Istilah HTN
• Doit Constitutionnel (Perancis), Constitutional Law
(Inggris), Staatsrecht dan juga staatslehre
(Belanda), verfassungsrecht (Jerman).
• Staatsrecht mengandung 2 pengertian. (1) dalam
arti sempit disebut HTN/verfassungsrecht; (2) HTN dalam arti luas mencakup HTN dalam arti sempit dan HAN/verwaltugsrecht.
• Djokosoetono menyukai penggunaan
verfassunglehre daripada verfassungsrecht.
Baginya istilah yang tepat untuk HTN adalah
verfassungslehre atau teori konsitusi.
• Verfassungslehre akan menjadi dasar untuk
Lanjutan….
•
Kenapa istilahnya HTN, bukan HTN
Indonesia (HTN Positif)? Sebab, HTN
positif
(verfassungsrecht)
hanya berkisar
kepada norma-norma hukum dasar yang
berlaku di satu negara. Sementara HTN
umum
(verfassungslehre)
mempelajari
juga fenomena HTN pada umumnya.
•
HTN dari kata “hukum”, “tata” dan
“negara”. Tata negara berarti sistem
penataan negara, yang berisi ketentuan
mengenai struktur kenegaraan dan
Pengertian HTN
• Van Vollenhoven – HTN mengatur semua
masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau
lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, menentukan badan-badan dalam lingungan masyarakat
hukum yang bersangkutan beserta fungsi masing-masing, serta menentukan pula susunan dan
kewenangan badan-badan dimaksud.
• Paul Scholten – HTN adalah hukum yang
mengatur mengenai tata organisasi negara. Ia hanya menekankan perbedaan antara organisasi negara dengan organisasi non-negara.
• J.H.A. Logeman – HTN adalah hukum yang
Lanjutan…
• Van Apeldoorn – HTN
(verfassungsrecht)
disebutstaatsrecht
dalam arti sempit. Sedangkandalam arti luas
staatsrecht
meliputi pula pengertian HAN.• Mac-Iver – HTN adalah hukum yang mengatur negara, sedangkan hukum yang oleh negara dipergunakan untuk mengatur sesuatu selain negara disebut sebagai hukum biasa
• A.V. Dicey – HTN mencakup peraturan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi dstribusi atau pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat dalam negara. • Maurice Duverger – HTN adalah salah satu
Lanjutan….
• Kusumadi Pudjosewojo – HTN adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan bentuk
pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan,
beserta tingkatan-tingkatannya yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan yang
memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu, beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan.
• Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim – HTN sebagai
kumpulan peraturan hukum yang mengatur
organisasi daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertika dan
Lanjutan…
•
Jimly Assiddiqie – Ilmu HTN dirumuskan
sebagai cabang ilmu hukum yang
mempelajari prinsip-prinsip dan
norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis
ataupun yang hidup dalam kenyataan
praktik kenegaraan berkenaan dengan (1)
konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif
suatu komunitas rakyat mengenai cita-cita
untuk hidup bersama dalam suatu negara;
(2) institusi-institusi kekuasaan negara
Kedudukan HTN dalam Ilmu
Hukum
1.
Dari isinya, Van Apeldoorn membagi
hukum menjadi dua golongan :
–
Hukum Publik – hukum yang mengatur
kepentingan-kepentingan hukum yang
bersifat umum/publik.
–
Hukum Privat – hukum yang mengatur
kepentingan hukum yang bersifat
khusus/privat.
2.
Kusumadi Pudjosewojo memasukkan
Lanjutan…
•
Van Wijk dan Crince Le Roy
berpedapat, HTN berkedudukan
sebagai bidang hukum pokok.
HUKUM TATA NEGARA
Hukum
Objek Kajian HTN
• Objek kajian HTN adalah negara
• Ilmu lain seperti ilmu politik (IP) , ilmu negara (IN),
hukum administrasi negara juga menjadikan negara sebagai objek kajian.
• Negara merupakan konstruksi ciptaan manusia
tentang hubungan antara manusia yang
diorganisasikan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan bersama.
• IP dan IN mengkaji negara sebagai
body politic.
• IP lebih melihat negara sebagai realitas politik
atau perilaku politik partisipannya.
• HTN mengkaji negara dari segi aspek hukum yang
membentuk dan yang dibentuk oleh organisasi negara atau norma yang tertuang dalam
Lingkup Kajian HTN
John Alder merumuskan 5 pusat perhatian HTN: • Siapa atau lembaga apakah yang menjalankan
berbagai fungsi kekuasan negara?
• Apa dan bagaimana hubungan antara masing-masing cabang kekuasaan itu satu sama lain? • Bagaimana para anggota atau pimpinan dari
cabang-cabang kekuasaan negara ditetapkan dan diberhentikan?
• Bagaimana cara pemerintahan dan jabatan kenegaraan yang ada dibatasi dan dikontrol? • Bagaimana prosedur membentuk dan
Metode Mempelajari HTN
Hubungan HTN dengan
Ilmu Lainnya
1. HTN dengan Ilmu Negara (IN)
• HTN memiliki nilai praktis (normatif wissenschaft),
sedangkan IN mementingkan nilai teoritis (seins wissenschaft) dan tidak mempunyai nilai praktis.
• Objeknya HTN berupa hukum positif negara tertentu,
sedangkan IN objeknya berupa asas-asas dan pengertian-pengertian pokok tentang negara. 2. HTN dengan HAN
• HTN mengatur negara dalam keadaan diam/tidak
bergerak, sedangkan HAN adalah hukum negara dalam keadaan bergerak.
• Inti persoalan yang dibahas terkait status dan aturan
(role), sedangkan HAN inti persoalannya adalah sikap tindak negara (role-playing)
3. HTN dengan Ilmu Politik
Barens mengumpamakan HTN sebagai kerangka manusia,
SUMBER
HUKUM
TATA
Istilah Sumber Hukum
•
“Sumber hukum” berbeda dengan
“dasar hukum”, “landasan hukum”,
atau “payung hukum”.
