PRODUKTIVITAS DAN MUTU
TANAMAN TAHUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
PEDOMAN TEKNIS
KATA PENGANTAR
Sagu dapat menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi, dimana saat ini masalah pangan dan energi menjadi perhatian dunia untuk menghindari terjadinya krisis pangan dan energi di masa mendatang. Pemenuhan pangan di Indonesia, saat ini mengarah ke satu komoditas yaitu padi/beras, sedang program diversifikasi pangan, bisa disebut baru sebatas wacana yang tidak diikuti dengan program yang jelas dan berkesinambungan.
Lahan sagu dunia seluas 2.5 juta Ha, terdapat di Indonesia seluas 1.25 juta Ha (50 %), dan dari luas tersebut 1.2 juta Ha terdapat di Papua dan Papua Barat. Pada sisi lain sering terjadi krisis pangan/kelaparan di Papua. Sampai dengan saat ini perhatian terhadap pengembangan sagu belum banyak dan sering tidak berkesinambungan. Pengembangan sagu saat ini, adalah hal yang sudah mendesak dan tidak bisa ditunda lagi, namun disisi lain juga dihadapkan pada berbagai permasalahan baik teknis maupun aspek sosial dan kelembagaan. Dengan demikian disamping pengembangan teknis budi daya, maka kegiatan pemetaan dan inventarisasi kawasan sagu termasuk aspek sosial, budaya, dan kelembagaannya harus dilakukan.
Pengembangan Tanaman Sagu tahun 2013, maka perlu disusun buku Pedoman Teknis kegiatan tersebut yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penanggung jawab kegiatan baik di Pusat maupun Daerah. Selanjutnya pedoman ini dijabarkan lebih rinci dalam Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) di tingkat Provinsi dan Petunjuk Teknis (JUKNIS) di tingkat Kabupaten/Kota.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya pedoman ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Sasaran Nasional 2
C. Tujuan 3
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 4
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 4
B. Spesifikasi Teknis 7
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 11
A. Ruang Lingkup 11
B. Pelaksana Kegiatan 12
C. Lokasi, Jenis dan Volume 14
D. Simpul Kritis 15
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
16
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
17
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN 17
VII. PEMBIAYAAN 19
VIII. PENUTUP 20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sagu dapat menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi, dimana saat ini masalah pangan dan energi menjadi perhatian dunia untuk menghindari terjadinya krisis pangan dan energi di masa mendatang. Pemenuhan pangan di Indonesia, saat ini mengarah ke satu komoditas yaitu padi/beras, sedang program diversifikasi pangan, bisa disebut baru sebatas wacana yang tidak diikuti
dengan program yang jelas dan
berkesinambungan. Sebagian penduduk Indonesia yang tadinya pola pangan utamanya bukan beras, secara sengaja atau tidak, malah beralih ke beras. Hal ini disebabkan beberapa hal : (1) Program Pemerintah; (2) Status sosial; (3) Ketersediaan pangan non beras yang tidak kontinyu, dan lain-lain.
RRC, dimana di RRC tidak terdapat pertanaman sagu. Sampai dengan saat ini perhatian terhadap pengembangan sagu
belum banyak dan sering tidak
berkesinambungan, terutama dari
Pemerintah.
Pengembangan sagu saat ini, adalah hal yang sudah mendesak dan tidak bisa ditunda lagi, namun disisi lain juga dihadapkan pada berbagai permasalahan, baik teknis maupun aspek sosial dan kelembagaan. Dengan demikian disamping pengembangan teknis budi daya, maka kegiatan pemetaan dan inventarisasi kawasan sagu termasuk aspek sosial, budaya, dan kelembagaannya harus dilakukan.
B. Sasaran Nasional
Pemanfaatan sagu sangat bergantung pada potensi sumberdaya tanaman sagu yang tersedia, untuk itu diperlukan suatu tindakan pengelolaan yang baik, meliputi tindakan budidaya, pemanenan, pengolahan dan pemanfaatan tanaman sagu, pemasaran serta sosial ekonominya.
