• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern seperti ini, wanita bukan lagi mereka yang dikurung di rumah dan hanya diperbolehkan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah saja. Wanita telah diberikan kebebasan yang sama sebagaimana dengan pria. Wanita memiliki kesempatan belajar yang sama dengan pria, begitu juga dalam hal pekerjaan. Tidak sedikit wanita yang mampu mengerjakan pekerjaan pria pada umumnya, seperti mencangkul, menjadi tukang becak, tukang parkir, supir, satpam, dan banyak hal lainnya. Peran wanita tersebut bukan tanpa alasan. Banyak alasan yang mungkin menjadi dorongan tersendiri bagi wanita untuk memanfaatkan emansipasi yang telah didapatkannya.

Peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Dari hanya memiliki peran tradisional untuk mengandung, melahirkan anak (reproduksi) dan mengurus rumah tangga, peran wanita seolah dibatasi dan ditempatkan dalam posisi pasif yaitu wanita hanyalah pendukung karir suami. Peran wanita yang terbatas pada peran reproduksi dan mengurus rumah tangga membuat wanita identik dengan pengabdian kepada suami dan anak. Sementara wanita modern dituntut untuk berpendidikan tinggi, berperan aktif dalam segala bidang, dan kritis.

Salah satu gejala sosial yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia adalah meningkatnya peran kaum wanita di sektor publik. Hampir tidak ada sektor publik yang belum dimasuki oleh kaum wanita, baik sebagai dokter, perawat, bidan, guru, dosen, polwan, TNI, pengusaha, dan politisi dengan didukung pendidikan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya wanita yang memasuki dunia kerja sejak 20 tahun lalu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah wanita bekerja yang terdaftar tahun 2011 adalah sebesar 47.139.551 jiwa, meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 44.645.753 juta jiwa. Artinya terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar kurang lebih tiga juta jiwa per tahun. (Data Badan Pusat Statistik).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Papalia (2004) ada beberapa alasan yang mendorong kaum wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja diantaranya adalah untuk menambah penghasilan keluarga, agar tidak tergantung pada suami, mengisi waktu kosong dan menghindari rasa kebosanan, adanya ketidakpuasan dalam perkawinan, mempunyai

(2)

minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, memperoleh status ataupun untuk mengembangkan diri dan memperoleh kepuasan.

Apapun alasan wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja, mereka harus tetap bisa menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu rumah tangga. Wanita bukan berarti harus lepas dari tanggung jawab asalnya sebagai seorang istri dan ibu. Timbul pertentangan hal mengenai tanggung jawab yang dipikul, dikenakan, atau dilaksanakan oleh wanita bekerja. Walaupun telah membantu suami untuk menambah penghasilan, istri tetap dituntut untuk dapat menjalankan semua tanggung jawabnya menyeleseikan urusan rumah tangga sesempurna wanita yang tidak bekerja, namun ada juga yang memaklumi dan bangga jika ada wanita bekerja yang masih memperdulikan urusan domestic walaupun tidak sesempurna jika tidak bekerja.

Wanita yang hidup di zaman modern harus menyadari bahwa dirinya berada pada masa transisi yang harus menjembatani nilai-nilai lama dan nilai-nilai baru. Menjembatani kedua sistem nilai ini memang merupakan suatu pekerjaan yang berat dan melelahkan. Walaupun sudah menganggap dirinya wanita modern namun sesekali wanita yang bekerja pun belum sepenuhnya terbebas dari rasa bersalah karena melanggar beberapa nilai yang dulu ditanamkan oleh orang tuanya.

Di sisi lain, wanita harus tetap mempertimbangkan keputusannya untuk memiliki dua peran yang berbeda. Wanita harus memperhatikan beban, hambatan, serta tanggung jawab yang harus ditanggung jika ia memilih peran ganda tersebut. Namun, segala hambatan tersebut bukan menjadi alasan bagi wanita untuk tidak berkarir atau berprofesi. Wanita dengan kesadarannya harus tetap menjunjung tinggi emansipasinya melalui berbagai cara, antara lain melalui perannya dalam keluarga (sektor domestic) dan peran dalam pekerjaan ( sektor public).