•
Sumber hukum dipahami sebagai
Defenisi Sumber Hukum
Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000
1.Sumber hukum adalah sumber yangdijadikan
bahan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan;
2.Terdiri dari Hukum tertulis dan tidak tertulis;
3.Sumber hukum dasar nasional, terdiri dari :
Macam-macam Sumber
Hukum
Menurut Utrecht :
1.Sumber Hukum Formil – tempat
formal dalam bentuk tertulis dari
mana suatu kaidah hukum diambil;
2.Sumber Hukum Materiil – tempat dari
mana norma itu berasal, baik yang
Bentuk Sumber Hukum
Formil
•
Produk Legislasi;
•
Perjanjian/Perikatan;
•
Putusan Pengadilan;
•
Bentuk-bentuk keputusan
Sumber Hukum Tata
Negara
Dalam bidang ilmu HTN, yang biasa
diakui sebagai sumber hukum adalah :
•
Undang-Undang Dasar dan peraturan
perundang-undangan tertulis.
•
Yurisprudensi.
•
Konvensi ketatanegaraan.
•
Hukum internasional tertentu.
•
Doktrin ilmu hukum tata negara
Tata Urutan Peraturan
Per-UU-an
•
TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 :
•
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945.
•
Ketetapan MPR.
•
Undang-undang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang.
•
Peraturan Pemerintah.
•
Keputusan Presiden.
•
Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti :
Lanjutan…
•
Pasal 2 TAP MPR No. III/MPR/2000
Tata urutan peraturan per-UU-an :
1.Undang-Undang Dasar 1945;
2.Ketetapan MPR RI;
3.Undang-Undang;
4.Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu);
Lanjutan…
•
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang no.
10 Tahun 2004
Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan adalah :
1.Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
3.Peraturan Pemerintah;
4.Peraturan Presiden;
Lanjutan…
•
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
12 tahun 2011
Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
1.Undang-Undang Dasar 1945;
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
4.Peraturan Pemerintah;
5.Peraturan Presiden;
6.Peraturan Daerah Provinsi; dan
SISTEM
Defenisi Bentuk Negara &
Pemerintahan
•
Bentuk negara berbeda dengan
bentuk pemerintahan.
•
Menurut Jimly;
bentuk negara
menyangkut cara pengorganisasian
badan-badan tertinggi dalam
organisasi negara, sedangkan
bentuk pemerintahan
menyangkut
pengorganisasian wilayah nasional
Bentuk Negara
1. Negara Kesatuan (unitarisme) atau eenheidstaat --- suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dimana di seluruh negara yang berkuasa
hanyalah satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh daerah, jadi tidak terdiri dari beberapa
daerah yang berstatus negara bagian (deelstaat).
Yang berdaulat adalah pemerintah pusat
2. Negara Serikat (federasi) atau bondstaat ---
merupakan dua atau lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus negara berjanji
untuk bersatu dalam suatu ikatan politik, ikatan mana akan mewakili mereka sebagai
Bentuk Pemerintahan
Menurut Hans Kelsen, yang diamini
Saldi Isra:
1. Monarkhi (kerajaan) – kriterianya
(Duguit)
Kepala negara atas dasar
keturunan atau hak waris.
Pengertian
Pemerintahan
•
Dalam arti luas pemerintahan berkaitan
dengan segala urusan yang dilakukan
oleh negara dalam menyelenggarakan
kesejahteraan, memelihara keamanan
dan meningkatkan derajat kehidupan
rakyat serta dalam menjamin
kepentingan negara itu sendiri. Dalam hal
ini pengertian tersebut mencakup fungsi
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
•
dalam arti sempit pemerintahan itu
Defenisi Sistem
Pemerintahan
- Menurut Harun Alrasyid -- Sistem
pemerintahan ialah sistem hukum
ketatanegaraan, baik yang berbentuk
monarkhi maupun republik, yaitu
mengenai hubungan antarpemerintah dan
badan yang mewakili rakyat.
- Menurut Mahfud -- sistem pemerintahan
dipahami sebagai suatu sistem hubungan
tata kerja antar lembaga-lembaga negara.
- Usep Ranawijaya -- sistem pemerintahan
Kategori Sistem
Pemerintahan
Menurut C.F. Strong :
1.Parlementer (Kabinet)
2.Non parlementer
Lanjutan...
•
Geovanni Sartori (Arent Lijphart, Jimly,
Sri Soematri) membagi sistem
pemerintahan menjadi 3 kategori :
1. Sistem parlementer
2. Sistem presidentil
3. Sistem campuran (
hybrid
atau
mixed
)
•
Aulia Rahmah menambah satu kategori
lagi, yaitu
colegial system
•
Denny Indrayana menambah dua
Lanjutan…
•
Saldi Isra – Sistem pemerintahan
yang lebih penting dibahas hanyalah
tiga yang pertama, sebab :
a. Secara umum tiga sistem itu yang
banyak dipraktikkan.
b. Dalam kontek ketatanegaraan
Sistem Parlementer
(Kabinet)
Wujudnya :
1.Lembaga eksekutif nasional terkait
erat dengan lembaga legislatif.
Sistem Presidentil
Wujudnya :
1.Masing-masing lembaga eksekutif dan
legislatif memperoleh mandat
kekuasaan dari rakyat secara
sendiri-sendiri.
2.Kedua-dua terbuka untuk dinilai oleh
rakyat pemberi mandat, dalam artian
kedua-duanya sama-sama
Sistem Campuran
Wujudnya :
Ciri-ciri dari kedua sistem tersebut
dianut, tetapi tidak sepenuhnya
Perbedaan Ketiga Sistem
Parlementer Presidentil Campuran
Dibedakan secara tegas antara fungsi Kepala Negara dan Kepala pemerintahan
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dipegang Presiden (tidak ada pemisahan yang tegas antara
Kepala Negara dengan Kepala Pemerintahan)
Kepala Negara
dipegang Presiden sedangkan fungsi Kepala Pemerintahan dipegang Perdana Menteri yang
bertanggung jawab kepada parlemen Kabinet dibentuk dan
bertanggung jawab kepada parlemen
Kabinet (Dewan
Menteri) dibentuk oleh Presiden dan
bertanggung jawab kepadanya.
