mendasar adalah ketidaksiapan kakaknya

pemohon untuk menjadi wali nikah, wali nikah tetap bersekukuh tidak mau menjadi wali pernikahannya adiknya tetap beranggapan bahwa calon pemohon seorang muallaf dikhawatirkan kembali keagamanya semula.3

Menurut hakim anggota bapak Haitami. SH. MH. beliau mengatakan bahwa:

“ Melihat permohonan pemohon sebenarnya perkara yang sangat

sepele, apabila wali nikah tetap bersekukuh tidak mau menikahkan dan si pemohon memang benar-benar sudah cakap melangsungkan pernikahan pihak hakim segera mengabulkan permohonannya dengan melihat persyaratan-persyaratan yang sudah lengkap. Hakim memutuskan perkara tersebut tidak semena-mena, hakim memutuskannya menggunakan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama yang berlandaskan Kompilasi Hukum Islam yang tidak menentang hukum syara’.4

Bapak Drs. H. Syaiful Heja, MH. Selaku ketua Pengadilan Agama mengatakan bahwa: “Sebuah pernikahan sah itu apabila ada seorang wali, perwalian di dalam suatu perkawinan merupakan suatu dasar atau landasan yang cukup dan menjadi penentu sah tidaknya suatu perkawinan. 5

3

Bashori. MA, wawancara, Nganjuk pada tanggal 05 Desember 2016. 4

Haitami, wawancara, Nganjuk tanggal 05 Desember 2016. 5

(52)

Melihat fenomena saat ini memang banyak orang mengajukan permohonan tidak disetujui menikah oleh walinya dengan berbagai alasan apapun. Pihak pemohon sudah berupaya keras meyakinkan ke walinya akan tetapi wali tetap tidak menyetujuinya.

Bapak Drs. H. Syaiful Heja, MH selaku ketua Pengadilan Agama Nganjuk mengatakan bahwa: melihat perkara tersebut penetepan wali ad{al cukup satu kali persidangan saja, dengan catatan apabila semua alasan dan bukti sudah terpenuhi, misalnya dalam persidangan wali sudah dipanggil, akan tetapi tidak datang, maka sama saja di anggap ad{al karena membangkang atau tidak menghiraukan panggilan pengadilan. Apabila majelis hakim berpendapat bahwa wali telah benar-benar ad{al dan permohonan pemohon dengan menetapkan wali ad{al dan menujuk kepala KUA Kecamatan, selaku Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di tempat tinggal pemohon untuk bertindak sebagai wali hakim. dan sebelum akad nikah di langsungkan, wali hakim meminta kembali kepada wali nasabnya untuk menikahkan calon mempelai wanita, sekalipun sudah ada penetapan Pengadilan Agama tentang adanya wali.

Mengenai hal tersebut, bapak Muhammad Nafi’, SH. M.Hi selaku panitera dalam Pengadilan Agama Nganjuk, mengungkapkan:

“Saya sangat miris dan prihatin melihat perkara perwalian saat ini,

(53)

menikah berilah izin dan tidak melanggar aturan agama maupun negara.6 Dalam hal ini bapak Fuad selaku staaf Pengadilan Agama Nganjuk mengungkapkan:

“ Tingkat kemuallafan tidak bisa di jadikan acuan seorang wali,

siapa tau setelah berlangsungnya pernikahan seorang calon pemohon lebih baik lagi agamanya. Saya lebih mendukung pemohon karena pemohon saya rasa cukup usianya dan sudah mencukupi persyaratan menikah dan mendukung hakim untuk memutuskan bahwa walinya tersebut ad{al.7

Bapak Amir Hamzah, SH. panitera mengungkapkan:

Bahwa mengenai hal tersebut apabila pengadilan tidak mengabulkan akan berdampak besar, pemohon dengan calon pemohon akan berakibat besar berzina apabila tidak segera menikah karena keduanya sudah benar-benar saling mencintai dan tidak ada halangan syara’ untuk itu pengadilan mengabulkan bahwan wali itu ad{al.8

