1
EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARE (Momordica charantia L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
(Sprague Dawley)
Rini Setiawati1, Min Rahminiwati2 dan Ike Yulia Wiendarlina3 1. Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor
ABSTRAK
Buah pare adalah buah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan sehari-hari dan obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Buah pare memiliki kandungan yang berkhasiat dalam pengobatan seperti flavonoid. Flavonoid berperan sebagai analgetik melalui hambatan kerja enzim siklooksigenase sehingga produksi prostaglandin oleh asam arakidonat berkurang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanol 70% buah pare yang diberikan secara oral terhadap tikus putih jantan yang diinduksi secara kimia menggunakan AgNO3 1%. Pengujian dilakukan terhadap 25 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan kontrol negatif (CMC 0,5%), kontrol positif (Natrium diklofenak 0,9 mg/200g BB), dosis I (151,2 mg/200g BB), dosis II (302,4 mg/200g BB) dan dosis III (604,8 mg/200g BB).
Hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% buah pare dengan 3 dosis yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah cicitan (P<0,01 atau 0,05). Berdasarkan uji lanjut Duncan dosis III (604,8 mg/200g BB) merupakan dosis yang memiliki efektivitas sebagai analgetik jika dibandingkan dengan dosis I (151,2 mg/200g BB) dan dosis II (302,4 mg/200g BB).
Kata Kunci: Analgetik, Buah Pare (Momordica charantia L.), Tikus Jantan
ABSTRACT
Pare fruit is generally consumed by Indonesian people as daily food shuff and traditional medicine to treat various diseases. Pare fruit has efficacious contents for treatment various of disease such as flavonoids. Flavonoids act as analgesics through inhibitor of cyclooxygenase enzyme activity leading to a reduction prostaglandins production from arachidonic acid.
This study was aimed to determine the analgesic effect of the 70% aethanol extract of pare fruit that was administered orally to male rats that induced by AgN03 1%, taking 25 rats as samples and divided in to 5 groups as negative control (CMC 0.5%), positive control (diclofenac sodium 0.9 mg / 200 g BW), dose I (151.2 mg / 200 g BW), dose II (302.4 mg / 200 g BW) and dose III (604.8 mg / 200 g BW).
The results of the research can be stated that 70% aethanol extract of pare fruit with 3 different doses given real effect on the number of tweets (P <0.01 or 0.05). Based on Duncan advanced test, dose III (604.8 mg / 200g BB) was the dose that has an analgesic efficacy as compared with the first dose (151.2 mg / 200g BW) and the second dose (302.4 mg / 200g BB).
2 PENDAHULUAN
Buah pare adalah buah yang banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia sebagai bahan makanan
sehari-hari dan obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Buah pare memiliki kandungan yang berkhasiat dalam pengobatan seperti saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid, momordisin, glikosida kukurbitasin, karantin, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam
stearat (Subahar, 2004). Saponin,
karantin dan glikosida kukurbitacin memiliki efek menurunkan kadar gula darah, triterpenoid sebagai antifungi atau insektisida dan flavonoid berperan sebagai analgetik menghambat kerja enzim siklooksigenase (Suryanto, 2012)
dengan demikian flavonoid akan
mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri (Gunawan dkk., 2008).
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang berfungsi mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan rasa kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum). Natrium diklofenak merupakan salah
satu analgetika prefential COX-2
inhibitor. Obat ini adalah penghambat
siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. (Wilmana dan Gan, 2007).
Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan episode arthritis
akut berulang pada sendi
metatarsophalangeal tetapi dapat juga mengenai sendi lain. Arthritis gout berasal dari deposit kristal asam urat seperti jarum di sendi, menyebabkan inflamasi dengan nyeri yang berat pada
sendi yang terkena. Penyakit ini
memiliki kecenderungan genetik yang kuat yang lebih sering ditemukan pada pria dewasa, dicirikan dengan episode arthritis akut, dan segera juga dengan kerusakan kronik pada sendi dan struktur lainnya, disebabkan oleh hiperurisemia (Sudoyo dkk., 2006).
Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Elly (2010) diketahui bahwa ekstrak etanol 70% daun pare (Momordica charantia L.) pada tikus putih jantan mempunyai efek sebagai antipiretik karena memiliki kandungan flavonoid. Hasil penelitian Maftuhah (2005) menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% buah pare mempunyai efek
antipiretik, sedangkan penelitian
Haryanto (2007) menunjukkan bahwa infusa buah pare pada kelinci jantan memiliki efek antipiretik. Antipiretik dan analgetik memiliki banyak persamaan
dalam efek terapi yakni dapat
menghambat biosintesis prostaglandin (Wilmana dan Gan, 2007). Penelitian ini adalah untuk mempelajari efek ekstrak etanol 70% buah pare (Momordica
charantia L.) sebagai analgetik dengan
metode induksi nyeri dilakukan
menggunakan AgNO3 1% secara
intraartikular.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanol 70% buah pare secara oral dengan mengamati jumlah cicitan yang timbul pada tikus setelah induksi AgNO3 1%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan informasi tentang
potensi analgetik pada ekstrak etanol buah pare sebagai tanaman yang telah dikenal dan digunakan secara luas oleh masyarakat.
METODE PENELITIAN Pengumpulan Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : daging buah pare gajih yang sudah tua dan berwarna hijau, etanol 70%, tikus putih jantan strain Sparague Dawley dengan umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 gram, aquadests, asam klorida 2 N, pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, serbuk Magnesium, asam klorida pekat, eter, Natrium diklofenak, perak nitrat 1%, Carboxy methyl cellulosse dan Natrium klorida fisiologis.
3 Determinasi Tumbuhan
Buah pare (Momordica charantia L.) yang akan digunakan didapat dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) di Bogor, kemudian
dideterminasi di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Bogor, Indonesia.
Pembuatan Simplisia Buah Pare
Buah pare yang digunakan adalah buah pare jenis gajih yang memiliki kulit berwarna hijau tua, dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel (sortasi basah), dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk membebaskan buah dari sisa-sisa air cucian, kemudian buah dipisahkan dari bijinya lalu dirajang tipis-tipis dengan ketebalan kurang lebih 0,1 cm, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50-60oC sampai kering. Simplisia kering dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang pada saat pencucian (sortasi kering). Tahap selanjutnya simplisia
kering digrinder sehingga menjadi
simplisia serbuk sesuai dengan derajat kehalusan simplisia buah pare (mesh 40), disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat (DepKes RI, 1995).
Penetapan Kadar Air
Prosedur penentuan kadar air
simplisia dilakukan dengan
menggunakan alat Moisture balance, dengan cara menyalakan tombol on/of terlebih dahulu dan program diset pada temperatur yang sesuai dengan simplisia yang akan diuji. Serbuk simplisia
ditimbang sebanyak 1 g setelah
permukaan simplisia diratakan sampai
menutup permukaan punch, alat
moisture balance ditutup. Proses penentuan kadar air selesai dengan adanya bunyi alarm pada alat. Persen kadar air dari simplisia secara otomatis tertera dalam monitor.
Syarat kadar air yang harus
dipenuhi yaitu 10% atau dengan
ketentuan umum sesuai simplisia yang digunakan (dilakukan duplo).
Penetapan Kadar Abu
Lebih kurang 2-3 g zat yang telah
digerus dan ditimbang seksama,
dimasukkan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara setelah diratakan lalu krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian dinginkan lalu timbang. Jika dengan cara ini arang tidak bisa dihilangkan, tambahkan air panas dan disaring dalam krus yang sama. Filtrat yang diperoleh diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DepKes RI., 2000).
Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Buah Pare
Serbuk kering simplisia buah pare
sebanyak 400 g dimaserasi
menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan (1:10) pada suhu ruang. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari, dengan dilakukan pengocokan secara
kontinyu setiap 5x1 jam. Residu
diremaserasi dan filtrat yang diperoleh dikeringkan dengan alat vaccum dry sehingga diperoleh ekstrak buah pare (DepKes RI, 2008).
