• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN HYBRID LEARNING PADA MATA PELAJARAN KIMIA SMA KELAS X DALAM MATERI HIDROKARBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN HYBRID LEARNING PADA MATA PELAJARAN KIMIA SMA KELAS X DALAM MATERI HIDROKARBON"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PELAJARAN KIMIA SMA KELAS X DALAM MATERI HIDROKARBON

Ivatul Laily Kurniawati*

Staf Pengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Darussalam Ambon

Diterima 1-07-2011; Terbit 30-11-2011

ABSTRACT

One of the topic in high school is a hydrocarbon. This topic contain of dense concept and requires a longer time to deliver the content in the classroom. It is necessary to develop a module that can

integrate models of learning with ICT-based instructional modul. It is believed to be used as an alternative to improve learning the outcomes, especially in the topic of hydrocarbon compounds. The development of module has aims to (1) develop the design of Hybrid Learning in the topic of hydrocarbon, (2) determine the feasibility of Hybrid Learning module, and (3) examine the effectiveness of the module use the results compared to conventional. The development is applying the develop model by Thiagarajan. This model of development that includes 4D stages: define, design, develop, and disseminate. This development was only reached the stage of. Effectiveness of Hybrid Learning module seen from the results limited trial. Keywords: modul, hybrid learning, hydrocarbon

Ilmu kimia mencakup pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum berdasarkan temuan saintis dan kerja ilmiah. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran kimia di SMA guru harus mengemas penyajian materi agar dapat membantu siswa memahami materi dengan baik. Hal ini didasarkan pada karakterisitik ilmu kimia itu sendiri, yaitu: (1) sebagian besar konsep-konsep kimia bersifat abstrak; (2) konsep-konsep kimia pada umumnya merupakan penyederhanaan dari keadaan sebenarnya; dan (3) konsep kimia bersifat berurutan dan berjenjang (Middlecamp dan Kean,1985). Sastrawijaya (1988) menambahkan karakteristik yang lain dari ilmu kimia yaitu kimi berkembang dengan cepat, jumlah yang dipelajari banyak, dan kimia tidak sekedar menghitung

Pembelajaran kimia di SMA salah satunya mencakup pembelajaran kimia organik. Salah satu materi kimia organik yang dipelajari di SMA kelas X adalah materi hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon sebagian besar merupakan konsep-konsep abstrak namun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari cukup banyak.

Hidrokarbon merupakan materi kimia yang karakteristiknya bersifat abstrak, seperti reaksi-reaksi yang terjadi pada alkana, alkena, dan alkuna, serta konsep-konsep mikroskopis lainnya yang tidak dapat diamati secara langsung sehingga banyak dari siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep-konsep tersebut. Kesulitan-kesulitan tersebut memungkinkan terjadinya kesalahan konsep pada siswa. Kesalahan konsep yang terjadi pada siswa antara lain: (1) siswa tidak memahami bahwa atom karbon (C) dapat mengikat empat atom yang berbeda; (2) siswa tidak memahami konsep isomer, terutama isomer geometris; (3) siswa tidak memahami bahwa alkena lebih reaktif dibanding alkana, berhubungan dengan adanya ikatan rangkap (Bryan, 2007).

Materi hidrokarbon juga merupakan materi yang padat, sehingga membutuhkan waktu yang lebih panjang dalam penyampaian materi di dalam kelas. Permasalahannya adalah materi tersebut merupakan materi yang penyampaiannya di akhir semester. Padahal pada waktu-waktu tersebut, waktu tatap muka di kelas banyak berkurang

(2)

akibat banyaknya kegiatan sekolah, seperti ujian nasional, libur nasional, dan lain-lain, sehingga pada akhirnya materi kurang tersampaikan secara maksimal oleh guru. Akibatnya materi yang disampaikan kurang maksimal, sebab guru berusaha untuk mengejar materi dalam waktu yang singkat tanpa mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa. Guru cenderung meminta siswa membaca materi tersebut secara mandiri tanpa adanya klarifikasi dari guru untuk memastikan siswa telah memahami materi, akibatnya siswa hanya dapat menghafal tanpa benar-benar memahami materi.

