• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di 3 (tiga) pulau, 4 (empat) provinsi dan 15 (lima belas) kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 (sembilan puluh dua) pulau dan termasuk

pulau-pulau kecil1

Perbatasan Indonesia dapat dilihat dari sebelah utara Indonesia berbatasan dengan Malaysia yang berupa daratan di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Barat dan Timur. Selain batas darat, juga berbatasan laut dengan negara Singapura, Malaysia, Filipina. Sebelah timur, berbatasan darat dan laut

.

1Ludiro Madu, dkk. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm 67.

(2)

dengan Papua Nugini di Pulau Irian Jaya. Sebelah selatan berbatasan darat dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur dan berbatasan laut dengan Australia di Samudra Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia.

Indonesia juga disebut sebagai negara kepualauan (archipelago state) yang dinyatakan dalam Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang berbunyi:

“Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas landas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut akan diatur selekas-lekasnya dengan Undang-undang.”

Deklarasi Djuanda tersebut memberikan landasan politis dan hukum yang kuat bagi Indonesia yang saat itu sedang menghadapi tantangan yang sedemikian hebat dalam memperjuangkan teritorialnya di forum Internasional. Menurut Moh. Mahfud MD, deklarasi tersebut menegaskan tiga hal penting. Pertama, sebagai sikap resmi Indonesia yang ketika itu menghadapi kesulitan mempersatukan Irian Jaya karena laut-laut di sekitarnya banyak dianggap sebagai perairan internasional yang bebas dimanfaatkan oleh siapa pun. Kedua, menegaskan bahwa bumi, air,

(3)

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta ruang udara diatasnya harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Ketiga, pernyataan tentang bentuk nyata Indonesia yang menjadi landasan wawasan nusantara dalam pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan Indonesia sebagai kesatuan politik, sosial,

ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan2

Dalam konsepsi Hukum Internasional, perbatasan darat Indonesia pasca kemerdekaan tahun 1945 adalah mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Belanda sebagai negara pertama yang berkuasa di nusantara

.

3

. Pemerintah Hindia Belanda menetapkan batas dengan Inggris untuk segmen batas darat di Kalimantan dan Papua. Sedangkan Hindia Belanda menetapkan batas darat dengan Portugis di Pulau Timor. Hal ini di dasarkan pada prinsip Uti Possidetis Juris dalam Hukum

Internasional (suatu negara mewarisi wilayah penjajahnya)4

2 Moh. Mahfud MD. 2009. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali

Pers. Hlm. 217.

3 Status Belanda yang digantikan oleh Indonesia tersebut di dalam Konvensi Wina tentang Suksesi Negara terhadap Perjanjian disebut Predescessor State. Sementara Indonesia sebagai negara yang menggantikannya disebut Successor State. Lihat Article 2 poin (a) dan (b) Vienna

Convention on Succession of States in respect of Treaties.

4 Saru Arifin. 2014. Hukum Perbatasan Darat Negara. Semarang: Sinar Grafika. Hlm. 65. , maka Indonesia dengan negara tetangga hanya perlu menegaskan kembali atau merekonstruksi batas yang telah ditetapkan tersebut. Penegasan kembali atau demarkasi tidaklah semudah yang diperkirakan. Permasalahan yang sering terjadi di dalam proses demarkasi batas darat adalah munculnya perbedaan interpretasi terhadap treaty atau perjanjian yang telah disepakati Hindia Belanda. Selain itu, fitur-fitur alam yang sering digunakan di dalam menetapkan batas darat tentunya dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu. Lebih lanjut lagi tidak menutup kemungkinan,

(4)

sosial budaya dan adat daerah setempat juga telah berubah, mengingat rentang waktu yang panjang semenjak batas darat ditetapkan pihak kolonial dulu.

