• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah proses umum yang dilakukan peneliti dalam rangka menemukan teori. Dalam upaya mendapatkan pedoman yang bertujuan untuk mendapatkan suatu pedoman yang bertujuan untuk memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan teori yang bersifat ilmiah. Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan beberapa teori mendasar yang digunakan sebagai penjelasan masing-masing variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

2.1.1 Manajemen

2.1.1.1 Pengertian Manajemen

Grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai manajemen. Menurut Hasibuan (2014:2), manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Terry dalam Hasibuan (2014:3) manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.

Menurut Wibowo (2013:1) manajemen merupakan suatu proses menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan melalui fungsi planning dan decision making, organizing, leading, dan controlling.

Menurut Robbins dan Coutler dalam Wibowo (2013:2), menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses untuk membuat aktivitas terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.

(2)

Sedangkan menurut Follet yang dikutip oleh Abdullah (2014:1), menyatakan bahwa pada dasarnya manajemen adalah seni atau cara meyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang juga dikutip oleh Abdullah (2014:1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan penggunaan sumber daya – sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.

Dalam organisasi dan perusahaaan dibutuhkan manajemen yang dapat mengatur serangkaian komponen termasuk orang-orang yang berada di dalam organisasi tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan ilmu dan seni dari proses sistematis dan terkoordinir dalam mengelola dan mengatur orang-orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui cara yang efektif dan efisien.

2.1.1.2 Fungsi Manajemen

Robbins dan Coutler (2014) menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Management” bahwa dalam manajemen terdapat empat fungsi yang saling terkait, antara lain:

1. Merencanakan

Fungsi manajemen yang mencakup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.

2. Mengorganisasi

Fungsi manajemen yang mencakup proses menentukan tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang mengerjakannya, bagaimana cara mengelompokkan tugas-tugas itu, siapa melapor kepada siapa, dan pada tingkat apa keputusan harus diambil.

3. Memimpin

Fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan, mempengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan.

(3)

4. Mengendalikan

Fungsi manajemen yang mencakup memantau kinerja aktual, membandingkan aktual dengan standar, dan membuat koreksinya, jika perlu.

2.1.2 Sumber Daya Manusia

2.1.2.1 Pengertian Sumber Daya Manusia

Middle theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Menurut Sutrisno (2009:6), manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia mempunyai tugas untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya.

Menurut Dessler dalam Sutrisno (2009:5) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang yang menjalankan aspek “orang” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian.

Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2011:3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.

Mathis (2011:3) juga menyebutkan bahwa aktivitas manajemen sumber daya manusia berfokus pada:

1. Produktivitas. Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global. Produktivitas tenaga kerja di sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh usaha, program, dan sistem manajemen.

2. Kualitas. Kualitas suatu barang/jasa akan sangat mempengaruhi kesuksesan jangka panjang suatu organisasi. Bila suatu organisasi memiliki reputasi sebagai penyedia barang/jasa yang kualitasnya buruk, pengembangan dan kinerja organisasi tersebut akan berkurang.

3. Pelayanan. Sumber daya manusia sering kali terlibat pada proses produksi barang/jasa. Manajemen sumber daya manusia harus disertakan pada saat

(4)

merancang proses tersebut. Pemecahan masalah harus melibatkan semua karyawan, tidak hanya manajer, karena sering kali membutuhkan perubahan pada budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan sumber daya manusia. Untuk mencapai sasaran tersebut, manajemen sumber daya manusia haruslah terdiri dari aktivitas-aktivitas yang saling berkaitan. Aktivitas sumber daya manusia adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan dan Analisis SDM. Aktivitas perencanaan dan analisis sumber daya manusia mempunyai beberapa muka. Dengan perencanaan sumber daya manusia, manajer mencoba untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi pasokan dan permintaan akan tenaga kerja.

2. Kesetaraan Kesempatan Bekerja. Kepatuhan pada hukum dan peraturan kesetaraan kesempatan bekerja (Equal Employment Opportunity – EEO) mempengaruhi aktivitas sumber daya manusia lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisah dari manajemen sumber daya manusia.

3. Perekrutan/Staffing. Sasaran dari perekrutan adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. 4. Pengembangan SDM. Dimulai dari memberikan orientasi pada tenaga kerja

baru, pelatian kerja-keterampilan (job-skill training) adalah bagian dari pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Pekerjaan pasti akan berevolusi dan berubah, pelatihan yang berkesinambungan diperlukan untuk tanggap pada perubahan teknologi.