Dalam rangka mendukung ketahan
dapat digunakan sebagai pangan non-beras, juga sebagai sumber energi terbarukan serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan, maka percepatan upaya pengembangannya perlu mendapat perhatian.
Agar diperoleh pertanaman sagu dengan produktivitas maksimal secara berkelanjutan, maka pola pengusahaan sagu yang masih dalam kategori ‘hutan sagu’ alami perlu diarahkan menjadi pada pola pengusahaan kebun (estate) sagu. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah memperbaiki jumlah, sebaran, dan komposisi umur populasi tanaman sagu melalui suatu kegiatan penataan kebun sagu masyarakat. Disamping itu, dalam meningkatkan produksi sagu nasional, dilakukan perluasan penanaman sagu di wilayah-wilayah yang potensial.
B. Tujuan
Tujuan kegiatan ini meliputi:
1. Mendelineasi dan menginventarisasi luasan pertanaman sagu di masing-masing kawasan, status kawasan, serta luasan areal yang bisa digunakan untuk perluasan.
pemilik/pemegang hak ulayat, jumlah anggota marga/suku pemegang hak ulayat, otorita adat, serta sistem adat. 3. Membuat introduksi dan pendampingan
penataan dan perluasan budi daya sagu seluas 800 Ha di Provinsi Papua dan 800 Ha di Provinsi Papua Barat
4. Membuat inisiasi dan pendampingan pengembangan pengolahan sagu di tingkat masyarakat.
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan
Kegiatan :
1. Pada tahap awal dilakukan pemetaan
dan Inventarisasi Sagu, serta Sosial Budaya di Provinsi Papua (Kab Jayapura, Asmat dan Keerom) dan Provinsi Papua Barat (Kab Sorong, Sorong Selatan dan Bintuni);
2. Daerah sasaran kegiatan
3. Daerah sasaran kegiatan penataan
sagu adalah daerah yang kondisi tanaman sagunya jumlah tanaman per rumpun sudah melebihi atau kurang dari baku teknis, jarak tanamnya tidak sesuai baku teknis, dan petani bersedia melakukannya;
4. Daerah sasaran kegiatan perluasan
sagu adalah daerah yang potensial untuk pengembangan sagu dan petani bersedia melakukannya
5. Program inisiasi pengembangan
pengolahan sagu dilakukan di tingkat masyarakat, dengan produksi dapat dimanfaatkan masyarakat sendiri dan dipasarkan;
6. Petani atau kelompok tani sasaran
7. Calon Lahan (CL), adalah lahan milik
petani seperti pada butir 2, yang tidak dalam sengketa dan secara teknis memenuhi persyaratan agroklimat;
8. Kriteria Calon Petani dan Calon Lahan
(CP/CL) dapat diatur lebih rinci dalam Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun oleh Provinsi sesuai dengan kondisi wilayah yang ada, kemudian diatur secara spesifik dalam Petunjuk Teknis (JUKNIS) oleh Kabupaten/Kota sesuai kondisi petani dan budaya setempat;
9. Paket bantuan berupa benih siap salur
dengan kebutuhan disesuaikan dengan jarak tanam,sarana produksi dan alat pengolahan, yang pelaksanaannya mengacu sistem kontraktual kepada
PEDOMAN PENGADAAN DAN
PENGELOLAAN BARANG DAN JASA
LINGKUP SATKER DITJEN
10.Seluruh tahapan kegiatan yang
dilakukan oleh petani melalui Kelompok Tani dilaksanakan dengan bimbingan oleh Petugas Daerah yang ditunjuk.