Bagian yang terpenting dari wilayah suatu negara adalah daratannya yang memiliki perbatasan-perbatasan. Garis perbatasan wilayah suatu negara adalah garis imajiner di permukaan bumi (imaginary line on the surface of the earth), yang memisahkan wilayah suatu negara dengan negara lainnya atau dengan laut bebas. Garis perbatasan itu biasanya diberikan tanda-tanda perbatasan yang terdiri dari tanda-tanda alami dan tanda-tanda buatan, yang satu sama lainnya dapat dibedakan. Tanda-tanda alami dapat terdiri dari perairan, bukit atau pegunungan, gurun, hutan dan lainnya. Tanda-tanda buatan adalah tanda-tanda yang memang dibuat untuk tujuan sebagai tanda bagi garis imajiner tersebut. Hal ini dapat terdiri

dari pos-pos perbatasan, batu, tembok, pasak, jalan, terusan dan sebagainya5

Pengakuan internasional terhadap suatu negara didasarkan pada terpenuhi tidaknya syarat-syarat berdirinya suatu negara, yang antara lain adalah menyangkut wilayah negara, terutama dalam konteks daratan (land territory), dan

. Penetapan dan penegasan batas wilayah suatu negara dianggap sangat penting dan mendesak, hal tersebut berdasarkan fakta bahwa semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan yang memerlukan ruang baru bagi kebutuhan kegiatan suatu negara. Kebutuhan akan ruang ini akan berpengaruh terhadap hilang atau berubahnya batas wilayah suatu negara. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin akan muncul sengketa dan saling klaim terhadap wilayah suatu negara oleh negara lain.

(5)

karenanya tidak ada negara yang diakui tanpa wilayah negara. Dengan demikian, maka suatu negara selalu memiliki wilayah dengan batas-batas tertentu yang diakui secara Internasional, walaupun batas-batas tersebut masih belum ditentukan atau diperselisihkan.

Masalah perbatasan wilayah Indonesia bukan lagi menjadi hal baru saat ini. Sejak Indonesia menjadi negara yang berdaulat, perbatasan sudah menjadi masalah yang bahkan belum menemukan titik terang sampai saat ini. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.

Permasalahan utama yang masih terus dialami hingga saat ini oleh daerah di perbatasan Malaysia dan Indonesia tepatnya berada di daerah Kalimantan Timur, antara lain: keterisolasian wilayah, infrastuktur dasar, kesejahteraan ekonomi masyarakat. Daerah perbatasan Indonesia umumnya merupakan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dengan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang spesifik. Daerah perbatasan yang sangat terpencil dan sulit terjangkau serta aksesibilitas perhubungan yang belum memadai, menyebabkan keterisolasian wilayah. Pada sebagian besar kawasan perbatasan masih sulit dijumpai akses transportasi, walaupun ada biaya yang dibutuhkan masih sangat mahal. Namun daerah perbatasan Indonesia yang terisolasi tersebut seperti yang ada di Kabupaten Nunukan seperti Pulau Krayan dan Pulau Sebatik secara geografis memiliki akses ke wilayah kedaulatan Malaysia yang lebih mudah terjangkau. Kondisi seperti ini tentu menimbulkan masalah di mana

(6)

masyarakat Indonesia yang berada di titik perbatasan tersebut memiliki kecenderungan untuk menikmatikan akses pelayanan sosial ekonomi di wilayah

perbatasan negara tetangga Malaysia yang lebih mudah diakses6

Akan tetapi, Indonesia dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo mengupayakan agar kawasan perbatasan sebagai gerbang terdepan untuk pembangunan Indonesia tidak lagi sebagai halaman belakang suatu negara dan mengutamakan negosiasi dalam perselisihan yang terjadi diantara kedua negara. Dengan wacana inilah masyarakat Indonesia yang berada di kawasan perbatasan kembali giat dan percaya pada Pemerintah Indonesia untuk membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan dengan memiliki prinsip semangat good

neighboorhood policy yang artinya semangat kebijakan negara bertetangga yang

baik dalam menyelesaikan masalah perbatasan wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia mengedepankan jalan damai misalnya dengan melakukan

.

Selain persoalan-persoalan di atas, tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan juga menjadi permasalahan utama di kawasan perbatasan Indonesia. Tingginya keluarga miskin di kawasan perbatasan adalah implikasi dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, minumnya infrastruktur sosial ekonomi, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam. Kondisi tersebut diperparah oleh perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga, khususnya di kawasan yang kondisi kesejahteraan masyarakatnya lebih rendah dibandingkan masyarakat di negara tetangga dalam hal ini Malaysia.

6Sony Sudiar. 2011. Derajat Compliance dalam Rezim Kerjasama Sosek Malindo Tingkat

Daerah Provinsi Kalimantan Timur-Negeri Sabah. Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu

(7)

perundingan/negoisasi untuk mencapai kesepakatan bersama. Meskipun perjanjian tersebut sudah disepakati bersama, tetapi pada kenyataannya sering terjadi sengketa akibat pengakuan sepihak mengenai suatu kepentingan serta tidak displinnya suatu negara dalam menjalankan perjanjian.

Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Kawasan perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumberdaya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks. Terdapat sejumlah faktor krusial yang terkait didalamnya seperti yurisdriksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan. Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara, yaitu : (1) Penetapan garis batas baik darat maupun laut, (2) Pengamanan kawasan perbatasan, dan (3) Pengembangan dan pengelolaan kawasan perbatasan. Penanganan berbagai permasasalahan pada tiga isu utama diatas masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah aspek kelembagaan, dimana selama ini pengelolaan perbatasan antarnegara ditangani secara parsial oleh berbagai komite perbatasan yang bersifat ad-hoc maupun oleh instansi pusat terkait secara sektoral. Hal ini menyebabkan solusi untuk menanganani permasalahan yang ditawarkan cenderung parsial dan tidak menyeluruh. Untuk mewujudkan penanganan kawasan perbatasan yang efektif secara nasional diperlukan lembaga pengelola perbatasan antarnegara yang terpadu dan terintegrasi. Sampai sekarang ini belum pernah dilakukan pengkajian dan evaluasi tentang kemampuan institusi atau kelembagaan dalam mengelola

(8)

kawasan perbatasan. Maka dari itu sangat dibutuhkan kinerja nyata dari lembaga yang bersifat ad-hoc ini untuk pengelolaan wilayah perbatasan di masing-masing batas negara, agar tidak merugikan kedua belah pihak dan tidak merusak hubungan baik antara kedua negara. Pengelolaan perbatasan wilayah merupakan sebuah pekerjaan yang tiada akhir selama negara itu berdiri. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila wilayah perbatasan memerlukan sebuah mekanisme pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan karena di ruang perbatasan tersebut akan selalu terjadi pergesekan atau interaksi dengan negara tetangga, baik positif maupun negatif. Dalam merumuskan sebuah kebijakan pengelolaan perbatasan yang terintegrasi dan berkesinambungan, identifikasi permasalahan dan ruang lingkupnya merupakan sebuah langkah awal yang penting. Terkait dengan kebijakan pengelolaan perbatasan di Indonesia, Indonesia telah mendirikan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (yang selanjutnya disebut BNPP) sesuai dengan amanat kehadiran Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 yang diharapkan dapat menjadi payung hukum pemerintah pusat dan daerah untuk mempunyai komitmen yang tinggi dalam upaya pembangunan dan pengelolaan

kawasan perbatasan7

7Indra Akuntono. “Mendagri Paparkan Alasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan perlu dipertahankan”. Sebagaimana dimuat dalam

. Selama ini pengelolaan perbatasan dipandang kurang optimal dan terpadu, maka dengan adanya lembaga ini diharapkan pengelolaan kawasan perbatasan lebih bersinergi. BNPP merupakan cermin atau refleksi dari lembaga-lembaga perbatasan darat antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang langsung berbatasan dengan Indonesia antara lain yang disebut

www.kompas.com diakses tanggal 27 Desember 2014

(9)

dengan General Border Committe (yang selanjutnya disebut GBC) untuk kerjasama antara Indonesia dengan Malaysia, Joint Border Committee (yang selanjutnya disebut JBC) untuk kerjasama antara Indonesia dengan Papua New Guinea dan Timor Leste, dan Border Committe untuk kerjasama antara Indonesia

dengan Filipina8. Ditinjau dari beberapa lembaga perbatasan diatas bahwa

lembaga perbatasan yang mendapat perhatian lebih karena terlalu sering menuai konflik antara kedua negara adalah GBC. Lahirnya GBC berawal dari kerjasama dibidang pertahanan dengan Malaysia melalui Security Arrangement pada tahun 1972, yang kemudian membentuk komite perbatasan. Forum ini awalnya dibentuk untuk mengakrabkan kedua negara, terutama angkatan bersenjatanya, setelah terlibat konfrontasi pada tahum 1963. GBC awalnya hanya menghadapi kekuatan kelompok separatis komunisme di sepanjang wilayah perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak. Kini lembaga ini berhadapan dengan ancaman mutakhir, yaitu terorisme global, illegal logging, illegal mining, illegal fishing, illegal

immigration, human trafficking, penyelundupan senjata/narkoba/miras/sembako,

perompakan (piracy) dan lain-lain yang mungkin saja memanfaatkan wilayah

perbatasan kedua negara9

8Ludiro Madu. Op.Cit. Hlm. 39. 9Saru Arifin. Op.Cit. Hlm. 112.