Penguasaan konsep yang kurang maksimal menyebabkan hasil belajar yang diperoleh siswa juga kurang maksimal. Dalam materi ini tidak hanya dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk memacu siswa menguasai konsep dalam materi yang begitu banyak, tapi juga dibutuhkan modul pembelajaran yang dapat membantu siswa menguasai konsep dalam materi tersebut. Guru harus dapat mengemas pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep dalam materi hidrokarbon dengan baik dan sekaligus memenuhi target kurikulum.

Melalui pendekatan konstruktivistik dalam KTSP siswa diharapkan mampu membangun pengetahuannya sendiri, sedangkan dari sisi guru (sebagai fasilitator) dituntut untuk dapat memberikan sumber belajar yang dapat digunakan oleh siswa secara efektif dan mudah untuk dimengerti. Salah satu manfaat dari modul pembelajaran dalam pembelajaran adalah untuk mengatasi keterbatasan frekuensi tatap muka antara guru dan siswa. Adanya modul pembelajaran dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Namun demikian penerapan pembelajaran ini tanpa adanya bimbingan dari guru akan memberikan hasil yang kurang maksimal.

Praktek nyata yang terjadi di dunia pendidikan yang masih berkembang hingga saat ini adalah pembelajaran yang konvensional terkesan masih tradisional. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang kurang memanfaatkan adanya kemajuan teknologi, dengan ditandai kurangnya penggunaan modul pembelajaran yang tepat, inovatif, dan mutakhir yang mendukung, disamping

penggunaan model pembelajaran yang memacu siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri.

Pada pembelajaran kimia organik di SMA, sebagian besar guru masih menggunakan strategi pembelajaran yang terkesan tradisional. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang kurang memanfaatkan adanya kemajuan teknologi, dengan ditandai kurangnya penggunaan modul pembelajaran yang tepat, inovatif, dan mutakhir yang mendukung, disamping penggunaan pendekatan pembelajaran yang memacu siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Guru kurang mengoptimalkan sumber belajar yang ada. Guru bahkan lebih banyak menganggap bahwa Kimia Organik di sekolah merupakan materi yang mudah, dan dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Dalam pembelajaran tersebut guru cenderung melewatkan bagian-bagian tertentu dan lebih terfokus pada bagian-bagian lain. Sebagai contoh, pada materi hidrokarbon di kelas X, guru biasanya melewatkan bagian sejarah perkembangan Kimia Organik, dan lebih fokus pada tatanama senyawa. Padahal dalam sejarah perkembangan kimia organik tersebut terdapat banyak konsep dasar mengenai Kimia Organik, seperti perbedaan kimia organik dan anorganik, penemuan urea, dan lain-lain yang akan memudahkan siswa dalam mempelajari materi selanjutnya.

Lagowski (1990 dalam Yanfeng, 2004) menyatakan bahwa retensi pengetahuan siswa kebanyakan adalah 10% dari yang mereka baca, 26% dari yang mereka dengar, 30% dari yang mereka lihat, 50% dari yang mereka lihat dan mereka dengar, 70% dari yang mereka katakan, 90% dari sesuatu yang mereka katakan ketika mereka mengerjakan tugas. Dengan demikian pembelajaran harus diubah dari tradisional menjadi modern. Salah satunya dengan mengaplikasikan Pembelajaran Hibrida atau Hybrid Learning.

Para ahli telah memberikan beberapa definisi pendekatan Hybrid Learning atau juga disebut Blended Learning, antara lain :

1. Suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mengkombinasikan antara instruktur dan pembelajaran elektronik yang fleksibel dan berkualitas sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi siswa (Hart, dkk., 2008).

