• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : Heavy metals Pb, Heavy metals Cu, Water, Sediment, Belumai River

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords : Heavy metals Pb, Heavy metals Cu, Water, Sediment, Belumai River"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI ALIRAN AIR SUNGAI BELUMAI, KECAMATAN

TANJUNG MORAWA

(Analysis Of The Content Of Heavy Metals Lead (Pb) And Copper (Cu) In River Water Flow Belumai, District of Tanjung Morawa)

Tagianto Ginting¹), Irwanmay²), Eka Budiyulianto³)

1. Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

2. Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Dharmawangsa

3. Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This research aims to analyze the content of Pb and Cu in the Belumai River basin as well as determine the quality of the river water raw water quality based on Belumai. This research was carried out in February-March, 2014 in the flow of the river Belumai, District of Tanjung Morawa. The number of the observed station point of 3 stations, with repetition as much as 3 times every 10 days. The observed parameters of physical-chemical parameters are waters, heavy metal content is analyzed using Atomic Abrsorption Spectrophotometry (AAS). The content of heavy metals lead (Pb) in may on the water between 0,074-0,176 mg/L and heavy metals of copper (Cu) on the water between 0,186-0,423 mg/l. This results indicate that the heavy metal content of Pb and Cu in Belumai River flow has exceeded the quality standard by Government Regulation no. 82 of 2001.

Keywords : Heavy metals Pb, Heavy metals Cu, Water, Sediment, Belumai River

PENDAHULUAN

Sungai merupakan salah satu

sumber air yang telah lama

dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai aktifitas dalam menunjang

kehidupan. Namun sejalan

perkembangan, banyak fungsi sungai yang semakin hari semakin beragam seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penurunan kualitas sungai

diantaranya disebabkan oleh

masuknya berbagai buangan limbah dari berbagai aktifitas manusia sehingga menyebabkan terjadinya perubahan kualitas fisika, kimia, biologi dan estetik sungai tersebut.

Akibatnya fungsi dari sungai tidak sesuai lagi dengan peruntukannya

dalam mendukung kehidupan

organisme akuatik yang ada dan juga

kebutuhan masyarakat disekitar

sungai (Yuliati, 2010). Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan Pb dan Cu pada aliran air sungai belumai untuk menentukan kualitas air Sungai Belumai berdasarkan baku mutu air.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

(2)

informasi kepada individu maupun kelompok atau instansi tentang kualitas air Sungai Belumai ditinjau dari parameter logam Pb dan Cu

serta diharapkan dapat ikut

membantu segala usaha dalam upaya peremajaan aliran Sungai Belumai.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari 2014 sampai dengan bulan Maret 2014 dengan 2 tahap.

Penelitian tahap I merupakan

Pengambilan sampel air dan

pengambilan sedimen dilakukan di tiga stasiun sebanyak 3 kali. Stasiun I berada di jembatan Desa Limau Manis (30 30’ 44,89'' LU ; 980 46’ 31,12'' BT) Stasiun II berada di Desa Buntu Bedimbar (30 31’ 36,80'' LU ; 980 47’ 12,71'' BT) dan Stasiun III berada pada jembatan Desa Telaga Sari (30 32’ 59,99'' LU ; 980 47’ 19,40'' BT). Dapat dilihat pada gambar 1.

Penelitian tahap II merupakan analisis sampel air dan logam berat yang dilakukan di Badan Penelitian dan Teknologi Perindustrian Provinsi Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terdiri tali berskala, peralatan gelas, peralatan titrasi, botol, gelas piala 250 ml, pH meter, GPS, oven, termometer air

raksa, kertas label, shaker,

turbidimeter, eckmen grab, neraca analitik, kertas saring, waterbath,

serta AAS (Atomic Absorption

Spectrophotometer)

Bahan yang digunakan terdiri aquabides, pengawet sampel (H2SO4,

HCl, HNO3, Na- EDTA), metil

isobutil keton (MIBK), ammonium pyrolidin ditiokarbamat (APDC), larutan standar logam (Pb) dan (Cu), larutan buffer (NH4OH, NH4Cl).