. Oleh sebab itu, lembaga perbatasan ini bermanfaat untuk isu-isu keamanan di wilayah perbatasan juga, bukan hanya pengelolaan dan pembangunan perbatasan saja. Akan tetapi, kehadiran GBC dirasakan belum berdampak signifikan terhadap Indonesia khususnya, karena jika kita dilihat ke belakang konflik perbatasan Pulau Sipadan dengan Pulau Ligitan harus dibawa ke Mahkamah Internasional. Padahal, telah ada lembaga yang telah dibentuk oleh

(10)

kedua belah negara untuk mengatur dan menyelesaikan konflik perbatasan sehingga tidak merusak hubungan antara kedua negara. Hal ini sangat disayangkan untuk Indonesia karena pada Putusan Mahkamah Internasional menyatakan bahwa yang mengelola Pulau Sipadan dan Ligitan adalah negara Malaysia bukan Indonesia. Untuk itu sangat diperlukan peran BNPP untuk mengelola dan membangun kawasan-kawasan perbatasan Indonesia agar Indonesia tidak kehilangan pulau-pulau yang menjadi perbatasan dengan negara tetangga.

Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap penting untuk dilakukan peninjauan dan pengkajian yang mendalam yang ditinjau dari perspektif hukum internasional terhadap pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia oleh lembaga perbatasan GBC demi pengelolaan dan pembangunan yang baik diantara kedua negara tetangga untuk terciptanya prinsip

good neighboorhood policy.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan hukum dalam penetapan perbatasan menurut hukum internasional ?

2. Bagaimana pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia ?

(11)

3. Bagaimana kewenangan General Border Committe (GBC) dalam pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum dalam penentuan perbatasan menurut hukum internasional.

2. Untuk mengetahui pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

3. Untuk mengetahui kewenangan General Border Committe (GBC) dalam pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia.

Adapun manfaat penelitian ini adalah: Manfaat teoritis:

a. Memberikan tambahan literatur sebagai bahan pustaka Hukum Internasional tentang pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara.

b. Memberikan dasar bagi penelitian selanjutnya dalam masalah pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara dan pengaturan lainnya.

Manfaat praktis:

a. Untuk Pemerintah Republik Indonesia, agar dapat memberikan masukan tentang arti penting pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh lembaga perbatasan.

b. Untuk masyarakat luas, agar dapat memberikan gambaran/uraian tentang arti penting pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh lembaga perbatasan.

(12)

D. Keaslian Penulisan

Judul skripsi ini adalah “Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia dengan Malaysia oleh Lembaga Perbatasan General Border Committee (GBC) Menurut Perspektif Hukum Internasional.” Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan serta pemikiran Penulis dengan menggunakan berbagai referensi. Sehingga, bukan hasil dari penggandaan karya tulis, skripsi, thesis bahkan disertasi orang lain dan oleh karena itu keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Dalam proses penulisan skripsi ini Penulis juga memperoleh data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media elektronik. Jika ada kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata-mata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini. Demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama, mirip bahkan persis, demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 20 Oktober 2014.

E. Tinjauan Pustaka 1. Perbatasan

Perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat. Perbatasan adalah garis khayalan yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi seperti negara, negara bagian atau wilayah

(13)

subnasional. Pada zaman dahulu banyak perbatasan yang tidak jelas posisinya10. Di beberapa wilayah Indonesia, perbatasan ditandai dengan tapal batas. Tapal

batas bisa berupa batu atau tugu berukuran besar ataupun kecil. Kawasan

perbatasan mempunyai dua bentuk fisik yaitu berupa kawasan darat, laut dan

udara. Batas darat dapat ditandai dengan patok-patok tapal batas, penempatan

petugas penjaga perbatasan, maupun kantor imigrasi. Sebaliknya batas laut dan batas udara lebih berupa garis-garis imajiner yang disepakati bersama melalui