Presiden mengangkat menteri dan Perdana Menteri (presidentil), pada saat bersamaan Perdana Menteri
diharuskan mendapatkan
Parlementer Presidentil Campuran
Kabinet dibentuk sebagai suatu kesatuan dan
bertanggung jawab secara kolektif
dibawah PM
Kabinet dibentuk dengan tanggung
jawab masing-masing kepada Presiden yang mengangkatnya,
tidak kepada Parlemen
Di Maroko, Dewan Menteri (Kabinet) bertanggung jawab kepada Presiden (melalui
pemberhentian) dan kepada DPR (prakarsa mosi tidak percaya). Di Aljazair, mirip dengan Indonesia
sebelum amandemen UUD 1945
Kabinet punya hak konstitusional
membubarkan
parlemen sebelum periode kerjanya berakhir
Kepala Negara maupun Kepala
Pemerintahan tidak mempunyai hak konstitusional membubarkan parlemen
Setiap anggota kabinet adalah anggota parlemen terpilih
Setiap anggota
kabinet diangkat dan diberhentikan
Parlementer Presidentil Campuran
Kepala Pemerintahan (Perdana Menderi) tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi angota parlemen
Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan biasanya dipilih
langsung oleh rakyat atau tdk langsung (seperti Presiden Indonesia sbelum amandemen UUD)
Di Perancis, Perdana Menteri diangkat atas dasar dukungan
mayoritas anggota parlemen oleh
Presiden. Pada
pokoknya ditentukan oleh parlemen )
Walaupun demikian Presiden dapat dengan mudah mengangkat dan mengganti
Perdana Menteri Negara yang
menerapkan sistem ini : Inggris.
Negara yang
menerapkan sistem ini : Amerika.
Di Perancis, India, Maroko, Aljazair disebut “hybrid
system”. Di Swiss dan Uruguay disebut
Perbedaan Utama
Parlementer & Presidentil
Komponen Parlement
er Presidentil
Terpisah tidaknya kekuasaan seremonial dan politik (fusion of ceremonial and
political powers)
terpisah tidak Terpisah tidaknya personalia legislatif dan
eksekutif (separation of legislative and executive personnels)
tidak terpisah Tinggi rendahnya corak kolektif dalam
sistem pertanggungjawabannya (lack of collective responsibility)
tinggi rendah Pasti tidaknya masa jabatan Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan (fixed term of office)
SISTEM
PEMERINTA
HAN
UUD 1945 Sebelum
Perubahan
•
Sistem Kuasi Presidensial
•
Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
•
Menteri-menteri diangkat, diberhentikan
dan bertanggung jawab kepada Presiden
(Pasal 17 UUD 1945).
•
Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR dan DPR tidak dapat menjatuhkan
Presiden.
Perubahan Praktik
Ketatanegaraan
•
Maklumat Wakil Presiden Nomor X
tanggal 16 Oktober 1945 -- penyerahan
kekuasaan legislatif kepada KNIP.
•
Maklumat Pemerintah tentang partai
politik tanggal 3 November 1945 –
menganjurkan berdirinya parpol.
•
Maklumat Pemerintah tentang kabinet
tanggal 14 November 1945 –
perubahan sistem kabinet Kuasi
KRIS 1949
•
Sistem parlementer – Pasal 118 KRIS
“di
dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara ini, Presiden tidak dapat
diganggu gugat, tetapi tanggung jawab
kebijaksanaan pemerintah adalah di
tangan Menteri-menteri, baik secara
bersama-sama untuk seluruhnya,
maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri”.
•
KRIS menganut sistem
pertanggungjawaban menteri, artinya
menterilah sebagai penyelenggara
UUDS 1950
• Sistem parlementer – Pasal 83 ayat (1) UUDS 1950
“Presiden dan Wakil Presiden dalam
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
diganggu gugat”.
Pasal 83 ayat (2)“Tetapi yang
harus bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah ialah
menteri-menteri baik itu secara bersama-sama untuk
seluruhnya, maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri”
• Dewan menteri dapat dijatuhkan oleh parlemen.
• Dewan menteri dapat mengajukan permohonan pembubaran parlemen kepada Presiden bila
UUD 1945 Sebelum
Perubahan
(Pasca Dekrit)
•
Kuasi Presidensial.
•
Setelah Dekrit, terbit TAP MPRS Nomor
VIII/MPR/1965 – pedoman demokrasi
terpimpin adalah musyawarah untuk
mufakat. Bila tidak tercapai, diserahkan
kepada pimpinan.
•
Pasca dekrit, parlemen berada di bawah
kekuasaan Presiden – Presiden
Lanjutan…
Orde Baru
•
Kuasi Presidensial
•
Demokrasi Pancasila – TAP MPRS
Nomor XXXVII/MPRS/1968 –
ketetapan tentang pedoman
pelaksanaan Demokrasi Pancasila –
berlaku bagi semua
UUD 1945 Sesudah
Perubahan
Sistem Pemerintahan yang dianut UUD 1945
setelah perubahan adalah Sistem Presidensial
dengan alasan :
– Pasal 4 UUD 1945, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
– Pasal 6 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
– Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
– Pasal 7C UUD 1945, Presiden tidak dapat
membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
– Pasal 17 UUD 1945, (1) Presiden dibantu oleh
SEJARAH
KETATANEGAR
AAN
Masa Peralihan-
Maklumat No. X
•
Berdasarkan pasal IV AP UUD 1945,
sebelum MPR, DPR dan DPA terbentuk
segala kekuasaannya dijalankan oleh
presiden
dan dibantu oleh sebuah Komite
Nasional.
•
Komite berkedudukan sebagai pembantu
presiden
•
Komite nasional dilantik tanggal 29 agustus
1945 dengan jumlah anggota sebanyak
135 orang (eks anggota PPKI sebagai
Lanjutan...
•
Kedudukan Komite Nasional Pusat (KNIP)
berubah dengan keluarnya Maklumat Nomor
X tanggal 16 Oktober 1945 yang
ditandatangani Wakil Presiden.
•
Komite tidak hanya sekedar membantu
tetapi diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan GBHN melalui maklumat
tersebut.