5. Kompensasi dan Keuntungan. Kompensasi diberikan kepada tenaga kerja yang melakukan kerja organisasi, seperti dengan pembayaran (pay), insentif, dan keuntungan (benefit). Perusahaan harus mengembangkan dan selalu memperbaiki sistem upah dan gaji.

6. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja. Kesehatan dan keselamatan fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang utama. Occupational Safety and Health Act (OSHA) atau Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah membuat organisasi lebih tanggap atas isu kesehatan dan keselamatan.

7. Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh / Manajemen. Hubungan anatara manajemen dan bawahannya harus ditangani dengan efektif jika ingin tenaga kerja dan organisasi tumbuh bersama. Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau tidak ada serikat tenaga kerja.

(5)

2.1.3 Kepemimpinan

Kepemimpinan memegang peran yang sangat penting di dalam sebuah organisasi. Tanpa adanya sosok pemimpin, suatu organisasi akan sulit untuk mencapai visi dan misinya.

Menurut Robbins dan Coulter (2014:562), kepemimpinan adalah proses memimpin sebuah kelompok dan memberikan pengaruh kepada kelompok tersebut untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut Soekarso (2010), kepemimpinan merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu proses kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain, kekuatan yang mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan.

Siagian dalam Sutrisno (2014), mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya.

Menurut Kartono (2008), pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivits-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. pemimpin adalah merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan inovator dalam organisasi. Menurut Kartono, kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi conform dengan keinginan pemimpin.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.3.1 Gaya Kepemimpinan

Jika kepemimpinan terjadi di dalam organisasi tertentu, dan kepemimpinan diperlukan dalam pengembangan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka diperlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan organisasinya.

Gaya berarti sikap, gerak, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik (Sedarmayanti,2013:131). Dan

(6)

gaya kepemimpinan menurut Sedarmayanti (2013:131) merupakan sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran tercapai.

Gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya (Rivai, 2009). Ada beberapa tipe gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh banyak ahli. Berikut adalah beberapa macam gaya kepemimpinan yang ada.

2.1.3.1.1 Macam-macam Gaya Kepemimpinan

Menurut Robbins (2006) terdapat empat macam gaya kepemimpinan, yaitu: 1. Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Gaya kepemimpinan kharismatik adalah model kepemimpinan dimana para pengikut terpacu kemampuan pemimpin yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik, yaitu:

a. Visi dan artikulasi. Memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain. b. Risiko personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko

personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi.

c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.

d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik sangat pengertian terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.

e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.

2. Gaya Kepemimpinan Transaksional

Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2007), gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan dimana pemimpin memadukan atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

(7)

Menurut Robbins dan Coulter (2014), pemimpin transaksional yaitu pemimpin yang membimbing dan memotivasi pengikutnya menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas mereka.

Menurut Maulizar et al. (2012) dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan pada Bank Mandiri Syariah Cabang Banda, gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan dimana seorang pemimpin cenderung memberikan arahan kepada bawahan, serta memberi imbalan dan hukuman atas kinerja mereka, serta menitik beratkan pada perilaku untuk memandu pengikut mereka ke arah tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

Gaya kepemimpinan ini lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Pemimpin yang memakai gaya kepemimpinan transaksional memahami kebutuhan dan keinginan pengikutnya, kemudian menjelaskan bagaimana kebutuhan tersebut akan dipenuhi apabila pengikut telah menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Jadi pengikut akan mendapatkan hadiah dari prestasi kerja dan pemimpin mendapat keuntungan dari tugas yang telah diselesaikan.

Gaya kepemimpinan transaksional berfokus pada jangka pendek dan unggul dalam menjaga organisasi agar berjalan dengan lancar dan efisien di fungsi manajemen tradisional, seperti perencanaan dan penganggaran.

Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2007):

a. Contingent Reward: kontrak pertukaran penghargaan (reward) atas

upaya yang dilakukan, menjanjikan penghargaan (reward) bagi mereka yang melakukan kinerja dengan baik, dan menghargai prestasi kerja. Pada kepemimpinan transaksional, pemberian reward sesuai dengan upaya penyelesaian pekerjaan yang dilakukan pengikut atau bawahan. Bentuk kesepakatan ini merupakan bentuk pertukaran aktif antara pemimpin dan pengikut, yaitu bawahan akan menerima reward atas target tujuan tugas atau pekerjaan yang diupayakan dan target tersebut merupakan hasil kesepakatan antara keduanya. Selain itu, pemimpin transaksional bertransaksi dengan bawahan dengan memfokuskan pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan, menunda keputusan,

(8)

atau hal-hal lain yang kemungkinan mempengaruhi terjadinya kesalahan.