perjanjian bilateral11

2. Perbatasan Darat Indonesia dengan Malaysia .

Konvensi London 1891 yang ditandatangani oleh Belanda dan Britania Raya menyatakan bahwa ujung timur perbatasan berada pada 4° 10' LU yang terus ke arah barat melintasi Pulau Sebatik di lepas pantai Sabah, membagi pulau tersebut menjadi dua, bagian utara dikuasai oleh Borneo Utara Britania, sedangkan bagian selatan dikuasai oleh Hindia Belanda. Perbatasan kemudian melintasi selat antara Sebatik dan daratan, yang membentang di sepanjang garis tengah Tambu dan Sikapal hingga ke bukit-bukit yang membentuk daerah aliran sungai Simengaris (di Indonesia) dan Serudung (di Malaysia). Perbatasan ini pada umumnya membentang ke arah barat laut menuju 4° 20'LU, kemudian mengikuti garis pegunungan di sepanjang daerah aliran sungai yang mengalir menuju Laut

10

“Wilayah Perbatasan”. Sebagaimana dimuat dalam www.wilayahperbatasan.com diakses tanggal 30 Desember 2014 pukul 18.16 WIB.

(14)

Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata, dan berakhir di Tanjung Datu pada

koordinat 109° 38'.8 BT 02° 05'.0 LU di ujung barat Sarawak12

Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Asia Tenggara mencakup perbatasan darat yang memisahkan kedua negara di Pulau Kalimantan dan perbatasan maritim di sepanjang Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulawesi. Perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia membentang sepanjang 2.019 km dari Tanjung Batu di Kalimantan barat laut, melewati dataran tinggi pedalaman Kalimantan, hingga ke Teluk Sebatik dan Laut Sulawesi di sebelah timur Kalimantan. Perbatasan ini memisahkan provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat di Indonesia dengan negara bagian Sabah dan Sarawak di Malaysia

.

13

Wilayah perbatasan di Kalimantan terdapat 8 (delapan) wilayah kabupaten berbatasan langsung dengan negara bagian Malaysia yaitu Serawak dan Sabah. Awalnya dengan kerja sama survey dan penegasan batas internasional antara Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan yang telah dimulai sejak tahun 1973 hingga sekarang, selain hasil survey dan demarkasi batas kedua negara juga kerja sama dibidang lain seperti kerja sama keamanan, penanggulangan bencana, sosial dan ekonomi. Dengan telah diselesaikannya program penegasan batas antar negara walaupun masih ada sejumlah segmen yang belum dapat disepkati, tentunya kedua negara khususnya Indonesia tidak ragu dalam mengimplementasikan penataan ruang dan pembangunan atau pengembangan di

.

12”Perbatasan Indonesia dan Malaysia”. Sebagaimana dimuat dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Perbatasan_Indonesia%E2%80%93Malaysia diakses tanggal 29

desember 2014 pukul 21.03 WIB

13”Perbatasan Indonesia dengan Malaysia”. Sebagaimana dimuat dalam

(15)

wilayah perbatasan walaupun dalam kenyataan masih banyak ketidakseimbangan atau ketimpangan dalam pembangunan di berbagai sektor maupun tingkat

kehidupan atau kesejahteraan masyarakatnya dibandingkan dengan Malaysia14

3. Pengelolaan Wilayah Perbatasan Indonesia

.

Pengelolaan wilayah perbatasan telah dicanangkan oleh masing-masing negara di dunia. Hanya saja Indonesia baru sekarang mengambil tindakan serius terhadap perbatasan semenjak Pulau Sipadan dan Ligitan dinyatakan menjadi

milik Malaysia melaluiInternational Court of Justice (ICJ) The Hague pada tahun

2002 adalah ibarat rapor merah bagi diplomasi Indonesia15

Kebijakan-kebijakan saat ini memperlihatkan upaya pemerintah untuk lebih memperhatikan kawasan perbatasan, salah satu kebijakan penting adalah . Maka dengan adanya kasus ini, Indonesia mulai serius untuk mengelola wilayah perbatasan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut NKRI). Pembangunan kawasan perbatasan saat ini dilakukan dengan pendekatan pembangunan yang menempatkan kawasan-kawasan perbatasan bukan lagi sebagai halaman belakang namun merupakan beranda depan Indonesia, sehingga kawasan perbatasan menjadi sangat penting artinya sebagai kesatuan integral pembangunan wilayah di seluruh Indonesia. Pendekatan pengelolaan perbatasan juga bukan mengedepankan aspek keamanan semata, namun lebih menekankan pada pendekatan kemakmuran.