(3)

menggabungkan pembelajaran di dalam kelas atau face-to-face learning dan pembelajaran secara online (Garrison dan Kanuka, 2004). 3. Pendekatan pembelajaran yang merupakan

kombinasi dari pendekatan-pendekatan instruksional (Driscoll, 2002 dalam William, dkk., 2008)

Pendekatan pembelajaran inovatif yang mengkombinasikan pembelajaran tatap muka (face-to-face) yang masih tradisional dengan pembelajaran yang memungkinkan antara guru dan siswa berada di tempat yang berbeda (Graham, 2005).Modul pembelajaran Hybrid Learning adalah suatu modul pembelajaran yang merupakan kombinasi antara instruktur dan pembelajaran elektronik yang fleksibel dan berkualitas sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi siswa (Hart, et al., 2008). Modul pembelajaran Hybrid Learning ini pada mulanya banyak digunakan untuk memberikan pelatihan pada pekerja di Amerika Serikat.

Alasan utama untuk mengadopsi pendekatan Hybrid Learning ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Keuntungan tambahan meningkatkan akses untuk belajar dan lebih besar efektivitas biaya (Graham, 2005). Kelebihan lain dari Hybrid Learning yaitu adanya waktu yang relatif lebih panjang untuk siswa dalam memahami materi yang dipelajari. Guru dituntut untuk menyampaikan materi yang begitu banyak dengan waktu yang singkat. Hybrid Learning ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi dimana guru dan siswa memiliki waktu yang lebih banyak untuk memahami materi pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya. Penggunaan pembelajaran online dengan menggunakan pendekatan Hybrid Learning dapat membantu untuk fokus pada individu dan interaksi dengan teknologi pembelajaran menggunakan internet. Ada beberapa keuntungan dari penggunaan pembelajaran Hybrid Learning dalam berbagai bentuk:

1. Pembelajaran sesuai dengan target, lebih fokus, dapat menyampaikan dalam jumlah besar hanya dalam beberapa waktu.

2. Guru dapat menggunakan variasi antara pembelajaran online dengan pembelajaran dengan tatap muka yang dilakukan di dalam kelas, yang memungkinkan tercapainya pembelajaran yang lebih efektif.

3. Guru dapat mengembangkan pembelajaran dan interaksi secara mandiri dengan siswa secara online, yang tidak dapat dilakukan dalam pembelajaran tradisional (Hart,dkk., 2008).

Adams, dkk. (1998) dalam penelitiaannya menggunakan Hybrid Learning dalam pembelajaran Kimia Biologi, menyatakan bahwa dua pertiga kelas menyatakan bahwa Hybrid Learning lebih baik daripada kuliah. Jones dan Smith (dalam Littlejohn dan Pegler, 2007) mengembangkan pembelajaran untuk membantu mahasiswa dalam materi kesetimbangan kimia. Tsoi dan Ngoh (2008) melaporkan hasil penelitiannya menggunakan pembelajaran Hybrid Learning dalam materi konsep mol, hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai pre-test dan post-test mahasiswa

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, peneliti meyakini perlunya pengembangan modul pembelajaran Hybrid Learning pada pembelajaran kimia di SMA sebagai alternatif untuk memperbaiki hasil belajar kimia. Kabupaten Malang dijadikan sebagai pilihan karena peneliti melihat di Kabupaten Malang pembelajaran Hybrid Learning merupakan pembelajaran yang baru di lingkungan guru-guru kimia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan, mengetahui kelayakan, dan efektivitas penggunaan modul hasil

pengembangan dibandingkan dengan

pembelajaran tanpa menggunakan modul pembelajaran Hybrid Learning.