b. Management by Exception-active: mengawasi dan mencari kesenjangan atau penyimpangan dari berbagai aturan standar, melakukan tindakan korektif. Pemimpin transaksional menekankan fungsi manajemen sebagai kontrol. Pada MBE-aktif ini pemimpin secara terus menerus melakukan pengawasan terhadap bawahannya untuk mengantisipasi adanya kesalahan. Namun demikian apabila terjadi kesalahan pemimpin akan melakukan tindakan koreksi.

c. Management by Exception-pasive: melakukan intervensi hanya apabila standar kerja tidak tercapai. Pada MBE-pasif pemimpin melakukan intervensi, kritik, dan koreksi setelah kesalahan terjadi dan standar atau target yang telah disepakati tidak tercapai, sehingga pemimpin hanya menunggu semua proses dalam tugas atau pekerjaan telah selesai. d. Laissez-Faire: mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahannya,

tidak ikut campur tangan dalam pembuatan keputusan 3. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu memberi inspirasi karyawannya untuk lebih mengutamakan kemajuan organisasi daripada kepentingan pribadi, memberikan perhatian yang baik terhadap karyawan dan mampu mengubah kesadaran karyawannya dalam melihat permasalahan lama dengan cara yang baru. Kepemimpinan ini merupakan jenis kepemimpinan yang menekankan pentingnya sistem nilai untuk meningatkan kesadaran pengikut serta mampu menggerakan pengikut untuk terlibat aktif dalam proses perubahan.

Terdapat empat karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2007), antara lain:

a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan.

b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, mengunakan simbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana.

c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.

(9)

d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati.

4. Gaya Kepemimpinan Visioner

Gaya kepemimpinan visioner adalah gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik. Pemimpin mempunyai suatu pandangan visi misi yang jelas dalam organisasi, pemimpin visioner sangatlah cerdas dalam mengamati suatu kejadian di masa depan. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar yang bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan ketrampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

2.1.3.2 Kriteria Pemimpin

Seorang pemimpin paling sedikit harus mampu memimpin bawahan untuk mencapai tujuan organisasi, mampu menangani hubungan antar karyawan, mempunyai interaksi antar personal yang baik, dan mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan (Samsudin,2006).

Menurut Samsudin (2006), ada beberapa sifat atau kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, antara lain sebagai berikut:

1. Keinginan untuk menerima tanggung jawab. Seorang yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan berarti bersedia bertanggung jawab atas segala yang dilakukan bawahannya.

2. Kemampuan untuk “Perceptive”. Perceptive menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan harus memahami mengenai tujuan organisasi sehingga dapat bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut.

3. Kemampuan untuk bersikap objektif. Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan persepsi. Persepsivitas menimbulkan kepekaan terhadap fakta, kejadian, dan kenyataan yang lain.

4. Kemampuan untuk menentukan prioritas. Seorang pemimpin yang pandai adalah seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk menentukan hal yang penting dan yang tidak penting.

(10)

5. Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Oleh karena itu, pemberian perintah dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.

2.1.4 Motivasi

2.1.4.1 Pengertian Motivasi

Dalam kehidupan organisasi, pemberian dorongan sebagai bentuk motivasi kerja terhadap bawahan atau karyawan penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja. Menurut Robbins dan Coulter (2014:458), motivasi adalah kerelaan untuk melakukan usaha-usaha tingkat tinggi guna mencapai tujuan-tujuan organisasi, dipersaratkan oleh kemampuan usaha tadi untuk memuaskan kebutuhan individu tertentu.

Menurut Hasibuan (2014:95) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Menurut Robbins yang dikutip oleh Hasibuan (2014:96) motivasi didefinisikan sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

Menurut Cascio yang juga dikutip oleh Hasibuan (2014:95), motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya.

Menurut Steiner yang dikutip oleh Kartono (2008), dalam bukunya yang berjudul Pemimpin dan Kepemimpinan, menyatakan bahwa, “Motif adalah satu keadaan batiniah yang memberikan energi kepada aktivitas-aktivitas atau menggerakannya, karena itu menjadi motivasi mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku pada satu tujuan.”

Sedangkan menurut pendapat Mangkunegara (2014:61), motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Beliau juga mengatakan motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di

(11)

perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan yang ada dalam diri seseorang dalam melakukan tanggungjawab dan perannya agar dapat mencapai tujuan tertentu.