•
Maklumat tersebut juga menentukan bahwa
KNIP berhubung dengan gentingnya keadaan
mendelegasikan kewenangannya kepada
Maklumat Pemerintahan 14
November 1945
•
Tanggal 11 November 1945, BP KNIP
mengusulkan kepada presiden agar
menteri bertanggungjawab kepada
Parlemen.
•
Tanggal 14 November Kabinet Presidensiil
dibawah Soekarno meletakkan jabatan dan
diganti kabinet baru dibawah Perdana
Menteri Sutan syahrir. Berdasarkan
Maklumat pemerintah tanggal 14
november 45, menteri-menteri anggota
kabinet tidak lagi bertanggungjawab
kepada presiden.
•
Pusat kekuasaan eksekutif ada pada
Pemerintahan Darurat RI
•
PDRI
--
penyelenggara pemerintahan Republik
Indonesia periode 22 Des 1948 – 13 Juli 1949.
•
PDRI dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara
yang disebut juga dengan Kabinet Darurat.
•
Pemerintahan Darurat dibentuk melalui sebuah
rapat sejumlah pimpinan republik yang sedang
berada di Bukittinggi pada tanggal 22 Des
1948.
•
Mandat PDRI berasal dari Presiden Soekarno,
sekalipun Syafruddin tidak pernah
Dekrit 5 Juli 1959
Bunyi dekrit : (KEPPRES No. 150 Tahun 1950)
- Anjuran untuk kembali ke UUD tidak
memperoleh keputusan dari Konstituante.
- Pernyataan sebagian besar anggota
Konstituante yang tidak ingin mau lagi
menghadiri sidang.
- Dapat menimbulkan kondisi yang
membahayakan ketatanegaraan.
Tanggal 22 Juli 1959, DPR secara aklamasi
menyetujui seruan presiden untuk
Perdebatan
Konstitusionalitas Dekrit
1. Mohammad Hatta – Dekrit merupakan
tindakan inkonstitusional.
2. Djokosoetono – Dekrit sah berdasarkan
doktrin
staatsnoodrechts.
Namun, pada
saat itu tidak ada keadaan yang terkategori
staatsnoodrechts.
Sebab, yang terjadi
hanya penolakan Majelis Konstituante
terhadap usul pemerintah untuk kembali ke
UUD 1945.
3. Yusril Ihza Mahendra -- Dekrit sah karena
dipandang sebagai suatu revolusi hukum –
seabsahannya dicari secara
post pactum,
sejauh mana Presiden dapat
Pelaksanaan UUD 1945
(Orde Lama)
Demokrasi terpimpin berakibat terjadinya
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945
1. Penyimpangan ideologis, Pancasila menjadi Nasakom; TAP MPR No. VIII/MPRS/1965 mendefenisikan Demokrasi
Terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
yang berintikan Musyawarah untuk Mufakat secara gotong-royong antara semua kekuatan Nasional yang progresip revolusioner berporoskan Nasakom.
Inti demokrasi terpimpin adalah pengambilan keputusan oleh lembaga-lembaga negara dilakukan secara
musyawarah mufakat, bila tidak tercapai maka peluang bagi pemimpin untuk memutuskan sesuai dengan
Lanjutan...
2. Demokrasi terpimpin yg semula
bersumber dari sila ke-4 merubah menjadi
pemusatan kekuasan di tangan presiden.
a. Demokrasi terpimpin bukannya menjunjung tinggi nilai-nilai kedaulatan rakyat, melainkan menjunjung tinggi kekuasaan pemimpin
(Ni’matul Huda).
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara No. II/MPRS/1960 Presiden Soekarno diangkat menjadi Mandataris Majelis
Lanjutan...
3. Pengangkatan Soekarno sebagai presiden
seumur hidup.
Dikeluarkannya TAP MPR No. III/MPRS/1963
tentang Pengangkatan Pemimpin Besar
Revolusi Indonesia Bungkarno menjadi
Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.
4. Tahun 1960, DPR tidak menyetujui RAPBN
yang diajukan pemerintah, waktu itu
presiden membubarkan DPR hasil pemilu
1955 dan membentuk DPR GR.
Pelaksanaan UUD 1945
(Orde Baru)
•
TAP MPR No. XVIII/MPRS/1966 – menarik
kembali pengangkatan pemimpin besar
revolusi sebagai presiden seumur hidup.
•
Februari 1967, DPR GR mengeluarkan
resolusi meminta MPRS untuk melaksanakan
sidang istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden Soekarno.
•
Sidang Istimewa mengambil putusan :
- Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional.
- Mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat presiden berdasarkan TAP MPRS No.
Lanjutan...
• Berdasarkan UU no. 15/1969 Pemilu 1971 diikuti oleh 9 parpol dan Sekber Golkar.
• Berdasark UU No.16/1969 menetapkan 460 anggota DPR, 100 diantaranya diangkat dan 360 dipilih lewat pemilu.
• Jumlah anggota MPR sebanyak 920, sepertiga darinya diangkat.
• MPR hasil pemilu 1971 pada sidang umum 1973
menetapkan GBHN dan memilih presiden dan wakil presiden.
• Berdasarkan UU No. 2/1985, anggota DPR ditetapkan sebanyak 500, 400 dipilih dan 100 orang diangkat.
• Jumlah anggota MPR 1000 orang.
• Dikeluarkannya UU No. 3/85 yang mengatur tentang asas tunggal.
Lanjutan...
1. Awalnya disebut hendak
melaksanakan Pancasila dan UUD
secara murni dan konsekuen – dalam
arti menjalankan negara berdasarkan
konstitusi, demokrasi dan hukum.
2. Hegemoni tafsir UUD 1945 oleh
pemerintahan Orde Baru.
Lanjutan...
4. Sakralisasi UUD 1945 :
a. Tuduhan subversif bagi yang berupaya
menyentuhnya – dilegitimasi dgn TAP
MPR No I/MPR/1978 yang berisi tekad
MPR untuk mempertahankan UUD dan
tidak berkehendak merubahnya.
b. Jika MPR ingin merubah UUD, maka
terlebih dahulu harus melalui
Kelemahan UUD 1945
• Kekuasaan eksekutif terlalu besar (Executive heavy)
• Rumusan UUD sangat sederhana, umum, bahkan tidak jelas.