Model Pengembangan

Model pengembangan yang digunakan dalam pengembangan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning pada materi hidrokarbon adalah model pengembangan 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974). Alasan pemilihan model ini karena : (a) model ini disusun secara terprogram dengan urut-urutan kegiatan yang sistematis dalam upaya pemecahan masalah belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa; (b) model ini khusus digunakan pada pengembangan modul pembelajaran bukan pada rancangan pembelajarannya. Penggunaan model 4D ini sesuai dengan modul yang akan dikembangkan karena model pengembangan ini mudah digunakan dan sudah banyak digunakan dalam pengembangan modul.

(4)

Tabel 1 Hasil Uji Kelayakan Media Hybrid Learning tahap, yaitu define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebaran). Namun dalam penelitian ini tahap pengembangan akan disesuaikan dengan fokus penelitian. Selain itu, karena hasil pengembangan modul ini nantinya tidak disebarkan pada sekolah lain maka pengembangan hanya dilakukan hingga tahap ketiga, yaitu tahap pengembangan.

Tahap awal adalah pendefinisian, tujuannya adalah untuk menetapkan tujuan dan mendefinisikan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Setelah syarat-syarat tersebut ditentukan dan didefinisikan kemudian dilanjutkan pada tahap selanjutnya, yaitu perancangan modul. Desain awal modul kemudian divaliditas oleh dosen pembimbing, lalu direvisi. Hasil revisi modul tersebut kemudian dikembangkan untuk menjadi modul pembelajaran. Hasil dari tahap pengembangan tersebut diuji coba di lapangan untuk mendapatkan produk berupa modul pembelajaran.

Hasil Pengembangan

Produk yang dihasilkan berupa modul pembelajaran kimia pada materi hidrokarbon. Modul ini merupakan pendefinisian dari salah satu materi kimia di SMA kelas X, yaitu hidrokarbon, yang mencakup materi kekhasan atom karbon, alkana, serta alkena dan alkuna.

Pada modul pembelajaran kimia Hybrid Learning ini, materi disajikan dengan kemasan yang berbeda. Materi tidak berisi kalimat-kalimat

panjang yang menjemukan, tetapi berupa kalimat-kalimat yang singkat dan jelas. Materi diawali dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dari fakta tersebut siswa dibimbing untuk memikirkan penyebab adanya fenomena tersebut dan kaitannya dengan materi yang dipelajari. Agar belajar siswa lebih terarah,

diberikan pula pertanyaan-pertanyaan mendasar yang membantu siswa membangun

pengetahuannya dan menemukan konsep yang diinginkan. Tampilan modul dapat dilihat pada Gambar 2.

Setelah produk pengembangan materi hidrokarbon dirancang, kemudian divalidasi (dinilai kelayakannya) oleh para ahli, yaitu dosen dan guru. Kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan modul pembelajaran kimia ini disesuaikan dengan kriteria standar penilaian bahan ajar dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang secara garis besar meliputi tiga komponen, yaitu penilaian komponen isi, komponen kebahasaan, , dan komponen penyajian. Berdasarkan hasil validasi, modul pembelajaran mendapat kriteria “valid”. Dengan demikian modul pembelajaran ini layak digunakan dalam pembelajaran.

Setelah divalidasi oleh para ahli, modul kemudian diuji cobakan pada siswa. Uji coba pertama merupakan uji coba perorangan dengan tiga orang siswa sebagai penilai. Berdasarkan hasil uji coba perorangan diperoleh bahwa modul pembelajaran mendapat kriteria “valid”, sehingga menurut ketiga siswa tersebut modul pembelajaran layak digunakan dalam pembelajaran.

Tingkat kelayakan desain dan isi modul pembelajaran kimia Hybrid Learning pada materi pokok hidrokarbon dinilai berdasarkan tiga komponen, yaitu komponen isi, kebahasaan, dan penyajian. Hasil ujicoba kelayakan secara ringkas disajikan pada Tabel 1.