14Ludiro Madu. Op.Cit. Hlm 119.

15”Mengelola Perbatasan Indonesia”. Sebagaimana dimuat dalam

http://ahmeddzakirin.blogspot.com/2011/01/mengelola-perbatasan-indonesia-dan_28.html

(16)

dengan terbitnya Undang-undang No. 43 tahun 2008 pasal 14 yang menyebutkan untuk mengelola batas wilayah Negara dan mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan kawasan, pemerintah akan membentuk BNPP. Hal ini diperkuat

dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 12 tahun 2010 tentang BNPP16

4. Lembaga Perbatasan

.

BNPP sendiri melalui Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan, mempunyai sejumlah tugas strategis antara lain melakukan inventarisasi potensi sumberdaya dan membuat rekomendasi penetapan zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan zona lainnya di Kawasan Perbatasan. Berdasarkan hasil identifikasi lokasi strategis kawasan perbatasan darat yang telah dilakukan, telah teridentifikasi 111 (seratus sebelas) lokasi lokasi prioritas (LOKPRI) untuk pengembangan perbatasan darat yang terintegrasi dengan 38 (tiga puluh delapan) Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dan Cakupan Kawasan Perbatasan (CKP). Dengan pertimbangan strategi penanganan LOKPRI terbagi ke dalam 3 (tiga) fokus penanganan yang akan dilakukan selama tahun 2011 – 2014.

Untuk pengelolaan wilayah perbatasan saat ini diberikan kepada lembaga perbatasan yang telah dibentuk berdasarkan kesepakatan oleh negara yang berbatasan langsung. Lembaga perbatasan ini yang berwenang untuk mengelola perbatasan masing-masing wilayahnya. Hingga saat ini pengelolaan kawasan perbatasan ditangani oleh 3 (tiga) bentuk kelembagaan yaitu : pertama,

16“Badan Nasional Pengelola Perbatasan”. Sebagaimana dimuat dalam www.bnpp.go.id diakses tanggal 30 Desember 2014 pukul 20.13 WIB.

(17)

komite perbatasan yang merupakan forum kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, antara lain GBC antara Indonesia dengan Malaysia, JBC antara Indonesia dengan Papua New Guinea dan Timor Leste, dan Border Committee antara Indonesia dengan Filipina. Kedua, lembaga-lembaga pemerintah terkait, secara sektoral dan teknis. Ketiga, unit atau badan khusus di daerah yang menangani pengelolaan kawasan perbatasan yang bekerja sama

dengan negara-negara tetangga17

5. General Border Committe (GBC) .

GBC adalah suatu lembaga atau badan komisi kerja sama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia yang menangani masalah pengelolaan dan

penyelesaian sertisu-isu seputar perbatasan18. Perjanjian kerjasama dilandasi dari

Security Arrangement 1972 dan 198419

Bagian dari GBC sendiri adalah Kelompok Kerja Sosial Ekonomi (yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah Sosek Malindo) yang dibentuk pada tahun 1985

.

20

17Ludiro Madu. Op. Cit. Hlm 39.

18Saru Arifin. Loc.Cit.

19Levi Syahfitri. 2014. Analisis Derajat Kepatuhan Kerja sama General Border Committee

Malaysia-Indonesia (Studi Kasus: Perbatasan Darat Di Kalimantan). Thesis pada program Pasca

Sarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM.

20Feny Novianti Pratiwi. 2013. Implementasi dan Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Perdagangan dan Tatalaksana Impor Barang di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia Khususnya Entikong-Serawak ditinjau dari Perspektif Perjanjian Internasional. Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM. Hlm. 4.

. Secara umum tujuan dari sosek malindo adalah meningkatkan kesejahteraan dikawasan perbatasan kedua negara. Kenyataan yang terjadi bahwa terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan yang cukup signifikan antara masyarakat di wilayah Kalimantan barat dengan masyarakat di wilayah Serawak.

(18)

F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya21. Jenis penelitian

yang digunakan adalah yuridis normatif dan sifat penelitian adalah deskriptif analitis yakni menggambarkan dan menguraikan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara22

Metode penelitian yuridis normatif disebut juga penelitian doctrinal

research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum yang tertulis di dalam

peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim di pengadilan .