B. Spesifikasi Teknis
1. Benih diadakan secara vegetatif yaitu
dari anakan yang tumbuh pada pokok yang sehat. Anakan yang dijadikan bibit berumur minimal 6 bulan atau berbobot sekitar 2-3 kg. Persemaian bibit dilakukan selama kurang lebih 3-4 bulan (sampai memiliki 2-3 daun) sebelum pertanaman
ke lapangan untuk memberikan
persentase tumbuh bibit yang tinggi;
2. Bibit ditanam di lubang tanaman yang
Tanah di sekeliling bibit agak dipadatkan agar bibit dapat berdiri kokoh dan tegak;
3. Pemeliharaan yang akan dilakukan agar
pertumbuhan sagu maksimal adalah: (1) inventarisasi pokok dan penyisipan dilakukan sampai umur satu tahun, (2) pengendalian gulma di piringan pokok
(circle weeding) dengan frekuensi 3 bulan
sekali, (3) pengendalian hama penyakit sesuai keperluan, (4) pemupukan disesuaikan dengan umur dan (5) penjarangan apabila sudah diperlukan.
C. Metode Pelaksanaan
Langkah-langkah pengembangan tanaman sagu adalah sebagai berikut :
1. Pemetaan dan Inventarisasi Sagu, serta Sosial Budaya di Papua dan Papua Barat.
Metode Pemetaan Pertanaman Sagu mengikuti tahap-tahap sebagai berikut: a. Kompilasi peta yang tersedia (Peta
b. Gap Analysis Data Spasial yang terkumpul (Recognize, Select,
Classify,Simplify,Symbolize);
c. Survey Lapang dengan menggunakan
Field Inspection Method untuk
mengumpulkan data-data yang masih diperlukan berdasarkan hasil dari gap analysis.
d. Untuk penentuan batas-batas
penguasaan pertanaman sagu
berdasarkan hak ulayat akan menggunakan metode Particiaptory
Mapping dengan melibatkan kepala
suku atau kepala adat setempat;
e. Pemrosesan hasil survey dan pembuatan draft peta pertanaman sagu;
f. Verifikasi dan konsultasi draft peta ke
stake holder terkait;
g. Perbaikan draft peta serta laporan; h. Finalisasi Peta Pertanaman Sagu serta
Batas-batas Hak Ulayat Masyarakat Lokal.
2. Metode Kajian Sistem Kepemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Lahan
terdiri dari data primer dan data sekunder.
b. Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), serta pengamatan.
c. Data sekunder akan dikumpulkan dari berbagai dokumen yang relevan, baik dari instansi pemerintah setempat maupun dari organisasi non pemerintah seperti LSM, Gereja, dan sebagainya.
3. Pengembangan Budidaya Sagu (Penataan Kebun dan Penanaman Sagu)
a. Metode yang dilakukan dalam kegiatan penataan dan penanaman kebun sagu diantaranya:
- Melakukan penataan kebun sagu
masyarakat
- Melakukan penanaman tanaman
sagu baru di lahan masyarakat - Melakukan pendampingan kepada
b. Penanaman dan penataan kebun sagu masayarakat dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
- Sosialisasi rencana kegiatan
penataan dan penanaman sagu kepada masyarakat
- Pelatihan diberikan kepada
masyarakat sebelum dilakukan penataan atau penanaman sagu.
- Pelaksanaan penataan dan
penanaman dilaksanakan
bekerjasama dengan masyarakat. - Pendampingan dilakukan dengan
intensif terhadap pelaksananaan penataan dan penanaman sagu.
4. Inisiasi pengembangan pengolahan sagu di tingkat masyarakat
III. PELAKSANA KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
2. Pengembangan Budidaya Kebun Sagu (Penataan dan Penanaman Kebun Sagu) 3. Inisiasi pengembangan pengolahan sagu di
tingkat masyarakat
B. Pelaksana Kegiatan
Dengan pertimbangan tujuan
keberhasilannya untuk dapat
mengkondisikan upaya pengembangan lebih lanjut, pelaksana kegiatan pengembangan sagu bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Perkebunan, Dinas yang
membidang Perkebunan Provinsi/Kabupaten dan instansi terkait lainnya, masing-masing sebagai berikut :
1. Kegiatan Pusat
a Menyiapkan Pedoman Teknis
Pengembangan Sagu.