Komponen isi menilai kelayakan modul dari segi materi, yaitu: a) cakupan materi; b) akurasi

materi; c) kemutakhiran; d) kandungan wawasan produktivitas; e) merangsang keingintahuan (curiosity); f) mengembangkan kecakapan hidup; dan g) mengembangkan wawasan ke-Indonesiaan dan kontekstual. Komponen kebahasaan

mencakup menilai kelayakan dari segi bahasa yang digunakan, antara lain: a) kesesuaian

(5)

dengan siswa; b) komunikatif; c) dialogis dan interaktif; d) lugas; e) koherensi dan keruntutan alur berpikir; f) kesesuaian dengan Bahasa Indonesia yang benar; dan g) penggunaan istilah simbol dan lambang. Dan pada komponen

penyajian menilai kelayakan modul dari segi desain dan tampilan modul pembelajaran, diantaranya teknik penyajian dan penyajian pembelajaran.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa modul layak digunakan dalam

pembelajaran, sebab persentase kelayakannya mendekati 90%.

Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Kimia Hybrid Learning pada Materi Pokok Hidrokarbon

1. Hasil Belajar Siswa

Efektivitas penggunaan modul hasil pengembangan dapat dilihat rata-rata nilai hasil belajar siswa setelah mengalami pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa sebelum mengalami pembelajaran dengan menggunakan modul Hybrid Learning. Dari hasil uji t-dua ujung untuk melihat perbedaan nilai rata-rata siswa diperoleh data bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata nilai hasil belajar antara siswa yang mengalami pembelajaran

dengan menggunakan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning dengan nilai hasil belajar yang diperoleh sebelum siswa mengalami pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning.

Rata-rata nilai hasil belajar siswa yang mengalami pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning adalah 83,5 sedangkan siswa yang tidak mengalami pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran Hybrid Learning adalah 70,0. Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata nilai hasil belajar siswa setelah

mengalami pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang diperoleh siswa sebelum mengalami pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning.

2. Kelebihan dan Kekurangan Modul

Revisi II Analisis

Produk Kelayakan Modul Uji Coba Lapangan

(6)

Pembelajaran Kimia Hybrid Learning

Hasil belajar siswa pada uji coba penggunaan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning

menunjukkan hasil yang positif. Dengan demikian modul pembelajran tersebut efektif digunakan dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan modul ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

a) Modul disusun dengan alur atau urutan konsep yang terstruktur, sehingga memudahkan siswa untuk belajar.

b) Adanya ilustrasi yang berkaitan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari membantu siswa untuk lebih memahami kimia dan manfaatnya dalam kehidupan. Ini berbeda dengan buku teks yang biasa digunakan oleh siswa. Pada buku tersebut kurang diberikan ilustrasi yang berkaitan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

c) Siswa memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri dan menemukan konsep-konsep yang dibutuhkan untuk memenuhi kompetensi dalam materi hidrokarbon melalui pertanyaan-pertanyaan umum yang diberikan pada awal materi. Pada buku teks, materi disajikan dalam bentuk informasi, sehingga siswa hanya bisa membaca dan menghafal informasi tersebut.

d) Modul disusun dengan kalimat yang ringkas dan singkat. Pada buku teks, materi disajikan dalam bentuk teks yang cenderung

membosankan.

e) Tampilan modul yang menarik. Hal ini berbeda dengan buku teks yang hanya menyajikan teks dan informasi, sehingga tampilan kurang menarik.

f) Modul pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk belajar di luar kelas, tetapi tetap dalam pengawasan guru. Komunikasi antara siswa dan guru tetap terjalin meskipun siswa dan guru tidak berada dalam satu ruang.

g) Penggunaan modul pembelajaran ini dapat meringkas waktu pembelajaran yang panjang, sehingga guru tetap dapat memenuhi target kurikulum dan siswa tetap dapat menguasai konsep dengan baik.

