• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Yuridis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2

Analisis Yuridis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP

Mohammad Ramadhan Ishak

Pembimbing I: Prof. Dr. Fenty U. Puluhulawa, SH.,M.Hum Pembimbing II: Suwitno Y. Imran, SH.,MH

Jurusan Ilmu Hukum ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Yuridis Peraturan Mahakamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dan penerapan PERMA terhadap putusan hakim. Penelitian ini bersifat deskriptif sedangkan jenis data penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Gorontalo. Bahan yang dipakai meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi (pengamatan), wawancara. Teknik analisa data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban bahwa, Analisis Yuridis Peraturan Mahakamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP merupakan tonggak utama bagi hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan. Hal ini dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya hakim, untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadilinya sebagaimana yang di cantumkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 bagian menimbang (e). Implementasi Peraturan Mahkamah Agung itu sendiri, penerapannya sudah maksimal karena Peraturan Mahkamah Agung tersebut sangat membantu pihak hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan sekaligus untuk memenuhi rasa keadilan.

Kata kunci : PERMA No. 2 Tahun 2012, Mahkamah Agung , Hakim A. Latar Belakang

Dalam hukum pidana, pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik. Unsur pertama dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang

(3)

3

barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain. Perbuatan mengambil jelas tidak ada apabila barangnya oleh berhak di serahkan pada pelaku. Apabila penyerahan ini disebabkan pembujukan dengan tipu muslihat, maka tindak pidana penipuan. Jika penyerahan ini di sebabkan ada paksaan dengan kekerasan oleh si pelaku, maka ada tindak pidana pemerasan (afpersing) jika ada paksaan berupa kekerasan, langsung atau merupakan tindak pidana pengancaman (afdreiging), jika ada paksaan ini berupa mengancam akan membuka rahasia.1 Dengan banyaknya perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini di adili di pengadilan cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil jika perkara-perkara tersebut diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang dicurinya. Tetapi tidak demikian halnya bahwa perkara-perkara pencurian ringan sangatlah tidak tepat di dakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun. Perkara-perkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan (lichte misdrijven) yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan Pasal 364 KUHP tersebut maka tentunya berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana para tersangka/terdakwa perkara-perkara tersebut tidak dapat dikenakan penahanan (Pasal 21) serta acara pemeriksaan di pengadilan yang digunakan haruslah acara pemeriksaan cepat yang cukup diperiksa oleh hakim tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. Selain itu berdasarkan Pasal 45A Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang

1

(4)

4

No.3 Tahun 2009 perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan kasasi karena ancaman hukumannya di bawah 1 tahun penjara.2 Pada dasarnya penegakkan hukum dapat dimulai dengan memperhatikan di antaranya melalui peranan penegak hukum. Bahwa sangat penting peran penegak hukum sebagai pagar penjaga yang mencegah dan memberantas segala bentuk penyelewengan atau tigkah laku menyimpang, baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan masyarakat, bangsa, dan Negara. Demikian juga halnya dengan hakim dalam mewujudkan penegakkan hukum yang bercirikan keadilan, kepastian dan kemanfaatan melalui peradilan.3

Dari penjelasan uraian di atas maka permasalahan yang akan di bahas adalah bagaimana analisis yuridis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dan Bagaimana implementasi PERMA No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP terhadap putusan hakim.

B. METODE PENULISAN

Jenis penelitian yang di ambil oleh peneliti adalah jenis gabungan antara jenis penelitian normatif dan penelitian empirik. Penelitian normatif dimana penelitian yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum dan penelitian perbandingan hukum.4 Sementara itu, penelitian empirik didasarkan pada kenyataan di lapangan atau melalui observasi (pengamatan) langsung. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis dan sumber data sekuder seperti yang telah di jelaskan di atas yaitu data-data yang di ambil berdasarkan dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan berbagai literatur atau

2 Perma No. 2 Thn. 2012 3

Fence M. Wantu, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan (Implementasi

Dalam Proses Peradilan Perdata), Yogyakarta, PustakaPelajar, 2011, hlm. 5

4 Mukti Fajar, Yulianto Acmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris,Yogyakarta,

(5)

5

bahan kepustakaan yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. Begitupun bahan hukum yang di gunakan yaitu bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan peundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan. Dan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan Perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar, brosur dan dari berita internet.5 Adapun

dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Gorontalo dengan mengambil populasi yaitu para hakim yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo dan yang di jadikan sampel oleh peneliti adalah 3 orang hakim yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Peraturan Mahmakah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP merupakan polemik yang sekarang menjadi dasar dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan yang berdasarkan atas kekusaan hakim dalam memutus suatu perkara. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 di nyatakan bahwa pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan di bawah Rp. 2,5 Juta sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP dalam proses beracaranya tidak masuk dalam proses beracara seperti halnya perkara biasa melainkan masuk tindak pidana ringan yang proses beracaranya memerlukan acara cepat. Tindak pidana ringan yang perlu mendapat perhatian meliputi Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP.