Prosedur Penelitian

Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan

dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan logam berat adalah “Purpossive Sampling” pada

tiga stasiun pengamatan. Pada

masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan. Stasiun I-III merupakan aliran yang melalui daerah-daerah industri.

(3)

Waktu pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dimulai dari

pukul 08.00 – 15.00 WIB.

Pengambilan sampel kualitas air untuk parameter fisika dilakukan

secara langsung (insitu) pada

masing-masing stasiun dan untuk

parameter kimia air sampel

dimasukkan ke dalam botol sampel dari masing-masing stasiun, dapat dilihat pada Lampiran 2. Kemudian akan dianalisis secara (eksitu) di Badan Penelitian dan Perindustrian Provinsi Sumatera Utara.

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel air

dilakukan di lapisan permukaan

dengan kedalaman 60 cm

menggunakan Van Dorn bottle

sampler ± 250 ml dan dimasukkan ke dalam botol polyetilen.

Untuk parameter fisika

dilakukan secara langsung (insitu)

pada masing-masing stasiun

sedangkan untuk parameter kimia air sampel dimasukkan ke dalam botol sampel dari masing-masing stasiun. Kemudian akan dianalisis secara (eksitu) di Badan Penelitian dan Perindustrian Provinsi Sumatera Utara.

Parameter fisika- kimia perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia air dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung (insitu) dan secara tidak langsung (eksitu). Pengukuran langsung di lapangan (insitu) dilakukan terhadap parameter suhu, pH, dan DO, sedangkan untuk kekeruhan, kadar logam Pb dan Cu dilakukan di Badan Penelitian dan Perindustrian Provinsi Sumatera Utara.

Penanganan sampel Preparasi sampel Air

Analisis logam berat dengan Atomic Absorbtion Spectrofotometry (AAS) dilakukan di Badan Penelitian dan Perindustrian Provinsi Sumatera Utara. Air sungai diambil 50 ml dikeringkan sampai volume 10-15 ml

±2 jam dengan menggunakan

waterbath ditambahkan 5 ml HNOз (Asam Nitrat), kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit, kemudian ditambahkan kembali 5 ml HNOз dipanaskan kembali selama 15 menit, kemudian ditambahkan kembali 5 ml HNOз dipanaskan kembali selama 15 menit, selanjutnya sampel air tersebut dipindahkan ke labu ukur yang bervolume 25 ml dan kemudian sampel air siap di uji ke AAS.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Untuk melihat kondisi pencemaran logam berat pada air di sungai Belumai maka hasil analisis logam berat dibandingkan dengan baku mutu air sungai berdasarkan PP. No. 82 tahun

2001 untuk melihat kondisi

(4)

HASIL

1. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

No Parameter Satuan Stasiun

I II III

1 Suhu 0C 24-25 24-26,5 24,5-27,5

2 pH 6,6-6,9 6,4-6,8 6,4-6,8

3 DO mg/L 6,4-7 5,8-7 5,7-6,8

4 Kecepatan Arus m/detik 0,57 0,39 0,51

5 Kekeruhan NTU 5,79-5,92 6,83-7,02 9,64-9,76

Parameter perairan yang diamati

pada penelitian ini meliputi

parameter suhu, derajat keasaman

(pH), oksigen terlarut (DO),

kecepatan arus, kekeruhan. Hasil pengukuran secara insitu di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda-beda dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Hasil pengamatan kondisi fisika dan kimia perairan yang

dilakukan selama penilitian

memberikan hasil mengenai kondisi

perairan sungai belumai yang

disajikan pada Tabel 1.

Kandungan Logam Pb dan Cu dalam air

Rata- rata kandungan logam Pb yang terdapat di air di setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,0447 -

0,1875 mg/L dengan rata-rata

0,1130 mg/L. Stasiun 3 memiliki nilai rata-rata kandungan tertinggi dengan nilai 0,1875 mg/L dan terendah pada stasiun 1 yang bernilai 0,0447 mg/L.