Analisis Fitokimia Uji Alkaloid
Serbuk simplisia sebanyak 500 mg ditambah 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL aquadest, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan disaring, kemudian dibagi dalam dua
tabung reaksi. Tabung pertama
dimasukkan pereaksi Mayer dan hasil dinyatakan positif bila terbentuk endapan
putih sedangkan tabung kedua
dimasukkan pereaksi Bauchardat dan hasil positif bila terbentuk endapan coklat sampai hitam (DepKes RI., 1995).
4 Uji Flavonoid
Larutan uji serbuk simplisia diuapkan hingga kering, ditambahkan 2-3 tetes etanol, kemudian ditambahkan dengan serbuk magnesium dan beberapa tetes asam klorida 5M. Warna merah hingga merah lembayung yang timbul menandakan adanya senyawa flavonoid. Uji flavonoid juga dapat dilakukan
dengan cara mengganti serbuk
magnesium dengan menggunakan serbuk seng, reaksi positif menunjukan warna merah muda (Hanani, 2015).
Uji Saponin
Serbuk simplisia sebanyak 500 mg dikocok dengan 10 mL air (jika perlu dipanaskan sebentar diatas penangas air).
Reaksi positif ditunjukkan dengan
adanya busa yang stabil dan tidak hilang
dengan penambahan asam klorida
(Hanani, 2015).
Uji Tanin
Serbuk simplisia diekstraksi dengan air, alkohol atau aseton. Larutan tanin mengendap dengan tambahan logam berat atau gelatin (protein) 1% dalam
natrium klorida 10%. Sampel
ditambahkan larutan garam feri (besi), dan akan menunjukan reaksi warna biru hitam (Hanani, 2015).
Pemeliharaan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan berumur 3-4 bulan dengan bobot sekitar 150-200 g. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Selama penelitian semua kelompok tikus diberi pakan pellet dan minum secara adlibitum.
Uji Analgetik Ekstrak Buah Pare
Uji analgetik ekstrak buah pare
terhadap hewan dilakukan dengan
prosedur berikut ini berdasarkan metode penapisan nyeri sendi (Kelompok Kerja Ilmiah, 1993):
a. Tikus dipuasakan ±18 jam sebelum pengujian, air minum tetap diberikan. b. Larutan AgNO3 1% disuntikkan kepada setiap hewan uji, ke dalam sendi tibio tersienne. Delapan belas
jam kemudian dilakukan
pengamatan, hewan yang mencicit karena kesakitan bila dilakukan gerakan fleksi terhadap sendi yang bengkak sebanyak 10 kali dalam waktu satu menit adalah hewan yang dapat digunakan pada percobaan. Hewan uji yang telah terseleksi ini dikelompokkan menjadi 5 kelompok.
Kelompok I : kontrol negatif diberikan CMC 0,5%
Kelompok II : kontrol positif diberikan natrium diklofenak 0,9 mg/200g BB
Kelompok III : ekstrak etanol 70% buah pare 151,2 mg/200g BB Kelompok IV : ekstrak etanol 70% buah pare 302,4 mg/200g BB
Kelompok V : ekstrak etanol 70% buah pare 604,8 mg/200g BB
c. Tiap hewan uji dilakukan gerakan fleksi pada sendi sebanyak 10 kali
dalam 1 menit. Sediaan uji
dinyatakan bersifat analgetik untuk nyeri sendi bila hewan tidak mencicit kesakitan oleh gerakan fleksi yang
dilakukan. Waktu pengamatan
dilakukan pada 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam setelah pemberian sediaan uji.
Analisis Data
Data-data yang diperoleh dianalisa dengan analisis sidik ragam untuk rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan program SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman yang
dilakukan di Pusat Konversi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor diketahui bahwa tanaman yang digunakan merupakan
tanaman dari spesies Momordica
5 Hasil Pembuatan Serbuk Buah Pare
Serbuk dibuat dengan cara
menggrinder buah pare yang telah dikeringkan dan dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40. Dari 9 kg buah pare segar diperoleh serbuk simplisia sebanyak 521,5 g
dengan rendemen sebesar 5,56%.