5

(6)

6

Pasal 3646 yaitu:

“ Perbuatan yang terangkan dalam Pasal 362 dan 363 butir 4, begitupun perbuatan yang di terangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak di lakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang di curi tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, di ancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”

Pasal 3737 yaitu:

“Perbuatan yang di rumusan dalam Pasal 372, apabila yang di gelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, di ancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”

Pasal 3798 yaitu:

“Perbuatan yang di rumuskan dalam Pasal 378, jika barang yang di serahkan itu bukan ternak dan harga dari pada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah di ancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyka dua ratus liama puluh rupiah”

Pasal 3849 yaitu:

“Perbuatan yang di rumuskan dalam Pasal 383, di ancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak dua ratus lima

6 Pasal 364 KUHP 7 Pasal 378 KUHP 8 Pasal 379 KUHP 9 Pasal 384 KUHP

(7)

7

puluh rupiah, jika jumlah keuntungan yang di perloleh tidak lebih dari dua puluh lima rupiah”

Pasal 40710 ayat (1) yaitu:

“Perbuatan-perbuatan yang di rumuskan dalam Pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah di ancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”

Pasal 40711 ayat (2):

“Jika Perbuatan yang di rumuskan dalam Pasal 406 ayat kedua itu di lakukan dengan memasukkan bahan-bahan yang merusak nyawa atau kesehatan, atau jika hewan itu termasuk dalam Pasal 101, maka ketentuan ayat pertama tidak berlaku”

Pasal 48212 yaitu:

“Perbuatan sebagaimana di rumuskan dalam Pasal 480, di ancam karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dari mana benda tersebut di peroleh adalah salah satu kejahatan yang di rumuskan dalam Pasal 364, 373, 379”.

Terkait dengan penjelasan tersebut bahwa nilai denda yang tertera dalam Pasal-pasal di atas tidak pernah diubah Negara dengan menaikkan nilai uang. Sementara dalam Peraturan Mahkamah Agung menaikkannya sebanyak 10.000

10

Pasal 407 ayat (1) KUHP

11 Pasal 407 ayat (2) KUHP 12

(8)

8

kali berdasarkan kenaikan harga emas.13 (di akses tanggal 13 November 2013). Dalam tindak pidana ringan yang di maksudkan dalam PERMA No 2 tersebut, proses pemeriksaan di lakukan secara cepat dan perkara tersebut masuk dalam delik yang di ancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah.14 Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo Jifly Z. Adam15 berpendapat bahwa Peraturan Mahkamah Agung di keluarkan sangat penting, sebab aturan KUHP mengenai batas minimum kerugian dan denda sudah tidak sesuai lagi, adanya Peraturan Mahkamah Agung sangat membantu hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan dan peraturan yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung tersebut sudah di sesuaikan dengan perspektif kurs mata uang dengan emas.

Dalam putusan PERMA No. 2 Tahun 2012, peneliti menganalisis bahwa Mahkamah Agung pun telah menjelaskan bahwa ini tidak seperti anggapan masyarakat bahwa kasus tindak pidana ringan ini tidak disidangkan, yang berbeda yaitu cara beracaranya. Nilai Rp. 2,5 juta ke bawah cukup di sidangkan dengan hakim tunggal dan penyelesaian perkaranya dilakukan secara cepat, tidak perlu banding dan kasasi. Seperti kasus yang terjadi di Provinsi Gorontalo tepatnya Desa Lompotoo Kecamatan Suwawa Timur Kabupaten Bone Bolango atas nama Ritman Datuela alias Riti yaitu kasus yang meliputi Pasal 379. Dalam putusan tersebut terpidana Ritman Datuela alias Riti di adili dengan menjatuhkan pidana penjara selama tujuh hari dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu di jalankan kecuali di kemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim bahwa terpidana

13

http/jurnal jurnal-Febriadi-0910113117, Kontribusi PERMA No. Tahun 2012.

14 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hlm 242 15

(9)

9

sebelum waktu percobaan selama bulan telah bersalah melakukan tindak pidana selama satu hari.16

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya Saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi dan Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh Saksi dan Korban takut memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Dengan demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporan tersebut, sehingga pelapor tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu. Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk

16

(10)

10

mendapat perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah saatnya perlindungan Saksi dan Korban diatur dengan Undang-undang tersendiri.

