• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk itu masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya. Dalam upaya mewujudkan hak tersebut pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.

Amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 2 “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat…” dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyebutkan negara memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Bahwa setiap warga negara dijamin haknya untuk hidup layak apabila terjadi sesuatu yang tidak menguntungkan yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan yang diakibatkan sakit, kecelakaan, kehilangan pekerjaan, usia lanjut dan pensiun (Pemerintah Republik Indonesia, 2004).

Jaminan kesehatan sosial merupakan salah satu upaya pemerintah memberikan perlindungan kesehatan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Kemenkes, 2012). Jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial yaitu adanya unsur peran serta masyarakat dalam bentuk pembayaran iuran jaminan kesehatan secara adil berdasarkan kemampuan keuangan peserta. Hal ini sesuai dengan prinsip ekuitas atau keadilan yang artinya kontribusi peserta dalam jaminan kesehatan didasarkan pada kemampuan seseorang (ability to pay), bukan berdasarkan status kesehatannya (Murti, 2010 dalam Handayani & Gondodipuro, 2012).

(2)

Sesuai amanat UUD 1945 dan UU No. 40 tahun 2004, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran kesehatan untuk sektor publik. Untuk menjamin pembiayaan jaminan kesehatan terutama untuk masyarakat miskin pemerintah pusat memberikan bantuan dengan membayar premi jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu melalui Program Jamkesmas yang sekarang dalam era Jaminan Kesehatan Nasional disebut dengan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Sebagai bukti komitmen terhadap amanat UUD 1945 dan UU No. 40 tahun 2004 maka pemerintah daerah juga memberikan jaminan kesehatan bagi warganya melalui jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Termasuk di Provinsi DIY, penyelenggaraan Jamkesda di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah dimulai sejak tahun 2003 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 74 tahun 2003 yang bernama Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Sosial (Bapel Jamkesos).

Pelaksanaan program jaminan kesehatan daerah di DIY telah terintegrasi antara provinsi dan kabupaten/ kota, dengan nama program Jaminan Kesehatan Semesta DIY (Jamkesta DIY) yang dipayungi dengan Peraturan Gubernur No. 19 tahun 2011 tentang Jaminan Kesehatan Semesta DIY yang telah direvisi menjadi Peraturan Gubernur No. 1 tahun 2014, dalam rangka upaya sinkronisasi, koordinasi dan sinergi menuju integritas program jaminan kesehatan semesta bagi masyarakat DIY (Pemerintah Daerah DIY, 2011).

Adapun skema sasaran dari program Jamkesta ini adalah untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dibantu oleh pemerintah (pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ kota) melalui PBI yaitu Jamkesmas (JKN), Jamkesos dan Jamkesda dan untuk masyarakat yang mampu dan sehat membayar iuran/ premi melalui program mandiri Jamkesta.

Persentase cakupan kepesertaan jaminan kesehatan di DIY pada tahun 2013 sebanyak 80,89% dari seluruh jumlah penduduk DIY, sehingga masih 19,11% yang belum mempunyai jaminan kesehatan, seperti pada gambar dibawah ini.

(3)

Gambar 1. Persentase cakupan kepesertaan jaminan kesehatan DIY tahun 2013 (Sumber : Seksi PJK Dinkes DIY)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan adalah sebesar 19,11%. Hal ini merupakan sasaran untuk jaminan kesehatan mandiri, karena untuk masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya sudah dibayar pemerintah baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, diharapkan masyarakat yang belum mempunyai jaminan kesehatan ini adalah masyarakat yang mampu untuk membayar iuran jaminan kesehatan.

Sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 19 tahun 2011 disebutkan bahwa salah satu jenis kepesertaan dalam sistem Jamkesta DIY adalah kepesertaan mandiri. Peserta mandiri adalah masyarakat yang membayar sendiri secara teratur kepada penyelenggara Jamkesta untuk mendapatkan jaminan kesehatan paling kurang telah membayar iuran selama 12 bulan dan harus penduduk DIY yang telah menetap di DIY minimal 6 bulan. Tujuan Jamkesta Mandiri adalah agar semua masyarakat DIY mempunyai jaminan kesehatan, terpenuhinya asas keadilan dan martabat, peningkatan mutu pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan dan usia harapan hidup lebih panjang.