Rata- rata kandungan logam Cu yang terdapat di air di setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,1959 - 0,3988 mg/L dengan rata- rata 0,3001 mg/L, dimana stasiun 3 mempunyai rata- rata tertinggi yang bernilai 0,3988 mg/L dan terendah di stasiun 1 yang bernilai 0,1959 mg/L.

PEMBAHASAN Suhu

Tiap organisme perairan

mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu

perairan bagi kehidupan dan

pertumbuhan organisme perairan. Oleh karena itu suhu merupakan salah satu faktor fisika perairan yang

sangat penting bagi kehidupan

organisme atau biota perairan.

Nybakken (1988) menjelaskan

bahwa suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.

Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap stasiun menunjukkan bahwa suhu tertinggi terdapat di stasiun III (24,5 - 27,5ºC), dimana kondisi lingkungan pada stasiun III tersebut gersang tanpa pepohonan

dan lebih di dominasi semak

rerumputan, sehingga penetrasi

cahaya yang masuk ke perairan sungai lebih maksimal karena tidak dihalangi oleh pepohonan. Suhu terendah pada hasil pengukuran terdapat pada stasiun I (24 - 25ºC), dimana kondisi lingkungan pada stasiun I tersebut rindang dengan adanya pepohonan sehingga lebih mendukung suhu perairan pada stasiun I lebih rendah dibandingkan

dengan stasiun yang lainya.

(5)

Sedangkan suhu yang terdapat pada stasiun II dan III yaitu (24 - 26,5ºC) dan (24,5 - 27,5ºC).

Hasil pengukuran suhu di

stasiun II dan III relatif tinggi yaitu 24 - 26,5ºC dan 24,5 - 27,5ºC,

dimana suhu juga dapat

mempengaruhi toksisitas logam berat Pb dan Cu. Dapat dilihat nilai Pb pada stasiun II dan III yaitu 0,1069 mg/l dan 0,1875 mg/l, sedangkan nilai Cu pada stasiun II dan III yaitu 0,3056 mg/l dan 0,3988 mg/l. kadar logam berat di stasiun tersebut cukup tinggi dan suhunya juga tinggi. Terlihat hubungan berbanding lurus antara suhu dan peningkatan logam di perairan. Hal ini sesuai dengan Hutagalung (1984), bahwa kenaikan suhu tidak hanya akan meningkatkan metabolisme biota perairan, namun juga dapat meningkatkan toksitas logam berat diperairan.

pH

Hasil pH air yang terukur di stasiun I yaitu berkisar 6,6 - 6,9,

sedangkan hasil pH air yang

diperoleh dari stasiun II yaitu antara 6,4 - 6,8 dan di stasiun III yaitu 6,4 - 6,8. Dari hasil yang di dapat disetiap lokasi nilai pH tidak jauh berbeda, ternyata nilai pH yang terdapat pada lokasi penelitian masih memenuhi kriteria baku mutu, berdasarkan baku mutu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 nilai pH air adalah berkisar 6 - 9.

Nilai pH tertinggi terdapat di stasiun I dan nilai pH terendah terdapat distasiun II dan III. Sedangkan kadar logam berat Pb dan Cu pada stasiun I lebih rendah dibandingkan pada stasiun II dan III yang kadar logam beratnya relatif tinggi. Rendahnya angka pH stasiun II dan III, dikarenakan lokasi pada stasiun II dan III letaknya berada

disekitar daerah perindustrian dan

permukiman yang menyebabkan

meningkatnya toksisitas pada air. Sebagian besar material-material yang bersifat racun akan meningkat toksisitasnya bila pada kondisi pH yang rendah (Williams, 1979 dalam Anggraeni, 2002).

DO

Berdasarkan hasil pengukuran DO selama pengamatan menunjukan nilai tertinggi terdapat di stasiun I yaitu berkisar 6,4 - 7 ini terjadi karena di stasiun tersebut terdapat gerakan air/arus yang deras. Menurut silalahi (2010) DO dapat dipengaruhi

oleh gerakan air yang dapat

mengabsorbsi dari udara kedalam air,

dan juga adanya bahan-bahan

organik yang harus dioksidasi oleh mikroorganisme.