Perhitungan rendemen simplisia buah pare dapat dilihat pada Lampiran 6. Pembuatan simplisia kering menjadi serbuk bertujuan untuk membuat luas permukaan simplisia menjadi lebih besar sehingga pada proses pengekstraksian menjadi lebih efisien. Simplisia buah pare memiliki karakteristik berupa serbuk halus dengan warna hijau kecoklatan dan memiliki rasa pahit
Hasil Pembuatan Ekstrak Buah Pare
Pembuatan ekstrak buah pare dilakukan dengan metode maserasi dan didapatkan ekstrak kering sebanyak 94,6 g yang berwarna coklat kehitaman
dengan rendemen ekstrak sebesar
23,65%. Perhitungan rendemen ekstrak dilakukan untuk melihat presentase kadar zat aktif yang terbawa dalam pelarut yang digunakan namun tidak dapat menentukan jenisnya. Pembuatan
ekstrak dengan metode maserasi
menguntungkan karena proses ini
merupakan proses perendaman sampel tumbuhan yang akan mengakibatkan
terjadinya pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang terdapat dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Husna, 2015).
Hasil Uji Kadar air
Kadar air ditentukan untuk memenuhi salahsatu syarat bahan baku herbal (DepKes RI, 1995). Tujuan penentuan kadar air untuk mengetahui masa simpan simplisia atau ekstrak. Kadar air yang tinggi mengakibatkan
mikroorganisme mudah tumbuh
sehingga masa simpannya menjadi pendek. Menurut DepKes RI (1997) persyaratan kadar air simplisia adalah tidak lebih dari 10%.
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Moisture
Balance. Hasil penetapan kadar air
rata-rata serbuk simplisia buah pare adalah
sebesar 8,47%, sedangkan untuk
penetapan kadar air ekstrak kering buah pare adalah 4,82%. Kadar air serbuk simplisia dan ekstrak kering buah pare telah memenuhi syarat.
Tabel 1. Hasil Kadar Air
Sampel Hasil Rata-rata
Serbuk simplisia 7,96% 8,47%
8,98%
Ekstrak 4,89% 4,82%
4,75%
Hasil Uji Kadar Abu
Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui cemaran berupa bahan anorganik dalam simplisia. Hasil penentuan kadar abu simplisia buah pare sebesar 6,45% sedangkan kadar abu untuk ekstrak buah pare sebesar 4,88%. Kadar abu ini telah memenuhi persyaratan karena kadar abu simplisia buah pare dalam DepKes RI (2010)
yaitu tidak lebih dari 7,2% dan syarat untuk kadar abu ekstrak buah pare yaitu tidak lebih dari 9,0%.
Hasil Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan dengan menggunakan analisis uji kualitatif yakni dengan mengamati
reaksi warna dengan beberapa
6
dilakukan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu simplisia. Senyawa yang
diujikan yaitu golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, tannin dan
saponin.
Tabel 2. Hasil Analisis Fitokimia Identifikasi
Senyawa
Pereaksi Serbuk Ekstrak Kering
Flavonoid +Magnesium + + Alkaloid Bouchardat LP + + Mayer LP + + Dragendroff + + Saponin Aquadest + + Tanin +FeCl3 1% + + +Gelatin + +
Hasil uji fitokimia buah pare menunjukkan bahwa buah pare positif
mengandung golongan alkaloid,
flavonoid, saponin dan tannin. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas sebagai analgetik adalah flavonoid. Flavonoid
berperan sebagai analgetik yang
mekanisme kerjanya menghambat kerja enzim siklooksigenase (Suryanto, 2012),
dengan demikian flavonoid akan
mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri.