Kesempatan yang dimiliki wanita tersebut menuntutnya untuk berperan ganda dalam hidupnya. Hal ini membuktikan bahwa bukan tidak mungkin bagi wanita untuk menjadi dan memiliki profesi tertentu dan memiliki kesempatan yang sama dengan pria, yang mungkin kesempatan tersebut dianggap terlalu sulit bagi wanita. Pada kenyataannya peran ganda memberikan konsekuensi yang berat bagi wanita. Di satu sisi wanita mencari nafkah untuk membantu suami, bahkan lebih diandalkan dalam menafkahi dan di sisi lain wanita harus bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu.

Walaupun demikian peran ganda bagi wanita bukan pilihan yang tidak mungkin diambil dan hal tersebut sering berdampak kepada sikap mereka terhadap kerja. Wanita yang aktif bekerja sulit menjalankan tugas sebagai istri dan berfungsi sebagai ibu dalam hal

(3)

mengasuh, merawat, mendidik, dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya secara penuh. Sesuai dengan kodratnya sebagai seorang ibu dan istri. Perubahan demografi tenaga kerja wanita menimbulkan sebuah konflik peran ganda pada sebagian wanita yang bekerja.

Salah satu profesi yang dimiliki wanita adalah Polisi wanita atau kita sebut (Polwan). Profesi sebagai Polwan yang termasuk dalam elemen Kepolisian Republik Indonesia atau POLRI bertugas sebagai aparat penegak hukum, pelindung, dan pengayom masyarakat. Menurut Sutanto (2004), setiap anggota Polwan diharapkan dapat menjadi teladan dengan menjalankan aturan-aturan yang berlaku, menjaga ketentraman dan penegakan hukum sesuai dengan tugasnya. Polwan sudah seharusnya bekerja secara profesional, dalam pekerjaan polwan dituntut mempunyai moral yang baik, menjaga citra dan selalu mengembangkan diri dengan baik.

Menjadi Polwan harus selalu siap sedia dimanapun Polwan berada, karena seketika ada panggilan dari komandan untuk bertugas maka harus dilaksanakan tanpa peduli waktu dan tempat. Dalam hal ini Polwan dituntut memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anggota Polisi lainnya. Hal tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 (dalam UU Kepolisian, 2010) menjelaskan bahwa: setiap anggota Polisi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat senantiasa memberikan pelayanan terbaik, bersikap hormat kepada siapapun, dan tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak mengenal hari libur.

Kepolisian Republik Indonesia atau POLRI memiliki beberapa fungsi kepolisian diantaranya Binmas, Sabhara, Lantas, Reserse, Intel, dan Narkoba. Setiap bagian memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Hal yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian yaitu pada Direktorat lalu lintas (Ditlantas) karena pada bagian tersebut, Polisi lalu lintas (polantas) langsung berhubungan dengan masyarakat yang merupakan ‘etalase’ POLRI. Polantas merupakan satuan Polri yang bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas kepolisian, yang meliputi penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas.

Menurut Kapolri Periode 2006-2010, Jenderal Pol.Bambang Hendarso Danuri (Jagratara, 2009), fungsi lalu lintas merupakan salah satu core business di lingkungan Polri. Fungsi lalu lintas disebut sebagai salah satu core business karena karakteristik tugasnya yang mencakup rumusan pokok Polri. Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri juga menyatakan bahwa lalu lintas merupakan ‘etalase Polri’, karena sorotan publik akan banyak tertumpu kepada kinerja lalu lintas. Hal ini menjadikan tugas lalu lintas menjadi sangat penting

(4)

berkenaan dengan strategi membangun kepercayaan masyarakat. Mungkinkah keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta penegakan hukum dapat terwujud tanpa penanganan yang professional? Sudah pasti tidak mungkin jawabannya. (Jagratara, 2009).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuliana & Yuniasanti (2013) menjelaskan bahwa ada hubungan negatif antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada polisi wanita di Polres Kulon Progo. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi konflik pekerjaan-keluarga maka cenderung semakin rendah kepuasan kerja pada polwan di Polres Kulon Progo, sebaliknya semakin rendah konflik pekerjaan-keluarga maka cenderung semakin tinggi kepuasan kerja pada polwan di Polres Kulon Progo. Dengan diperoleh koefisien korelasi (rxy) antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja sebesar 0,308 dengan taraf signifikansi 0,043 (p < 0,05). Hasil ini menunjukan bahwa ada hubungan negative antara konflik keluarga-pekerjaan dengan kepuasan kerja pada polisi wanita.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2014) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dan konflik peran ganda pada polwan di Polresta Cimahi Bandung. Dari hasil uji signifikan didapatkan nilai p sebesar 0,007 berarti (p < 0,05) maka korelasi adalah signifikan, los of significance (los) 0,05 ini menunjukan Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan.