Nilai DO di stasiun II yaitu berkisar 5,8 - 7 dan stasiun III yaitu berkisar 5,7 - 6,8. Hasil pengukuran di stasiun II dan III lebih rendah

dibandingkan dengan hasil

pengukuran stasiun I, ini terjadi karena pada stasiun II dan III terdapat aktifitas-aktifitas industri disekitar stasiun yang membuat nilai DO rendah. Penurunan kadar oksigen terlarut di dalam air merupakan indikasi kuat adanya pencemaran. Nilai DO yang rendah ini juga berpengaruh terhadap toksisitas logam Pb dan Cu. Di stasiun II dan III nilai Pb yaitu 0,1069 dan 0,1875, sedangkan nilai Cu yaitu 0,3056 dan 0,3988 yang memiliki kadar logam berat yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Jaya (2005), nilai DO yang rendah ini disebabkan banyaknya limbah yang masuk kedalam perairan sungai. Dapat disimpulkan menurut PP No.81 tahun 2001 kadar DO di stasiun I termasuk air Kelas I,

(6)

sedangkan di stasiun II dan III termasuk air Kelas II.

Kecepatan Arus

Berdasarkan hasil pengukuran Kecepatan arus di Sungai Belumai pada setiap stasiun berkisar 0,39 - 0,57 m/detik, dimana stasiun 1 mempunyai nilai tertinggi yaitu 0,57 m/detik dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0,39 m/detik, sedangkan pada stasiun 3 bernilai 0,51 m/detik. Menurut Mason (1993)

perairan dikategorikan dalam

perairan yang berarus sangat deras jika kecepatan arus > 1 m/detik, berarus deras yaitu 0,5 - 1 m/detik, berarus sedang yaitu 0,25 - 0,5 m/detik, berarus lambat 0,1 - 0,5 m/detik, dan berarus sangat lambat yaitu 0,1 - 0,25 m/detik. Berdasarkan kategori tersebut pada Stasiun 1 dan 3 termasuk dalam golongan sungai yang memiliki arus deras sedangkan staiun 2 termasuk dalam golongan sungai yang memiliki arus sedang. Odum (1971) mengatakan bahwa pengendapan partikel lumpur di dasar perairan tergantung pada kecepatan arus, apabila arus lemah maka yang akan mengendap adalah lumpur halus. Pergerakan air yang

lambat menyebabkan

partikel-partikel halus mengendap, detritus melimpah dan kandungan bahan organik tinggi.

Kekeruhan

Hasil kekeruhan air yang terukur di stasiun I yaitu rata-rata 5,86 NTU, dimana nilai kekeruhan terendah terdapat di stasiun I, sedangkan nilai kekeruhan yang terukur di stasiun II yaitu antara 6,92 NTU dan di stasiun III yaitu 9,71 NTU. Ternyata stasiun

III memiliki nilai kekeruhan

tertinggi. Tingginya hasil angka kekeruhan diduga disebabkan oleh

tingginya partikel-partikel terlarut (tersuspensi). Hal ini dimungkinkan terutama di stasiun II dan III letaknya berada di lingkungan areal perindustrian dan daerah yang padat

permukiman. Tingginya partikel

terlarut (tersuspensi) juga bisa bersumber dari tingginya limbah organik (bahan organik) di dalam perairan, dan dapat disebabkan pula oleh turbulensi yang cukup kuat oleh arus di lokasi tersebut. Menurut Effendi (2003), kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan akan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan

dapat juga mempersulit usaha

penyaringan dan mengurangi

efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

Kandungan Logam Berat Pb dan Cu dalam air

Kandungan logam berat Pb dan Cu terdapat pada perairan selain keberadaannya secara alamiah di perairan tersebut, logam berat juga dapat berasal dari aktivitas manusia yang ada di sekitar perairan Sungai

Belumai. Fluktuasi konsentrasi

logam berat dapat dipengaruhi oleh masuknya buangan-buangan yang mengandung logam berat, seperti limbah industri, limbah domestik dan pertanian yang masuk ke perairan, debu yang masuk ke perairan dengan bantuan air hujan, aliran sungai dan angin (Darmono, 1995).