Dari penjelasan tersebut, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa analisis yuridis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP merupakan dasar utama yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan sebagaimana yang di maksudkan dalam Pasal 364 KUHP maupun Pasal-pasal lainnya, yaitu Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384 (penipuan ringan oleh penjual), Pasal 407 ayat (1) (perusakan ringan) dan pasal 482 (penadahan ringan). Mahkamah Agung itu sendiri mengeluarkan dalam PERMA No. 2 Tahun 2012 tidak sama sekali bermaksud untuk mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini sebagaimana yang di cantumkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 bagian menimbang (e):

“Bahwa Peraturan Mahkamah Agung ini tidak sama sekali bermaksud untuk mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini. Hal ini dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya hakim, untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadilinya”.

Dalam mengeluarkan kebijakan dalam hal ini PERMA No. 2 Tahun 2012 Mahkamah Agung tentunya sudah menguji peraturan tersebut. Sebagai salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia, Mahkamah Agung diberikan kewenangan oleh Undang-undang untuk menerbitkan suatu peraturan yang berfungsi sebagai pengisi kekosongan ataupun pelengkap kekurangan aturan terhadap hukum acara, demi memperlancar penyelenggaraan peradilan. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1954, peraturan yang diperoleh berdasarkan

(11)

11

delegasi kewenangan itu dinamakan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Pengakuan PERMA sebagai salah satu jenis Perundang-undangan yang tidak dibarengi oleh tindakan menempatkan PERMA di dalam hirarki Perundang-undangan akan menjadikan PERMA sebagai peraturan yang sulit dikontrol, padahal jika ditinjau secara substantif beberapa PERMA memiliki karakteristik sebagai suatu Perundang-undangan yang mengikat kepada publik. Dengan demikian, perlu dilakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 yang di dalamnya mengatur secara tegas tentang pemisahan antara jenis peraturan mana yang dapat dikategorikan sebagai Perundang-undangan, dan peraturan mana yang tidak, sehingga bagi peraturan yang telah dikategorikan secara tegas sebagai suatu undangan, seharusnya dimasukkan ke dalam hirarki Perundang-undangan. Sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya peradilan, PERMA telah menunjukkan berbagai peranannya di dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa putusan hakim yang ternyata mempergunakan PERMA sebagai dasar di dalam bagian pertimbangan hukumnya, dalam hal terjadinya kekosongan ataupun kekurangan aturan di dalam undang-undang hukum acara. Kesemuanya itu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai sarana penemuan hukum dan dalam rangka melakukan penegakan hukum di Indonesia, sehingga sebaiknya sosialisasi terhadap keberadaan PERMA dapat lebih ditingkatkan, sehingga PERMA dapat lebih mengoptimalkan peranannya di dalam membantu penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan.17

Dalam perspektif kekuasaan kehakiman, menurut UUD 1945 sebelum perubahan, Mahkamah Agung merupakan satu-satunya pelaksana kekuasaan kehakiman bersama-sama badan-badan peradilan lainnya, di samping sebagai

17

(12)

12

peradilan Negara tertinggi. Secara normatif kedudukan Mahkamah Agung telah di atur secara jelas, sehingga tidak ada kekuasaan lainnya yang memiliki kewenangan untuk melakukan kekuasaan kehakiman kecuali Mahkamah Agung. Namun demikian implementasinya dari ketentuan itu berkaitan dengan beberapa faktor di antaranya adalah konfigurasi politik yang di anut.18

Jika melihat jangkauan kewenangan melalui Peraturan Mahkamah Agung tersebut, hal itu tidak memiliki pengaruh signifikan dan mengikat terhadap polisi dan jaksa, kecuali jika ada spirit bersama dari kedua pimpinan institusi tersebut untuk mendukung kebijakan yang telah dibuat Ketua Mahkamah Agung. Perlu di ingat bahwa polisi maupun jaksa tetap bekerja dan berpedoman dengan konstruksi yang telah ada dalam KUHAP dan KUHP. Bila kita lihat kembali rumusan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, kewenangan untuk melakukan penahanan atau tidak dalam proses penyidikan sangat bergantung pada penyidik yang menangani perkara. Pasal 21 ayat (1) KUHAP intinya menjelaskan bahwa tersangka atau terdakwa untuk kepentingan penyidikan dapat ditahan karena tiga alasan, yaitu tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana. Jika hal itu diterapkan dalam menangani pencurian yang melibatkan orang miskin, tampaknya ketiga unsur yang dirumuskan dalam KUHAP tersebut hampir tidak akan dilakukan tersangka. Oleh karena itu, polisi harus mempunyai independensi yang kuat dari pengaruh luar dalam menangani setiap perkara. Jika perkara pencurian, penipuan, penggelapan, pemerasan dalam hal ini masuk dalam konteks tindak pidana ringan dan di proses sesuai dengan ketentuan Pasal yang berlaku dalam KUHP, hasil penyidikan yang kemudian diajukan oleh jaksa harus dengan tindak pidana ringan.