2.1.4.2 Teori Motivasi

Teori yang sudah sangat terkenal dan sudah lazim digunakan untuk menjelaskan motivasi adalah Teori Motivasi Hezberg. Teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg ini menjelaskan bahwa ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya hygiene factors dan motivator factors (Robbins dan Coulter, 2014:458).

1. Hygiene Factors

Biasa disebut juga faktor ketidakpuasan (dissatisfaction) karena berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan. Faktor hygiene merupakan faktor ekstrinsik, dan perlu mendapatkan perhatian dari pemimpin, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.

Yang termasuk dalam faktor hygiene antara lain (Robbins dan Coulter, 2014):

a. Pengawasan (supervision)

b. Kebijakan perusahaan (company policy)

c. Hubungan dengan atasan (relationship with supervisor) d. Kondisi lingkungan kerja (working condition)

e. Imbalan/gaji (salary)

f. Hubungan dengan rekan kerja (relationship with peers) g. Kehidupan pribadi (personal life)

h. Hubungan dengan bawahan (relationship with subordinates) i. Status pekerjaan (status)

j. Keamanan (security)

2. Motivator Factors

Faktor kepuasan atau motivator factors dikatakan sebagai pemuas karena dapat memberikan kepuasan kerja seseorang dan juga dapat meningkatkan

(12)

prestasi kerja, tetapi faktor ini tidak dapat menimbulkan ketidakpuasan bila hal itu tidak dipenuhi.

Yang termasuk dalam faktor motivator antara lain (Robbins dan Coulter, 2014):

a. Prestasi (achievement) b. Pengakuan (recognition)

c. Pekerjaan itu sendiri (work itself) d. Tanggungjawab (responsibility) e. Kemajuan (advancement) f. Pertumbuhan (growth)

2.1.5 Kinerja Karyawan

2.1.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara,2014:9).

Menurut Kusriyanto yang dikutip oleh Mangkunegara (2014:9), kinerja karyawan adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam).

Menurut Dessler (2006) kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi. Sedangkan Sedarmayanti (2013,259) mengatakan bahwa kinerja adalah pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral etika.

Menurut Helfert yang dikutip oleh Rivai (2009), kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki. Sedangkan menurut Mulyadi yang juga dikutip oleh Rivai (2009) adalah penentuan secara periodik

(13)

efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Jadi, dapat disimpulkan kinerja merupakan prestasi kerja atau hasil kerja karyawan baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu periode tertentu dalam melaksanakan tugas kerjanya dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

2.1.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2014:14), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Faktor individual yang terdiri dari: a. Kemampuan dan keahlian b. Latar belakang

c. Demografi

2. Faktor psikologis yang terdiri dari: a. Persepsi

b. Attitude c. Personality d. Pembelajaran e. Motivasi

3. Faktor organisasi yang terdiri dari: a. Sumber daya b. Kepemimpinan c. Penghargaan d. Struktur e. Job design 2.1.5.3 Penilaian Kinerja

Dalam suatu organisasi, penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja, serta memotivasi kinerja individu secara berkelanjutan (Simamora, 2006). Untuk mengetahui baik atau buruk kinerja seorang pegawai, maka perlu dilakukan penilaian kinerja, yang pada dasarnya penilaian kinerja merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien.

(14)

Menurut Megginson yang dikutip oleh Mangkunegara (2014:10), penilaian kinerja atau yang biasa disebut dengan performance appraisal merupakan proses yang digunakan pemimpin untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya menurut Sikula yang juga dikutip oleh Mangkunegara (2014:10) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai sdan potensi yang dapat dikembangkan.

Sedangkan menurut Dessler (2006), penilaian kinerja yaitu memberikan umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi pegawai untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau berkinerja lebih baik lagi. Pegawai menginginkan dan dan memerlukan umpan balik berkenaan dengan prestasi mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau kemajaun pegawai, untuk menyusun rencana peningkatan kinerja. Menurut Simamora (2006), umpan balik penilaian kinerja memungkinkan pegawai mengetahui seberapa baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi.

Dessler (2006) mengatakan bahwa dalam melakukan penilaian kinerja karyawan, diperlukan langkah-langkah berikut ini:

1. Mendefinisikan pekerjaan, yang berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan.

2. Menilai kinerja, berarti membandingkan kinerja aktual karyawan dengan standar yang telah ditetapkan dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian.

3. Sesi umpan balik, berarti kinerja dan kemajuan karyawan dibahas, dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.

Menurut Rivai (2009), manfaat penilaian kinerja bagi organisasi adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan Kinerja

Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan. 2. Penyesuaian Kompensasi

Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam menyesuaikan ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan upah, bonus, atau kompensasi lainnya.