Kandungan Logam Pb dalam air Hasil analisis logam Pb dalam air di perairan Sungai Belumai berkisar antara 0.0447 - 0.1875 ppm.

Kandungan logam Pb tertinggi

terdapat di Stasiun III yaitu 0.1875 dan terendah adalah Stasiun I yaitu

(7)

0.0447, sedangkan kandungan logam Pb di Stasiun II yaitu 0.1069. Tingginya kandungan logam Pb di Stasiun III juga disebabkan oleh banyaknya limbah domestik dan

limbah industri yang masuk

keperairan ini, dan letak stasiun ini di

sekitar pabrik-pabrik industri

sehingga kemungkinan menampung limbah dari stasiun I dan II, karena air dari stasiun I dan II pada sungai

dalam perjalanannya mengalami

kontaminasi baik karena erosi

maupun pencemaran dari sepanjang tepi Sungai Belumai. Palar (1994) menyatakan bahwa logam Pb masuk kedalam badan perairan dapat secara alamiah dan aktifitas manusia. Pb yang masuk kedalam badan perairan

sebagai dampak dari aktifitas

manusia antara lain dari air buangan (limbah) industri yang berkaitan dengan Pb dan buangan sisa insdustri baterai. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak-anak sungai untuk kemudian akan dibawa terus menuju lautan.

Banyaknya cairan limbah rumah tangga yang masuk ke perairan Sungai Belumai juga merupakan sumber masuknya logam berat Pb keperairan ini. Menurut Connel dan Miller (1995), bahwa cairan limbah rumah tangga dan aliran air badai

perkotaan cukup besar dapat

menyumbangkan logam Pb

keperairan. Logam Pb ini berasal dari limbah rumah tangga oleh

sampah-sampah metabolik dan

korosi pipa-pipa air. Selain itu pembuangan sampah-sampah lumpur juga dapat juga menyumbangkan pengkayaan logam Pb kedalam badan air penerima. Rendahnya kandungan logam berat Pb di Stasiun I karena pada stasiun ini masih sedikit pemukiman penduduk di

sekitar sungai dan belum banyak menerima masukan limbah domestik maupun industri sehingga jumlah logam Pb yang terdapat didalam air sedikit.

Kandungan logam berat Pb yang terukur di masing-masing stasiun penelitian semuanya menunjukkan konsentrasi yang tinggi, melebihi baku mutu air yang ada, baik yang diperbolehkan pada air maupun yang

diinginkan. Jika dibandingkan

dengan baku mutu yang

diperbolehkan konsentrasi logam berat yang ada di setiap stasiun melebihi baku mutu dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Logam Pb dan Cu Dalam Air di Perairan Sungai Belumai Parameter Baku Mutu * Kandungan logam (mg/l) Stasiun I II III Pb Cu 0.03 0.02 0.0447 0.1959 0.1069 0.3056 0.1875 0.3988

Ket: *PP No. 82 Tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air maka kandungan logam Pb perairan Sungai Belumai sudah melewati baku mutu air.

Kandungan Logam Cu dalam air Logam Cu merupakan logam yang keberadaannya di perairan dapat secara alami dan dikarenakan adanya aktivitas manusia. Dalam waktu tertentu, kandungan logam Cu dalam perairan akan berfluktuasi, tergantung dari kondisi alam dan buangan dari aktivitas manusia yang

(8)

mengandung logam Cu yang masuk ke perairan.

Dari hasil pengukuran sampel air yang didapatkan nilai konsentrasi Tembaga (Cu) pada ketiga stasiun, Berdasarkan hasil yang didapat terlihat bahwa nilai rata-rata konsentrasi Tembaga (Cu) tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0,3988 mg/l, sedangkan nilai rata-rata konsentrasi Tembaga (Cu) terendah terdapat pada stasiun I yaitu 0,1959 mg/l, sedangkan kandungan logam Tembaga (Cu) di stasiun II yaitu 0,3056 mg/l.