Hasil Efek Analgetik Ekstrak Buah Pare
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan, karena hewan tersebut mudah penanganannya dan menunjukkan efek farmakologi yang mudah diamati. Luas permukaan sendi pada kaki tikus lebih besar dibandingkan luas permukaan sendi pada kaki mencit sehingga lebih mudah dalam memberikan induksi secara intraartikular. Hewan percobaan tersebut diinduksi dengan menyuntikkan
larutan AgNO3 1% ke dalam sendi kaki
tikus bagian belakang. AgNO3
digunakan sebagai penginduksi karena AgNO3 merupakan logam berat yang
dapat mengendapkan protein yang
terdapat pada sendi tikus sehingga menimbulkan rasa nyeri pada sendi tikus. AgNO3 juga dapat terurai menjadi NO2 yang merupakan radikal bebas yang dapat memicu respon inflamasi dan menyebabkan nyeri. Setelah 18 jam penginduksian dilakukan gerakan fleksi pada kaki tikus yang telah diberi penginduksi.
Hasil uji lanjut Duncan yang ditunjukkan dengan nilai superskrip menunjukkan bahwa Dosis III (604,8 mg/200 g BB) tidak berbeda nyata dengan Dosis II (302,4 mg/200 g BB) dan berbeda nyata dengan Dosis I (151,2 mg/200 g BB), kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol negatif sangat berbeda nyata dengan kontrol positif, Dosis I (151,2 mg/200 g BB), Dosis II (302,4 mg/200 g BB) dan Dosis III (604,8 mg/200 g BB).
7
Gambar. 4 Grafik Rata-rata Jumlah Cicitan Tikus Dari Grafik diatas terlihat
rata-rata jumlah cicitan hewan coba menurun dari waktu ke waktu pada kelompok kontrol positif kemudian diikuti oleh kelompok dosis III, dosis II, dosis I dan kontrol negatif.
Pada uji ANOVA didapatkan hasil yang sangat signifikan yaitu p=0,000 (<0,05 dan <0,01), dapat diartikan bahwa pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata, terhadap jumlah cicitan tikus putih (Sprague
Dawley). Untuk melihat perbedaan antar
kelompok, dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji Lanjut Duncan dapat dinyatakan bahwa pemberian perlakuan ekstrak memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan kontrol negatif terhadap jumlah cicitan. Jumlah cicitan tikus kelompok yang diberi ekstrak buah pare dosis III mendekati jumlah cicitan tikus kontrol positif.
Ekstrak etanol buah pare memiliki
efek analgetik karena kandungan
flavonoid. Flavonoid berperan sebagai analgetik yang mekanisme kerjanya
menghambat kerja enzim
siklooksigenase (Suryanto, 2012).
Dengan demikian akan mengurangi
produksi prostaglandin oleh asam
arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri (Gunawan dkk., 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Ekstrak etanol 70% buah pare dosis III efektif menurunkan jumlah cicitan pada tikus putih jantan dan penurunannya hampir mendekati kontrol positif. Dosis terbaik yang menimbulkan efek analgetik adalah 604,8 mg/200 g BB.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian uji efek
analgetik dengan menggunakan
variasi dosis yang lebih rendah agar diperoleh dosis optimal dengan minimum ekstrak.
2. Penelitian ini perlu dilanjutkan
dengan membuat sediaan
farmasetika seperti sediaan krim atau gel.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
__________. 2000a. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
__________. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 0 2 4 6 8 10 12
0,5 jam 1 jam 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam 10 jam 12 jam
Ju m lah Cic it an Waktu Pengamatan Kontrol Negatif Kontrol Positif Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3
8
__________. 2010. Suplemen I
Farmakope Herbal Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, E. 2008. Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kelompok Kerja Ilmiah. 1993.
Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik.
Jakarta:Pengembangan dan
Pemanfaatan Obat Bahan Alam. Maftuhah, A. 2005. Uji Efek Antipiretik
Ekstrak Buah Pare Pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Subahar, T. 2004. Khasiat dan Manfaat
Pare, si Pahit Pembasmi Penyakit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Suryanto, E. 2012. Fitokimia
Antioksidan. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Tjay, T.H., dan Kirana, R. 2002.
Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi 5. Jakarta: Elex
Media Komputindo Kelompok
Gramedia..
Wilmana, P.F. dan Gan, S. 2007.
Analgesik- Antipiretik Analgesik Anti-Inflamsi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5.
Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.