• Unsur-unsur konstitusionalisme tidak dielaborasi secara memadai.
• Terlalu menekankan pada semangat penyelenggara
negara.
• Memberikan atribusi kewenangan terlalu besar pada
presiden.
• Banyak materi penting justru di atur dalam penjelasan.
• Status dan materi penjelasan; sesuatu yang tidak ada dalam batang tubuh justru ada dalam
Pelaksanaan UUD 1945
(Reformasi)
1. Lahirnya TAP MPR No. VIII/MPR/1998 tentang
pencabutan TAP MPR No. IV/MPR/1983
tentang referendum.
2. Lahirnya TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang
pembatasan masa jabatan presiden dan
wakil presiden.
3. Dilakukannya perubahan UUD 1945
4. Kesepakatan Dasar dalam perubahan UUD :
a. Tidak mengubah pembukaan; b. Tetap mempertahankan NKRI;
c. Mempertegas sistem presidensial;
d. Penjelasan UUD ditiadakan da hal-hal normatif dimasukkan dalam pasal-pasal;
HUKUM TATA
NEGARA
Istilah
•
HTN darurat merupakan terjemahan dari
staatsnoodrecht.
•
Objek kajian HTN Darurat adalah “negara
dalam keadaan darurat” atau
state of
emergency. Atau state of siege
,
martial
law,
dll.
•
Semua istilah menunjuk pada pengertian,
keadaan bahaya yang tiba-tiba
mengancam ketertiban umum, yang
Pengertian
•
Keadaan darurat atau keadaan yang
dikecualikan dari keadaan yang bersifat
normal
(state
of
exception)
Arti Penting Studi HTN
Darurat
•
Menghindari agar negara terhindar
dari pelanggaran serius HAM, sebab
pelanggaran hak asasi manusia dapat
terjadi dengan diberlakukannya
keadaan darurat.
•
Sebagai
early warning system
untuk
mencegah terlanggarnya dan
Dasar Logis Pemberlakuan
Keadaan Bahaya atau
darurat
1. Adanya kebutuhan hukum yang
masuk akal.
2. Karena faktor bahaya yang
mengancam.
Dasar Hukum HTN Darurat
Indonesia
•
Pasal
12
UUD
1945
“Presiden
menyatakan keadaan bahaya.
Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan undang-undang.”
•
Pasal 22
“Dalam hal ihwal kegentingan
Kriteria Keadaan Darurat
Ada tiga kriteria keadaan bahaya yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Prp No. 23/1959 tentang Keadaan Bahaya, yaitu :
1.keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2.timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara dengan cara apapun juga;
Lanjutan…
Keadaan bahaya atau darurat dapat dipahami
dalam arti :
1. Sempit --- ancaman bahaya yang dimaksudkan itu ditujukan kepada keselamatan umum, integritas wilayah, atau ancaman terhadap kedaulatan negara.
2. Lebih luas – ancaman bahaya dapat tertuju kepada keselamatan jiwa, keselamatan harta benda, ataupun keselamatan lingkungan hidup, baik dalam lingkup nasional, regional, ataupun lokal tertentu.
Kategori Keadaan
Bahaya
Di Indonesia, keadaan darurat
dibedakan menurut kategori tingkatan
bahayanya, yaitu :
1.Keadaan darurat sipil;
Variasi Ancaman
Keadaan Bahaya
• Keadaan bahaya karena ancaman perang dari luar
negeri.
• Keadaan bahaya karena tentara nasional sedang
berperang di luar negeri.
• Keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di
dalam negeri atau ancaman pemberontakan bersenjata di dalam negeri.
• Keadaan bahaya karena kerusahan sosial yang
menimbulkan ketegangan sosial.
• Keadaan bahaya karena terjadinya becana alam.
• Keadaan bahaya karena tertib hukum dan administrasi
yang terganggu.
• Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara
tidak tersedia untuk tugas-tugas pemerintahan
• Keadaan-keadaan lain dimana fungsi-fungsi
Bentuk-bentuk Tindakan
Kekuasaan dalam Keadaan
Darurat
Menurut Vinkat Iyer, ada tujuh tindakan,
yaitu :
1. Pengalihan kekuasaan dari legislatif kepada eksekutif dan atau perluasan substansi kekuasaan eksekutif dibidang yang bersifat legislasi.
2. Perluasan kewenangan mengenai penangkapan dan penahanan dalam rangka penyelidikan atas tersangka.
Lanjutan…
4. Pembentukan dan penggunaan mekanisme peradilan khusus untuk menangani perkara-perkara yang bermotif politik.
5. Penggunaan jenis sanksi hukuman yang baru diciptakan yang sifatnya tergolong sangat keras dan kejam.
6. Pengenaan pembatasan dalam arti yang luas atas kebebasan sipil warga negara, dan penundaan berlakunya jaminan konstitusional atas HAM.
Sistem Norma Hukum
Norma hukum dalam keadaan darurat
diharapkan :
1)Dapat mengatasi keadaan tidak normal.
2)Bersifat sementara sampai keadaan
darurat berakhir.
3)Dituangkan
dalam
bentuk
hukum
Lanjutan…
•
Bentuk-bentuk
peraturan
yang
didapat
diberlakukan dalam keadaan darurat adalah :
(1) per-UU-an yang menjadi rujukan pemberlakukan keadaan darurat;
(2) Per-UU-an yang ditetapkan dalam masa keadaan darurat.
•
Per-UU-an
yang
dapat
ditetapkan
Presiden/Pemerintah bila DPR dan pengadilan
sama sekali tidak dapat berfungsi adalah :
1. Perpu 2. Perpres 3. Inpres
Lembaga Negara dalam
Keadaan Darurat
Dalam keadaan darurat, lembaga
penyelenggara
kekuasaan
negara
antara dua kemungkinan, yaitu :
1. Lembaga negara yang ada dilengkapi
kewenangan baru untuk bertindak dalam
keadaan darurat.