Hasil observasi selama uji coba juga menunjukkan adanya kekurangan dalam penggunaan modul pembelajaran kimia Hybrid Learning, yaitu :

a) Modul ini memanfaatkan teknologi internet, sehingga sulit digunakan di daerah yang belum terjangkau internet, sedangkan di daerah yang telah terjangkau teknologi ini pun tidak selalu

mudah mengakses website, sebab ada kemungkinan overload pada jaringan internet. b) Membutuhkan biaya yang besar untuk dapat

mengakses internet.

c) Modul ini mengharuskan guru mampu menguasai kemampuan dasar ICT. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1. Produk yang dihasilkan berupa modul

pembelajaran kimia pada materi hidrokarbon. 2. Tingkat Kelayakan Modul Hybrid Learning

dinilai dari tingkat kelayakan desain dan isi modul Hybrid Learning pada materi pokok hidrokarbon dan tingkat keterbacaan modul Hybrid Learning pada materi pokok hidrokarbon, masing-masing dinilai layak. 3. Efektivitas penggunaan modul Hybrid Learning

pada materi pokok hidrokarbon ditinjau dari aktivitas siswa, persepsi siswa, dan hasil belajar siswa.

Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan

berdasarkan pengembangan modul pembelajaran adalah :

1. Modul pembelajaran hasil pengembangan ini telah diuji kelayakan dan keefektivannya, sehingga modul dapat dimanfaatkan oleh guru kimia.

2. Guru kimia yang akan menggunakan modul pembelajaran ini diharapkan telah menguasai penggunaan teknologi ICT, diantaranya kemampuan dasar dalam mengoperasikan program dalam komputer dan internet.

3. Modul pembelajaran yang dikembangkan baru melalui beberapa tahap evaluasi, sehingga disarankan pada peneliti selanjutnya yang akan mengimplementasikan modul pembelajaran ini untuk melakukan evaluasi lebih lanjut agar modul pembelajaran kimia Hybrid Learning pada materi hidokarbon ini benar-benar teruji. DAFTAR PUSTAKA

Adams K., Ginns, B. & Roddick D. 1998. Independent Learning in an Introductory Module in Biological Chemistry: Use of Questions MarkTMSoftware to Provide an Assesment Tool and Tutorial Support. Chemical education Research and Practice, (online), Vol 2, 40-44. (www.rsc.org/cerp,

(7)

diakses Oktober 2010)

Ardhana, W. 2004. Pembelajaran Kontekstual. Model Pembelajaran Kostruktivistik dalam Pengajaran Sains/Kimia. Malang : FMIPA UM. Arsyad, A. 2002. Modul Pembelajaran. Jakarta :

Raja Grafindo Persada.

Bryan, L.C.H. 2000. Identifying Students

Misconceptions in Organic Chemistry. (online, www.sci352.com/pdf, diakses Januari 2011). BSNP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran

(KTSP) SMA. Jakarta: tanpa penerbit. Criticos, C. 1996. International Encyclopedia of

Education Technology. New York: Elsevier Science, Inc.

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dikti.

De Leng, B.A., Dolmans, D.H.J.M., Jöbsis, R., Muijtjens, A.M.M. & Van Der Vleuten, C.P.M. 2009. Exploration of an E-Learning Model to Foster Critical Thinking on Basic Science Concept During Work Placements. Computers and Education, an Introduction Journal,

(online), Vol 53,pg 1-13.

(www.elsevier.com/locate/compedu, diakses Mei 2009).

Garnham, C. & Kaleta, R. 2002. Introduction to Hybrid Learning. Teaching with Technology Today,(online), Vol.8, No. 6, March 2002. (www.uwm.edu/Dept/LTC/fac-dev.html, diakses Desember 2009).

Graham, C.R. 2005. Blended Learning Systems: Definition, Current Trend, and Future Directions. Handbook of Blended Learning: Global Perpectives, Local Designs. San Fransisco: Pfeiffer Publishing.