b Melakukan Sosialisasi kegiatan bersama Dinas Perkebunan Provinsi. c Melakukan koordinasi perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan.
d Melakukan pemantauan, monitoring dan pengendalian kegiatan serta membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi di tingkat lapangan. e Menyusun laporan perkembangan hasil
2. Kegiatan Provinsi
a Menetapkan Tim pembina Provinsi, yang ditetapkan melalui surat Keputusan Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
b Menjabarkan Pedoman Teknis Pengembangan Sagu yang dituangkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (juklak) sesuai kondisi daerah.
c Melakukan sosialisasi, pemantauan, pengendalian pelaksanaan kegiatan
dan membantu mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
d Menyiapkan dan menyampaikan laporan perkembangan kegiatan Pengembangan Sagu secara berkala (triwulan) yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan.
3. Kegiatan Kabupaten
a Menetapkan KPA/Penanggung jawab kegiatan, Pejabat Pembuat Komitmen (P2K), Tim Teknis dan Bendahara
melalui surat Keputusan
Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk
b Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan dan pembinaan teknis produksi,
manajemen usaha kelompok
tani/Gapoktan dan pengembangan usaha.
Penetapan kelompok tani pelaksana kegiatan.
d Sosialisasi kegiatan Pengembangan Sagu.
e Seleksi calon lokasi dan calon petani (CP/CL) calon penerima bantuan pengembangan Sagu.
f Menjabarkan Pedoman Umum
kedalam Petunjuk Teknis (Juknis). g Membuat dan melaporkan hasil
kegiatan perkembangan pelaksanaan kegiatan Pengembangan Sagu secara berkala (triwulan) dan tahunan sesuai form yang telah ditetapkan.
4. Kelompok Tani
a Persiapan lahan seperti pembersihan lahan dan penyiapan lubang tanam. b Penetapan waktu tanaman yang
disesuaikan dengan keadaan masing-masing daerah.
c Pemeliharan dan melaporkan hal-hal yang yang berhubungan dengan peremajaan dan perluasan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan terkait.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
berupa benih sagu, sarana produksi dan alat pengolahan sagu;
b. Penataan dan penaman sagu dilaksanakan pada daerah-daerah pertanaman sagu milik petani, dengan luasan seperti lampiran 1;
D.Simpul kritis
1) Koordinasi antara Direktorat Tanaman Tahunan, petugas Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten, Puslit/Balit/Instansi terkait, dan petugas lapang.
2) Pemilihan lokasi/CPCL diusahakan lokasi yang mudah dijangkau dan di monitor oleh petugas, sehingga memudahkan pengadaan dan pengiriman bahan tanaman serta evaluasi kegiatan ke daerah tersebut.
3) Ketepatan bahan tanaman (benih karet) yang disalurkan merupakan klon unggul, dengan pertimbangan bahwa benih merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan kegiatan pengembangan tanaman Sagu;
4) Ketepatan waktu pengadaan dan pengiriman bahan tanaman untuk pengembangan tanaman tahunan,
sehingga tidak menyebabkan
5) Teknologi budidaya yang akan diterapkan harus sesuai dengan baku teknis serta kondisi di lapangan.
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Proses pengadaan dan penyaluran bantuan kegiatan pengembangan sagu dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Berdasarkan Keputusan Bupati/Walikota atau Kepala Dinas/Badan Lingkup Pertanian atau pejabat yang ditunjuk, dilakukan proses pengadaan penataan dan perluasan sagu.
b. Prosedur pengadaan mengacu pada Perpres 54 Tahun 2010 berikut
perubahannya serta Pedoman
Pengadaan dan Penatausahaan Barang Lingkup Satker Ditjen. Perkebunan Tahun 2013.
c. Penyaluran benih siap tanam dan atau saprodi lainnya kepada petani paling lambat menjelang awal musim hujan 2013.