(15)

3. Keputusan Penempatan

Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja.

4. Pelatihan dan Pengembangan

Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan unutk latihan. Demikian juga kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan Pengembangan Karir

Umpan balik penilaian kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karir karyawan.

2.1.5.4 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Umar yang dikutip oleh Mangkunegara (2014:18), terdapat dua aspek atau dimensi standar kinerja karyawan, dan kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator, antara lain:

1. Kuantitatif, indikatornya meliputi: a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan b. Waktu dalam bekerja

c. Jumlah kesalahan

d. Jumlah dan jenis pekerjaan 2. Kualitatif, indikatornya meliputi:

a. Kualitas pekerjaan b. Ketepatan waktu

c. Kemampuan dan ketrampilan bekerja d. Kemampuan mengevaluasi

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan variabel gaya kepemimpinan transaksional, motivasi, dan kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

(16)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Jurnal Nama

Pengarang Keterangan 1 International Journal of Business and Management Invention, ISSN (Online) 2319-8028, ISSN (Print) 2913-80IX, December 2013: EFFECT OF TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP AND TRANSACTIONAL LEADERSHIP ON EMPLOYEE PERFORMANCE OF KONAWE EDUCATION DEPARTMENT AT SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE

Sundi K. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 126 responden danri total 185 staf Biro Konawe yang ditentukan dengan rumus Slovin. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (path

analysis). Penelitian ini

menguji empat variabel, yaitu kepemimpinan

transformasional dan kepemimpinan transaksional sebagai variabel independen, motivasi sebagai variabel intervening, dan kinerja karyawan sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara parsial atau simultan variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 2 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA Eko Kusumawati dan Muslim Ansori

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 50

responden dengan

menggunakan metode

purposive sampling.

(17)

KARYAWAN DENGAN MEDIASI KEPUASAN

KERJA DI

POLITEKNIK NEGERI BATAM (2013)

metode regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 3 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN DI PT TOHITINDO MULTI CRAFT INDUSTRIES KRIAN (2012)

Denny Setiawan Penelitian ini menggunakan 150 karyawan sebagai sampel responden. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah structural equation models. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. 4 ANALISIS PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI PADA DISPERINDAG KOTA SEMARANG, 2011)

Lucky Wulan Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 74 orang karyawan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Semarang, dengan

menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(18)

WORK MOTIVATION ON EMPLOYEES’ JOB PERFORMANCE (Case Studi: Employees of Ishafan Islamic Revolution Housing Foundation, 2013) Ali Akbar Shafighi

sampel sebanyak 70 orang yang dipilih secara acak menurut tabel Morgan antara populasi statistik dari 85 karyawan di Islamic Revolution Housing Foundation. Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan menggunakan Software SPSS dan AMOS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Sumber: Penulis, 2015

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2015 Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1) Kinerja Karyawan(Y) Motivasi (X2)

(19)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah, maka perumusan hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

T – 1

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan

T – 2

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari motivasi terhadap kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari motivasi terhadap kinerja karyawan

T – 3

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan transaksional dan motivasi terhadap kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan transaksional dan motivasi terhadap kinerja karyawan

(20)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Sumber: Penulis, 2015 Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)  Kinerja Karyawan(Y) Motivasi (X2)

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara limit satu sisi dan dua sisi juga berlaku untuk turunan, yakni sebuah fungsi memiliki turunan pada suatu titik jika dan hanya jika fungsi

RUANG LINGKUP STERIL PENGERTIAN SEDIAAN STERIL MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL PERSYARATAN STERIL BERDASARKAN PENGEMASAN BERDASARKAN BENTUK FISIK DARI PRODUK BERDASARKAN

Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau berkelompok dengan yang lain untuk mendiskusikan Tata Cara Penjualan, Pemusnahan Penghapusan dan Penghapusan Barang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kandungan kekeruhan,pH,nitrat,besi,mangan, bakteri E.coli dan Coliform pada air minum isi ulang dibeberapa depot yang

Senada dengan hal tersebut Sakadius et al., (2017) dalam peneliatannya mengungkapkan bahwa beradasarkan data yang telah terkumpul dapat diketaui bahwa dalam

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi hal-hal: Pemahaman wawasan atau landasan

Proses pengembangan instrumen penelitian terdiri dari dua bagian yaitu uji validitas dan uji reliabilitas yang digunakan untuk menguji tiap item pernyataan yang terdapat

Navika Beverages yang hasil laporanya akan ditujukan untuk manajer marketing agar dapat mengetahui kinerja salesnya serta karena berdasar penelitian, dalam melakukan penginputan