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA. Ngj menyatakan bahwa berdasarkan analisis hukum Islam sudah sesuai dimana alasan-alasan yang dapat digunakan oleh sesorang untuk mengajukan permohonan wali ad{al ke Pengadilan Agama telah ditentukan dalam penjelasan Pasal 23 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam yang

berbunyi: “ Dalam hal wali ad{al atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang

6

Muhammad Nafi’, Wawancara, Nganjuk 19 Desember 2016. 7

Fuad, Wawancara, Nganjuk 19 Desember 2016. 8

(54)

wali tersebut”. Selain itu Pengadilan Agama Nganjuk juga memutuskan

perkara tersebut berdasarkan PERMENAG Nomor 2 Tahun 1987, yang

berbunyi (1) “Pasal 2 ayat 1 : Bagi calon mempelai wanita yang akan

menikah di wilayah Indonesia atau luar negeri atau wilayah ekstra- teritorial Indonesia ternyata tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat atau mafqud atau berhalangan atau ad{al, maka nikahnya dapat dilangsungkan degan wali hakim. (2) pasal 2 ayat 2: Untuk menyatakan wali ad{al sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini di tetapkan dengan keputusan Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita.

B. Isi Putusan Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama Nganjuk Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA.NGJ.

Pemohon dalam surat permohonannya tertanggal 08 Maret 2016 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Nganjuk dengan register peerkara Nomor 0034/Pdt.P/2016/PA.Ngj, telah mengajukan permohonan wali ad{al dengan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Bahwa pemohon adalah anak kandung dari pasangan suami istri Muhni (almarhum) bin Abu Hasan dengan Binti Sholikah binti Abdullah (Alm). Pemohon mempunyai kakak kandung yaitu bernama Moh. Mustakim bin Muhni (Alm). Ayah kandung pemohon bernama Muhni (Alm) bin Abu Hasan telah meninggal dunia sehingga yang akan menjadi wali pemohon adalah kakak

(55)

Pemohon hendak melangsungkan pernikahannya dengan calon suami pemohon yang bernama Agus Santoso bin Suyono (Alm) dihadapan Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Patianrowo Kabupaten Nganjuk. Sebenarnya hubungan antara pemohon dengan calon suami pemohon tersebut sudah sedemikian eratnya dan susah untuk di pisahkan, dan hubungan pemohon dengan calon suaminya itu telah berlangsung selama 2 tahun.

Selama ini orangtua atau pihak keluarga dari calon suami pemohon telah melakukan pendekatan dengan sebaik mungkin bahkan sudah melakukan peminangan kepada pemohon, akan tetapi wali pemohon menolaknya dengan alasan calon suami seorang muallaf dan khawatir kembali keagamanya semula.

Pemohon berpendapat bahwa penolakan wali nikah pemohon tersebut tidak berorientasi pada kebahagiaan pemohon, pemohon tetap berkeinginan untuk melangsungkan pernikahan dengan calon suami pemohon. Bahwa dengan alasan sebenarnya pemongan dengan calon suami pemohon tidak ada hubungan nasab ataupun hubungan sesusuan yang menjadi halangan bagi pemohon dan calon suami pemohon untuk melangsungkan pernikahan.

Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini. Berdasarkan alasan-alasan diatas, pemohon meminta kepada Ketua Pengadilan Agama Nganjuk segera memeriksa perkara ini dan

(56)

Primair: 1. Mengabulkan permohonan pemohon; 2. Menetapkan wali nikah pemohon bernama Moh. Mustakim bin Muhni (Alm) adalah wali ad{al; 3. Membebankan biaya kepada pemohon. Subsidair: mohon penetapannya seadil-adilnya.

Pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditetapkan, pemohon datang menghadap sendiri di persidangan sedang kakak kandung pemohon sebagai calon wali nikah pemohon tidak pernah hadir di persidangan dan juga tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya/kuasanya untuk datang menghadap di persidangan meskipun ia telah dipanggil secara resmi dan patut, sedang tidak ternyata ketidakhadiran tergugat tersebut berdasarkan alasan yang sah. Majelis hakim sudah menasehati pemohon agar berusaha terus mengadakan pendekatan kepada kakak kandung pemohon, namun tidak berhasil dan pemohon menyatakan bahwa kakak kandung pemohon tetap menolak untuk menjadi wali nikah, kemudian dalam sidang terbuka untuk umum dibacakanlah permohonan pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon.