(4)

Program mandiri Jamkesta DIY dimulai pada tahun 2012 sampai dengan sekarang dengan jumlah peserta dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1. Data jumlah peserta Jamkesta Mandiri DIY tahun 2012 – 2013

Kab./ Kota Tahun 2012

(jiwa) Tahun 2013 (jiwa) Yogyakarta 456 169 Bantul 398 251 Kulon Progo 40 7 Gunungkidul 59 61 Sleman 335 184 Kelompok 363 494 Jumlah 1.651 1.166

Sumber : Laporan Bapel Jamkesos DIY 2013

Pada tabel 1 terlihat capaian peserta Jamkesta Mandiri di kabupaten/ kota yang ada di DIY. Capaian kepesertaan yang tinggi di Kota Yogyakarta, Kab. Bantul dan Kab. Sleman. Capaian pada Kab. Kulon Progo dan Kab. Gunungkidul cukup rendah karena pada kedua kabupaten tersebut pemerintah setempat telah mengeluarkan kebijakan untuk memberlakukan total coverage bagi semua penduduknya dengan batasan maksimal tertentu sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Kebijakan tersebut membuat masyarakat kurang tertarik untuk ikut menjadi peserta Jamkesta Mandiri DIY.

Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa jumlah peserta Jamkesta mandiri dari tahun 2012 ke tahun 2013 jumlahnya menurun. Hal ini dikarenakan banyak peserta yang tidak melanjutkan mendaftar lagi sebagai peserta (drop out). Hal ini seperti hasil penelitian oleh Hengjin et al. tahun 2009 di Burkina Faso yang menyebutkan bahwa sejak peluncuran CBI (Community-Based Health Insurance) tingkat drop-out tinggi berkisar antara 30,9% sampai 45,7%. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain : kepala rumah tangga perempuan, usia yang lebih tinggi atau pendidikan yang rendah dari kepala rumah tangga, tidak pernah sakit dalam tiga bulan terakhir, jumlah anak sedikit, persepsi yang kurang baik terhadap pelayanan kesehatan, pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi dan jarak ke fasilitas kesehatan yang dikontrak (Dong et al., 2009).

(5)

Dalam mendukung program Jamkesta Mandiri DIY berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya kegiatan sosialisasi dan promosi tentang program terkait. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat DIY tentang Jamkesta Mandiri DIY dengan harapan masyarakat mengetahui dan kemudian mendaftarkan menjadi peserta Jamkesta Mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2013) yang menyebutkan banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana caranya untuk mendaftarkan diri menjadi peserta Jamkesda hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi secara intensif kepada masyarakat.

Penurunan jumlah peserta Jamkesta mandiri tersebut merupakan masalah yang dihadapi oleh Bapel Jamkesos DIY. Sejalan dengan penelitian Putri (2013) tentang Evaluasi Kepesertaan Mandiri Jamkesta DIY dengan hasil pemahaman sebagian masyarakat terhadap prosedur menjadi peserta dan mekanisme akses pelayanan kesehatan Jamkesta Mandiri DIY sudah baik, akan tetapi pada kenyataannya pencapaian kepesertaan Jamkesta Mandiri DIY masih rendah.

Sesuai dengan peta jalan JKN secara bertahap Jamkesda akan berintegrasi dalam JKN, dengan menyesuaikan iuran/ premi dalam JKN. Pada Program Jamkesta Mandiri DIY iuran/ premi yang harus dibayar adalah Rp. 10.000,- per orang/ per bulan, sedangkan dalam program JKN iuran untuk kelas yang sama Rp. 25.500,- per orang per bulan. Jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menuntut peran serta masyarakat dalam bentuk iuran jaminan kesehatan. Besarnya iuran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah untuk rawat inap kelas III adalah Rp. 25.500,- per orang per bulan. Dengan asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga 4 orang maka jumlah iuran yang harus dibayarkan oleh keluarga sebesar Rp. 102.000,- per bulan.

Pada tahun 2009 pernah dilaksanakan kajian kemauan dan kemampuan bayar jaminan kesehatan masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DIY didapatkan data minat masyarakat DIY yang belum memiliki jaminan kesehatan untuk mengikuti jaminan kesehatan dengan sistem penarikan premi cukup baik yaitu mencapai 57%. Tingkat kemampuan membayar masyarakat DIY yang belum memiliki

(6)

jaminan kesehatan untuk membayar premi antara 5 – 10 ribu rupiah mencapai 92,2%. Rata-rata kemampuan membayar penduduk yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 4 orang atau lebih mencapai Rp. 42.347,00 (Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2009). Hasil kajian pada saat itu digunakan untuk menetapkan besaran premi Jamkesta Mandiri DIY, yaitu sebesar Rp. 7.500,- per orang per bulan.