2. Dibentuk
lembaga
baru
untuk
Syarat Formil
Pemberlakuan Keadaan
Darurat
• Pernyataan atau deklarasi keadaan darurat yang
dituangkan dalam Keputusan Presiden.
• Pejabat yang berwenang untuk menetapkan
keadaan darurat hanyalah Presiden.
• Perpres dan Perpu disahkan dan diundangkan dalam
lembaran negara.
• Perpu hendaklah menentukan dengan jelas
ketentuan UU apa saja yang dikesampingkan dengan berlakunya Perpu.
• Perpres harus menentukan wilayah hukum
berlakunya dalam wilayah NKRI.
• Perpres dan Perpu harus menentukan dengan pasti
masa berlakunya keadaan darurat.
• Segera setelah diberlakukan, Perpu harus diajukan
HUKUM TATA
NEGARA
Tuntutan Reformasi
Antara lain :
1.Amendemen Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2.Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
3.Penegakan supremasi hukum,
penghormatan hak asasi manusia (HAM),
serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).
4.Desentralisasi dan hubungan yang adil
antara pu sat dan daerah (otonomi daerah).
5.Mewujudkan kebebasan pers.
UUD 1945 Sebelum
Amandemen
Terdiri dari :
•
Pembukaan
•
Batang Tubuh
- 16 bab
- 37 pasal
- 49 ayat
- 4 pasal Aturan Peralihan
- 2 ayat Aturan Tambahan
Latar Belakang
Amandemen
1. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR – tidak jelasnya sistem
checks and balances
2. kekuasaan yang sangat besar pada presiden.
3. Pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir – seperti Pasal 7 dan Pasal 28 UUD 1945
4. Terlalu banyak pendelegasian ke tingkat undang-undang.
5. Terlalu bergantung kepada semangat penyelenggara negara
(political goodwill), sementara :
- Tidak adanya checks and balances.
- Infrastruktur politik yang dibentuk tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
- Pelaksanaan Pemilu dikuasai oleh pemerintah.
- Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai
6. Kekosongan hukum – sistem ekonomi, perlindungan HAM,
pembatasan kekuasaan presiden, dan sistem pemilihan umum. 7. Penjelasan – (1) keberadaan penjelasan yang bukan produk
Alasan Lain Perubahan
UUD 1945
•
Teoritis
– sebuah konstitusi mesti demokratis –
konstitusi yang didalamnya berlaku kehendak
mayoritas. Unsurnya : pemisahan kekuasaan
dan perlindungan HAM.
•
Sejarah
– UUD 1945 disiapkan dalam waktu
singkat, dalam keadaan darurat – secara
historis konstitusi ini mengamanatkan
perubahan.
•
Praktis
– pada praktiknya Orba telah
mengubah UUD 1945, seperti : Tap MPR
tentang referendum, perluasan defenisi
Tujuan Amandemen
Menyempurnakan aturan dasar mengenai : 1.Tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional.
2. jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat. 3.jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. 4.pembagian kekuasaan yang lebih tegas.
5.jaminan konstitusional mewujudkan kesejahteraan sosial.
6.eksistensi negara demokrasi dan negara hukum. 7.Hal-hal lain sesuai dengan perkembangan
Dasar Yuridis
Amandemen
•
Pasal 3 UUD 1945.
•
Pasal 37 UUD 1945.
•
TAP MPR No. IX/MPR/1999 tentang
Penugasan BP MPR RI untuk Melanjutkan
Perubahan UUD 1945.
•
TAP MPR No. IX/MPR/2000 tentang
Penugasan BP MPR RI untuk
Mempersiapkan Rancangan Perubahan
UUD 1945.
•
TAP MPR RI No. XI/MPR/2001 tentang
Kesepakatan Dasar
Amandemen
Kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir,
yaitu :
1.tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
3.mempertegas sistem pemerintahan
presidensial;
4.Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat
hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal (batang tubuh);
Sidang MPR Terkait
Amandemen
•
Sidang Umum MPR 1999 tanggal
14-21 Okt 1999
•
Sidang Umum MPR 2000 tanggal 7 –
18 Agt 2000
•
Sidang Umum MPR 2001 tanggal 1 –
9 Nov 2001
•
Sidang Umum MPR 2002 tanggal 1 –
Hasil Perubahan
UUD 1945 hasil perubahan terdiri dari :
•
Pembukaan
•
Pasal-pasal
- 21 bab
- 73 pasal
- 170 ayat
Pokok Pikiran Baru UUD
Hasil Perubahan
•
Cita demokrasi dan nomokrasi.
•
Pemisahan kekuasaan dan prinsip
checks and balances.
HUKUM TATA
NEGARA
Sekedar Buah Renungan
Menyimak perdebatan tentang HAM yang
terjadi dalam sidang Konstituante pada tahun
1958 seperti dikutip Adnan Buyung Nasution,
bahwa dalam perdebatan itu Umar Bakry
(PERTI) mengutip Surat Al Israa’ ayat 70: “
Dan
sungguh kami telah memuliakan keturunan
Adam…dan Kami lebihkan mereka dari
kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”
.
Kemudian ia menyatakan kalau Tuhan saja
menghargai manusia, maka kita juga harus
menghormati manusia dengan mengakui
hak-hak dasarnya dan melindungi hak-hak-hak-hak itu
Apa itu HAM?
Secara etimologi, hak asasi manusia:
•
Hak : Haqq (Arab) artinya benar,
nyata, pasti dan wajib.
•
Asasi: Asasiy (Arab) Membangun,
mendirikan, meletakkan.
•
Hak asasi manusia = hak-hak
mendasar pada manusia
Lanjutan…
•
Hak yang dimiliki seseorang karena
sekedar orang itu manusia (maknanya
sangat luas dan mendalam). HAM melekat
pada diri manusia.
•
Berbicara HAM berarti kehidupan manusia.
•
HAM bukan pemberian masyarakat atau
kebaikan negara, melainkan karena
martabat manusia sebagai mahluk ciptaan
Allah.
•
HAM bersifat Universal (seluruh umat
manusia), Merata (setiap orang) dan tak
dapat dialihkan dan dihilangkan.