23

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu metode penulisan yang menggambarkan semua data yang kemudian dianalisis dan dibandingkan

. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yang merupakan prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam penelitian ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma hukum yang mengatur tentang pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia melalui lembaga perbatasan yang telah dibentuk oleh kedua negara yaitu General Border Committe (GBC).

21Bambang Sunggono. 2009. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 38

22Zainuddin Ali. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 12. 23Amiruddin, dkk. 2006. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: PT. Elexmedia. Hlm. 118.

(19)

berdasarkan kenyataan yang sedang berangsung dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya.

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penulisan karya tulis ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang telah jadi,

dikumpulkan dan diolah menjadi data yang siap pakai24

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah penelitian, yakni berupa Undang-undang, Perjanjian Internasional, Deklarasi Djuanda, United Nations Convention on the Law of the Sea (yang selanjutnya disebut UNCLOSS) dan sebagainya.

. Data sekunder dalam penulisan ini terdiri dari :

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, thesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain baik di bidang hukum maupun di luar bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

(20)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan di dalam pengumpulan data adalah library

research atau studi kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan

dalam menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, langsung maupun tidak langsung (internet). Dengan demikian akan diperoleh suatu kesimpulan yang lebih terarah dari pokok bahasan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi dokumen terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

Data pada skripsi ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah proses kegiatan yang meliputi, mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukan pola, hubungan – hubungan, dan memaparkan

(21)

temuan–temuan dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan suatu data yang mengandung makna dan

dilakukan pada obyek yang alamiah25

G. Sistematika Penulisan

. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang terdapat dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut:

Bab I membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Sebagai bagian awal dari penelitian ini, maka diuraikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian ini dan permasalahan serta urgensi dilakukannya penelitian dalam pengelolaan wilayah perbatasan oleh GBC.

(22)

Bab II membahas tentang pengertian, fungsi, tipe perbatasan dan pengaturan hukum tentang penentuan perbatasan menurut hukum internasional.

Bab III membahas tentang kondisi wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia, kendala-kendala yang terjadi dalam pengelolaan wilayah perbatasan dan upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengelola wilayah perbatasan dengan membentuk BNPP.

BAB IV membahas tentang lembaga perbatasan GBC secara spesifik dimulai dengan menguraikan struktur, tugas, kewenangan General Border Committee (GBC) dalam mengelola perbatasan antara Indoesia dengan Malaysia serta mengadakan sidang-sidang pertemuan untuk membicarakan pengelolaan perbatasan di perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

Bab V membahas tentang penutup dari penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Sebagai bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari, serta memberikan saran terhadap GBC untuk pengeoptimalan pengelolaan wilayah perbatasan yang mungkin dapat bermanfaat dan dapat diaplikasikan.

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan kajian juga menunjukkan bahawa hakisan tanih adalah tinggi di kawasan yang mempunyai siri tanih Serdang Kedah dan Tanah Curam yang mempunyai nilai K pada 0.128 dan

Hal ini berarti bahwa hipotesis 1 (H1) yang menyatakan bahwa variabel Orientasi Kerja, dan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan

Pengembangan pendekatan Website Usability Evaluation (WEBUSE) sebagai standar pengukuran usability, dengan metode evaluasi kuisioner berbasis web yang memungkinkan

Transgenesis dapat dilakukan menggunakan metode transfeksi, mikroinjeksi, dan elektroporasi (Hackett, 1993; Chen et al ., 1995; Sarmasik et al ., 2001), tetapi metode

Teorema Thevenin adalah salah satu teorema yang berguna untuk analisis sirkuit listrik.Teorema Thevenin menunjukkan bahwa keseluruhan jaringan listrik tertentu, kecuali

Maka, mencegah anak, remaja bahkan teman kita dirundung atau bullying adalah dengan mengajarinya mereka hal-hal bijak agar dapat menjadi modal sosialnya untuk

Hasil yang diperoleh tentang hambatan siswa dalam pelaksanaan praktikum PME menunjukkan bahwa untuk kategori cukup terhambat pada sub variabel ketersediaan alat

Terdapat dua laporan kasus efek samping obat pada kulit yang diterima oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang melibatkan metformin, namun juga melibatkan obat-obat lain