Tugas seorang Polwan Ditlantas tidaklah mudah, tanggung jawab yang diemban dari satuan menuntut untuk disiplin dan loyalitas kerja yang tinggi. Hal ini dapat memunculkan konflik peran yang tidak dapat dielakan bagi polwan yang berperan ganda. Konflik peran ganda, adalah situasi dimana seseorang menjalani dua peran atau lebih secara bersamaan dan apabila harapan peran yang satu bertentangan dengan harapan peran lain. Konflik Peran Ganda dapat mempengaruhi psychological well-being seseorang. Konflik peran ganda berhubungan sangat kuat dengan depresi dan kecemasan, yang diderita oleh wanita dibandingkan pria Frone (dalam Mufida, 2008). Konflik peran ganda berhubungan juga dengan peran tradisional wanita yang hingga saat ini tidak bisa dihindari, yaitu tanggung jawab dalam mengatur rumah tangga dan mengurus anak.

Psychological well-being wanita bekerja dapat menyebabkan ketegangan yang akhirnya mengakibatkan rendahnya kualitas kesehatan psikologis wanita yang bekerja (Elgar & Chester, 2007). Begitu juga dengan polisi wanita, dimana konflik peran ganda dapat mempengaruhi situasi psikologisnya. Karena polisi wanita mempunyai tanggung jawab moral dalam pekerjaannya, sehingga dalam melaksanakan tugas harus bersikap profesionalisme.

(5)

Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negative seperti mengalami kecemasan, adanya ketidakpuasan dalam menjalani hidup, bahkan depresi. Sementara kondisi mental positif adanya realisasi diri dan aktualisasi diri dalam hidup.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa anggota polisi wanita, mereka mengalami beban kerja yang cukup tinggi, hal ini mempengaruhi kondisi di dalam rumah tangga, waktu kebersamaan dengan keluarga menjadi berkurang, seperti : tidak dapat mengikuti acara keluarga, hari libur digunakan untuk bekerja, tidak dapat menghadiri pertemuan orang tua murid di sekolah anak, tidak bisa mengambil raport sekolah anak. Hal ini menyebabkan polisi wanita menjadi rasa bersalah, gelisah, bahkan terpikir untuk mengundurkan diri dari kesatuan dan menjadi ibu rumah tangga. Kondisi seperti ini hanya mereka rasakan sebatas mengeluh sesama anggota saja, karena peraturan di dalam kepolisian merupakan peraturan yang absolat yang harus ditaati oleh semua anggota polisi.

1.2.Identifikasi Masalah

Polwan Ditlantas lebih banyak dihadapkan pada tantangan, permasalahan, dan kesulitan, mengingat polwan ditlantas merupakan salah satu ‘etalase’ Polri yang langsung dilihat oleh masyarakat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sebagai etalase, polwan harus memiliki kemampuan kerja yang baik sebagai pelayan masyarakat harus humanis, dilandasi dengan kedisiplinan yang tinggi merupakan kebijakan dan keinginan institusi Polri untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.

Polwan ditlantas dituntut mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan pribadi, patuh dan taat pada pimpinan. Polwan ditlantas memiliki beban yang lebih berat dibandingkan dengan Polwan dari satuan lain. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Kompol Agustin sebagai Kasubag Ditlantas Polda Metro Jaya. Hal ini dibuktikan dengan jumlah jam kerja yang berbeda dengan Polwan satuan lain, Polwan Ditlantas harus apel setiap pagi yang dilaksanakan setiap hari pukul 05.15 WIB, hal ini tidak mudah bagi wanita yang sudah berkeluarga untuk berangkat kerja masih sangat pagi, dan pulang kerja bisa sampai dengan larut malam.