Lanjutan… (beberapa
pendekatan)
• Pendekatan Deskriptif – Hak-hak dasar, yang memberdayakan manusia untuk membentuk
kehidupan mereka sesuai dengan kemerdekaan, kesetaraan dan rasa hormat pada martabat
manusia.
• Pendekatan Hukum – Hak-hak sipil, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan kolektif yang tertuang dalam
berbagai instrumen HAM internasional dan regional serta dalam undang-undang dasar setiap negara.
• Pendekatan Filosofis -- Satu-satunya sistem nilai yang diakui secara universal dalam hukum
internasional saat ini dan terdiri dari elemen
liberalisme, demokrasi, partisipasi, keadilan sosial, berkuasanya hukum (rule of law) dan good
Lanjutan… (UU HAM)
•
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM mendefenisikan HAM
sebagai
hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi
Fokus HAM
•
Fokus HAM adalah tentang kehidupan
dan martabat manusia.
•
Martabat dilanggar ketika mereka
menjadi subjek penyiksaan, terpaksa
hidup dalam perbudakan dan
kemiskinan, minimnya akses
pendidikan, pelayanan kesehatan dan
keamanan sosial minimum.
•
Hak-hak yang menekankan bahwa
Subjek Hukum HAM
1.
Negara
merupakan subjek utama hukum
HAM–
Pemangku kewajiban
2.
Aktor Non-negara
–
Pemangku kewajiban ;
a. Karna perkembang institusi ekonomi internasional -- korporasi multinasional.
b. Perkembangan hukum humaniter --
Kelompok bersenjata .
c. Individu – tanggung jawab pidana.
3.
Antor Non-negara
–
Pemangku Hak
a. Individu
b. Kelompok lain – indigenous people,
Ketentuan UUD tentang
Pemangku Kewajiban
Hukum HAM
• Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (Pasal 28 I ayat (4).
• Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 28 J ayat (1).
• Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk pada pembatasan yang
ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai
Ketentuan HAM dalam
UUD
•
Terdapat 26 ketentuan tentang HAM
dalam UUD 1945
•
21 ayat mengatur tentang hak
•
Dua ayat mengatur tentang
kewajiban.
•
Dua ayat terkait pembatasan hak.
•
Satu ayat delegasi pengaturan lebih
Derogasi
•
Derogasi adalah “pengecualian”, yaitu
suatu mekanisme dimana suatu negara
menyimpangi tanggung jawabnya secara
hukum karena adanya situasi darurat.
•
Dengan memasukkan derogasi dalam
hukumnya, Negara menghindari
tanggung jawabnya secara hukum atas
pelanggaran hak asasi manusia tertentu.
•
Hak yang tidak dapat disimpangi atau
Kontroversi Pasal 28 I
ayat (1) UUD
• Pasal 28I ayat (1) ”.... dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
• Laporan yang dibuat Slobodan Lekic, wartawan Associated
Press, Ross Clarke menyatakan beberapa anggota MPR
mengaku bahwa mereka diintimidasi oleh beberapa orang jenderal garis keras untuk meloloskan aturan non-retroaktif.
• Pasal 15 Kovenan Hak Sipol
1.Tidak seorangpun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak
pidana karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bukan merupakan tindak pidana berdasarkan hukum nasional maupun
internasional pada saat tindakan tersebut dilakukan. Demikian pula tidak dapat dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku pada saat tindak pidana dilakukan. Apabila setelah
dilakukannya tindak pidana ketentuan hukum menentukan hukuman yang lebih ringan maka pelaku harus memperoleh keringanan
tersebut.
2.Tidak ada sesuatu pun dalam Pasal ini yang dapat merugikan
persidangan dan penghukuman terhadap setiap orang atas tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan, yang pada saat
Instrumen Pokok HAM
Nasional
•
UUD 1945;
•
Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
•
Undang-undang Nomor 26 Tahun
Konvensi Utama yang
Diratifikasi
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punisment (CAT) (Ratifikasi Konvensi Internasional Anti Penyiksaan);
3. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan
International Convention On The Elimination of All Forms Racial Discrimination (CERD) (Ratifikasi Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial);
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights
(Konvensi Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);
5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
International Covenant On Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik);
HUKUM TATA
NEGARA
Sejarah
•
Pada zaman Hindia Belanda, belum ada
status warga negara, tetapi kaulanegara
Belanda
(Nederlandsch Onderdaan) --
Status kaulanegara didasarkan atas
undang-undang tentang kedudukan kaula
tanggal 10 Februri 1910.
•
Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) yang
berlaku sejak 1 Januari 1920, rakyat
dibedakan atas 3 golongan :
- Eropa (europeanen)
- Timur Asing (Vreemde oosterlingen)
Lanjutan..
•
Secara umum golongan kaulanegara
Belanda dibagi dua :
1. Orang Belanda, yaitu orang eropa.
2. Bukan orang Belanda, yaitu Timur asing dan Buki putra.
•
Perbedaan golongan menjadi dasar
pembedaan perundang-undangan,
pemerintahan, peradilan, sistem hukum
dan sistem pemerintahan – dualisme
bahkan pluralistis.
•
Pembedaan golongan ini masih tetap ada
Orang Eropa
•
Semua orang Belanda
•
Seorang orang Eropa, tidak termasuk
belanda.
•
Semua orang jepang
•
Semua orang dari tempat lain yang hukum
kekeluargaan di negerinya sama dengan
asas-asas hukum yang ada di Belanda.
•
Anak sah atau diakui menurut UU dari
Bumi Putra
•
Semua orang rakyat Indonesia asli
dan tidak beralih masuk golongan
masyakarat lain.
•
Mereka yang mulanya golongan
Pembahasan BPUPKI
•
M. Yamin mengusulkan pengaturan
Penduduk dan Putera Negara –
kedudukan golongan peranakan Arab
dan China. (semuanya jd warga negara)
•
Soepomo mengusulkan warga negara
adalah orang yang mempunyai
kebangsaan Indonesia – bangsa
Indonesia
asli,
bangsa peranakan,
tionghoa, india, arab yang telah turun
temurun tinggal di indonesia dan
Kewarganegaraan dalam
KMB
•
Terdapar persetujuan dengan
pemerintah Belanda tentang status
warga negara.