D. KESIMPULAN

18

(13)

13

Peraturan Mahmakah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP merupakan sebuah pedoman bagi para hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 di nyatakan bahwa pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan di bawah Rp. 2,5 Juta sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP dalam proses beracaranya tidak masuk dalam proses beracara seperti halnya perkara biasa melainkan masuk tindak pidana ringan yang proses beracaranya memerlukan acara cepat. Dari sisi analisis hukum Peraturan Mahkmah Agung tersebut merupakan tonggak utama bagi hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan. Adapun implementasi Peraturan Mahkamah Agung itu terhadap putusan hakim itu sendiri, sudah maksimal karena Peraturan Mahkamah Agung tersebut sangat membantu pihak hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana ringan sekaligus untuk memenuhi rasa keadilan.

SARAN

Sebaiknya Peraturan Mahkamah Agung tersebut di tingkatkan menjadi Undang-undang, sehingga dasar yang di pakai hakim lebih kuat dalam menjatuhkan putusan. Selain itu sosialisasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP sebaiknya lebih di tingkatkan kepada para penegak hukum agar tidak terjadi kesalahpaham bahwa Peraturan yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung tersebut bertentangan dengan Undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku:

Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana 1 dan 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta

(14)

14

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum

Progresif, SinarGrafika, Jakarta

Andi Hamzah,, 2000, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta

Binsar M. Gultom, 2012, Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan

Hukum di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan dan

Kemanfaatan (Implementasi Dalam Proses Peradilan Perdata), Pustaka Pelajar,

Yogyakarta

Hilman Hadikusuma, 1979, Hukum Pidana Adat, Alumni, Bandung

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian

Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

SR. Siaturi, 1983, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, BPK Gunung Mulya, Jakarta

Wirjono Prodjodikoro, 2010, Tindak-Tindak Pidana Tertentu, Refika Aditama, Bandung

Zainal Arifin Hoesein, 2009, Judicial Review di Mahmakah Agung RI, RajaGrafindo Persada, Jakarta

(15)

15 Sumber Lain:

Abd. Muhaimin Doholio, 2011, Implementasi Pasal 3 Peraturan Bupati Nomor 9

Tahun 2010 Tentang Tugas Dan Fungsi Kantor Polisi Pamong Praja Dalam Rangka Penegakan Peraturan Daerah Dikecamatan Lemiti Pohuwato, Gorontalo

Bagir Manan, Pidato Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

http/jurnal jurnal-Febriadi-0910113117, Kontribusi PERMA No. Tahun 2012

http://lumbuun.blogspot.com/2010/07/perma-sistem-perundang-undangan.html

Jurnal Khoiru Dhuhri, Eko Soponyono, Pujiyono, Implikasi Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

Makalah Irlan Puluhulawa, Kode Etik Profesi Penasehat Hukum

Proposal Nuvazria Achir, http://www.docstoc.com/docs/69993794/kajian-normatif-eksekusi-atas-putusan-peradilan-tata-usaha-negara

Proposal Nuvazria Achir, Syamsudin Pasamai, Metodologi Penelitian &

Penulisan Karya Ilmiah Hukum, PT. Umitoha, Makassar

Skripsi Indra S. Rahim, Implementasi Informed Consent di Rumah Sakit Pof. DR.

H. Aloei Saboe

Perundang-undangan:

Kitab Undang-undang Hukum Pidana Perma Nomor 2 Tahun 2012

Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 16/ Pid.C/ 2012/ PN GTLO Undang-undang 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Referensi

Dokumen terkait

Berita buruknya adalah pemanasan global membuat suhu es di kutub utara dan kutub selatan menjadi semakin panas, sehingga metana beku yang tersimpan dalam lapisan es di

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa motivasi dan komitmen berpengaruh terhadap Prestasi Kerja perawat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Dari hasil ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan hasil belajar KKPI antara siswa yang belajar dengan model e-learning berbasis masalah dan siswa yang

x Sistem informasi akuntansi terkomputerisasi atas siklus pembelian dan penjualan yang dapat mempermudah proses penyimpanan dan pengolahan data transaksi seperti

ANALISIS KEBUTUHAN PENGHARGAAN (HARGA DIRI) Kebutuhan ini sangat erat kaitanyya dengan kebutuhan pengakuan dan cinta karena kebutuhan harga diri akan muncul jika

Ini berbeda dengan bagian lain dari Babad Jaka Tingkir yang menceritakan tentang tabayyun yang dilakukan pihak kerajaan Demak dengan Syekh Siti Jenar.. Saat itu

10 Penyalahgunaan dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Sesuai Dengan Ketenttuan Yang Berlaku, maka pada hasil penelitia, wawancara, dan pembahasan, maka dapat

Terkait dengan penelitian yang diangkat oleh penulis rasa kecemasan juga akan timbul dengan melihat media massa dengan pemberitaan yang terjadi ditengah-tengah