Perkara ini adalah perkara wali ad{al meskipun kakak pemohon tidak hadir, pemohon tetap dibebani pembuktian untuk menguatkan dalil gugatannya, dimana pemohon telah mengajukan alat bukti tertulis berupa: a. Fotokopi kartu tanda penduduk atas nama pemohon, nomor 3518104502790002 tanggal 17 februari 2016, telah dinazigelen dan bermaterai cukup, di beri tanda P.1; b. fotokopi surat persetujuan mempelai

(57)

Urusan Agama Kecamatan Patianrowo yang telah di nazigelen dan bermateraai cukup, diberi tanda P.2.; c. Fotokopi keterangan asal usul atas nama pemohon Nomor 17/474.2/II/2016, tanggal 15 Februari 2016 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Ngrombot, Kecamatan Patianrowo kabupaten Nganjuk, di beri tanda P.3; d. Fotokopi surat keterangan orang tua yang dikeluarkan oleh kepala desa Ngrombot, ; e. Fotokopi pernyataan memeluk agama Islam atas nama calon suami Pemohon (Agus Santoso), nomor : Kk.15.13.11/BA.00/23/V/2015, tanggal 05 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patianrowo, kabupaten Nganjuk, telah di nazegelen dan bermaterai cukup, Fotokopi akta cerai atas nama pemohon dan atas nama calon suami pemohon.

Selain itu pemohon telah mengajukan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat pemohon dan calon suami pemohon masing-masing bernama; saksi I, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan perangkat desa yang memberikan keterangannya dibawah sumpah yang pada pokoknya, ; Saksi II umur 40 tahun, agama Islam, pekerjaan perangkat desa, bertempat tinggal di desa babadan patianrowo yang menerangkan di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut; pemohon akan melangsungkan pernikahan akan tetapi kakak kandung pemohon sebagai calon wali nikah tidak mau menjadi wali nikah.

(58)
(59)

AD{AL DENGAN ALASAN “CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA”.

A. Analisis Terhadap Dasar Hukum Pertimbangan Hakim Mengabulkan Permintaan Pemohon Tentang Ad{al-Nya Seorang Wali Nikah Dengan

Alasan “Calon Suami Seorang Muallaf Dan Khawatir Kembali Keagamanya

Semula”

Untuk memulai dan menyelesaikan perkara perdata yang terjadi di antara anggota masyarakat yang beragama Islam, maka salah satu pihak yang bersengketa diharuskan mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya, sehingga persengketaan tersebut menjadi perkara di Pengadilan Agama. Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan, di mulai sesudah diajukannya suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Nikmati Promo Kartu Kredit BRI Bulan Maret 2021 30 % Diskon Hingga 15 % Diskon Zest Hotel.. • Berlaku untuk walk in atau reservasi melalui : www.redplanethotels.com • Semua

14 Hubungannya dengan Keluaran 3:5, dengan itu, bahwa oleh karena kesucian Allah itu memiliki konten moral, 15 kita perlu mencari tujuan moral dari memberikan perintah ke pada

Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang (Y), dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen yaitu variabel motivasti kerja intrinsik (X1) dan variabel

Berdasarkan hasil analisis masalah diatas , maka peneliti akan melakukan pemantapan Kemampuan Profesional melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penggunaan

mikroo roorga rganis nisme me di di atas atas ata atau u di di dal dalamny amnya, a, med medium ium ters tersebu ebut t har harus us mem memenu enuhi hi

Hasil nilai absorbansi pada setiap sampel dan vitamin C dapat dilihat pada tabel di Lampiran 1.2, berdasarkan tabel tersebut nilai pada sampel dapat dinyatakan

Pada kelompok 2, average abnormal return (AAR) tertinggi pada H+2 terjadi akibat adanya abnormal return positif yang cukup tinggi pada beberapa perusahaan yang melakukan

Koefisien Konsentrasi Regional dapat dihitung berdasarkan output wilayah, yakni PDRB. Berdasarkan nilai PDRB Provinsi Riau, maka dapat dihitung nilai KKR-nya. KKR adalah