Kandungan logam berat

Tembaga (Cu) yang relatif tinggi terdapat di stasiun II dan stasiun III, diduga berasal dari limbah kegiatan sejumlah industri yang beroperasi di sekitar Sungai Belumai terutama yang memproduksi baterai, cat, tekstil, galvanis dan penyamakan kulit. Unsur logam berat umumnya digunakan sebagai bahan baku atau sebagai bahan tambahan dalam berbagai industri. Menurut Darmono

(1995), logam berat sangat

diperlukan dalam proses produksi dari pabrik cat, penyamakan kulit, accu/baterai, dan alat-alat listrik.

Kandungan logam berat Cu yang terukur di masing-masing

stasiun penelitian semuanya

menunjukkan konsentrasi yang

tinggi, melebihi baku mutu air baik yang diperbolehkan maupun yang diinginkan. Menurut Azrul (1995) yaitu bahwa industri yang berpotensi besar dalam memasukkan logam Cu ke perairan adalah industri tekstil, karena sebagian besar industri tekstil di Indonesia ini belum memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai. Stasiun II dan stasiun III merupakan daerah yang berdekatan dengan industri-industri antara lain industri tekstil. pemasukan logam

berat Cu ke sungai belumai tidak hanya dari limbah industri tapi juga berasal dari limbah rumah tangga dan pertanian. Jika dibandingkan

dengan baku mutu yang

diperbolehkan konsentrasi logam berat yang ada di setiap stasiun melebihi baku mutu dapat di lihat pada Tabel 2.

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air maka kandungan logam Pb perairan Sungai Belumai sudah melewati baku mutu air.

Hubungan Logam berat dengan Parameter Kualitas Air.

Untuk menentukan kualitas air terhadap konsentrasi logam dalam air sangat sulit, karena sangat erat

hubungannya dengan partikel

tersuspensi yang terlarut di

dalamnya. Logam-logam dalam

lingkungan perairan umumnya

berada dalam bentuk ion. Ion-ion itu ada yang merupakan ion-ion bebas,

pasangan ion organik, ion-ion

kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya.

pH akan mempengaruhi

konsentrasi logam berat di perairan, dalam hal ini kelarutan logam berat akan lebih tinggi pada pH rendah, sehingga menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Nilai pH pada perairan Sungai Belumai yang terukur menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai pH. Kenaikan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya

kelarutan dari senyawa-senyawa

logam tersebut. Umumnya pada pH

yang semakin tinggi, maka

kestabilan akan bergeser dari

karbonat ke hidroksida.

Hidroksida-hidroksida ini mudah sekali

(9)

dengan partikel-partikel yang terdapat pada badan perairan. Lama-kelamaan persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel-partikel yang ada di badan perairan akan mengendap dan membentuk lumpur.

Suhu perairan mempengaruhi proses kelarutan akan logam-logam berat yang masuk ke perairan. Dalam hal ini semakin tinggi suatu suhu perairan kelarutan logam berat akan semakin tinggi. Pada stasiun I di

Sungai Belumai suhu perairan

menunjukkan rendah dibanding dua stasiun lainnya, oleh karenanya di dapatkan kelarutan akan bahan pencemar di perairan pada stasiun I kandungan logam berat nya rendah, dan kandungan logam Pb dan Cu pada stasiun II dan III di Sungai Belumai lebih tinggi dibandingkan stasiun I. Karena faktor suhu juga mempengaruhi konsentrasi logam berat di kolom air, penurunan suhu

air yang lebih dingin akan

memudahkan logam berat

mengendap ke sedimen. Sementara suhu yang tinggi, senyawa logam berat akan larut di air. Suhu di Aliran Air Sungai Belumai berkisar 24 – 27,5 C. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2001) yang menyatakan bahwa suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara. Tingkah laku logam-logam di dalam badan perairan juga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi antara air dengan sedimen (endapan). Keadaan ini terutama sekali terjadi pada bagian dasar dari perairan. Dalam hal ini pada dasar perairan, ion logam dan kompleks-kompleksnya yang terlarut dengan cepat akan membentuk

partikel-partikel yang lebih besar, apabila terjadi kontak dengan permukaan partikulat yang melayang-layang dalam badan perairan. Partikel-partikel tersebut terbentuk dengan

bermacam-macam bentuk ikatan

permukaan (Palar, 2004).