Garrison, R.D. & Kanuka, H. 2004. Blended Learning: Uncovering Its Transformative Potential in Higher Education. The Internet and Higher Education, (online), Volume 7, Issue 2, 2ndQuarter, pages

95-105.(www.oppapers.com/essay/html, diakses Mei 2009).

Hart, D., Hugh, J., Lerner, D., Lewis, R., Ward, I., While, A., Wilson, R. & Walker, L. 2008. An Interdisciplinery Aroch to Enhancing Sustainable Development Teacher in The Higher Education Built Environment Curriculum: Learning from a Curriculum Development Project at the University of Sheffield. Reflecting Education, (online), Volume 5, No.1,

2009.(www.reflectingeducation.net, diakses Oktober 2010).

Littlejohn, A & Pegler, C. 2007. Preparing for Blended Learning. London: Routledge. Middlecamp, C. & Kean, E. 1985. Paduan Belajar

Kimia Dasar. Jakarta: Gramodul. Nurhadi, Yasin, B. & Senduk, A.G. 2004.

Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM press.

Sastrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Thiagarajan, S., Semmel, D.S., & Semmel, M.I.

1974. Instructional Development for Training Teaches of Exceptional Children: A

Sourcebook. Bloomington: Central for Innovation on Teaching and Handicapted. Tsoi, M.F. & Goh, N.K. 2008. Addressing Cognitive

Processes in Learning.TSOI Hybrid Learning Model. US-China Education Review, (online), Vol.5, No.7, Juli

2008.(www.teacher.org.cn/doc/ucedu/, diakses Mei 2009).

Utomo, I. 2011. Modul Belajar Online. (online, www.belajaronline.com, diakses Januari 2011).

William, N. A., Bland, W., & Christie, G. 2008. Improving Student Achievement and

Satisfaction by Adopting a Blended Learning Approach to Inorganic Chemistry. Chemical education Research and Practice, (online), Vol 9, 43-50. (www.rsc.org/cerp, diakses Oktober 2010).

Yanfeng, D. 2004. Using New Teaching Strategies to Improve Teaching and Learning in Organic Chemistry. The China Papers. (online),

(8)

November 2004, 6-9.

(http://www.science.universe.ed.au/pubs/chin a/vol1/yu.pdf, diakses Desember 2010) Yang, J.C. & Lin,Y.L. 2010. Development and

Evaluation of an Interactive Mobile Learning

Environment with Shared Display Groupware. Education Technology and Society, (online), Vol. 13, (1), 195-207.

Gambar

Tabel 1 Hasil Uji Kelayakan Media  Hybrid Learning tahap,  yaitu  define  (pendefinisian),  design (perancangan),  develop  (pengembangan),  dan disseminate (penyebaran)

Referensi

Dokumen terkait

Jenis kerusakan bisa lebih dari satu jika ditemukan beberapa kerusakan di dalam barang tersebut maka klik tombol Tambah pada form transaksi konfirmasi, secara

Pendekatan Komunikasi Interpersonal Pengasuh Dalam Memberikan Pelayanan Bagi Lansia Di Panti Jompo (Studi di UPTD Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang, Lamglumpang

jumlah Pokok Obligasi dan/atau Sukuk Mudharabah akan dibayarkan oleh KSEI selaku Agen Pembayaran atas nama Perseroan kepada Pemegang Obligasi dan/atau Sukuk Mudhar abah

Ha : Pelatihan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap produktivitas karyawan melalui kinerja kerja di PT Sadikun Niagamas Raya Cabang

Distillation - Water is heated, so that its component evaporates as a vapours and then condensed to obtain pure water (distilled water) without any soluble mineral

1) Kriteria dan tata cara evaluasi harus ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan dan dijelaskan pada waktu pemberian penjelasan. Perubahan kriteria dan tata cara evaluasi

Pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus dengan menggunakan analisis biaya diferensial didasarkan pada pertimbangan laba diferensial apabila