Berapa kemampuan dan kemauan masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan pada tahun 2015 belum diketahui. Walaupun pada tahun 2009 telah diketahui ATP masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan, namun ATP tersebut sudah tidak bisa digunakan sebagai acuan untuk saat ini karena adanya perubahan-perubahan antara lain perubahan kebijakan dan situasi saat ini. Dalam pelaksanaan Program JKN kebijakannya menyebutkan bahwa kepesertaan bersifat wajib, semua penduduk harus mengikuti program ini. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah daerah untuk membayar premi/ subsidi premi bagi masyarakatnya juga mengikuti dengan situasi saat ini. Untuk itu perlu diketahui kemampuan dan kemauan masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan pada tahun 2015 untuk turut serta dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui dinamika tingkat kemauan dan kemampuan membayar premi jaminan kesehatan (JKN) pada masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan, serta mencari tahu apa saja determinan yang mempengaruhi kemauan dan kemampuan membayar premi jaminan kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas didapatkan permasalahan penelitian adalah : Bagaimanakah perbandingan kemampuan dan kemauan membayar iuran jaminan kesehatan masyarakat DIY yang belum memiliki jaminan kesehatan pada tahun 2009 dan 2015 serta faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kemauan membayar jaminan kesehatan?

(7)

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain :

1. Membandingkan kemampuan membayar premi jaminan kesehatan masyarakat DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan pada tahun 2009 dan 2015. 2. Membandingkan kemauan membayar premi jaminan kesehatan masyarakat

DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan pada tahun 2009 dan 2015. 3. Mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi kemampuan dan

kemauan membayar premi jaminan kesehatan.

D. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini bermanfaat :

1. Bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan bantuan/ subsidi pembayaran premi JKN pada masyarakat yang memerlukan.

2. Bagi BPJS Kesehatan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai upaya perluasan cakupan kepesertaan secara mandiri.

3. Bagi peneliti dapat memberikan tambahan wacana dalam rangka menambah khasanah keilmuan yang dapat diterapkan dalam mendukung tugasnya. 4. Sebagai salah satu bahan atau sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Kemampuan dan Kemauan Membayar Premi Jaminan Kesehatan hampir serupa dan pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Hasan (2004) meneliti tentang Kemauan dan Kemampuan Membayar terhadap JPKM Kab. Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa variabel persepsi masyarakat terhadap manfaat JPKM, persepsi resiko sakit dan besar kerugian mempengaruhi kemampuan

(8)

membayar, sedangkan variabel jumlah anggota keluarga tidak mempengaruhi kemampuan membayar.

2. Tibrani (2008), tentang Kemauan Membayar Iur Premi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Kota Padang Panjang Sumatera Barat. Hasil penelitiannya menyatakan : Masyarakat mau membayar iur premi untuk pengembangan program JPK karena mempunyai persepsi yang baik tentang manfaat dan mutu program tersebut. Masyarakat memilih paket B dengan iur premi sebesar Rp. 20.000,-

3. Prabowo (2012) meneliti tentang Analisis Besaran Premi, Tingkat Kemampuan dan Kemauan Masyarakat Membayar Premi Jaminan Kesehatan Daerah Kab. Klaten. Hasil penelitiannya menyatakan : Besaran premi Jamkesda Kab. Klaten adalah sebesar Rp. 20.000,- Tingkat kemampuan masyarakat untuk membayar premi adalah sebesar Rp. 14.191,- per orang per bulan. Tingkat kemauan masyarakat membayar premi adalah sebesar Rp. 10.000,-

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada beberapa variabel penelitian antara lain : pendidikan, pengeluaran per bulan dan kemampuan membayar, sedangkan perbedaan penelitian ini dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu penelitian-penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara kemampuan dan kemampuan masyarakat dalam membayar premi jaminan kesehatan tahun 2009 dan tahun 2015, dengan rancangan penelitian panel study, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Sumber data yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan kasus tindak pidana Narkotika, Psikotropika yang diatur sesuai dengan UU RI No.35 tahun 2009

Pada hal, Pasal 4 ayat 2 secara tegas bahwa pelaku usaha patut atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa jika dua

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan dilakukan penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan minat dan hasil belajar matematika dengan model