DO juga dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan, bila terjadi penurunan DO maka akan

menyebabkan peningkatan daya

toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah diperoleh memperlihatkan bahwa pada stasiun II dan stasiun III yang memiliki nilai

DO yang lebih rendah dan

memperlihatkan hasil kandungan logam berat Pb dan Cu yang tinggi dibandingkan pada Stasiun I di Sungai Belumai yang memiliki nilai DO yang lebih tinggi dan kandungan logam berat yang lebih rendah. Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada air memiliki nilai kisaran 0,074 - 0,176 mg/L untuk timbal dan nilai kandungan tembaga berkisar 0,186 - 0,423 mg/L. 2. Nilai kandungan logam berat

timbal (Pb) dan tembaga (Cu) di aliran sungai belumai telah melebihi nilai ambang batas PP

No.82 Tahun 2001 yaitu

kandungan logam Pb tidak boleh

melebihi 0,03 mg/L dan

kandungan Cu tidak boleh

melebihi 0,02 mg/L. Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Pb dan Cu terhadap

(10)

organisme-organisme yang hidup di perairan Sungai Belumai.

2. Menghimbau kepada masyarakat setempat agar mampu menjaga kondisi perairan Sungai Belumai dengan tidak membuang limbah secara langsung ke dalam aliran sungai.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I. 2002. Kualitas Air Perairan Laut Teluk Jakarta

selama Periode 1996-2002.

Bogor: Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Azrul, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan PT

Mutiara Sumber Widya.

Jogyakarta.

Brinkhurst, R. O. 1971. A guide for the identification of british aquatic oligochaeta.University

of Toronto Scientific

Publication, Toronto.

Connel, D. W., dan Miller, G. J.

1995. Kimia dan

Ekotoksikologi. Penerjemah Koestoer, Y dan Sehati. UI Press. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam dalam

Sistem Biologi Makhluk

Hidup. Jakarta: UI-press Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air

bagi pengelolaan sumberdaya

dan lingkungan perairan.

Penerbit Kanisius.Yogyakarta. Hutagalung, H. P., 1984. Logam

Berat Dalam Lingkungan

Laut. Pewarta Oseana, IX.No 1.

Mason, C. F. 1993. Biology of

Freshwater Pollution.

Longman Scientific and

Technical, New York.

Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan dari Marine

Biology and Ecological

Approach oleh M. Eidman.

PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Yuliati. 2010. Akumulasi logam Pb di perairan Sungai Sail dengan menggunakan bioakumulator

eceng gondok. Jurnal

Perikanan dan Kelautan. Vol. 1 : 39-49.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, pemberian 400 ml jus kacang hijau selama 21 hari menghasilkan penurunan secara bermakna terhadap kadar kolesterol LDL pada subjek sebelum

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara

Dilakukan juga pemeriksaan kesehatan untuk mendapatkan faktor resiko dari OA diantaranya : Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan dan pengukuran Tekanan

Sastrawan MPU tanggal 15 s/d 17 Oktober 2012 yang bertempat di Pendopo Candra Kirana Hotel Brongto Provinsi DI Yogyakarta 100 Sosialisasi Tari Walijamaliha dengan target

Kualitas produk merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan pemilihan suatu produk oleh konsumen. Produk yang ditawarkan haruslah suatu produk yang

Modulation of citrate metabolism alters aluminum tolerance in yeast and transgenic canola overexpressing a mithocondrial citrate synthase.. Thermostability and

Ramlan Surbakti , Didik Supriyanto dan August Mellaz , diterbitkan oleh Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan Indonesia (Partnership for Governance. Reform in

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebisingan dengan beberapa faktor seperti volume kendaraan, kecepatan sepeda motor, kecepatan kendaraan ringan,