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,
PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
Kegiatan pengembangan Sagu dilaksanakan secara swakelola dan dengan pihak III (kontraktual) bekerjasama dengan instansi terkait.
Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilaksanakan melalui jalur struktural dan dilakukan oleh Tim Teknis Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/kota berdasarkan dokumen penganggaran DIPA/POK/ROPAK/SOP serta pedoman teknis.
Pengawasan dilakukan oleh aparat pengawas fungsional. Disamping itu masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat juga berperan untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
x
x
dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jenis pelaporan
a. SIMONEV yang meliputi:
x Kemajuan pelaksanaan kegiatan sesuai indikator kinerja;
x Perkembangan kelompok sasaran dalam pengelolaan kegiatan lapangan berikut realisasi fisik dan keuangan;
x Permasalahan yang dihadapi dan upaya penyelesaian di tingkat Kabupaten dan Provinsi;
x Format laporan menggunakan format yang telah ditentukan;
b. Laporan perkembangan fisik yang sesuai tahapan pelaksanaan kegiatan dengan materi meliputi: nama petani/ kelompok tani, desa/kecamatan/ kabupaten, luas areal (target dan realisasi), waktu pelaksanaan,
perkembangan, kendala dan
permasalahan, upaya pemecahan masalah.
2. Waktu penyampaian laporan:
a. SIMONEV yang meliputi:
x Pelaporan dinas yang membidangi perkebunan kabupaten ditujukan kepada provinsi disampaikan paling lambat setiap tanggal 5 bulan laporan.
x Pelaporan dinas yang membidangi perkebunan provinsi ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan disampaikan paling lambat setiap tanggal 7 bulan laporan.
b. Laporan perkembangan fisik dibuat per-triwulan, ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, disampaikan paling lambat setiap tanggal 5 bulan laporan.
c. Laporan akhir ditujukan kepada Direktorat Tanaman Tahunan, Ditjen Perkebunan disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2013.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan Pengembangan Sagu Tahun anggaran 2013 dibiayai APBN melalui DIPA Direktorat Jenderal Perkebunan Pusat, Tugas Pembantuan (TP) Provinsi atau Kabupaten.
melalui mekanisme swakelola dan mekanisme kontraktual dengan prosedur pengadaan mengacu pada Pedoman Pengadaan dan Pengelolaan Barang Lingkup Satker Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 dan ketentuan yang berlaku.
VIII. PENUTUP
Pedoman teknis ini merupakan acuan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Pengembangan Sagu di Papua dan Papua Barat.
Dengan pedoman teknis ini diharapkan semua pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten dan lokasi dapat melaksanakan seluruh tahapan kegiatan secara baik dan benar menuju tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.
Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan
LAMPIRAN 1. Pengembangan Tanaman Sagu di Provinsi Papua dan Papua Barat
PENGEMBANGAN KOMODITAS PEMENUHAN KONSUMSI
Provinsi Kabupaten Volume Keterangan
DALAM NEGERI I. Pengembangan
Tanaman sagu 1,600 Ha
1.1 Perluasan Tanaman Sagu
1 PAPUA 100 Ha
lokasi di Kota Jayapura, Keerom&Asmat
2 PAPUA
BARAT 100 Ha
lokasi di Sorong, sorong Selatan, Tlk Bintuni
1.2 Penataan Tanaman Sagu
1 PAPUA 700 Ha
lokasi di Kota Jayapura, Keerom&Asmat
2 PAPUA
BARAT 700 Ha
lokasi di Sorong, sorong Selatan, Tlk Bintuni
1.3 Inisiasi
Pengolahan sagu 1 Unit
1 PAPUA Kota Jaya
1 PAPUA 1.00 Pkt pendampingan
prov/kab 2 PAPUA
BARAT 1.00 Pkt