LOMPATAN BUDAYA UMS
Mustofa W Hasyim
Universitas Muhammadiyah Surakarta membuat lompatan budaya yang menarik. Setelah berkali-kali menyelenggarakan halaqah budaya sebagai bagian dari langkah awal untuk kembali bergaul dan berkomunikasi dengan budaya lokal, awal April lalu UMS, bersama TBS (Taman Budaya Surakarta) menjadi tuan rumah Festival Puisi Internasional Indonesia 2002 dan Temu Penyair Dunia yang bertema Silaturahim untuk Perdamaian dan Persaudaraan. Ini dapat disebut sebagai lompatan budaya, sebab berangkat dari menggagas dan mengkaji budaya lokal, kemudian langsung menjadi tuan rumah (ahlul bait) dari hajatan atau event internasional. Para penyair dunia yang mewakili budaya global yang universal selama tiga hari melakukan aktivitas di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, di sekolah-sekolah unguan (termasuk SMU Muhammadiyah 1, dan 2 ) di Surakarta, dan berkunjung ke kantong budaya di Boyolali.
Mahasiswa UMS dan seluruh masyarakat Surakarta sungguh beruntung dengan adanya event penting yang diselenggarakan di tempat ini. Mereka dapat bergaul mengenal dan menyerap kearifan-kearifan budaya dan kearifan kemanusiaan dari peserta Temu Penyair Dunia ini. Lewat mendengarkan mereka membaca puisi, lewat dialog-dialog budaya yang diselenggarakan di dalamnya. Puisi yang ditulis dengan bahasa nurani, bahasa hati dan bahasa jiwa sungguh merupakan tambang kearifan dan tambang kemanusiaan yang tiada habis-habisnya dieksplorasi. Ini jelas merupakan modal dan energi untuk membangun sebuah pribadi dan komunitasnya agar lebih berdaya menghadapi berbagai kelucuan dan tantangan hidup.
Dalam pidato pembukaannya Rendra, penyair dan budayawan, menuturkan banyak hal yang menarik. Bagaimana sesungguhnya banyak manusia Indonesia, banyak rakyat kecil di desa-desa terpencil selalu mampu memberdayakan diri sehingga dapat bertahan terhadap krisis. Sayang kehadiran mereka sering diangap tidak ada oleh negara, oleh kekuasaan dan oleh konglomerat besar.
Ketika memperkenalkan para penyair yang hadir dari berbagai negara pun, kemampuan Rendra memahami karakter, potensi dan kekuatan masing-masing penyair tampak sekali. Sisi yag rumit dan menarik dari kedalaman jiwa manusia ia ungkap lewat pengenalan dia terhadap karya para penyair itu. Para hadirin
dunia terasa meneduhkan dan mengusir habis hawa jahat dan kekerasan yang pernah mampir di kota ini. Perdamaian dan persaudaraan terasa menjadi nyata, terkatakan dan terpraktikkan. Dalam kaitan ini, dalam konteks Muhammadiyah dan dalam konteks ‘ajaran’ KHA Dahlan, maka agama dan hati nurani, agama dan kemanusiaan betul-betul dapat disinkronkan, dibuat menjadi adonan hidup yang indah dan mengindahkan, yang baik dan membaikkan, yang benar dan
membenarkan, yang utama dan mengutamakan. Nilai-nilai luhur, termasuk nilai pengabdian yang menjadi salah satu pilar makna kehadiran sebuah perguruan tinggi, dalam hal ini UMS, menjadi nafas di seluruh sudut-sudut kampus. Itulah barangkali makna penting dari lompatan budaya yang dilakukan oleh UMS kali ini. UMS yang lahir di kota budaya telah mampu menunjukkan bahwa dirinya memang telah mampu menyapa lingkungannya, bahkan kemudian menyatu dengan spirit budaya luhur sekitarnya, tetapi tidak larut ke masa silam. Sebagaimana pernah diusulkan oleh Sardono W Kusumo, langkah budaya memang harus bergerak ke depan. Dan sebuah lompatan budaya yang tepat terus diperlukan. Tidak hanya oleh UMS, tetapi juga oleh PTM-PTM (Perguruan Tingi Muhammadiyah) yang lain, sebagai perwujudan, pemaknaan dan pelaksanaan Hasil Tanwir di Pulau Bali beberapa waktu yang lalu.