Polwan Ditlantas memiliki hari kerja yang berbeda, seperti disaat hari sabtu dan minggu atau hari libur nasional yang seharusnya digunakan untuk istirahat dan berkumpul dengan keluarga, polwan ditlantas dituntut bekerja untuk melaksanakan piket. Bahkan untuk hari raya besar seperti hari raya idul fitri, tahun baru, dan Natal. Polwan Ditlantas harus siaga

(6)

24 jam untuk mengatur dan memantau tempat-tempat yang dianggap vital. Tentunya hal ini akan menimbulkan konflik bagi Polwan, disatu sisi sangat menginginkan untuk berkumpul dengan keluarga dan melaksanakan tanggung jawab dalam keluarga, tapi di sisi lain tuntutan tugas dan tanggung jawab yang di emban dari Negara harus dijalankan secara professional.

Dua peran yang berbeda dan harus dikerjakan dalam waktu bersamaan akan menimbulkan konflik peran ganda, konflik peran ganda merupakan bentuk dari konflik antar peran dimana tekanan dari pekerjaan dan keluarga saling bertentangan, yaitu menjalankan peran dalam pekerjaan menjadi lebih sulit karena juga menjalankan peran dalam keluarga. Begitu pun sebaliknya, menjalankan peran dalam keluarga menjadi lebih sulit karena juga menjalankan peran dalam pekerjaan.

Keputusan menjadi seorang wanita karier tentunya diikuti oleh manfaat-manfaat bagi dirinya sendiri, suami dan anak-anaknya. Hal ini berlaku juga untuk seorang polwan. Dengan bekerja dapat meningkatkan perasaan kompeten, ini disebabkan oleh gaji yang diterima yang dapat menimbulkan rasa ketidaktergantungan secara financial dan rasa mandiri. Bekerja mempunyai efek rehabilitative terhadap kesehatan mental yang dapat meningkatkan perasaan well-being. Nieva & Gutek (dalam Mufida, 2008)

Ryff penggagas teori Psychological well-being yang selanjutnya disingkat PWB menjelaskan istilah PWB sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Psychology well-being berkaitan dengan perasaan sejahtera dan bahagia yang sifatnya subjektif bagi tiap individu. Perasaan bahagia ini muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya.

1.3.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan peneliti, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :

Apakah ada Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Psychological Well-Being Polisi Wanita di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

(7)

Sebagai konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Tujuan Umum :

Peneliti ingin mengetahui Apakah ada Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Psychological Well-Being Polisi Wanita (Polwan).

Tujuan khusus :

Untuk mengetahui seberapa besar korelasi konflik peran ganda dengan Psychological well-being.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmiah khususnya ilmu psikologi tentang hubungan Konflik Peran Ganda dengan Psychological well-being Polisi Wanita (Polwan).

b. Manfaat Praktis

- Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya :

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Direktorat lalu lintas Polda Metro Jaya terutama berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut Peran Ganda pada Polisi Wanita (Polwan).

- Untuk Polisi Wanita (Polwan)

Dapat diketahui bagaimana kondisi Psychological well-being Polisi wanita (Polwan) yang mempunyai peran ganda.

1.6.Metode Penelitian

a. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

(8)

Untuk menentukan variabel, peneliti menentukan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Independen Variabel : Konflik peran ganda - Dependen Variabel : Psychological well-being c. Sampel penelitian

Dalam pengambilan ukuran sampel, peneliti mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria sampel berjumlah 162 anggota. Teknik pengambilan sampel dengan Nonprobability Samping.

Referensi

Dokumen terkait

Makna dari Pasal 50 KUHP tersebut adalah meskipun perbuatannya memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang (Pejabat atau aparat pemerintah) yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan

Dosen Pembimbing Nama Mahasiswa NIM Hari Mulai Berakhir Ruang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

terpengaruh oleh kepentingan pribadi dalam penyusunan perencanaan pengawasan dengan cara mengalokasikan auditor yang telah melakukan kegiatan pengawasan selama 3

Apabila terjadi kondisi fuel filter block sehingga terjadi perbedaan pressure yang di deteksi oleh fuel filter, maka defferential switch akan bekerja pada 10-11,5 psi

BAB III: Kendala Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) Dalam Memerangi Cyber Crime : Aspek Koordinasi dan Kerjasama Internasional... Beberapa Penanggulangan Global

Obat anastesi disemprotkan dengan sebuah alat berbentuk tabung melengkung yang berfungsi sebagai penyemprot obat anastesi lidokain 0,5 sampai 1 ml perkali semprotan dengan

Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (Create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya sehat. b) EVA