- Bagi orang eropa diberi waktu dua tahun
(1949 – 1951) untuk menyatakan diri
sebagai warga negara indonesia (stelsel
aktif).
Konstitusi RIS dan UUD
•
Pasal 5 Konstitusi RIS (1)
kewarganegaraan RIS diatur oleh UU
Federal.
•
Pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan
oleh atau dengan kuasa Undang-undang
federal. UU federal mengatur
Lanjutan…
•
Dibawah UUDS ada kesepakatan antara
RI dan RRT mengenai kewarganegaraan
rangkap. Sebab, semua keturunan china
diakui sebagai warga negara RRT –
semua warga timur asing china memiliki
kewarganegaraan rangkap.
•
Perjanjian itu diratifikasi dengan UU No 2
tahun 1958 tentang persetujuan
perjanjian RI dan RRT.
•
Bagi yang berkewarganegaraan rangkap
UUD 1945
Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan
Pasal 26
(1)Yang menjadi
Warganegara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai Warganegara. (2)Syarat-syarat yang mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan Undangundang.
Pasal 26
(1)Yang menjadi warga negara ialah orang- orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2)Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. **)
HUKUM TATA
NEGARA
PEMDA DAN
OTONOMI
Sejarah Singkat Otonomi
Daerah
•
UU No. 1/1945 – pemerintah melaksanakan
politik desentralisasi dan memberikan hak
otonomi kepada daerah, dan juga
dekonsentrasi.
•
UU No. 22/1948 – memperbaiki
pemerintahan daerah sebelumnya dan
memberikan hak otonomi dan
medebewind
yang seluas-luasnya kepada pemda.
Hak
otonomi
: penyerahan penuh, baik asas
maupun cara menjalankan urusan yang
diserahkan.
Medebewind
: penyerahan
tidak penuh, hanya penyerahan cara
Lanjutan…
• UU No. 1/1957, pemerintahan daerah otonom, 3
tingkat pemerintahan, otonomi riil.
• Penpres No. 6/1959, kepala daerah merangkap ketua
DPRD, kedudukan kepala daerah sebagai wakil
pemerintah pusat, kepala daerah sebagai pegawai negara tidak bertanggung jawab kepada DPRD.
• UU No. 18/1965, mengganti Penpres No. 6/1959,
merangkum pokok pikiran cita desentralisasi dari peraturan sebelumnya.
• UU No. 5/1974, secara prinsip menerapkan asas
otonomi nyata dan bertanggungjawab,
operasionalnya desentralisasi menjadi dekonsentrasi. Kebijakan desentralisasi berbandul sentralisasi.
• UU No. 22/1999, daerah memiliki kebebasan untuk
berprakarsa mengatur daerahnya sendiri.
• UU No. 32/2004, revisi terhadap ketentuan dalam UU
PENGATURAN
•
Pasal 18 UUD 1945
•
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Kedudukan Daerah dalam
UUD 1945 Sebelum
Amandemen
•
Daerah administratif
•
Daerah otonom
POKOK PEMBAHASAN
UTAMA PERUBAHAN PASAL
18 UUD 1945
•
pembagian wilayah negara – terkait
dasar pembagiannya dan keberadaan
daerah khusus untuk masyarakat adat.
•
pemerintahan daerah – asas otonomi
dan tugas pembantuan, pemerintahan
daerah yang bersifat istimewa.
•
hubungan pusat dan daerah – hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum
dan pemanfaatan sumber daya manusia.
--Asas-asas Pemerintahan
Daerah
•
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945,
urusan
pemerintahan menurut
asas otonomi
dan
tugas pembantuan
.
•
Otonomi – hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundangundangan.
•
Tugas pembantuan – penugasan dari
Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada
Lanjutan…
Otonomi dilaksanakan secara nyata dan bertanggung jawab, yaitu :
•Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
•otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian
Pemerintahan Daerah yang
Bersifat Istimewa
Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 :
•
Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat
HUBUNGAN PUSAT DAN
DAERAH
Menurut Valina Singka Subekti ada empat
prinsip yang melatarbelakangi hubungan
pusat dan daerah :
– Mengacu kepada prinsip desentralisasi bahwa otonomi diberikan kepada daerah-daerah.
– Desentralisasi itu tetap di dalam kerangka negara kesatuan.
– Prinsip adanya pembagian kewenangan
antara pusat dengan daerah dan kerjasama antara pusat dengan daerah yang mengacu kepada prinsip keadilan dan keseimbangan. – Diperlukan aturan-aturan dasar yang tegas
Pembagian Urusan Antara
Pusat dan Daerah
•
Urusan yang sepenuhnya/tetap menjadi
urusan Pusat :
- Politik luar negeri
- Pertahanan
- Keamanan
- Moneter dan fiskal nasional.
- Yustisi
- Agama
•
Urusan yang bersifat
concurrent,
urusan
Kriteria Pembagian Urusan
Pemerintahan
1. eksternalitas --pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan
dampak/akibat yang ditimbulkan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. 2. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam
pembagian urusan pemerintahan dengan
pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. 3. Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam
pembagian urusan pemerintahan dengan
mempertimbangkan tersedianya sumber daya
Keserasian Hubungan
Keserasian hubungan pusat dan daerah,
yaitu :
pengelolaan bagian urusan pemerintah
yang dikerjakan oleh tingkat
pemerintahan yang berbeda, bersifat
saling berhubungan (inter-koneksi), saling
tergantung (inter-dependensi), dan saling
mendukung sebagai satu kesatuan sistem
dengan memperhatikan cakupan
MASYARAKAT ADAT
• Terbuka ruang untuk memiliki pemerintahan sendiri dalam UUD 1945 sebelum amandemen. • Pengakuan bersyarat dalam Pasal 18 B ayat (2)
UUD 1945.
• Tidak adanya pengakuan terhadap daerah
masyarakat adat – akibat terjadinya pergeseran maksud “daerah istimewa” dalam perubahan UUD 1945 – sehingga terjadi ketidakjelasan
daerah kedudukan
masyarakat adat dalam rezim pemerintahan daerah.• Pengakuan setengah hati terhadap masyarakat adat – keberadaannya diakui, namun